Jumat, 20 November 2015

Tes dari HP

Tes aja dari HP, kalau sukses berarti bisa lanjutin draft kapan aja dari HP. Maklum Windows Phone, apps nya kurang banyak, hehehe...

Minggu, 11 Oktober 2015

Intipan ke naskah cerita Fei

Buat yang nunggu-nunggu, ini sedikit intipan dari naskah cerita yang masih ditulis. Ada tiga naskah: yang pertama melanjutkan kisah perkosaan satpam Farouk dan Wisnu, yang kedua kisah seorang keturunan Tionghoa yang tidak sengaja tertidur di kontol seorang polisi di bis kota, dan yang ketiga seharusnya sebuah cerpen tentang satpam lagi. Yang tentara mana? Nanti yah kalau Fei udah bisa ketemu sama pacar Fei, hehehe...

Dan tiba-tiba aku merasakan tongkat satpam itu lepas dari pantatku. Kontolku juga tidak lagi berada dalam mulut si maling. Maling itu berjalan ke belakang sehingga aku tidak tahu dia sedang apa. "Ngapain lu To?" tanya maling yang sepertinya juga kebingungan temannya mau apa.
"Aku mau buka iketannya."
"Eh gila kau To! Nanti kalau dia ngelawan gimana?"
"Aku bukan mau bebasin dia Dul! Aku pingin ngentotin dia, jadi ini iketan di kakinya kulepas, dipindah ke atas gitu!"
"Ntar dia tendang kau baru tahu rasa lho!"
"Dah tenang aja, dia udah nurut kok!" Aku bisa merasakan ikatan yang melilit kakiku ke tiang itu mulai kendor, sebelum akhirnya ikatan itu lepas seluruhnya. Aku menggerak-gerakkan kakiku sebentar untuk melemaskan kakiku yang kaku. Tak lama kemudian aku merasakan tali yang sama kini melilit dada atasku, walaupun tidak sekencang tadi, mungkin supaya aku tidak sesak nafas. Dia menyisakan sedikit bagian pada daerah puting susuku; pasti dia mau memainkannya lagi. Setelah selesai, dia tidak kembali ke depan, tapi malah menyentuhkan kontolnya ke tanganku dan menggesek-geseknya. Aku belum pernah memegang kontol pria lain, bahkan kontol Pak Wisnu pun aku tidak berani. Benda itu begitu hangat dan keras; tanpa sadar aku pun menggenggamnya dan berusaha mengocoknya. Sayang tanganku terikat erat jadi tidak bebas bergerak, tapi dia paham itu dan berinisiatif memajumundurkan kontolnya di genggaman tanganku. Besar juga punyanya, tapi tetap saja lebih besar punyaku. Dia tak terlalu lama melakukan hal itu, kemudian dia ke depanku dan mulai menggesek-gesekkan kontolnya ke kontolku. Benar-benar pengalaman baru yang belum pernah kurasakan sebelumnya; biasanya payudara pacarku yang menggesek-gesek kontolku, tapi kali ini kontol pria lain. Sama-sama kerasnya. Aku mengerang dibuatnya. Ternyata seru juga.
Sebelum dia tiba-tiba menciumku di bibir.
Awalnya aku merasa jijik; kumisnya beradu dengan mulutku. Tidak ada pria lain yang pernah menciumku di bibir! Namun mungkin aku sudah terbawa aliran permainan maling itu, sehingga lama-lama aku pun menikmatinya. Kubalas ciumannya seakan-akan itu pacarku. Belum tahu dia ciuman dahsyat yang selalu bikin pacarku klepek-klepek! Dia terus menggesek-gesekkan kontolnya dengan kontolku sambil membalas ciumanku. Mungkin ada lima menit kami berciuman sampai akhirnya dia mengakhiri ciuman itu dan mengocok-ngocok kontolnya sebentar, kemudian ia berusaha mengangkat kakiku. "Emang kuat kau To ngentot gaya begituan?" cemooh maling satunya.
"Lihat aja!" Ya ampun, ia akan mengentotku! Biasanya aku yang ngentot cewekku, tapi kali ini aku akan dientot! Jantungku berdegup tak karuan, antara marah karena tidak seharusnya cowok ngentot cowok--apalagi aku yang akan dientot, takut kesakitan, tapi juga penasaran. Seperti apa rasanya dientot? Tadi aku sudah merasakan dientot dengan tongkat satpam, yang tentu saja dingin dan kaku. Kalau sebatang kontol yang memasuki pantatku?
Belum sempat pertanyaanku terjawab, maling itu langsung saja menusukkan kontolnya ke pantatku. Mungkin karena pantatku sudah cukup longgar gara-gara tongkat satpam tadi, aku tidak merasa sesakit tadi, sekalipun ia memasukkan batang kontolnya hingga ke pangkal. Lagi-lagi aku berhadap-hadapan dengannya, dan tanpa permisi lagi ia langsung mengentotku.

Ah... jadi ini rasanya dientot...

Entah berapa lama aku tertidur dan terbangun, tertidur lagi dan terbangun lagi, tapi sepertinya bis itu mulai penuh sesak--sayup-sayup aku mendengar suara hiruk pikuk orang-orang yang menaiki bis itu dan sesekali si kondektur yang berteriak menyebutkan lokasi atau menyuruh orang-orang untuk semakin masuk ke dalam. Entah kenapa rasa kantuk begitu hebat menyerangku, kepalaku sampai terangguk-angguk. Hingga akhirnya aku merasa kepalaku ditopang sesuatu. Seseorang yang jelas. Di... pahanya? Namun entah akunya yang kurang ajar atau terlalu mengantuk sampai malah membuat kepalaku nyaman dengan sandaran itu, atau orangnya yang diam saja, orang itu membiarkan kepalaku bersandar. Lumayan lah, hehehe...

Sampai aku merasa ada sesuatu yang hangat di telingaku. Bis kota biasanya memang panas sih, tapi yang di pipiku ini lain. Masa pahanya sehangat itu ya? Kemudian aku merasakan ada yang bergerak-gerak. Ah aku sedang bermimpi mungkin... Tapi lama-kelamaan sesuatu itu menjadi semakin keras dan gerakannya menjadi lebih tajam. Ini... kontol kah? Aku tersentak begitu memikirkan benda yang satu itu, dan aku pun terbangun. Ya ampun, aku bersandar di kontol orang? Sontak kulihat siapa orang itu.

Jantungku berdegup keras ketika melihat celana coklat itu, yang terlilit sebuah sabuk putih dengan gesper emas yang besar. Mati aku... aku bersandar di kontol polisi??? Segera aku menoleh ke atas, dan benar saja, seorang polisi berdiri menghadapku. "Aduh maaf Pak, saya ketiduran," ujarku gugup.
"Oh ga pa pa kok," jawab polisi itu sambil tersenyum. "Kamu pasti kecapekan sekali ya? Tidur aja bersandar kaya tadi." Sejenak aku melihat ke arah selangkangannya dan sedikit terkesiap. Besar juga bonggolan kontolnya. Aku menatapnya kembali dan dia hanya tersenyum sambil memberi kode supaya aku bersandar seperti tadi. Ya sudah, kalau dia yang minta... Aku kembali menopang kepalaku dengan tangan kiriku, lalu perlahan-lahan bersandar ke polisi itu. Sekarang tanganku kuatur supaya pas menyentuh kontol polisi itu--dia sendiri juga mencari posisi supaya pas. Kebetulan sekali bangku di bis kota itu sangat tinggi sehingga aksiku tidak terlihat oleh orang lain, sekalipun oleh orang yang berdiri di sampingnya--dan entah kenapa orang-orang di sampingnya menghadap ke arah yang berlawanan, sehingga praktis hanya lelaki gendut yang tertidur itu yang hanya bisa mengacaukan aksiku. Walaupun begitu, aku tetap pura-pura tertidur sambil sengaja bersandar ke polisi itu. Punggung tanganku mengelus-elus kontol polisi itu, yang belum mengeras sepenuhnya namun sudah tercetak jelas di celana dinasnya. Mungkin panjangnya sekitar 16 cm? Aku tidak tahu pasti, tapi yang aku tahu, seperitnya asyik bisa memainkan kontolnya. Sesekali kulirik polisi itu, dan ia pun tersenyum, sesekali berbisik "enak", "lagi dong", atau sekedar membuka mulutnya seakan mendesah. Kubalik tanganku sehingga kini jari-jariku yang bersentuhan langsung dengan kontolnya, dan kupijat-pijat perlahan. Sesekali aku melirik lelaki di sebelahku, siapa tahu ia tiba-tiba terbangun, namun ia masih tertidur pulas--ngorok pula. Jadi kadang-kadang aku pun sengaja menggunakan tangan kananku untuk meremas-remas kontol polisi itu. Celananya yang cukup ketat memberikan kesan tersendiri pada permainanku itu; kedua biji pelirnya tertata rapi dan menonjol, sepertinya berkat celana dalam yang ketat dan berkualitas. Biji pelir itu begitu menggoda, sesekali kujepit dengan kedua jariku, seakan-akan hendak mengguntingnya, dan polisi itu membuat raut muka yang menggairahkan tiap kali aku melakukannya. Batang kontolnya pertama agak tertekuk, namun sudah kubantu meluruskannya, walaupun tetap saja posisinya tidak dapat lurus benar; masih melengkung ke arah paha kirinya.

Seru juga ternyata memainkan kontol di tempat umum seperti itu!

Entah bagaimana caranya temanku itu bisa membawa peralatan-peralatan aneh yang belum pernah kulihat sebelumnya, dan entah bagaimana caranya dia bisa mengikat si satpam Meichell sehingga berdiri dengan kedua tangan terentang. Seksi juga dia diikat seperti itu, aku jadi semakin horny. "Terus dia diapain?" tanyaku.
"Lu liat aja." Ia menyiramkan sedikit bir dingin ke muka si satpam Meichell sehingga agak tersentak dan sadar. "Di... di... di mana ini..."
"Nyantai Chell, bentar lagi enak kok," bisik temanku sambil meremas-remas dada satpam Meichell dari belakang.
"Saya... saya... mau diapain Bang..." Sepertinya dia masih kena pengaruh obat dan bir. Sedikit meronta-ronta tidak rela tubuhnya diraba-raba seorang cowok, tapi sedikit bagian dari tubuhnya mengatakan berbeda.
"Ga diapa-apain kok, pokoknya enak." Pelan-pelan ia membuka kancing baju seragam hitam si satpam Meichell, kemudian mengelus-elus dadanya, di sekitaran puting susunya. "Aaaahhh...." satpam Meichell hanya bisa mengerang keenakan. "Jangan Bang..."
"Dah nikmati aja Chell." Aku mengamati tonjolan kontolnya, sepertinya mulai membesar lagi. "Yo, mainin dah tuh kontolnya!" Aku pun berjongkok di depannya. "Jangan Mas..." Kuremas-remas bonggolan kontol itu. Satpam Meichell pun agak meronta-ronta ketika barang pribadinya disentuh cowok lain. Aku pun sebenarnya bakal geli juga kalau ada cowok lain menyentuh kontolku, tapi kali ini aku benar-benar penasaran. "Mas..."
"Gede ga barangnya Yo?" Ia memelintir kedua puting susu satpam Meichell yang masih tersimpan di balik kaos singletnya. Satpam Meichell mulai mengerang, antara kesakitan dan keenakan. "Bang..." Nafasnya tetap berat, tidak diragukan lagi ia terangsang berat. Temanku satunya sepertinya menikmati pantat si satpam Meichell. Lama-lama aku jadi menikmati permainan itu. Jadi begini toh rasanya mainin kontol cowok...
"Yon, ambilin gunting!" Temanku yang bernama Dion tapi lebih sering dipanggil Yon itu pun mengambil gunting. "Mau... mau apa Bang..."
"Dah lu diem aja!" Dengan gunting itu, ia membuat lubang pada kaos singletnya, tepat di sekitar puting susunya. Aku bisa melihat kedua puting susunya melenting. Sekilas agak mirip puting susu cewek... tapi sayangnya kedua temanku itu langsung menikmati puting susu si satpam Meichell dengan mengisap-isapnya, meninggalkanku dengan kontolnya. Akhirnya aku memutuskan untuk membuka resleting celananya untuk memuaskan rasa penasaranku atas bentuk kontolnya. Kurogoh ke dalam dan kukeluarkan kontolnya. Kontolnya baru setengah tegang tapi besar juga ternyata, dan sudah meneteskan precum. Si satpam Meichell mengerang ketika aku mengelus-elus barang pribadinya itu. "Bang... Mas... jangaaannnhhhh..." Sesekali si satpam memekik ketika teman-temanku menggigit-gigit puting susunya, namun setelah itu ia mengerang keenakan lagi. Tak terasa celanaku mulai terasa sesak juga. Kenapa aku jadi terangsang karena kontol? Tapi sekarang aku penasaran membuatnya muncrat... Kukocok-kocok kontolnya untuk membuatnya semakin menegang. "Yo lu canggih amat ngocoknya," celetuk temanku melihat aku mengocok kontol satpam itu. "Dia merem melek tuh!" Aku tidak menghiraukannya dan terus mengocok batang kontol satpam itu. Entah apa lagi yang dilakukan temanku itu ketika si satpam sesekali memekik. Akhirnya aku penasaran dan menoleh ke atas. Gila, temanku itu sedang mencabuti bulu dada si satpam! Tapi dengan tiap pekikan, kontol si satpam malah bergerak mengacung. Apa dia menikmati disiksa?
Terdengar suara sobekan; ternyata temanku malah menyobek singlet si satpam. Aku pun berdiri melihat hasilnya. "Gilaaaa.... itu bulu apa bulu tuh???" Bulu dadanya cukup halus di atas, namun semakin ke bawah semakin lebat, dan tidak terputus sampai di perutnya, bahkan ke selangkangannya. Aku tadi memang sempat sedikit merasakan rambut jembutnya, namun karena kontolnya sudah menyembul dari balik celana dalamnya, aku tidak tahu selebat apa di dalam. "Lu kocokin terus aja bro kontolnya, biar dia tetap keenakan!" Aku sih senang-senang saja mengocok kontolnya. Kali ini aku mendekapnya dari belakang dan mengocok kontol si satpam Meichell seakan-akan mengocok kontolku sendiri. Kontolku menyentuh pantatnya yang padat dan hangat. Gilaaa, pikirku. Ni kaya pantat cewek aja! Secara naluriah kugesek-gesekkan kontolku ke pantatnya. Kurasakan sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Si satpam Meichell tetap terpekik ketika bulu-bulunya dicabut satu per satu. Ketika pekikannya berhenti, aku pun terheran. Sudah selesai kah?
Rupanya belum. Temanku hanya mengambil sepasang alat yang belum pernah kulihat sebelumnya. Ia meletakkan alat itu pada puting susu si satpam Meichell, dan entah apa lagi yang ia lakukan, sehingga kini tampak seakan-akan puting susunya besar sekali. Ia memainkan "puting" baru si satpam, dan mungkin puting itu memberikan sensasi campur aduk bagi si satpam karena ia memekik sambil mendesah. Dion temanku ternyata malah menjilati bola-bola kontol si satpam!
"Eh lu udah siap belum?" temanku tiba-tiba bertanya.
"Siap apa?"
"Ngentotin dia lah! Udah ngaceng berat belum lu?" Tanpa ba bi bu ia meraih kontolku dan meremas-remasnya. "Kurang keras ini mah Bro! Sini kukerasin lagi!" Sebelum aku bisa menolaknya, ia langsung membuka kait celana jinsku dan menurunkannya, lalu mengeluarkan batang kontolku dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Ia menghisap kontolku. Gila nikmatnya! Tanpa permisi lagi aku mengerang keenakan ketika temanku dengan buas menghisap kontolku maju mundur. Aku bahkan hampir siap untuk mengentot mulutnya ketika ia berhenti. "Loh kok berhenti?"
"Waktunya lu ngentot si Meichell!" Agak kecewa sebenarnya karena kenikmatanku berhenti, jadi kukocok-kocok kontolku agar tetap ngaceng. Temanku kembali membawa gunting, dan tanpa kuduga ia menggunting celana si satpam! Ia membuat lubang yang lumayan besar di kedua pipi pantat si satpam, dan satu lagi di sekitar lubang pantatnya. Benar-benar pantat yang ranum! Ia menepuk-nepuk pantat si satpam sampai merah, lalu mempersilakan aku untuk mulai beraksi. Aku agak ragu-ragu...

...namun nafsu sudah mendorongku terlalu jauh. Tak ragu-ragu lagi kudorong kontolku memasuki lubang pantatnya.

Yang satu ini entah mau dilanjutkan atau tidak...

Kedua polantas itu mengerang ketika orang cebol itu meremas-remas kontol kebanggaan mereka. "Jangan dikira hanya karena aku cebol berarti aku tidak normal! Aku juga bisa mainin kontol kalian, dan kalian akan ketagihan!" Tinggi orang cebol itu pas sekali hanya setinggi selangkangan kedua polisi itu, jadi tangannya sangat pas untuk meremas kontol. "Jadi, kalian pilih yang mana? Mau dibikin enak?" Orang cebol itu meremas-remas kontol kedua polisi itu dengan lembut. "Atau dibikin 'enak?'" Orang cebol itu memperkeras remasannya dan mendorong tangannya semakin masuk ke dalam selangkangan kedua polisi, membuat kedua polisi itu mengerang dan berjalan mundur sampai akhirnya mereka terhentikan oleh tembok pos jaga. "Kau berani melawan polisi ya?!" ancam salah satu polisi.
"Oh siapa takut? Kalian sekarang saja sudah loyo kuremas kontolnya!" Tinggi badan orang cebol itu memberinya keuntungan tambahan, membuatnya berada di luar jangkauan pukulan orang dewasa biasa. Ia melepaskan remasannya dari polisi yang mengancamnya, namun dengan cepat ia mengepalkan tangannya dan menghantam tonjolan bola-bola polisi itu, membuat polisi itu mengerang pendek. "Ugh..." Diliputi rasa ngilu yang luar biasa di kontolnya, polisi itu perlahan terduduk di lantai pos. Tanpa basa-basi lagi orang cebol itu langsung menginjak kontol si polisi. Sekali lagi hanya napas pendek yang keluar dari mulut di polisi, diikuti dengan kesadarannya. Polisi itu pingsan.
Dan orang cebol itu masih bisa mempertahankan genggamannya pada polisi yang satu lagi, yang tampak mulai ketakutan. "Jadi, kau mau yang mana?" tanya orang cebol itu lagi.
"Jangan... jangan... kau boleh melakukan apa saja padaku!" jawab polisi itu gemetaran. "Kau boleh memainkan kontolku!"
"Bagus!" ujar orang cebol itu tampak puas, ia tersenyum lebar penuh kemenangan. "Aku sudah muak ditolak ke sana kemari hanya karena aku cebol! Aku juga bisa memberi kenikmatan sama seperti kalian orang normal!" Ia mengelus-elus tonjolan polisi yang masih gemetaran itu. "Jangan takut, aku tidak akan menyiksa kontolmu seperti temanmu yang bodoh tadi. Tapi bantu aku dulu, borgol temanmu. Dia akan kuajari menerima kenikmatan yang sama dari orang cebol."

Tak lama kemudian polisi itu pun mendesah kenikmatan ketika kontolnya diservis habis-habisan oleh si orang cebol.

Selasa, 06 Oktober 2015

[Catatan Fei] Angan-angan yang belum akan jadi kenyataan

Halo semua,

Mohon maaf yah beberapa bulan belakangan Fei tidak merilis cerita baru. Sebenarnya lagi ada tulisan lanjutan untuk cerita Menaklukkan dua satpam straight, tapi masih belum selesai. Beberapa bulan yang lalu tiba-tiba Fei harus berbagi kamar dengan kakak perempuan Fei. Tentu saja, nggak mungkin dong Fei nulis cerita dalam keadaan seperti itu, sekalipun kakak lagi tidur. Mau buka situs-situs gay buat referensi pun Fei jadi takut ketahuan kakak. Jadi ya terpaksa tidak ada cerita baru selama itu. Tapi sekarang Fei sudah tidur sendirian lagi, jadi mungkin dalam waktu dekat akan ada cerita baru rilis atau sambungan cerita yang lama-lama.

Tapi bukan dalam beberapa hari ke depan yah. Fei lagi suntuk berat.

Beberapa pembaca mungkin ingat, Fei pernah nulis cerita yang judulnya Angan-angan yang menjadi kenyataan...?. Hampir saja angan-angan itu terwujud. Minggu depan ada libur hari Rabu kan? Nah, Fei sudah ambil cuti hari Kamis dan Jumat, supaya bisa long weekend. Long weekend ke mana? Ke tempat pacar Fei. Sejak Fei pacaran dengannya, nggak pernah sekalipun kami ketemu. Nah, harusnya long weekend besok jadinya menyenangkan kan? Eh, ternyata, dia kontak balik sore tadi, ternyata dia harus dinas minggu depan hari Selasa sampai Sabtu.

Langsung hancur semua angan-angan Fei yang pingin diwujudkan. Padahal Fei sudah pingin ngasih dia makan enak (maklum tentara), jalan-jalan bareng, makan bareng, tidur bareng, dan tentu saja bercinta. Semuanya gagal begitu saja. Bete bener jadinya... tapi mungkin ya memang itu yah risiko berpasangan dengan tentara. Harus siap kapanpun dia ditugaskan. Nggak boleh ditawar lagi. Jadi, ya dengan sangat terpaksa Fei harus melewatkan long weekend minggu depan di rumah, dan menyimpan lagi semua angan-angan itu. Entah kapan bisa ada kesempatan seperti ini lagi... yah paling nggak dia menghibur Fei dengan ngasih foto terbarunya yang diambil waktu HUT TNI kemarin. Jarang banget dia ngasih foto, baru pula! Tapi Fei nggak akan bagikan di sini yah, rahasia, hehehe...

Fei mohon dukungannya yah, semoga kami akhirnya bisa bertemu.

Minggu, 17 Mei 2015

[Catatan Fei] Kesibukan akhir-akhir ini

Halo semua,

Mohon maaf sebelumnya kalau seakan-akan saya tiba-tiba menghilang setelah cerita yang terakhir. Sejak bulan Maret saya dapat kerjaan yang cukup (atau sangat) berat dari kantor, dengan deadline yang cukup mepet. Hampir setiap hari saya harus lembur untuk mengerjakan deadline tersebut, jadi saya sudah tidak punya tenaga lagi tiap kali pulang dari kantor. Setelah mandi dan makan malam, maunya hanya langsung tidur, karena eneg juga melihat layar komputer seharian penuh. Bahkan dua hari sekali saya harus masuk dan bekerja selama dua belas jam. Memang sih penghasilannya besar, tapi ternyata pengorbanannya besar juga. Saya jadi melewatkan kesempatan untuk menuliskan cerita spesial sebagai hadiah ulang tahun untuk pacar saya. Saya jadi tidak punya waktu untuk menikmati hari-hari; pikiran selalu dipenuhi masalah kerja kerja dan kerja. Bahkan untuk memuaskan hasrat pribadi pun, saya sampai tidak lagi bisa berfantasi seperti biasanya, dan sebagai akibatnya saya jadi tidak terlalu menikmatinya lagi seperti dulu. Termasuk untuk blog ini, saya jadi benar-benar kosong ide untuk meneruskan beberapa cerita yang masih tertunda.

Lalu, kenapa catatan ini ditulis? Berarti sudah ada waktu dong untuk mulai melanjutkan cerita? Bukan. Karena saya merasa tidak enak untuk tidak merespon beberapa komentar yang sudah menumpuk sejak dua bulan lalu. Teman setia saya selalu bertanya kapan ceritanya lanjut, dan mungkin dia sampai bosan juga bertanya kapan bisa lanjut. Saya sendiri juga bosan dengan seorang teman yang selalu merespon keluhan saya di media sosial dengan bertanya kapan ceritanya lanjut. Tidak semudah itu menulis fantasi jika kamu sedang stres, tapi tentu saja tidak semua orang bisa paham akan hal itu. Sayangnya, tidak ada yang bisa saya ajak bicara untuk melepaskan stres ini, selain pacar saya sendiri. Tentu saja, saya tetap berpegang teguh pada prinsip bahwa blog ini murni ditulis atas fantasi sendiri (kecuali kalau saya menuliskan bahwa cerita tertentu mengambil dari tempat lain), yang mudah-mudahan belum pernah ditemukan di situs-situs lainnya. Mungkin cerita saya ini malah "dibajak" di tempat lain (bahkan ada satu teman di Facebook yang terang-terangan menyalin cerita ini di statusnya tanpa menulis sumbernya), tapi ya sudah lah, untuk apa diperkarakan. Toh nanti orang-orang juga tahu sendiri siapa yang sebenarnya menulis cerita-cerita itu.

Untungnya, semua pekerjaan ini sedang memasuki tahap akhir dan dijadwalkan akan berakhir sekitar pertengahan bulan Juni, dan setelah itu saya akan cukup lowong untuk bisa melanjutkan kembali cerita-cerita tentang fantasi dengan pria berseragam, asalkan atasan saya tidak memiliki ide baru untuk membebani saya dengan kerjaan baru. Mungkin liburan Lebaran nanti bisa menyegarkan pikiran saya dengan berlibur entah ke mana, sehingga ide-ide baru bisa bermunculan kembali. Saya masih punya hutang dua cerita, yaitu Mangsa Malam Hari bagian ketiga (ya ampun sudah dua tahun berlalu!) dan Menaklukkan Dua Satpam Macho bagian kedua (yang ini sebenarnya saya dibantu oleh seorang teman). Saya tidak punya target yang pasti kapan kedua cerita ini bakal keluar, namun seharusnya pertengahan tahun ini saya sudah bisa merilisnya.

Sebenarnya saya ingin mencoba untuk blogging melalui ponsel, namun saya tidak menemukan aplikasi untuk itu di Windows Phone (Lumia). Ada yang punya informasi untuk aplikasi ini?

Pingin juga mewujudkan sebagian fantasi yang sudah saya tulis selama ini, tapi pasti pacar saya cemburu berat, hehehe... saya sendiri belum pernah bertemu dengannya, walaupun dia jadi lebih dekat dari sebelumnya. Doain supaya kami bisa segera bertemu yah...

Terima kasih atas semua dukungannya selama ini, semoga saya masih bisa menulis fantasi-fantasi baru dengan pria berseragam.

Selasa, 24 Februari 2015

[Catatan Fei] Konten blog

Halo semua,

Pagi tadi saya terima email dari Blogger, katanya mulai 23 Maret semua konten yang mengandung gambar atau grafik ketelanjangan akan tidak diizinkan (bisa dibaca lebih lengkap di sini), dan kebetulan sekali di blog ini ada satu entri yang mengandung gambar kontol secara eksplisit. Karena itu, dengan sangat terpaksa saya harus menghapus entri tersebut. Ke depan, kalau memang konten tertulis yang mengandung seksualitas juga dilarang, dengan terpaksa blog ini harus pindah tempat (kalau tidak ke WordPress ya ke Tumblr). Untuk sementara, blog ini akan dibiarkan apa adanya dulu, kalau tanggal 23 Maret mendadak tidak bisa diakses, coba hubungi saya yah di Twitter @feirdand atau Facebook. Yang masih minat dengan gambar tersebut bisa juga minta langsung ke saya, karena sumbernya juga dari Blogger (dan saya tidak yakin pemiliknya akan mempertahankan blognya).

Senin, 16 Februari 2015

Menaklukkan Dua Satpam Straight (bagian 1)

Semua pekerjaan pasti ada risikonya. Namun aku tak pernah menduga pekerjaanku akan berisiko seperti ini. Bahkan sampai aku harus kehilangan benda yang paling paling berharga.

Keperawanan pantatku.

Aku takkan pernah lupa hari itu. Hari ketika seorang satpam, ah, bahkan dua orang satpam dipermalukan oleh maling ingusan. Aku tak tahu harus menaruh mukaku di mana ketika rekan-rekanku sif pagi menemukan diriku telanjang bulat bersama rekanku, Farouk, dalam posisi yang... tak pernah kubayangkan sebelumnya. Posisi yang sebenarnya lebih layak dilakukan oleh sepasang suami istri.

Namaku Wisnu, 31 tahun. Aku seorang satpam di PT. X. Kantor tempatku bekerja tak terlalu besar, hanya memang ada gudang yang berisi barang-barang yang cukup berharga. Belakang kantorku adalah sebuah tanah kosong yang aku tidak tahu siapa pemiliknya. Aku menyukai kantorku karena karyawannya ramah-ramah, bahkan kadang-kadang bos ku mengajak makan siang keluar kantor. Tiap empat bulan sekali, semua karyawan termasuk satpam dan cleaning service selalu diajak berlibur bersama, bahkan keluarga pun boleh diajak. Aku sendiri sudah beristri dan punya anak dua, yang satu laki-laki umur empat tahun, dan satu lagi masih bayi, perempuan umur sembilan bulan. Menyenangkan kan?

Hingga hari itu tiba.

Hari itu aku mendapat sif malam bersama rekanku Farouk. Dia masih muda, umur 24 tahun, dan baru beberapa bulan bergabung di kantor. Dia orangnya ramah, suka bercanda, kadang-kadang kelewatan malah. Badannya tidak sebesar badanku, tingginya 164 cm, beratnya 64 kg, Berat badannya itu ia peroleh dari massa ototnya yang cukup banyak, perutnya sendiri six pack. Dia memang rajin fitness tiap hari Minggu untuk menjaga kebugaran dan otot-ototnya; biasanya dia mengajakku fitness. Aku sendiri 175 cm, 72 kg, tidak seberotot dirinya, hanya saja badanku memang jauh lebih besar daripada Farouk. Dia sendiri sering memanggilku beruang. Farouk sendiri masih bujang, dan mengingat umurnya yang masih muda, nafsunya sendiri juga besar. Aku pernah memergokinya ngocok di kantor saat sepi; awal-awal dia malu namun lama-lama dia terbiasa, Entah sudah beberapa kali dia ngocok di depanku. Awalnya sih aku risih juga, tapi toh dia hanya ngocok kontolnya sendiri. Kontolnya cukup besar juga, aku tidak pernah melihatnya saat masih lemas, tapi saat sudah tegang kutaksir panjangnya sekitar 16,5 cm dan tebalnya 3,5 cm. Punyaku sendiri... kalau masih lemas panjangnya 10 cm, kalau sudah tegang bisa sampai 14 cm, tebalnya sih hanya 3 cm. Memang lebih kecil kalau dibandingkan Farouk, tapi aku biasanya tahan lama saat bercinta dengan istriku, dan kalau dia sudah kelelahan meladeniku, biasanya dia akan mengocokkan kontolku atau sesekali juga menghisapnya sampai muncrat. Kalau Farouk, mungkin karena darah mudanya masih menggelegak, kadang pernah dia ngocok hanya tahan tiga-empat menit. Ah aku jadi kangen istriku, sudah empat hari ini aku tidak bersetubuh dengannya karena dia sedang datang bulan, jadi harusnya spermaku sudah cukup penuh sekarang. Rencananya setelah sif ini berakhir, setelah anakku ke sekolah dan bayiku tersayang tidur, aku akan bercinta dengannya.

Seandainya kedua maling itu tidak merusak rencanaku.

Malam sudah mulai larut, karyawan terakhir yang tadinya lembur juga sudah pulang, jadi tinggal aku berdua dengan Farouk. Setiap sejam sekali kami bergantian mengelilingi gedung kantor (tak perlu masuk ke dalam karena sudah tidak ada orang di luar jadi gedungnya sudah dikunci). Saat tidak patroli, aku dan Farouk biasanya mencari hiburan sendiri, entah itu dengan ngobrol atau nggosip, mendengarkan radio, menonton TV, atau ngopi. Malam itu sama juga, dan setelah ngobrol kesana kemari, entah kapan akhirnya dia menyenggol masalah seks.
"Bapak enak ya sudah punya istri, bisa ngentot tiap malam," ujarnya iri.
"Ah kamu ini... makanya cepat cari pacar, nikahi!"
"Masih susah Pak... pacarku orang tuanya rewel, mereka minta aku punya rumah dulu baru bisa kawin sama dia! Padahal aku kan sudah pingin ngerasain ngentot..." Dia mengelus-elus selangkangannya pertanda sedang horny berat.
"Makanya kerja yang bener, jangan kontol aja diurusin!" sergahku sambil meremas kontolnya agak keras, membuatnya mengerang. Aku tahu dia sangat sebal kalau digitukan, biasanya rasa ngilunya bisa membuat kontolnya lemas lagi. "Ah Bapak ganggu aja!" gerutunya, tapi dia tidak pernah berani membalas meremas kontolku; menyentuhnya saja dia tidak pernah berani. Tentu saja dia normal, pacarnya pun seorang cewek yang menurutku cukup cantik dan bahenol--tapi masih lebih cantik istriku tentu saja. "Patroli sana!" perintahku sambil melemparkan sebundel kunci padanya, yang dengan malasnya ia kaitkan ke sisi sabuknya, dan sambil sedikit menggerutu ia pun patroli. Memang saat itu gilirannya patroli; kulirik jam dinding di pos jagaku, sudah tengah malam. Sambil menunggu, aku melanjutkan menonton TV.

Sampai hampir satu jam kemudian, ia tak kembali-kembali.



"Ah dasar Pak Wisnu ini ganggu aja!" gerutuku sambil mulai menyusuri gedung kantor. Sebenarnya tidak ada yang perlu diawasi sih, tapi tetap saja semua harus diawasi. "Mana dingin pula..." Sambil berjalan gontai, kuelus-elus kontol kebanggaanku itu. Pak Wisnu saja kagum melihatnya pertama kali. Pacarku juga suka memainkannya, tapi aku belum pernah menyetubuhinya. Takut dia hamil. Bisa gawat urusannya. Paling sering dia kocok-kocok aja, sesekali dihisap kalau lagi pingin betul. Mulutnya nggak cukup untuk masukin semua batang kontolku. Aaahhh tambah horny saja aku memikirkannya! Coli bentar ah biar lega!

Aku pun memilih tempat yang tidak terlalu terlihat dari luar kantor--ah tapi gedung kantor pun sudah terkunci; tidak ada orang! Ada sebuah pohon besar di sebelah gudang, dan setelah aku memeriksa pintu gudang itu tetap terkunci, aku pun memulai permainanku. Kuelus-elus kembali batang kontol kesayanganku yang sudah tegang itu dari balik celana satpamku, kutekan-tekan kepalanya. Aaaahhh... Tak sabar lagi, kubuka resleting celanaku, kukeluarkan batang kontolku, dan kugenggam. Tanganku dingin, membuat aku agak menggigil dibuatnya, tapi itu malah membuatku semakin horny. Aku pun mulai mengocok kontolku sambil membayangkan tubuh semok pacarku, mengerang-erang tak peduli, toh tak ada orang.

Atau itu yang aku kira.



"Dul, kau yakin ini tempatnya?" bisik seseorang.
"Yakin! Percaya deh! Dah diem, ikut aja!" Abdul mulai memanjat tembok itu dengan tangga yang sudah ia sembunyikan di semak-semak beberapa hari sebelumnya, sementara temannya melihat-lihat sekeliling. Harusnya tidak akan ada yang bisa melihat mereka karena tanah itu tertutup semak-semak yang cukup lebat, tapi mereka tetap harus bersiaga penuh. Abdul mengikat tali untuk tempat mereka naik nanti kalau operasi mereka sudah selesai, lalu ia menyuruh temannya itu naik sementara ia sendiri turun ke dalam kompleks. Setelah merasa aman, ia memberi kode pada temannya untuk turun. "Sekarang gimana Dul?"
"Halah To To, tadi kan udah kujelasin! Kamu ini geblek amat sih!"
"Ya maklum Dul, aku kan nggak lulus... buat cari makan aja susah gini, gimana mau sekolah?"
"Makanya kita nyolong, geblek! Aku sudah lihat sendiri, kantor ini banyak hartanya! Dan kalau malam cuma ada dua satpamnya!"
"Kalau ada yang keliling ntar gimana?"
"Ya jangan sampai ketahuan!"
"Kalau ketahuan?"
"Dah diem!" Parto temannya diam, lalu ikut mengendap-endap di belakang Abdul. Mereka menuju ke gudang kantor itu, yang menurut Abdul banyak yang bisa disikat. Sampai di sudut kantor, Abdul melihat sesuatu, dan menyuruh temannya untuk berhenti. "Kenapa Dul?"
"Ssssttt!" Abdul merendahkan suaranya. "Ada yang keliling."
"Trus?"
"Dia lagi coli!"
"Kok tau?"
"Diem, dengerin!" Mereka berdua pun terdiam. Betul, terdengar suara erangan seseorang, yang mereka duga pasti satpam. Abdul mengendap-endap ke balik pohon yang lain untuk melihat lebih jelas, diikuti Parto--untungnya satpam itu, Farouk, sedang coli menghadap pohon sehingga ia tidak melihat ada dua orang tak diundang. "Gilaaaa, gede bener barangnya!" seru Parto.
"Ssssstttt!!! Jangan sampe dia denger suara kita, geblek!"
"Tapi liat tu Dul, barangnya gede bener! Punyamu aja kalah gede!" Mau tidak mau Abdul setuju; batang satpam itu besar sekali. "Kita kerjain dia yuk Dul!"
"Dia bawa kunci gudang tuh To, lihat?" Abdul menunjuk ke pinggang satpam itu, kunci-kunci itu memang sekarang bergemerincing karena satpam itu sibuk mengocok kontolnya. "Kita bisa ngerjain dia di dalam gudang!"
"Gimana caranya Dul?"
"Kamu diam aja di sini, ntar bantuin aku kalau dia ngelawan!" Abdul pun menyiapkan pisau di pinggangnya, dan sebuah sapu tangan yang sudah beri obat yang baunya memabukkan. Ia pun mengendap-endap setenang mungkin tanpa menimbulkan suara, mendekati si satpam yang masih saja sibuk mengocok kontolnya. Sepertinya satpam itu hampir orgasme karena nafasnya mulai pendek-pendek, eranganya mulai putus-putus, dan suara gemerincing kunci-kunci itu semakin intens. "Aaaaahhh yaaaannnggg... mauuu keluaaaarrr...."
"Jangan bergerak!" Abdul tiba-tiba menyergap satpam itu, melingkarkan tangan kirinya di leher si satpam sementara tangan kanannya menghunus pisau dan menempelkan ujung tajamnya ke leher satpam itu. "Kugorok kau nanti!" Satpam itu terkejut dan spontan mengangkat kedua tangannya, kontolnya berkedut-kedut begitu saja belum sempat memuncratkan spermanya. "Atau kau mau kontolmu kupotong?!" Abdul sengaja memindahkan pisaunya ke kontol satpam itu, tepi pisaunya menyentuh kepala kontolnya.
"Ja...ja...jangan!" jawab satpam itu ketakutan. "Jangan potong kontolku!"
"Kalau begitu, serahkan kuncinya! Jangan melawan atau kujadikan bakso kontolmu!" Abdul menusuk kontol satpam itu dengan ujung pisaunya, tentu saja hanya main-main, namun cukup untuk membuat satpam itu terpekik. "A...a...ambil saja!" Ia memberi tanda bahwa kuncinya ada di pinggang kanannya. Kontolnya mulai melemas, bergantung begitu saja di luar celananya. "Bagus!" Abdul kegirangan namun berusaha tetap angker. "Buka pintu gudangnya, dan jangan coba-coba melawan!" Ia memberi kode pada Parto untuk menyusul, sambil tetap menghunuskan pisaunya ke pinggang belakang satpam itu. Agak gemetar satpam itu mengambil kunci dan mencari kunci gudang itu, lalu membuka pintu gudang itu. Akhirnya!
"Terima kasih Pak Satpam," bisik Abdul mengejek. Parto lalu menghadap satpam itu dan mulai mengelus-elus batang kontol satpam itu. Satpam itu mengerang sedikit. "Jangaaannn..."
"Kenapa Bapak?" goda Abdul. "Bapak kan lagi horny, biar kita bantu."
"A...a...aku... aku... normal... aaahhh..."
"Tapi kontol Bapak suka." Memang benar, kontolnya dengan cepat menegang kembali.
"Jangaaannn... aaaahhh..."
"Diam!" Entah keberanian dari mana, Parto menghunjamkan lututnya ke kontol satpam itu. Satpam itu pun berlutut di tanah, memegangi kontolnya yang ngilu. Dengan cepat Abdul pun memukul tengkuk satpam itu menggunakan gagang pisaunya, membuat satpam itu pingsan. "Kau ini!" sergah Abdul.
"Aku pingin mainin dia."
"Dasar... bantu bawa ke dalam!" Abdul mulai menyeret satpam itu, membaliknya terlebih dahulu supaya kontolnya tidak terluka. "Aku punya rencana."



Seandainya aku tidak lengah, aku pasti akan melihat dua orang maling itu. Seharusnya aku bisa melumpuhkan mereka, aku dibekali dengan berbagai jurus bela diri. Namun entah kenapa, ketika maling itu menodongkan pisaunya ke kontolku, aku sama sekali tidak berdaya. Dan aku harus menanggung akibatnya.

Sebuah siraman air dingin membangunkanku. Aku pun gelagapan dan membuka mataku. Sepertinya aku berada di dalam gudang, dengan satu buah lampu bohlam telah dinyalakan. Aku menggerakkan badanku, namun sesuatu menghalangiku. Aku baru menyadari bahwa aku telah diikat di salah satu pilar penyangga di gudang itu; tanganku ditarik ke belakang kepala dan diikat erat, bahkan sepertinya tanganku juga diikat ke pilar itu. Kakiku rupanya tidak diikat semuanya, hanya kaki kanan yang diikat, seharusnya bisa aku jadikan senjata untuk melumpuhkan kedua maling itu. Aku menengok ke bawah untuk melihat pisau dan tongkat jagaku, hanya untuk menemukan salah satu dari maling itu asyik menghisap kontolku. "Ha! Sudah bangun dia!" ujar salah satu maling. Mereka berdua mengenakan topeng hitam, yang sedang berdiri di depanku ini tingginya hampir sama denganku. "Kalian... kalian! Kalian mau apa?!" Aku berusaha menjaga agar suaraku tetap berat dan kekar, tapi rasa nikmat di kontolku membuat suaraku agak tercekat. Hisapannya luar biasa, pacarku saja tidak pernah menghisap kontolku seenak ini!  "To, udah dulu! Jangan bikin dia muncrat!" Temannya itu agak menggerutu tapi dia berhenti juga, membuatku mengutuk dalam hati.
"Tadinya kami ingin mencuri!" ujar maling itu sambil tertawa. "Tapi kami menemukan kau, Bapak..." Maling itu membaca nama di dadaku sambil mengelus-elusnya. Anehnya itu membuatku terangsang. Padahal dia laki-laki, dan aku juga laki-laki! "Farouk! Pak Farouk sudah mempertontonkan sesuatu yang jadi idaman banyak orang. KONTOL." Dia menggenggam kontolku dan meremasnya, hanya sebentar namun keras, membuatku mengerang. "Aaarrgh!!" Mereka berdua tertawa melihatku meringis menahan ngilu di kontolku; aku paling benci dibegitukan. Kucoba menendang maling itu menggunakan kaki kiriku yang bebas.
Meleset.
"A a a, jangan melawan Pak Farouk!" peringat maling itu sambil menamparku dan memukul perutku. Rasa pening dan mulas pun menderaku. Mimpi apa aku semalam sampai harus disiksa seperti ini... "Pak Farouk jangan khawatir, kami tidak akan melukai Bapak, asalkan Bapak menurut. Kalau Pak Farouk nurut, kami juga akan memberikan Bapak kenikmatan yang tiada tara." Ia mengelus-elus kembali kontolku. Perasaanku campur aduk, antara marah, terhina, dan menginginkan lebih. Tidak pernah ada laki-laki yang menyentuh kontolku, dan maling ini malah memainkannya! Tapi permainannya enak sekali... atau hanya aku yang sedang horny? Tanpa bisa kucegah, kontolku kembali menegang. "Sabar Pak," maling itu menepuk-nepuk pipiku sambil menatapku dalam-dalam. "Permainan baru saja dimulai."

Dengan aku menendang kontolnya.



"Ikat kakinya To!" umpatku sambil menahan rasa sakit akibat tendangan satpam itu. Pas sekali di telur-telurku! Parto pun mengambil seutas tali yang lain, dan mulai mengikat kaki kiri Farouk yang dipakainya menendang kontolku. Dia agak meronta-ronta ketika Parto mencoba mengikat kakinya, jadi kubantu dengan menghunjamkan beberapa pukulan ke perutnya dan wajahnya. Akhirnya Farouk pun terdiam, nafasnya tersengal-sengal menahan sakit, darah mulai mengalir di ujung bibirnya yang mungkin tergigit setelah kupukul beberapa kali. "Kita lihat setangguh apa dia To!" Farouk mulai berteriak-teriak memanggil bantuan, tapi aku sudah sigap dengan kain kumal yang kujejalkan ke mulutnya. Tahu bahwa aku hendak menyumpal mulutnya, Farouk langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat. "Buka!" bentakku sambil meremas kontolnya, semakin lama semakin keras, sebelum akhirnya dia menyerah dan membuka mulutnya. Kujejalkan kain kumal itu, lalu kuikat ke pilar itu. "Hahahaha! Mau teriak sampai mati pun tak akan ada yang mendengarkanmu!" Farouk masih meronta-ronta, tapi kini suaranya tertahan kain kumal itu. Akhirnya aku bisa mulai melancarkan aksiku: menikmati tubuh seorang satpam.

Kumulai aksiku dengan perlahan-lahan membuka kancing baju hitamnya, sambil aku terus tersenyum pada Farouk. Farouk terus menggeleng-geleng tidak terima, namun tentu saja tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain pasrah dan menikmati semuanya. Sekitar separuh jalan aku mulai bernafsu, jadi kusobek langsung bajunya, rasanya ada satu kancingnya yang copot.. Farouk masih mengenakan kaos dalaman berwarna hitam juga. Kuelus-elus dadanya, bidang juga. Kutelusupkan tanganku untuk merasakan perutnya. "Wah six pack nih To!" Kulanjutkan naik ke dadanya untuk memainkan puting susunya. Sudah melenting keras. "Nah enak kan Pak Farouk?" godaku. Farouk tidak menjawab, antara gengsi, malu, atau diam-diam menyukainya. Kukeluarkan tanganku, kulihat Parto sibuk menciumi sepatu buts satpam itu dan mengelus-elus kakinya. Kontol Farouk masih saja menegang, precum terus menetes dari lubang kencingnya. Kulanjutkan aksiku dengan pisauku; sedikit menggoda Farouk dengan menggoreskannya perlahan dari pipinya, turun ke jakunnya, dadanya, perutnya, berbelok sedikit ke pangkal pahanya, kembali ke telur-telurnya, dan batang kontolnya, membuat Farouk kembali ketakutan. Aku begitu menikmati wajahnya yang ketakutan. Kutampar Farouk sekali lagi, sebelum akhirnya aku menelusuri kembali tubuhnya dengan pisauku kembali ke dadanya. Kubuat sobekan tak teratur secukupnya di kedua puting susunya. Puting susunya yang merah dan melenting begitu ranum menggoda. Kusarungkan dulu pisauku sebelum akhirnya aku bisa memainkan puting susunya dengan mulut dan lidahku. Kuhisap-hisap puting susunya di dadanya yang bidang itu, sambil tanganku yang bebas berusaha menyobek kausnya di bagian perutnya. Kugigit-gigit puting susu itu sampai Farouk mengerang cukup keras dan putingnya menjadi merah. Sesekali kupelintir putingnya kuat-kuat, membuat Farouk mengerang kesakitan sambil berjingkat-jingkat dan meronta-ronta, namun kontolnya malah tetap keras, bergantung-gantung dan berkedut-kedut minta dilayani. Parto yang merasa sudah puas mencium bau sepatu buts Farouk akhirnya merayap naik menuju paha Farouk, mengelus-elus kontol Farouk, dan langsung menghisapnya. Ia memulai menghisap bola-bola kontol Farouk yang ranum itu, dan sepertinya Farouk belum pernah mengalaminya karena ia mengerang hebat.

Akhirnya aku dan Parto bekerja sama mengerjai Farouk. Tiap Parto memberikan kenikmatan pada Farouk dengan melayani kontolnya, aku membuatnya kesakitan dengan memelintir puting susunya, sesekali mengelus-elus dan memukul perut six pack-nya. Mungkin lama-lama ia menikmati juga disiksa seperti itu, karena kata Parto kontolnya tetap saja keras. Parto pun bahkan menikmati kontolku yang tentu saja ikut mengeras berkat menyiksa Farouk si satpam. Kalau dia sedang mengisap kontol Farouk, kontolku dikocok. Kalau dia sedang mengisap kontolku, kontol Farouk dikocok. Entah sudah berapa kali Farouk si satpam menggelinjang; ia tak lagi meronta-ronta dan mulai menikmati permainan itu.

Dan sepertinya ia akan orgasme.

Kusuruh Parto menghentikan aksinya, lalu kutatap satpam itu dalam-dalam. "Kamu mau muncrat ya?" tanyaku. Farouk tidak menjawab. Kupukul perutnya sampai ia mengerang, lalu kuelus-elus lembut batang kontolnya sambil bertanya lagi, "Kamu mau muncrat ya?" Farouk mengangguk sambil mendesah pelan. "To, dia mau muncrat nih! Dibolehin ga?" Farouk hendak protes ketika aku menekan kepala kontolnya agak kuat. "Jangan Dul! Aku masih pingin mainin dia."
"Kau dengar itu Pak Farouk?" aku kembali menatap Farouk dalam-dalam sambil kembali menekan kepala kontolnya. "Bapak tidak boleh muncrat sampai kami bilang boleh."
"Eh Dul, sampai jam berapa kita mau mainin dia?" tanya Parto. "Yang jaga pagi datang jam berapa?"
"Jam enam ganti giliran, jadi kita punya..." Kulirik jam tanganku. "Sekitar 4-5 jam lagi. Kita cabut jam lima aja, paling lambat setengah enam."
"Asik deh, bakal lama ini main sama Pak Farouk!" Parto kembali menjilat-jilat bola-bola kontol Farouk si satpam, membuat Farouk kembali mengerang keenakan.
"Waktunya sodomi dia To!" ujarku sambil mengambil tongkat satpam Farouk, menimang-nimangnya di tanganku sambil menatap satpam itu dan tersenyum sinis. Farouk mulai gelisah, sepertinya ia mulai memahami maksudku. "Atau biarkan dia orgasme dulu?"

Mendadak aku mendengar suara langkah lain yang samar-samar, sambil sesekali memanggil, "Farouk?" Seberkas cahaya tipis pun masuk melalui jendela gudang. "Temannya tuh Dul!" bisik Parto agak panik. "Gimana ni?"
"Aku ada rencana. Kita sergap temannya juga, lalu kita garap bareng."
"Caranya?" Kubisikkan rencanaku ke Parto, dan ia manggut-manggut saja. "Farouk?" suara itu bertambah kencang. Farouk si satpam pun mulai mengerang berusaha teriak, namun tentu saja suaranya tertahan  Aku memberi kode ke Parto supaya bersiap-siap.



"Farouk?" Ke mana anak ini, kutukku dalam hati. Kayanya dia betulan horny, mungkin coli di suatu tempat. Tanpa sadar kuelus-elus kontolku sendiri, yang agak tegang juga. Mungkin kena dingin. Tapi aku sebenarnya juga pingin. Ah sabar Wisnu, kau masih berdinas! Nanti kau bisa main sepuasnya! Aku mengarahkan senterku ke arah gudang, dan lampu di dalam menyala. Sepertinya dia coli di dalam. Aneh-aneh saja anak ini... "Farouk?" panggilku agak keras. Gudang itu sudah semakin dekat, dan aku bisa mendengar suara erangan Farouk. "Kau coli ya?" Ia tidak menjawab, bahkan erangannya semakin keras. Kubuka pintu gudang itu, yang tidak dikunci--dasar Farouk, kalau sampai ada maling gimana? "Farouk? Kau di mana?" Sekali lagi hanya erangan yang kudapat. Dasar anak itu, kalau lagi coli memang suka lupa keadaan sekitar...

Dan akhirnya aku menemukannya. Dalam keadaan terikat, baju dalamnya sobek di bagian dada, dengan putingnya melenting merah, dan ia sedang mengocok kontolnya. "Ya ampun Farouk, kamu ini..." Gila juga dia, kontolnya benar-benar tegang dan keras, dan melihat dirinya yang mengerang sambil merem melek, sepertinya sebentar lagi dia orgasme. Tapi setelah kulihat-lihat lagi... kenapa posisi tangannya aneh sekali? Dan siapa yang mengikatnya? Tangan siapa yang sedang mengocok kontolnya? "Farouk?" Pikiranku langsung mencoba mencari-cari jawabannya. Kalau hanya ada aku dan dirinya, lalu siapa yang mengikatnya? "Farouk? Ada maling?" Dia seperti terhipnotis akibat seseorang yang mengocok kontolnya. Aku mendadak siaga, namun kejadian berikutnya benar-benar di luar dugaanku.

Farouk orgasme.

Erangan panjangnya tak kuduga datang secepat itu, dan aku tak sempat menghindari tembakan spermanya dari kontolnya, seperti meriam yang mulai menembakkan amunisinya. Muncratan spermanya mendarat di bajuku, di perutku, dan meleleh ke gesper sabukku. Sial!, umpatku. Gimana jelasinnya ke istriku ini nanti kalau dia mencium bau sperma di bajuku? Tapi belum sempat aku memikirkan sebuah alasan, Farouk membuka matanya dan mengerang sekali lagi sambil membelalakkan matanya. Kukira dia orgasme lagi.

Ternyata dia hendak memperingatkan aku akan maling yang menyergapku dari belakang. Ia mencekikku dengan merangkulkan tangannya di leherku, dan sejenak aku gelagapan. Aku mencoba tenang dan mengingat-ingat semua latihan bela diri yang sudah kudapatkan semasa pelatihan dulu. Aku berhenti mencoba melepaskan cekikannya, lalu kugunakan sikutku untuk memukul si penyergapku. Kena, tapi ia tidak menyerah begitu saja. Kujejakkan kakiku untuk menyakitinya kembali, dan kurasa aku mengenai kakinya. Kujejakkan sekali lagi dan tulang keringnya terkena, sehingga cekikannya terlepas. Aku pun segera berbalik dan menghadapi si penyergap. Benar dugaanku, ada maling! Badannya kalah besar dariku, sehingga kupikir ini adalah lawan yang cukup mudah. Aku pun segera mengerahkan ilmuku untuk melawan maling itu. Ternyata maling itu pun melawan, dan dia ahli juga. Beberapa kali pukulanku berhasil mendarat di maling itu, namun ia pun juga berhasil memukulku beberapa kali, entah itu di wajah, dada, dan perutku. Untungnya kerja kerasku selama ini menjaga kebugaran terbayar sudah. Maling itu mulai terengah-engah kehabisan tenaga. Kurasa aku bisa menangkapnya sekarang. Kusergap maling itu; ia meronta-ronta melawan namun kuncianku sepertinya paten. Sayang aku tidak melihat tangannya merogoh ke dalam saku celananya untuk mengambil sesuatu, dan begitu aku menyadarinya...

Breeeettt... Maling itu ternyata mengambil pisaunya. Spontan aku menghindar, namun terlambat.

Rasa perih pun mendera paha kananku, dan aku spontan melepaskan kuncianku. Kulihat paha kananku: celanaku sobek lurus di sana, dan kulihat luka tipis di pahaku mulai melelehkan darah. Dan itu kesalahan terbesar yang kubuat, harusnya aku tidak melepaskan kuncianku, atau paling tidak aku tidak perlu mengecek lukaku. Ia bertubi-tubi menghantam mukaku, membuatku pusing dan terhuyung-huyung. Aku mencoba kembali fokus dengan menahan sakitku, namun maling itu kini di atas angin. Ia kembali mengunciku dengan melingkarkan tangannya di leherku, sambil tangannya yang bebas memegangi lukaku dan membuat rasa perih itu semakin intens. Aku kembali meronta-ronta untuk melepaskan diri. Pikirku, bodohnya ia mengulangi kesalahan yang sama! Kuhunjamkan kembali sikutku berkali-kali untuk melepaskan diri.

"Sekarang To!" maling itu berteriak. Apa? Ada dua maling? Belum sempat aku mengatasi kebingunganku, seseorang muncul dari balik pilar tempat Farouk terikat. Jadi dia yang tadi mengocok kontol Farouk... Maling itu membawa sesuatu yang kukenali sebagai tongkat satpam, mungkin milik Farouk, mendekati diriku sambil sedikit berteriak menghimpun tenaga dan menghantamkan ujung tongkat itu ke kontolku. "Ugh..." Hanya itu yang keluar dari mulutku ketika tongkat itu menghantam kontolku, saking kerasnya sampai tubuhku serasa sedikit terangkat akibat hantaman itu. Rasa sakit yang tidak pernah kurasakan sebelumnya langsung menjalar ke seluruh tubuhku hingga ke otakku, membuat otot-otot tubuhku sejenak menegang, sebelum rasa mulas menyusul. Aku bisa merasakan maling tadi melepaskan kunciannya, namun aku tak bisa bereaksi. Aku hanya spontan memegangi kontolku yang berdenyut-denyut sakit, namun itu hanya sebentar. Maling itu menyikat daguku, membuat aku terhuyung-huyung dan akhirnya terjatuh menimpa kardus-kardus kosong. Pandanganku berkunang-kunang, dan sejenak dunia terasa melambat. Aku bisa melihat bayangan istri dan keluarga kecilku. Apakah aku akan mati di sini, di tangan maling...

Semuanya berakhir ketika maling itu tersenyum padaku, dan menginjak kontolku. Kembali rasa sakit itu mendera lagi, dan aku hanya bisa mengerang lemah. "Jangan..." Jangan kontolku... Aku mendengar maling itu tertawa sebelum ia tanpa ampun menginjak dan memutar-mutarkan sepatunya di atas kontolku, membuat pandanganku gelap.

Aku pingsan.



"Gila kau To!" ujarku setelah memastikan satpam kekar itu benar-benar pingsan. "Gimana kalau kontolnya pecah coba?" Kuraba-raba kontol satpam itu--oh namanya Wisnu, sepertinya sih tidak ada yang pecah.
"Gak mungkin!" sergah Parto. "Sudah lama banget Dul aku pingin niru kaya yang di film-film, hehehe... buktinya ga pecah kan?"
"Dasar kau ini... kalau dia mandul gimana?" Aku iseng merogoh saku celananya, mungkin ada dompet di sana. Ada memang, jadi kukeluarkan dan kulihat isinya. Ternyata ada foto istrinya dan dua anaknya! "Tuh kan To dia sudah punya anak!"
"Ah peduli amat! Kalau dia mandul ya sudah, ga usah bikin anak lagi aja, kontolnya untuk kita-kita, hahaha..." Aku hanya bisa menggerutu mendengarnya, tapi ide itu tidak terdengar buruk juga. Bisa memainkan kontol satpam setiap hari? Seru tuh! "Sudah sini, bantu aku ikat dia, sebelum dia sadar!"
"Diikat di mana Dul?"
"Carikan meja dan tali lagi!" Di dekat situ kebetulan ada sebuah meja dari kayu yang kurasa cukup besar untuk mengikat Wisnu. Sengaja kuikat di sana supaya aku dan Parto bisa menyodomi satpam Wisnu. Sayang juga si Farouk posisinya sulit, jadi agak susah disodomi... aku sudah horny berat dari tadi, walaupun sekarang tubuhku agak sakit-sakit setelah melawan Wisnu. Untung saja dia bisa dikalahkan... Tak lama kemudian Parto kembali membawa tali yang cukup banyak. Aku dan Parto pun akhirnya mengangkat tubuh Wisnu ke atas meja itu, lalu mengikatnya. Kubuat dia terikat dalam posisi menyerupai huruf X: kedua tangannya terbuka dan diikat ke sisi meja mulai dari tangan sampai ke sikutnya supaya ia tidak bisa melepaskan diri dengan mudah. Kunaikkan kepalanya di atas ikatan itu supaya ia bisa melihat dengan jelas apa yang nanti akan kulakukan terhadap tubuhnya. Kuposisikan agar Wisnu si satpam bisa disodomi dari tepi meja; mau tidak mau kakinya dari lutut ke bawah harus diikat di kaki meja yang lain, sehingga lubang pantatnya kurang lebih berada di tepi meja. Parto berkali-kali meremas kontol Wisnu saat aku mengikat Wisnu dalam posisi seperti itu; kutepis tangannya tiap kali ia melakukannya. Memang posisinya bikin horny berat sih... Kupastikan ikatanku erat dan sulit dilepaskan--entah kenapa tali di gudang itu banyak sekali. Akhirnya selesai juga. "Terus sekarang kita ngapain Dul?"
"Kita tunggu dia sadar, sekarang kita mainin si Farouk lagi." Farouk hanya terdiam selama kejadian itu, dan kusadari kontolnya mulai menegang kembali. "Tuh To, satpammu mulai ngaceng lagi! Kayanya dia horny ngeliat temennya sendiri, hahaha!" Parto pun menghampiri si Farouk dan mengelus-elus kontolnya, membuatnya mendesah kembali. "Gila Dul, liat ni!" ujar Parto kagum. "Kontolnya cepet banget tegangnya! Jangan-jangan dia homo juga!" Farouk mengerang protes; tentu saja dia bukan seorang gay, namun mungkin setelah kejadian ini dia akan ketagihan dengan kenikmatan yang diberikan sesama pria...
"Ga mungkin ah!" ujarku sambil mendekat dan mencoba mencari dompet Farouk. "Tadi dia manggil-manggil pacarnya cewek tau! Sekarang biar dia rasakan nikmatnya dimainin cowok, hahaha! Pasti dia bakal ketagihan! Dan kau tahu To, aku pingin banget ngentot dia." Farouk membelalak ketakutan dengan ide itu, tapi raut mukanya membuatku semakin bernafsu. "Sayang posisinya kaya gini, tapi biar deh! Bisa dientot pake yang lain!"
"Maksudmu Dul?"
"Sini aku tunjukin!"

Kukeluarkan pisauku kembali, sedikit berlumur darah Wisnu. Kugoda kembali Farouk seakan-akan aku hendak memotong kontolnya. Memang aku akan memotong sesuatu di daerah kontolnya, tapi tentu saja bukan kontolnya yang hendak kupotong; sayang sekali benda menggairahkan seperti kontol Farouk harus dicabut dari tubuhnya. Kusayat celana satpamnya tepat di pangkal pahanya, kemudian kubuat sayatan demi sayatan lainnya sampai bagian selangkangannya terekspos dengan sempurna. Kulitnya yang putih mulus begitu menggiurkan, dan kontolnya sendiri ternyata juga mulus. Bulu jembutnya tercukur dengan rapi, mungkin ia tipe cowok yang tidak suka berbulu. Celana dalamnya juga sudah kusobek, sehingga tak ada lagi yang menghalangi lubang pantatnya. Farouk meronta-ronta selama penelanjangan itu, tapi tentu saja ia tidak bisa berbuat apa-apa, dan aku selalu mengancamnya dengan menempelkan bilah pisauku yang dingin ke kontolnya. "Kalau kau ga mau kontolmu terpotong, diam!" Akhirnya dia diam juga, dan selesai juga tugasku. "Terus kau mau apain dia Dul?"
"Kocokin aja dia terus To." Aku mengambil tongkat satpamnya yang entah terlempar ke mana tadi selama perkelahian itu. Ketemu. Kuolesi dengan pejuh Farouk yang tercecer di lantai gudang. Kutunggu sampai Farouk kembali rileks dan kontolnya menegang penuh, lalu kusuruh Parto minggir. Aku berlutut di depan Farouk, mengelus-elus kontolnya supaya ia tetap rileks dan horny. Kuputuskan untuk mengisap kontolnya sebentar. Farouk pun kembali mengerang keenakan, sampai kurasakan bola-bolanya mulai mengerut. Parto sendiri akhirnya coli di depan Farouk. "Mau orgasme ya Pak Farouk?" godaku sambil menghentikan hisapanku. Farouk menggumamkan sesuatu. "Tunggu Pak, ada yang lebih nikmat lagi." Aku pun menyiapkan tongkat satpamnya, memosisikannya di bawah selangkangannya.

Kulesakkan tongkat satpam itu ke dalam pantatnya.

Farouk si satpam tentu saja tidak siap; matanya membelalak dan tubuhnya mendadak menegang, erangan kesakitan mulai meluncur dari mulutnya. Aku tidak memedulikannya, kudorong tongkat satpam itu semakin dalam sampai akhirnya mentok. "Nyantai aja Pak Farouk! Nanti lama-lama enak kok, hahahaha..." Kudiamkan tongkat itu di dalam lubang pantat Farouk si satpam sampai beberapa lama, kemudian mulai kumaju-mundurkan tongkat itu perlahan-lahan. Raut wajah Farouk masih menunjukkan bahwa ia kesakitan, tapi aku tak peduli. Justru itu yang aku senangi: melihat raut kesakitan seorang pria yang diperawani pantatnya. Supaya Farouk bisa menikmatinya, aku mencoba mengentotkan tongkat itu dengan satu tangan saja. Berhasil. Jadi tangan bebasku bisa mengocok kontol Farouk yang mulai melemas akibat rasa sakit itu. Kuhentikan sebentar entotanku untuk mengeraskan kembali kontol Farouk si satpam. Setelah cukup keras, baru kulanjutkan kembali entotanku. Kuulangi beberapa kali sampai akhirnya Farouk mulai bisa menikmati entotan itu, walaupun memang ia masih merasa kesakitan. Ah andai saja itu kontolku yang mengentotnya... biar nanti Wisnu saja yang kuentot habis-habisan!

Parto sendiri melihat Farouk kesakitan dan kenikmatan seperti itu, jadi semakin terangsang. Ia mempercepat kocokannya di kontolnya yang mungil itu--eh jangan salah, semprotannya dahsyat! Aku sendiri mulai mempercepat entotan tongkat satpamku di pantat Farouk si satpam, dan kontolnya kubiarkan tidak kukocok. Akhirnya kontolnya tetap tegang juga! "Nah enak kan Pak Farouk?" godaku. Farouk tidak menjawab, peluh membanjiri tubuhnya yang atletis itu, membuatnya semakin terlihat menggairahkan. Mendadak aku punya ide. Kutinggalkan tongkat itu tetap berada di dalam pantat Farouk, lalu aku beranjak. "Mau ke mana Dul?" tanya Parto keheranan. "Aku mau cari sesuatu," jawabku. "Harusnya di sini ada." Gudang itu harusnya menyimpan beberapa peralatan kantor, seperti klip kertas yang hitam itu. Akhirnya ketemu juga di tumpukan dokumen-dokumen yang sepertinya tidak terpakai, kuambil klip-klip kertas itu, selusin jumlahnya. "Mau ngapain kau Dul?"tanya Parto keheranan ketika aku kembali membawa klip-klip kertas itu. "Mau ngasih sesuatu yang enak ke satpam ganteng kita ini," jawabku sambil mencium pipi Farouk; tentu saja dia meronta. Kuraba-raba kembali kedua puting susunya sampai melenting keras, kemudian kujepitkan klip itu ke puting susunya. Farouk langsung menjerit kesakitan, namun itu malah membuat aku dan Parto semakin bernafsu. "Gilaaa kau Dul, jenius!!! Asik banget!!!" Aku kembali meladeni kontol dan bool Farouk si satpam seperti tadi, dan mungkin Farouk mulai belajar perlahan-lahan untuk menikmati rasa sakit itu karena kontolnya tetap saja mengeras. Itu terdengar dari erangannya yang tercampur antara kesakitan dan kenikmatan, lama-lama lebih dominan kenikmatannya. Parto sendiri akhirnya orgasme dan ia sengaja menembakkan spermanya ke wajah Farouk si satpam. Farouk meronta-ronta hendak menghindari muncratan sperma itu, namun apa daya ia tak dapat bergerak. Sperma Parto menempel di hidungnya, sebagian meleleh ke bibirnya sehingga aromanya tercium. Ada yang menggantung di kelopak matanya. Ada pula yang meleleh di dada dan perutnya. Aku menghentikan sebentar permainannya sampai Parto puas menodai Farouk hingga muncratan terakhir. Begitu Parto terduduk kelelahan, aku mencabut sejenak kedua klip kertas yang menjepit puting susu Farouk. Kedua putingnya benar-benar merah akibat jepitan itu, namun masih melenting keras. "Gimana Pak, enak kan disemprot pejuh cowok, hahaha," cemoohku sambil mengusap-usapkan pejuh Parto yang ada di dada Farouk ke kedua putingnya. Rasa perih pasti mendera Farouk karena ia mendesis menahan sakit. Puas melakukan itu, kujepit kembali putingnya, lalu kuladeni kembali kontol dan boolnya. Parto akhirnya membantuku dengan menghisap-hisap batang kontol Farouk sehingga aku bisa bebas menyodomi Farouk si satpam dengan tongkatnya sendiri. Erangan demi erangan pun kembali meluncur dari mulut Farouk.

Dan akhirnya Farouk menunjukkan tanda-tanda ia akan orgasme. "To, seret mejanya deket ke sini!" perintahku. "Buat apa Dul?"
"Biar pejuhnya ngotorin temannya!"
"Ah ide bagus tuh To! Terus nanti kita perkosa dia!" Parto menjadi bersemangat, maka ia bangkit dan mulai menarik meja tempat Wisnu terikat mendekat ke Farouk. Aku terus saja menyodomi Farouk menggunakan tongkatnya. Benar saja, kontolnya mulai berkedut-kedut dan bola-bolanya mulai melesak masuk ke tubuhnya, pertanda ia hendak orgasme. "Enak kan Pak Farouk, mau muncrat ya, hah?" Aku pun mempercepat sodokanku di bool Farouk, dan erangannya semakin menjadi-jadi, tubuhnya berguncang-guncang ke atas seiring dengan sodokan-sodokanku. Tak berapa lama kemudian...

Farouk nyaris orgasme. Tapi tak kubiarkan begitu saja dia menikmatinya.

Dengan cepat aku menjepitkan satu buah klip kertas di salah satu bola kontolnya. Dan satu lagi.

Farouk tentu saja terkejut ketika klip kertas itu menjepit bola kontolnya, yang kiri dan kemudian yang kanan. Rasa sakit dengan cepat menjalar ke otaknya, namun entah mengapa separuh bagian otaknya mengartikan rasa sakit itu sebagai rangsangan lain. Otaknya menjadi bingung, kacau, galau; mengirimkan sinyal ke kontolnya untuk orgasme. Dan akhirnya ia pun orgasme.

Semprotan pertama lolos dari pantauanku, tapi aku sudah sigap dengan satu klip kertas lagi. Pejuh Farouk begitu kental dan banyak, dan seperti dugaanku, pejuh itu mendarat di kemeja Wisnu, sekitar dada atau perutnya. Tapi aku ingin Farouk muncrat lebih jauh. Sebelum Farouk muncrat untuk kedua kalinya, kujepit kepala kontolnya dengan klip kertas itu. Farouk terkejut dengan aksiku, tapi apa daya kontolnya tidak bisa dikendalikan. Kontolnya berkedut-kedut ingin memuntahkan lahar putih kejantanan Farouk si satpam, namun lubang kencingnya tersumbat. Batang kontolnya tetap kukocok-kocok selagi ia orgasme, mungkin ada sampai delapan muncratan seharusnya. Sampai akhirnya kontolnya mulai berhenti berkedut, namun masih tetap tegang menantang. Pasti orgasmenya belum tuntas ini! Kukocok-kocok terus batang kontolnya, sementara Parto dengan nakalnya menyentil-nyentil klip kertas yang menjepit bola kontol Farouk si satpam. Farouk mulai meronta-ronta dan mengerang, mungkin minta supaya aku dan Parto berhenti, karena tentu saja kontol menjadi sangat sensitif setelah orgasme, tapi aku tak membiarkan dia beristirahat. Satpam muda seperti ini pasti nafsunya sedang tinggi-tingginya, dan produksi prjuhnya pasti sedang banyak-banyaknya. Harus diperah sampai habis!

Aku mendengar suara erangan lain yang lebih lemah dan berat, sepertinya suara Wisnu. Mungkin ia sudah mulai sadar. Farouk sendiri masih mengerang-erang tanpa henti, tubuhnya meronta-ronta ke sana kemari selagi aku dan Parto terus mengerjai kontolnya. Dan dugaanku benar, entah bagaimana caranya Farouk orgasme lagi! Kali ini kucabut klip kertas yang menyumbat lubang kencing di kepala kontolnya, dan kubiarkan Farouk muncrat sepuasnya.

Crooooootttt!!!!

Gila, jauh sekali dia muncratnya! Tapi sesuai harapanku, pejuhnya jatuh di muka Wisnu! Banyak sekali pejuh Farouk yang mendarat di muka Wisnu, mungkin membuatnya tersadar penuh. "Hei, apa ini?" Muncratan pejuh Farouk yang lain mendarat di leher Wisnu, dadanya, perutnya, gesper emas sabuknya, dan bahkan tepat di kontol Wisnu, sebelum akhirnya kontol Farouk kelelahan untuk memancarkan pejuhnya lebih jauh lagi. Sisanya meleleh begitu saja, yang langsung Parto jilat dan hisap bersih. Farouk mendesis dibuatnya, antara nikmat, geli, dan perih ketika kepala kontolnya beradu dengan lidah Parto yang dengan laparnya menjilati bersih pejuh Farouk yang masih meleleh. "Farouk! Kau diapakan?!!" Wisnu berteriak. "Aku mau diapakan?? Lepaskan, kalian maling brengsek!!!"
"Pak Wisnu, tenang saja," ujarku tenang sambil menatap satpam itu dalam-dalam. "Teman Bapak, Farouk, sudah merasakan bagaimana nikmatnya kontolnya dilayani dua orang maling. Sebentar lagi Bapak akan mendapatkan kenikmatan yang sama."
"Heh, jangan kurang ajar kau!!!" bentak Wisnu. "Lepaskan aku, atau kalian akan mendekam di penjara sangat lama!!!"
"Hah!" Aku menampar Wisnu. "Berani apa kau, hah? Mau panggil polisi? Bangun saja tidak bisa, cuih!" Kuludahi wajah Wisnu, lalu kuoles-oleskan bersama pejuh Farouk ke seluruh mukanya. "Hentikaaaannn!!! Brengsek!!!" Wisnu bersumpah serapah apapun yang ia ketahui, tapi aku tidak mengindahkannya. Bahkan aku semakin sengaja mengoleskan pejuh Farouk tepat ke lubang hidungnya. "Nih! Hirup aroma kejantanan laki-laki! Punya Farouk! Hahahaha!!!"
"Jangan harap kalian bisa lepas dari sini hidup-hidup!" umpat Wisnu.
"Diam!" Aku memukul dada dan perutnya berkali-kali. "Kalau Bapak menurut, Bapak akan merasakan kenikmatan seperti yang Farouk rasakan." Parto dengan nakalnya mengelus-elus kontol Farouk sehingga ia mengerang kembali, kemudian ia mengelus-elus kontol Wisnu. "Eh To, ngaceng pula dia!" Kualihkan pandanganku ke tonjolan selangkangan Wisnu si satpam, dan benar juga, aku bisa melihat tonjolan itu lebih besar dari sebelumnya, dan batang kontolnya mulai terlihat jelas. "Hahaha, Bapak kepingin juga kan??? Percaya aja deh Pak Wisnu, isepan dia lebih yahud daripada memek longgar istri Bapak!!!"
"Kau... jangan bawa-bawa istriku!!!"
"Tenang saja Pak Wisnu, istri Bapak nggak ada di sini. Tapi...," Aku sengaja mulai mengelus-elus dan menusukkan jariku ke bawah bola-bola kontolnya, ke lubang pantatnya. "Mungkin Bapak akan menggantikan peran istri Bapak. Baru Bapak tahu rasanya menjadi seorang istri!!!"
"Bajingan kalian!!!" Kupukul kontolnya, lalu tanpa berbasa-basi lagi aku pun memulainya.

Memperkosa Pak Wisnu si satpam.

(bersambung...)