Selasa, 29 Maret 2011

Satpam sekolahku (bagian 1)

Aku takkan lupa kejadian itu walaupun sudah lama berselang. Kejadian yang membuatku semakin yakin akan keputusanku menjadi seorang gay. Berkat satpam sekolahku.

Saat itu aku masih kelas dua SMP, belum mengenal dunia gay sama sekali. Temanku tidak semuanya cowok, teman cewek pun banyak. Aku bahkan pernah berpacaran dengan cewek walaupun tidak lama, yah cinta monyet kata orang. Aku pun belum pernah menyukai sesama cowok sebelumnya. Kalaupun ada, biasanya dia hanya kuanggap sebagai sahabat.

Perkenalkan, aku Basra, tapi lebih sering dipanggil Bas begitu saja. Waktu itu umurku menginjak lima belas tahun, usia akil balig yang sempurna. Belum pernah ngocok, tapi sudah pernah mimpi basah. Namanya juga anak ingusan yang baru akil balig, waktu itu adalah waktu yang paling nakal menurutku dalam urusan pegang-memegang punya orang lain. Yah, kau tahu sendiri apa yang dipegang. Kontol.

Di waktu istirahat, waktu bermain adalah waktu yang paling tepat untuk memegang kontol cowok lain. Biasanya yang dipegang adalah kontol anak cowok kelas dua atau kelas tiga, karena anak kelas satu masih terlalu polos dan suka mengadu. Tentu saja, acara pegang-pegangan itu dilakukan saat tidak ada guru, petugas kebersihan, atau orang dewasa lainnya.

Dari seluruh cowok di kelas dua, mungkin hanya aku yang paling sering dipegang kontolnya. Punyaku memang cukup besar karena ayahku mewarisi keturunan arab, dan punyanya sendiri sudah sangat besar menurutku walau dalam keadaan lemas. Aku sendiri bangga dengan kontolku, walaupun celana seragamku tidak ketat, kontolku selalu tampak menonjol dengan sendirinya. Biasanya waktu istirahat seorang teman akan memegang kontolku selama beberapa saat dan sengaja merangsangnya untuk tahu apakah aku ngaceng atau tidak (dan biasanya aku memang ngaceng). Kalau aku sudah ngaceng, biasanya mereka akan meledekku, tapi aku ledek balik dengan menantang, "Memangnya kau nggak bisa ngaceng? Gak jantan kau!" Kalau sudah begitu, biasanya akan ada korban lain yang dirangsang, dan sesekali aku juga memainkan pemilik kontol yang memainkan kontolku. Walaupun begitu, kami semua tahu itu hanya main-main.

Sampai ada penghuni baru di sekolahku.

Satpam yang sudah bertugas selama dua puluh tahun akhirnya harus pensiun juga, maka dipilihlah seorang satpam baru. Namanya Doni, usianya tiga puluh tahun. Aku yang tinggi besar pun hanya lebih tinggi sedikit dari pinggangnya. Kuduga ada sedikit keturunan Arab karena ia juga tinggi besar seperti ayahku, dan asalkan mataku tidak salah, kontolnya juga besar. Hanya saja, wajahnya terlihat seperti keturunan Jawa, dan ia ramah sekali pada semua orang, termasuk padaku. Setelah beberapa bulan, aku menjadi sangat akrab dengannya, bahkan saat kugoda dengan memegang kontolnya. Biasanya ia membiarkanku selama beberapa saat sebelum berlagak marah dan balik menggodaku.

Aku tak menyangka satpam itu akan menjadi rekanku untuk beberapa saat.

Hari itu ada rapat guru sehingga sekolah dipulangkan lebih awal. Sayangnya, ayahku tidak bisa langsung jemput sehingga aku diminta menunggu di sekolah sampai sekitar pukul dua siang. Aku sih tak keberatan, toh besoknya libur. Jam terakhir waktu itu adalah pelajaran olah raga, kebetulan basket. Aku lebih suka sepak bola, tapi di kelasku aku termasuk ahli basket. Saat itu kulihat Doni menonton permainan kami. Sesekali ia sepertinya melempar senyum padaku, dan beberapa kali sepertinya aku melihat ia memegang kontolnya sendiri, tapi aku lebih konsen ke permainan basket saat itu. Benar saja, timku menang telak dan lagi-lagi aku jadi top scorer. Kelas diakhiri lima menit sebelum bel pulang berbunyi, dan entah kenapa anak-anak bersemangat sekali pulang. Hanya dalam lima belas menit sekolah sudah kosong, namun tentu saja aku harus tinggal sesuai pesan ayahku. Peluhku saat itu masih bercucuran, ditambah udara panas saat itu membuatku memutuskan tidak mengganti seragam olahraga terlebih dahulu. Karena sudah tidak ada orang, aku memutuskan membuka bajuku yang basah kuyup.

Sampai Doni muncul dari lorong. "Lho Bas belum pulang?" "Belum Mas, Ayah baru bisa jemput nanti jam dua." "Ooh, kok ga main ke rumah teman aja sambil nunggu?" "Nggak Mas, Ayah suruh tunggu di sini saja." "Oh ya sudah, sini Mas temani." "Nggak keliling ta Mas?" "Sudah selesai dikunci semua kok," ujarnya sambil menunjukkan serangkaian kunci di pinggangnya. Saat itu tak sengaja aku melihat ada noda gelap di celananya, tapi hanya sekilas. Ia pun duduk di sebelahku lalu ngobrol. Doni memang suka bercanda, hampir apa saja bisa ia jadikan bahan tertawaan dan guyonannya tak pernah garing.

Hingga akhirnya timbul niat isengku untuk mengerjainya. Tanpa ba bi bu kupegang kontolnya dan kuremas-remas seperti biasanya. Doni hanya tertawa seperti biasanya, tapi membiarkanku agak lama. Pada remasan ketiga barulah tanganku merasakan sesuatu yang lembab, di posisi yang kukira ada noda tadi. "Kok basah Mas, ngompol yaaa," godaku. "Emangnya kamu masih tukang ngompol," goda Doni balik sambil ikut meremas kontolku. Sejenak kami tertawa-tawa sambil rebutan pegang kontol lawan, sampai Doni berkata, "Kayanya bakal terdengar ribut deh kalau kita main di sini." Aku mengangguk setuju. "Ke pos belakang yuk!"

Pos belakang sudah lama tidak digunakan sejak pintu gerbang belakang tertutup; hanya pintu gerbang depan saja yang digunakan. Doni sudah menutup pintu gerbang depan agar tidak ada yang masuk. Sudah lama aku penasaran dengan isi pos belakang, dan ternyata isinya hanya barang bekas. "Paling tidak kipas anginnya nyala, jadi kita tidak kepanasan di dalam sini," celetuk Doni. Ia mengatur dua buah kursi dan menyuruhku duduk sementara ia sendiri berdiri di depanku. Jika menatap ke depan, wajahku persis berhadapan dengan tonjolan kontolnya, yang kurasa saat itu lebih besar dari sebelumnya. "Kau suka main kontol ya," ujar Doni memecah kebekuan. "Teman-teman biasanya mainin punyaku Mas." "Iya punyamu gede gitu." "Punya Mas juga gede nih," godaku sambil langsung meremas kontolnya. Di luar dugaanku, bukan tawa yang keluar dari mulutnya, tapi lebih mirip erangan. Spontan aku menghentikan remasanku dan berkata, "Sakit ta Mas?" "Oh nggak, ga pa pa mainin aja Bas," ujarnya sambil membetulkan posisinya. "Enak kok." Aku pun kembali meremas kontolnya dan ia pun mengerang tanpa malu. "Ngaceng nih Mas," ujarku sambil mengurut batang kontolnya, sedikit menahan geli saat melihat raut muka Doni. "Gede bener punya Mas."

"Kamu mau lihat ta?" tawar Doni. Belum sempat aku mengiyakan atau menolak, ia sudah membuka resleting celananya dan mengeluarkan kontolnya. Mataku terbelalak ketika melihat tongkat kejantanan Doni. Warnanya coklat gelap, berurat, sudah disunat, panjangnya mungkin hampir 20cm dan tebalnya mungkin 5-6cm. Cairan bening sudah meleleh dari ujung kontolnya. "Mau pegang?" Dengan masih terbengong aku pun memegangnya. Begitu hangat. Kucoba memijatnya, terasa begitu keras. Aku penasaran dengan cairan bening itu, maka kusentuh cairan itu. Agak lengket, jadi refleks kuoleskan ke kepala kontol Doni. Tak kuduga itu membuat Doni melenguh. "Pernah ngocok Bas?" "Ngocok apa Mas?" "Ngocok kontol lah, tu ada kontol di depanmu, kocok aja." "Ga pernah Mas." "Ah masa, ngloco ga pernah?" "Apa lagi tuh Mas?" "Onani." "Ga pernah Mas." "Udah mimpi basah to?" "Udah Mas." "Kalau gitu kuajari caranya. Enak kok, kamu pasti suka. Mau ya?" "Boleh Mas." "Sini gantian kamu yang berdiri, biar Mas kocokin. Kamu liat dulu aja."

Maka kami pun bertukar posisi, walaupun mataku masih tertumbuk pada kontol Doni yang dibiarkan begitu saja menyembul dari celananya. Ia meremas-remas kontolku beberapa saat sampai dirasanya cukup, lalu ia memelorot celana olahraga dan celana dalamku. Baru kali ini aku telanjang di hadapan orang lain selain ayahku. Doni langsung menggenggam kontolku yang tegang dan mencoba mengocoknya pelan-pelan. Agak sedikit gilu, tapi ada sensasi lain yang menerpa tubuhku. Sekali-kali aku pernah merasakannya saat temanku memainkan kontolku, tapi kali ini rasanya begitu berbeda. Begitu... Nikmat...

5 komentar:

  1. Lanjutin ko... aku suka yang anak sekolahan gini, sering2 ya

    BalasHapus
  2. Sip dah, mudah-mudahan bisa bikin yang lain lagi, sudah ada idenya tapi belum sempat nulis. Sayangnya dulu kok gak ngalami beneran ya, hehehe

    BalasHapus
  3. lanjutannya dong bro :( nanggung nih

    BalasHapus
  4. Sori tapi akhir-akhir ini rada sibuk, mana tulisanku kehapus pula... kudu bikin ulang deh, ditunggu ya...

    BalasHapus
  5. waduh, ngaceng gw!

    BalasHapus

Komentar Anda akan dimoderasi sebelum ditayangkan. Berkomentarlah sopan dan terjaga. Promosi akan otomatis dihapus. Tuliskan juga jika Anda tidak ingin komentar ditayangkan (misalnya jika hanya memberi informasi).