Kamis, 28 April 2011

Mendisiplinkan satpam nakal

Cerita ini adalah permintaan dari seseorang yang cukup jauh di sana di ibu kota, dan kebetulan juga sesekali jadi fantasi saya. Agak liar mungkin, dan kemungkinan tidak akurat karena saya sendiri belum pernah melakukannya :)

Malam itu membuatku cukup kesal. Hanya karena tas belanjaanku membuat alarm supermarket itu berbunyi, seorang satpam menggelandangku ke suatu ruangan dan menginterogasiku dengan cara yang sangat tidak menyenangkan. Entah berapa lama aku dibentak-bentak, sesekali ditampar, diperlakukan seperti pencuri, padahal aku membayar semua barang belanjaanku. Hanya ketika kasir swalayan itu tergopoh-gopoh masuk dan menyatakan dirinya yang lupa melepaskan alat pengaman dari barang belanjaanku, barulah satpam itu melunak, bahkan meminta maaf padaku setelah semua orang pergi.
Tentu saja aku tidak terima.

Kukunci ruangan itu dan balik kubentak-bentak satpam itu. Ia hanya tertunduk sambil terus meminta maaf. "Kau tak tahu kau bisa kulaporkan polisi atas perbuatan tidak menyenangkan??? Main bentak-bentak, tampar-tampar seenaknya!!! Masuk penjara nyaho kau!! Kau mau disodomi di sel, hah???!!" Sebenarnya aku hanya asal ceplos saja karena aku sendiri tidak pernah dipenjara. Satpam itu hanya tertunduk, tak bersuara. Kudekati dia dan kubentak, "Lihat sini kalau ada orang bicara!!!" Refleks kuremas kontolnya kuat-kuat; sering kulakukan itu pada pria yang berbuat salah dan tidak mengaku. Satpam itu mengerang kesakitan sambil memohon ampun. "Ampun Mas, saya ngaku salah, saya terlalu ceroboh... Ajaran dari atasan saya Mas untuk keras pada pencuri..."

"Aku bukan pencuri, geblek!" Kuremas lagi kontolnya dan kutarik ke atas, membuat satpam itu berjingkat dan mengerang menahan sakit. "Maaf Mas... Saya memang pantas dihukum..." Kulepaskan remasanku dan satpam itu pun membungkuk terengah-engah sambil memegangi kontolnya. Kecil juga kontolnya, pikirku, bahkan dibandingkan punyaku sendiri. Ia kok pasrah saja kuaniaya kontolnya... Jangan-jangan ia gay. Kuputuskan untuk menyiksanya sedikit lagi, toh ia juga tidak keberatan... "Kau tugas sampai jam berapa?" "Jam sepuluh Mas." "Habis tugas ke tempat saya! Saya masih belum selesai denganmu!"

Kepala keamanan swalayan itu juga meminta maaf padaku serta membentak bawahannya yang sudah berlaku kasar padaku, namun kukatakan pada kepala keamanan itu bahwa aku akan menganggap semuanya selesai asal satpam itu harus ke tempatku. Ia setuju dan langsung menyuruh satpam itu mengikutiku. Aku melarangnya mengganti baju. Setiba di tempatku, kusuruh ia masuk ke kamarku. "Saya mau diapakan Mas?" tanya satpam itu agak ketakutan setelah aku mengunci pintu. "Nggak saya sakiti kok," ujarku kalem. "Kayanya kau menikmatinya tadi, eh?" "Nggak Mas..." "Ah sudah jangan bohong, kontolmu bangun tadi waktu kuremas..." Satpam itu tertunduk malu. "Nggak usah malu," ujarku sambil mendekat dan memeluk satpam itu, lalu kuremas kontolnya kuat-kuat. Satpam itu mengerang, tapi erangannya tercampur antara kesakitan dan kenikmatan. "Tuh kan kau suka," ujarku. "Kau suka disiksa ya." "Iya Mas," jawabnya malu-malu. "Gak sayang kontolnya kah?" "Masih bisa ngaceng kok Mas, lagian saya ga kepingin punya anak kalau andainya biji saya rusak."

Dengan jawaban itu, kutusuk kontolnya dengan lututku. Tak menduga serangan itu, satpam itu mengerang kesakitan. Kupeluk satpam muda itu dan kuelus-elus punggungnya untuk meringankan rasa sakitnya. Aku sendiri sudah lama terobsesi untuk menyakiti kontol pria lain, dan aku bisa keluar hanya dengan menonton video ballbusting. Sambil menunggu kekuatannya pulih, aku mencari-cari borgol satpam itu, yang ternyata ada di saku belakang celananya. "Kalau terlalu sakit bilang ya," bisikku. Aku agak tidak tega juga karena satpam itu masih muda, tapi ia bersikeras tidak apa-apa. Satpam itu kusuruh berdiri dalam posisi istirahat di tempat, kemudian kuborgol tangannya. Kuambil tongkat baton yang dari tadi tergantung di samping tubuhnya. "Siap ya Mas," ujarku dan ia mengangguk, lalu berdiri setegap mungkin. Aku mengambil ancang-ancang, lalu kupukulkan tongkat itu ke kontolnya sekuat tenaga.

Satpam itu melompat kecil di tempat, mulutnya tertutup namun erangan tertahan tetap saja meluncur dari mulutnya. Tubuhnya sedikit membungkuk namun tak terlalu lama ia kembali berdiri tegap. Kupegang sebentar kontolnya; ternyata sudah tegang walaupun tak terlalu keras. Kasihan kalau sampai patah, pikirku, maka kuatur batang kontolnya sehingga kedua bijinya benar-benar tidak terhalang sekarang. Setelah siap, aku pun menghajar selangkangan satpam itu dengan tongkatnya selama lima menit.

Lima menit berselang, satpam itu sepertinya kelelahan menahan sakit. Bajunya basah kuyup oleh keringat. Kucek sebentar kontolnya; untunglah tidak ada luka yang berarti, selain kedua bijinya yang mulai memerah dan bengkak berdenyut-denyut. Aku merasa kasihan pada satpam itu. "Sudah ya, kasihan kau," ujarku. "Aku sebenarnya gak benar-benar marah kok. Aku cuma pingin menghajar kontolmu." "Iya ga pa pa Mas," sahut satpam itu lemah. "Sering kah kau diginikan?" "Ini pertama kalinya sih Mas, sakit tapi enak betul Mas, hampir keluar aku tadi." "Mau dikeluarin kah?" "Iya Mas, lanjutin aja, tanggung." "Tapi kalau gak tahan bilang ya. Aku tak mau kau mati di sini." Satpam itu mengangguk, lalu berdiri tegap kembali. "Berlutut aja," perintahku. Aku tahu apa yang ingin kulakukan.

Satpam itu pun berlutut dan membuka kakinya lebar-lebar. Aku berdiri di depannya, mengambil ancang-ancang, dan menendang selangkangannya sekuat tenaga. Suara gemeretak seperti telur pecah pun terdengar, satpam itu jatuh telentang dan mengerang lebih keras, dan jantungku serasa mau copot. Apa aku terlalu keras menendangnya? Tergopoh-gopoh aku mengecek keadaannya. Wajahnya pucat dan basah oleh peluh; ia masih meringis menahan sakit. Kubuka celananya dan melihat noda lebar di situ, rupanya ia ejakulasi. Namun ada sedikit noda merah di celana dalamnya, kuduga darah. "Maafkan aku Mas, sampai luka begini...," ujarku cemas. "Mas ga pa pa kan?" Satpam itu menggeleng tak bersuara. Kupapah ia ke ranjangku lalu kubuka seluruh pakaiannya. Benar-benar basah oleh keringat. Kuambil handuk dan kubersihkan tubuhnya. Kubersihkan pula sisa-sisa sperma bercampur darah dari kontolnya. Kuberi minum dan kuselimuti satpam itu. "Kau tidur saja dulu supaya sakitnya reda," kataku dan ia mengangguk. Aku pun masuk ke selimut yang sama di sebelah satpam itu dan memeluknya untuk memberi kehangatan. Kubiarkan ia memainkan kontolku sebelum akhirnya ia jatuh tertidur. Aku sendiri tertidur beberapa saat kemudian.
Pagi harinya, kutelepon kepala keamanan swalayan itu untuk memintakan izin tidak masuk karena sakit untuk satpam itu, dan untungnya kepala keamanan itu maklum. Satpam itu memang sakit; badannya meriang, mungkin akibat luka dalam di biji kontolnya. Aku jadi makin merasa bersalah walaupun satpam itu tidak menyalahkanku. Kurawat satpam itu selama beberapa hari (aku sendiri juga izin sakit ke kantorku) hingga satpam itu sembuh. Selama itu pula, anehnya ia tidak kekurangan tenaga untuk menyervis kontolku. Sebelum kembali masuk, kutes kesehatan kontol satpam itu dengan mengocoknya, dan untunglah tidak ada lagi bercak merah di spermanya. Kedua bijinya pun tidak lagi bengkak.

Berkat kejadian itu, satpam itu akrab denganku. Seminggu sekali ia datang ke tempatku untuk disiksa, dan aku pun menahan diri untuk tidak melukainya. Seringkali ia meminta peran sebagai satpam yang nakal dan perlu didisiplinkan. Dan itulah caraku mendisiplinkan satpam nakal. Cara lain? Itu untuk kisah lain kali.

Rabu, 27 April 2011

Kegagahan seorang polisi (bagian 2)

"Aku pasrah Mas, mau diapain aja," bisik Bernard pelan. Suaranya yang berat menandakan ia mulai terangsang berat. Kuelus-elus sebentar kontolnya, lalu kupeluk polantas itu. Badannya yang besar sangat nyaman dipeluk, bau wangi masih tercium. Kuelus-elus punggungnya, turun ke pantat dan kuremas-remas. Bernard merespon dengan menggoyangkan pinggulnya, menggesek-gesekkan kontolnya ke perutku. "Sabar Mas," bisikku, kemudian aku melepaskan pelukanku sambil menepuk pantatnya. Kupandangi kembali dadanya yang bidang itu. Kuputuskan untuk mengisap puting susunya, namun sebelum itu aku memasukkan kedua tanganku ke dalam kaosnya dan mengelus-elus badannya.

Pertama kuelus-elus perutnya yang agak buncit itu, kemudian perlahan-lahan naik. Sampai juga di dadanya. Kuelus-elus daerah sekitar putingnya sambil kutatap wajah polisi tampan itu. Bernard tidak bersuara sama sekali, hanya saja nafasnya mulai berat. Aku tersenyum, kemudian kurangsang kedua putingnya. Kuusap-usap dengan jari-jariku dan Bernard pun mendesah. Ingin rasanya kucium polisi itu, tapi apa daya ia lebih tinggi dariku...

Bernard rupanya mengetahui isi hatiku, maka ia pun menunduk dan menciumku. Masih terlalu tinggi, maka aku membimbingnya ke tempat tidur dan kami pun duduk sambil berciuman. Tangan kiriku memegang kepalanya yang mengenakan helm sementara tangan kananku mengusap-usap selangkangannya. Kulakukan sehalus mungkin, ciumanku tidak terlalu bernafsu dan pijatanku sangat lembut, agar Bernard semakin penasaran dan meminta lebih. Precum sudah mulai membasahi celananya, tapi kubiarkan saja. Aku pun membuka kaos dalamnya sehingga ia kini bertelanjang dada. Iseng-iseng kupakaikan lagi kemeja dinasnya, hanya tidak kukancingkan. Kubaringkan polisi itu di atas ranjangku, kemudian dari samping aku pun berbaring sehingga kepalaku pas ada di dadanya. Kuminta Bernard berbaring miring, lalu kuhisap puting susunya sambil kupijat-pijat kontolnya. Tiap kali kujilat puting susunya, kupijat kepala kontolnya dengan lembut. Bernard mendesah tiap kali kulakukan itu; ia mengelus-elus kepalaku agar tidak menganggur. Ketika kuhisap puting susunya dengan kuat, kugenggam dan kuremas kontolnya kuat-kuat (tentunya tidak sampai menyakiti Bernard) untuk membuatnya melenguh bagaikan sapi jantan yang sedang birahi, dan kenyataannya ia memang sedang terangsang berat. Kulakukan itu cukup lama sampai celana dinasnya basah di bagian selangkangannya, seakan-akan polisi itu ngompol. "Enak ga Mas?" tanyaku. "Enak bener Mas, belum pernah aku digarap pelan-pelan gini. Tambah ngaceng berat Mas..." "Iya lha sampai basah kuyup gini," kuelus-elus celananya dan kugenggam kontolnya, lalu kokocok ringan. Bernard pun mengerang pelan. "Mau digarap ga Mas tongkatnya?" godaku. "Mau Mas..."

Sekarang kusuruh ia berbaring telentang dan aku pun berbaring di sampingnya. Pertama kucoba memasukkan tanganku dari perutnya, tapi ternyata sabuknya menyulitkan pergerakan tanganku, maka kulepas sabuknya. Setelah tanganku bisa masuk, kujelajahi bagian sakral polisi itu, langsung menembus pertahanannya. Kurasakan bonggolan daging yang luar biasa besar, hangat dan berdenyut serta basah oleh precum. Kuraba batang kontolnya yang keras itu, jauh lebih hangat lagi. Kugenggam batang itu dan kukocok pelan-pelan. Celananya yang sempit menyebabkan gesekan yang intens di sekujur kontolnya, memberikan sensasi luar biasa pada Bernard karena ia menggelinjang dan mengerang. Kumainkan seluruh jariku meraba-raba kontol polisi itu; kurasakan kedua testisnya yang menempel di tubuhnya saat itu. Besar juga, kayanya sudah lama nggak dikeluarin nih... Tanganku terus basah oleh precum yang mengalir keluar dari kontolnya, maka kuraih kepala kontolnya dan kumainkan lubang kencingnya. Polisi itu semakin menggelinjang dan mengerang. "Geli Mas," erangnya. Tak kuhiraukan erangannya, terus kuserang kontolnya dengan tanganku. Aku pun tak tahan ingin merasakan kehangatan kontol itu di mulutku. Diisep ga ya... Aku sempat bimbang sebelum memutuskan aku hanya akan mengocok kontol Bernard si polisi lalu lintas. Toh nanti ia nginep di sini, aku bisa puas-puas menikmati kontolnya. Biar dia ketagihan! Kubuka sedikit celananya dan kuturunkan sejauh atas lutut sehingga kontolnya dapat bergerak bebas, dan wow... Batang kontol yang coklat kehitaman itu menyembul dan berdiri dengan gagahnya. Kontol itu sudah disunat, kepalanya berkilauan basah oleh precum yang masih saja mengalir. Aku menelan ludah ingin mencicipi precum itu. Sabar... Sabar... "Diapain ni Mas kontolnya?" godaku. "Terserah Mas," jawabnya sambil meraih kontolku dan meremas-remasnya. Rupanya ia juga ingin memainkan kontolku. "Mau dikeluarin ga Mas?" "Iya, keluarin... Barengan ya, kukocokin punyamu juga." "Aku nanti aja Mas, yang penting Mas keluar dulu. Udah ga tahan ni kontolnya," godaku sambil meremas kedua testisnya. "Ah bisa aja kau," ujar Bernard dan tertawa. "Aku bisa tahan kok." "Yakin ni Mas tahan kalau kuginiin?"

Aku pun langsung mengocok kepala kontolnya dengan perlahan dengan tangan kananku, sementara tangan kiriku bergantian antara memainkan kedua testisnya dan putingnya. Aku tahu tidak semua orang suka main pelan, tapi biasanya malah banyak yang tidak tahan lama ketika aku mengurut kontolnya dengan perlahan. Benar saja, polisi itu mengerang panjang di tiap kocokanku, dan pada kocokan kesepuluh ia memegang tanganku. "Mau keluar Mas...," rintihnya. Kuhentikan kocokanku, namun tetap kuelus-elus kontolnya yang tampak sedikit membesar dan berkedut itu. Bernard sendiri mengerang menahan diri, peluh mulai berjatuhan dari keningnya. "Dikeluarin ga Mas?" tanyaku. "Kayanya udah mau meledak tu, kasian kontolnya..." "Terserah Mas, aku pasrah..." Aku ingin sekali menenggak maninya langsung dari sumbernya... Nanti malam saja!, separuh suara hatiku berkata. Nanti malam puas-puasin sedot kontol tu polisi! Akhirnya kukocok lagi kontol Bernard, dan hanya pada kocokan pertama polisi itu menyemburkan lava putihnya. Tidak menyembur sebenarnya, hanya meleleh saja, tapi luar biasa banyaknya. Aku seakan menyaksikan gunung berapi meletus dengan perlahan. Kubiarkan lava putih itu mengalir membasahi tanganku yang masih mengurut kontolnya dengan penuh rasa sayang. Tak berapa lama kemudian pancarannya mulai melemah dan berhenti. Kusaksikan polisi itu terengah-engah mengambil nafas setelah pancaran terakhir berhenti. Kuelus-elus wajahnya dengan tanganku yang bersih sambil tersenyum. Ia pun balas tersenyum, lalu setelah nafasnya mulai teratur kucium dia. Aku masih menggenggam kontolnya yang mulai melemas; kubiarkan kontol itu beristirahat dulu.

Gantian Bernard yang agresif memainkan kontolku; ia hanya membuka resleting celana jinsku dan mengocoknya dengan cukup cepat. Kocokannya mantap juga, bahkan ia menggunakan maninya sebagai pelumas. Hanya dalam lima menit aku pun keluar; spermaku muncrat ke tubuh Bernard, untungnya tidak sampai menodai seragamnya. Setelah aku keluar, aku memeluk polisi itu dan tidur di dadanya; tanganku masih menggenggam kontolnya yang rupanya sudah pulih. "Mau lagi nih Mas?" godaku. Ia hanya tersenyum, menandakan ya bagiku. Kali ini aku tak sabar menunggu malam tiba. Kuposisikan diriku dalam posisi 69 walaupun belum ada tanda-tanda Bernard akan menghisap kontolku juga. Aku tak peduli; aku harus merasakan kontol polisi itu sebelum terlambat. Kini kontol polisi itu ada di hadapanku; Bernard dengan nakalnya menegakkan kontolnya. Kuamat-amati kontolnya dengan seksama. Agak berurat di sana-sini, dengan panjang dan tebal idaman di atas rata-rata, dan ketahanan lamanya, menjadikan kontol polisi itu kontol terbaik yang pernah kumainkan dan kunikmati. Kuciumi kontol itu, kujilati pangkal pahanya sampai Bernard menggelinjang, kubasahi seluruh jengkal kontolnya hingga batangnya menegang seperti tadi. Benar-benar luar biasa. Kumasukkan kontol itu ke mulutku, kemudian kukenyot-kenyot. Bernard mengerang, dan ia pun membalas menjilati area sensitifku. Aku tetap bermain tenang dan pelan seperti saat aku mengocok kontolnya, sementara Bernard tetap agresif, bahkan sengaja menggigit kontolku beberapa kali. Kalau ia melakukan itu, kubalas dengan jilatan maut pada lubang kencingnya. Tak lupa kedua testisnya tetap kumainkan dengan tanganku. Aksi hisap-menghisap itu tak terlalu lama berlangsung, dan kali ini aku keluar bersamaan dengan Bernard si polantas. Lagi-lagi ia menunjukkan keperkasaannya dengan memuntahkan banyak sperma, yang kuminum dengan rakusnya. Setelah itu, kami berdua cukup kelelahan dan tertidur dengan kontol masih ada di mulut.

Aku bangun terlebih dahulu dengan perasaan nyaman di antara kedua kakiku. Rasanya ada yang merangsangku... Aku baru ingat kalau tadi kontolku masih di dalam mulut Bernard. Apa ini berarti ia menghisapku lagi? Baru saja mau membuka mata, sesuatu menggedor-gedor langit-langit mulutku, dan sesuatu menetes ke lidahku. Dengan segera kukenali rasa precum Bernard dan batang kontolnya yang kembali tegang, maka kugarap kembali polisi itu dengan hisapan mautku. Nikmatnya bisa ngemut kontol polisi... Sesi hisap-menghisap itu tak berlangsung lama, aku keluar duluan karena Bernard lebih dulu merangsangku, namun semenit kemudian ia pun keluar.

Sisa hari itu kuhabiskan bersama Bernard si polantas. Makan, mandi, nonton TV, bahkan tidur. Tak jarang kami berdua kembali terangsang, dan tanpa sungkan-sungkan lagi kupagut kontol Bernard. Keesokan harinya kusuruh ia tetap berdinas seperti biasa, namun pulang ke rumahku untuk memadu kasih. Untuk merasakan kegagahan seorang polisi.