Minggu, 18 Desember 2022

Pertolongan Pertama Pada Polisi

Cerita ini hanyalah rekaan semata, kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka. PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Cerita ini bukan murni karangan saya sendiri, namun terinspirasi dari sebuah film pendek yang pernah saya tonton entah di mana. Durasinya tidak sampai empat menit, tapi cukup membuat penasaran.

Ah nasib... Hanya itu yang bisa kuratapi setiap hari. Kenapa aku harus menderita dalam kemiskinan seperti ini... Tiap hari aku hanya bisa memulung botol-botol bekas untuk kutukarkan dengan uang ala kadarnya demi sesuap nasi. Aku hidup sebatang kara: ayah ibuku entah pergi ke mana sejak pertengkaran besar di malam berguntur itu. Ayahku menikah lagi dengan wanita lain dan aku dicampakkan begitu saja oleh ibu tiriku di jalanan. Sejak itulah hidupku menderita. Satu-satunya teman hidupku hanyalah seekor anjing liar yang kuberi separuh makan siangku. Hanya saat itulah aku merasa bahagia, karena justru seekor anjing lah yang bisa menghargai apa yang kulakukan, dan ia pun membalas budi dengan selalu mengikutiku ke mana pun aku pergi. Sudah tak terhitung kali ketika dia menyelamatkanku dari para berandal yang sok jantan tapi kabur terbirit-birit ketika anjingku menggonggong. Sebagai gantinya, tentu saja ia kuberi makan walaupun seadanya. Hanya dialah kawan hidupku.

Namaku Roberto. Ibuku mungkin dulu terlalu demen nonton telenovela semasa mengandung sehingga aku diberi nama yang sangat tidak lazim itu. Sayangnya hidupnya juga ikut berantakan seperti telenovela. Ah Ibu, mengapa kau membiarkan aku sebatang kara... namun aku belajar untuk hidup di tengah kerasnya kota dan cuaca. Ketika hariku begitu keras, selalu ada anjingku Bleki--maklum aku tidak bisa memikirkan nama yang lebih cocok untuk anjing--yang setia menghiburku. Bleki ini adalah seekor anjing yang begitu optimis dan selalu ceria. Hari-hariku pun menjadi lebih ringan saat dihibur Bleki.

Tiap harinya aku berusaha keras mencari rezeki dengan bekerja serabutan. Kadang aku memulung botol-botol bekas, kadang aku menjadi kuli bangunan, kadang menjadi tukang sapu jalan. Karena aku bahkan tidak tamat SMA, tidak banyak pekerjaan yang bisa kuambil. Hanya pekerjaan kasar yang bisa kukerjakan, dan aku terbilang cukup beruntung karena masih diberi tubuh yang kekar, sekalipun makananku tidak mencukupi dari segi gizi. Mungkin karena aku sering bekerja kasar, maka aku masih memiliki tubuh berotot. Tidak gempal-gempal amat sih, tapi paling tidak masih berisi. Maka entah sudah berapa kali aku menjadi pelampiasan nafsu para kuli-kuli yang jauh dari istri. Aku sudah tidak mengingat lagi bagaimana aku bisa menjadi budak seks seperti ini. Memang sih kadang-kadang aku diupah, tapi namanya juga sesama miskin, paling hanya cukup untuk beli rokok satu bungkus atau kopi satu cangkir. Andaikan saja aku bisa menemukan lelaki hidung belang yang rela membayar mahal demi tubuhku, tentunya hidupku sudah lebih nyaman dan terjamin, tidak seperti sekarang yang bahkan harus hidup di gubuk reyot beratapkan seng yang sering bocor di musim hujan dan panasnya luar biasa di musim kemarau. Itu pun kalau tidak kena gusur.

Ah, kurasa cukup dengan kisah hidupku yang sengsara ini. Kau membaca cerita ini bukan untuk bersimpati padaku, tapi untuk mencari kenikmatan, ya kan?

Biar kuceritakan satu pengalamanku yang begitu mendebarkan tapi takkan pernah kulupakan.

Suatu malam, aku sedang berlari santai untuk meredakan pikiranku yang kalut. Lagi-lagi aku terancam digusur, dan aku belum menemukan tempat lain yang bisa kutinggali. Biasanya, dengan berlari, aku bisa menenangkan pikiranku sekaligus melatih badanku agar tetap fit. Tentu saja, si Bleki dengan senang hati menemani lariku. Malam itu jalanan agak basah setelah hujan, namun aku tidak peduli. Sepatu butut yang aku dapatkan dari tempat sampah beberapa hari lalu masih bisa dipakai dan nyaman dipakai berlari. Aku berlari dan terus berlari sampai entah kenapa Bleki berlari lebih cepat dariku. "Bleki? Bleki! Tunggu!" Bleki tidak menghiraukanku dan terus berlari seperti mengejar sesuatu, namun ia tidak berbelok ke mana-mana. Sampai samar-samar aku mendengar suara gonggongannya. Di sebuah jalan yang cukup sepi, aku melihat sebuah mobil yang diparkir di ujung sebuah jalan buntu. Ngapain ya ada mobil di situ? Bleki pun terus menggonggongi mobil itu, seakan-akan ada sesuatu. "Apa Bleki?" Bleki duduk tak terlalu jauh dari pintu belakang mobil itu dan sesekali menggonggong. Aku melihat ke sekeliling. Memang jalan buntu itu tak jauh dari jalan raya sehingga aku masih bisa mendengar lalu lalang mobil dan motor sibuk melaju, namun tak ada orang lain di sana. Aku pun penasaran mengintip ke dalam mobil itu. Kaca jendelanya begitu jernih, tidak dipasangi lapisan gelap apapun, yang menurutku aneh.

Dan aku pun terkejut dengan apa yang kulihat di dalam mobil itu.

Seorang polisi berseragam lengkap tergeletak di jok belakang seakan-akan sedang tidur menyamping. Cahaya lampu jalan tidak cukup menembus masuk ke dalam mobil sehingga aku tidak tahu dengan jelas apakah polisi itu masih hidup atau tidak. Didorong rasa penasaran, aku pun mencoba membuka pintu belakang mobil itu. Tidak dikunci. Ternyata mataku tidak menipuku: seorang polisi terbaring meringkuk di jok belakang. Aneh sekali pikirku, ngapain ya pak polisi ini? Apa tertidur? Aku pun mencoba membangunkannya dengan menepuk-nepuk pahanya, dan akhirnya polisi itu pun bergerak--jadi dia masih hidup, pikirku. Ketika ia menoleh, barulah aku menyadari sesuatu. Polisi ini disekap entah oleh siapa. Tangannya terikat atau terborgol di belakang tubuhnya sehingga ia agak kesulitan menggerakkan tubuhnya, selain mobil sedan itu agak terlalu sempit bagi panjang tubuhnya. Mulutnya diplester dengan lakban hitam. Apa ada seseorang yang tidak menginginkan ia melarikan diri? Pikiranku berkecamuk, dan aku sedikit ketakutan ketika terlintas di pikiranku bahwa siapapun yang menyekap polisi ini akan kembali dan aku bisa jadi dalam masalah. Maka kusuruh Bleki untuk duduk diam tanpa menggonggong, dan untungnya ia pun menurut. Aku melihat polisi itu seperti meminta untuk melepaskan dirinya, tapi aku tidak tahu caranya membuka borgol... kalau sama dengan yang pernah kutonton di televisi bersama kuli-kuli waktu itu, berarti aku harus mencari sebuah kunci. Di mana kunci itu?

Entah apa yang mendorongku, namun refleks pertama yang muncul di pikiranku adalah mencari di kantong celananya. Biasanya kalau aku memegang kunci, kukantongi juga di celana jins bututku. Kuraba-raba kantong celana polisi itu. Tidak kurasakan ada kunci di sana. Tapi kantongnya ada banyak di celana coklatnya, maka kucoba mencari satu per satu. Dan entah kenapa aku mendadak terangsang saat melakukan itu. Lama-lama pikiran nakalku mengatakan, mumpung dia tidak bisa apa-apa, perkosa dia! Paling tidak nikmati kontolnya! Maka aku pun membuka kedua kakinya dan tanpa permisi lagi memegang kontol polisi itu dan meremas-remasnya. Polisi itu seperti terkejut dan mencoba beringsut ke belakang, namun tubuhnya sudah tertahan. Ia tidak bisa mengelak lagi. Besar juga kontolnya. Aku cuma beberapa kali saja pernah memegang kontol teman kuliku, tapi kebanyakan tidak terlalu besar. Dan mungkin polisi itu sendiri juga sudah terangsang dari tadi, karena polisi itu tidak lagi meronta-ronta. Atau dia sudah meratapi nasibnya yang tidak bisa lari lagi? Kuelus-elus kontolnya yang sudah mengeras itu; sampai di kepala kontolnya kumainkan jari-jariku, membuat polisi itu menggelinjang dan mengerang tertahan. Sebenarnya aku ingin memainkan kontol polisi itu lebih lama, namun aku khawatir akan ada seseorang yang memergokiku, mungkin rekannya yang sadar mencari rekan yang hilang atau bagaimana, karena sesekali aku mendengar suara walkie talkie yang baru kusadari berada di pinggang kanannya. Semoga belum ada yang akan mencari polisi ini. Tanpa membuang-buang waktu, kubuka kait celananya dan menurunkan resleting celananya untuk mengeluarkan batang kontolnya. Di dinginnya malam itu aku bisa merasakan kehangatan batang kontol si polisi yang berdenyut pelan di genggaman tanganku.

Awalnya kukocok perlahan kontol polisi itu. Polisi itu tidak bereaksi apa-apa dan hanya terdiam, mungkin sedang menikmati kocokanku. Karena lagi-lagi khawatir ada yang akan memergoki, aku mempercepat kocokanku. Kugunakan ludahku sebagai pelumas agar tanganku tidak lecet. Tak terlalu lama, aku mendengar erangan yang cukup keras dan polisi itu pun beringsut ke belakang sekalipun sudah tidak ada tempat lagi. Kurasa ia akan orgasme, maka kupercepat lagi kocokanku. Benar saja, polisi itu akhirnya orgasme dengan erangan tertahan di mulutnya. Kubiarkan polisi itu menembakkan pejuhnya beberapa kali sampai akhirnya berhenti, kemudian kuhentikan kocokanku. Tanganku terasa basah dengan pejuhnya yang muncrat ke mana-mana, sepertinya bakal mengotori celananya. Kukibaskan tanganku ke tanah untuk membersihkan dari pejuhnya, dan ternyata Bleki malah menjilati tanganku. Setelah Bleki puas menjilati tanganku, aku melihat polisi itu pun terkulai lemas, kontolnya juga sudah lemas kembali. Kukembalikan kontol polisi itu ke dalam celananya, lalu tanpa berkata apa-apa lagi kutinggalkan polisi itu.

Kukira aku takkan pernah bertemu dengannya lagi. Yang jelas, kamu akan menemukan cerita ini di blog Fei's Fantasy tanpa perlu bayar apapun. Eh, sudah bayar? Minta refund aja, dan bantu laporkan cerita tersebut plus akunnya yah!

Hampir setahun berlalu sejak perjumpaanku dengan polisi itu, aku pun akhirnya kena gusur dan harus pindah cukup jauh dari lokasiku semula. Aku sempat tidak punya tempat untuk tidur sampai akhirnya seseorang yang baik hati memberiku pekerjaan, walaupun sebagai seorang security tidak resmi di sebuah kompleks pertokoan. Gajinya tidak terlalu besar, namun aku diberi tempat tinggal yang cukup layak, walaupun di sebuah kos-kosan. Perlahan-lahan hidupku mulai membaik, walaupun tidak terlalu mewah namun paling tidak aku tidak perlu lagi khawatir tentang makan dan tempat tinggal. Bahkan, sesekali aku juga diberi bonus oleh bosku. Walaupun demikian, aku tidak terlalu berfoya-foya karena tetap saja ada kekhawatiran akan kemiskinan yang kualami sebelum hidupku berubah. Bleki juga masih setia menemaniku, terutama saat lari pagi ataupun sore.
Di kompleks itu, ada sebuah bank yang tidak terlalu besar, namun cukup banyak yang bertransaksi di sana. Ada beberapa toko yang cukup besar sehingga sering bertransaksi di sana, maka sesekali ada polisi yang berkunjung ke bank, entah mengawal pegawai toko yang perlu membawa uang tunai banyak atau keperluan perbankan lainnya. Aku kenal dengan beberapa polisi yang sering bertugas ke sana, walaupun sejauh ini tidak ada yang terlalu akrab di luar pekerjaan.
Suatu hari, aku mendapatkan shift malam. Sekalipun tidak banyak toko yang buka di malam hari, mereka tetap memerlukan pengamanan karena beberapa juga tinggal di kompleks itu. Bleki sedang tiduran di samping pos jagaku, saat itu memang sudah agak larut malam sehingga tinggal sedikit yang masuk keluar kompleks, selain ada juga Gagah rekanku yang berjaga di pintu masuk/keluar. Aku memutuskan untuk berpatroli sebentar, selain karena aku kebelet kencing. Di salah satu sudut kompleks ada sebuah taman kecil yang punya toilet, walaupun agak kotor. Kupacu perlahan motorku yang kuperoleh dari hasil kerja kerasku, walaupun cicilannya masih lama. Sesekali kusapa pegawai-pegawai yang masih berjaga di toko maupun yang hendak menutup tokonya. Hingga aku mencapai bank itu, ada seseorang yang melambaikan tangannya. Siapa ya, dalam hati aku bertanya. Bank tentunya sudah tutup sejak sore tadi, dan hanya ATM-nya saja yang buka, namun itu tidak pernah dijaga selepas tutup karena toh ada CCTV. Kuhentikan motorku di depan orang itu. Seorang polisi? Aneh sekali ada polisi di bank selarut ini, "Malam Mas," sapa polisi itu terlebih dahulu. Kuamat-amati dirinya, sepertinya sih bukan polisi gadungan, tapi aku pun tidak mengenalinya. Aku memberi hormat dan membalas salamnya. "Ada apa Ndan kok malam-malam ke bank?"
"Oh saya cuma ambil uang di ATM kok," jawabnya. "Kebetulan pas lewat sini, jadi sekalian. Mas, ada toilet di mana ya? Saya kebelet pipis."
"Oh ikut saya saja Ndan," ajakku. "Kebetulan saya juga mau pipis. Nggak jauh sebenarnya dari sini, saya boncengkan saja ya."
"Boleh Mas, maaf merepotkan."
"Nggak masalah Ndan, toh sekalian." Polisi itu pun naik ke jok belakang motorku, entah kenapa duduknya agak dekat denganku, namun aku tak terlalu ambil pusing. Motorku memang bukan motor gede, hanya motor biasa yang joknya memang tidak terlalu besar, toh hanya aku sendiri yang menggunakannya. Aku pun memacu motorku ke taman tersebut. Taman itu sebenarnya agak kurang terawat dan hanya digunakan di siang hari. Pada malam hari, hampir tidak pernah ada yang mengunjungi taman itu. Ada yang bilang taman itu agak angker kalau malam; memang hanya ada satu lampu taman dan satu pohon agak besar, namun aku tidak takut. Entah kenapa para penghuni kompleks itu tidak bersatu untuk merawat taman tersebut. Entah kenapa juga di sana ada toilet. Ada yang bercerita kalau taman itu sebenarnya milik salah satu penghuni yang sudah meninggal dan keluarganya enggan merawat taman tersebut, jadinya sekarang tidak terurus. Taman itu tidak jauh tempatnya dari bank itu, hanya sekitar satu menit berkendara. Walaupun hanya satu menit, aku bisa merasakan kontol polisi itu menempel di pantatku dan samar-samar kurasa kontolnya ngaceng, namun aku tak bisa memastikannya. Sampai di depan toilet, aku pun mematikan motorku. "Monggo Ndan, duluan saja," ujarku. Polisi itu pun turun dari motor dan entah mengapa merapikan celananya dan membetulkan posisi kontolnya tanpa sungkan-sungkan di hadapanku, namun ia tidak mengatakan apa-apa dan langsung masuk ke dalam toilet. Aku mencabut kunci motorku; walaupun dia mengenakan seragam polisi, aku tidak tahu apakah dia polisi betulan atau bukan. Jaga-jaga saja, pikirku. Tidak lama polisi itu keluar lagi. "Airnya mati Mas," katanya. Wah nggak biasanya. "Di sana saja Ndan," ajakku. Tak terlalu jauh dari toilet itu ada pohon kecil, yang kurasa takkan keberatan kalau dikencingi. Supaya tidak bau pesing juga toiletnya, karena toilet itu sendiri sebenarnya juga sudah bau pesing akibat tidak ada yang merawat. Entah siapa yang membayar airnya. Sampai di lokasi, aku pun menurunkan resleting celanaku untuk pipis. Polisi itu berdiri di sebelahku dan melakukan hal yang sama. Sejenak kami terdiam, mendengarkan suara air kencing yang beradu dengan batang pohon itu. Aku agak bergidik kedinginan ketika angin bertiup. Sejenak aku curi-curi pandang polisi itu, kontolnya lumayan juga walaupun sedang lemas begitu. Tanpa kusadari, polisi itu juga memandang kontolku, karena tiba-tiba ia berkomentar, "Gede ya punyanya Mas."
"Ah biasa saja Ndan," jawabku sambil mulai mengibas-ngibaskan kontolku supaya bebas dari tetesan air kencingku. "Punyanya Komandan juga gede."
"Gedean punyamu Mas." Tanpa minta izin, polisi itu memegang kontolku yang belum sempat kumasukkan kembali ke celana. Ia menekan-nekan batang kontolku dan membandingkannya dengan miliknya sendiri. "Iya Mas, gedean punyamu dikit. Ini kalau ngaceng lebih gede lagi ya."
"Ah bisa aja Ndan," ujarku basa-basi sambil memasukkan kontolku ke dalam celanaku dan menutup kembali resletingnya. Polisi itu baru mengibas-ngibaskan kontolnya yang baru selesai mengeluarkan tetes terakhir air kencingnya. "Coba aja bandingin Mas," ujarnya sambil entah mengapa menuntun tanganku ke batang kontolnya itu. Tanpa sungkan-sungkan kutekan-tekan juga batang kontol polisi itu. "Iya Ndan, gede," ujarku pendek. Apa dia lagi mancing ya? Padahal baru pertama ketemu, sudah pegang-pegangan kontol. Apa jangan-jangan tadi dia bilang airnya mati padahal sebenarnya tidak, demi bisa pipis bersama dan lihat-lihatan kontol? Sebenarnya cahaya lampu dari toilet juga sangat temaram. Entah kenapa mendadak aku teringat kembali pada polisi yang kukocok kontolnya waktu itu. Aku sendiri sudah lama tidak main kontol sejak digusur, aku juga kehilangan kontak dengan teman-teman kuliku yang biasanya suka main kontol. Sejenak aku agak terangsang, namun apa dia mau ya...
"Mainin dong Mas," tanpa kuduga polisi itu berkata demikian. Batang kontolnya belum dimasukkan ke dalam celananya, terkulai layu dari lubang resleting celana PDL-nya itu. "Kaya waktu itu."

Hah?

"Kamu masih ingat polisi yang disekap di jok belakang mobil sedan? Yang kamu kocokin sampai ngecrot?" Polisi itu tersenyum melihatku semakin kebingungan mendengar pertanyaannya. "Itu aku. Mungkin kamu sudah lupa wajahku, waktu itu gelap dan mulutku disumbat lakban hitam juga. Lama sekali aku berusaha melacakmu dan menemukanmu, akhirnya aku menemukanmu juga di sini."
"Ndan... maksudnya?"
"Nggak perlu bingung gitu Mas Roberto. Aku ini intel jadi punya keahlian menemukan seseorang, walaupun makan waktu." Polisi itu memegang pundakku. "Catatan kehidupanmu memang cukup sedikit, tapi semuanya bersih. Aku tahu orang tuamu bercerai dan kamu sempat dibuang ke jalanan. Salut kamu tidak pernah melakukan kejahatan apapun." Memang, aku sudah bersumpah pada diriku sendiri, suatu saat aku akan menjadi orang sukses dengan jalan bersih dan bisa menyombongkan diri ke ibu tiriku yang membuangku saat itu. "Walaupun saat itu cukup gelap, aku cukup bisa melihat beberapa penciri penting di wajahmu, ditambah anjingmu. Saat aku melihatmu dengan anjingmu di pos jaga depan, aku yakin itu dirimu. Aku sudah mencarimu cukup lama."
"Eeee kenapa mencari saya Ndan?" jawabku gugup. Apa aku bersalah karena meninggalkannya begitu saja setelah membuatnya ngecrot kapan hari? "Saya tidak melakukan apa-apa yang salah kan Ndan?"
"Yaaa kalau ninggalin aku dalam keadaan belepotan pejuh di mana-mana sampai diketawain sekompi pas diselamatin subuhnya itu kriminal, udah kukejar kamu lebih cepat dari dulu hahaha..." Polisi itu mendekat dan menatapku sampai aku merasa tidak nyaman sendiri dibuatnya. "Aku cuma ingin kamu mainkan lagi kontolku seperti saat itu." Ia membimbing tanganku memegang kembali batang kontolnya yang masih terkulai lemas, mungkin karena kedinginan. "Caramu mengocok kontolku, tidak pernah bisa kulupakan. Aku ingin merasakannya lagi Mas Roberto." Aku agak gelagapan walaupun pemikiran itu lumayan memantik minatku. Sudah lama sih aku tidak main kontol orang lain.
"Di... di sini Ndan? Gimana nanti kalau ada yang lihat?"
"Taman itu sepi kan kalau malam?" polisi itu menunjuk taman tidak terawat itu. "Kita bisa main sebentar saja di sana. Nanti kalau sudah selesai giliran jagamu, kita bisa lanjut di tempatmu. Aku kebetulan cuti dinas besok. Gimana?" Polisi itu mengelus-elus selangkanganku; aku agak gelagapan karena sebenarnya aku juga mulai ngaceng dengan pemikiran itu. Main di ruang terbuka, aku tidak pernah melakukannya. Mungkin akan seru ya? "Gimana? Jangan lama-lama juga, nanti rekanmu curiga."
"Ss... Siap Ndan!" Polisi itu memasukkan kembali batang kontolnya lalu mengajakku ke taman kecil itu, ke sebuah pohon besar yang sebenarnya tak tersinari lampu taman yang sudah temaram. Saat itu hampir bulan purnama sebenarnya, jadi sebenarnya tidak gelap gulita juga. Ia bersandar di sisi pohon yang berlawanan dengan jalan, sehingga kalaupun ada yang datang, aku seharusnya bisa melihatnya. "Kocokin Mas..." pinta polisi itu. Aku bahkan sampai belum tahu namanya. Kulirik nama di dadanya: Fernando. Astaga, apa aku ini sekarang sedang di dunia telenovela? "Izin Ndan." Aku pun memegang dan mengelus-elus selangkangannya. Aku mencoba mengingat-ingat ukuran kontolnya saat malam itu, tapi aku tidak berhasil mengingatnya. Kontolnya cukup besar untuk kuremas-remas perlahan, membuat polisi itu mendesah dan sedikit menggelinjang. Kudekati polisi itu dan perlahan-lahan kuberanikan diri untuk menciumnya sambil tanganku tetap memainkan kontolnya. Polisi itu membalas ciumanku dan mendesah lagi, ketika tiba-tiba...
"Berto, Berto, masuk!" Aku tersentak terkejut, mengira Gagah akhirnya menemukanku. Aku baru ingat kalau aku membawa walkie talkie. "Masuk Gagah." Tangan kiriku tetap memainkan kontol polisi Fernando selagi aku berbicara dengan Gagah melalui walkie talkie.
"Ke mana aja kamu, lama amat? Aku kebelet juga nih, gantian dong!"
"Sori, perutku agak mules. Dikit lagi ya? Lima menit?"
"Lima menit ya Bert! Daripada aku ngompol di sini lo!"
"Iya deh lima menit lagi Gah! 86!"
"86!" Aku kembali menyarungkan walkie talkie-ku di kopel sebelah kanan, lalu kembali memfokuskan diri pada polisi itu. "Ga bisa lama-lama Ndan..."
"Kocokin langsung Berto... please..." Aku pun langsung membuka resleting celananya, merogoh ke dalam dan mengeluarkan batang kontolnya yang sudah mengeras itu. Aku berjongkok di depan polisi itu dan langsung mengocok-ngocok kontolnya. Polisi itu pun mendesah begitu aku mulai mengocok kontolnya yang sudah mulai meneteskan precum, walaupun akhirnya aku tetap harus membasahi kontolnya. Kuhisap-hisap sebentar kepala kontolnya sekaligus membasahi kontolnya; polisi itu menggelinjang selagi kuhisap-hisap. Setelah kurasa cukup, kukocok-kocok batang kontolnya dengan tangan kananku. "Aaaahhh... enak Berto.... aaaahhh... kencengin please... Oooohhh... kocokanmu enak bangeeettt... Ssssshhhh... aku mau keluar..." Sebenarnya aku agak kecewa karena cepat sekali polisi itu akan orgasme, tapi katanya tadi dia mau ronde kedua di tempatku. Mungkin nanti bisa lebih lama lagi. Kupercepat kocokanku, hingga...
"Ooooohhh..." Polisi itu menggelinjang dan menggeliat di batang pohon itu selagi akhirnya gelombang orgasme menerpa tubuhnya, memompakan pejuhnya muncrat dari batang kontolnya yang masih kukocok-kocok. Lumayan banyak juga muncratnya, apa nanti ronde kedua dia masih bisa muncrat lagi? Aku bisa mendengar nafasnya cukup tersengal-sengal, namun aku yakin dia menikmati kocokan singkat itu. Aku pun berdiri dan mencium polisi itu sambil tetap kukocok perlahan batang kontolnya yang mulai lemas itu, sebelum kubersihkan ujung kepala kontolnya dari pejuh terakhir yang masih menetes dengan jariku. Polisi itu berjingkat kegelian saat kubersihkan ujung kepala kontolnya, lalu kusuruh ia menjilati jariku yang ada sedikit pejuhnya itu. "Enak Roberto... nanti ronde kedua kamu bebas apain aja tubuhku... habis kamu lepas dinas ya?"
"Siap Ndan 86!" seruku bersemangat. Biasanya aku akan kelelahan selepas shift malam, namun pemikiran bahwa akan ada seorang polisi yang bisa kumainkan membuatku bersemangat. Nanti aku akan merasakan pejuhnya yang kental itu, semoga masih ada. Kurapikan celana PDL-nya sebelum kami bertukar nomor WA. Aku mengantar polisi Fernando kembali ke bank karena motornya ditinggal di sana, lalu aku pun kembali ke pos jagaku. Gagah sempat ngomel-ngomel ketika aku kembali ke pos, terutama ketika aku meremas-remas kontolnya--"Bocor oi!" Kuelus-elus Bleki, baru kali ini aku tak sabar menanti fajar untuk alasan berbeda.

Pukul enam pagi, setelah menyerahkan shift-ku pada satpam shift berikutnya, aku pun menelepon polisi Fernando untuk mengabari bahwa shift-ku sudah selesai. Kami janjian bertemu di sebuah warung soto untuk sarapan terlebih dahulu. Cuaca agak dingin karena semalam sempat hujan dan sebenarnya aku juga cukup mengantuk. Kupacu motorku menuju lokasi yang dijanjikan, dan ternyata dia sudah tiba di sana terlebih dahulu, entah kenapa masih mengenakan seragam PDL lengkap, seolah-olah dia masuk dinas hari ini. Kami pun sarapan bersama, dan setelah perut kenyang kami memacu motor masing-masing ke kosku. Aku memang belum sanggup mengontrak karena cicilan motor ini, namun bagiku tidak masalah karena aku juga ingin menabung. Kosku cukup murah, walaupun tidak ber-AC namun paling tidak layak untuk kutinggali. Selain itu, kosku tidak terlalu ketat aturannya dan tidak terlalu jauh dari tempatku bekerja saat ini. Kupersilakan polisi Fernando itu masuk ke dalam kosku, lalu kututup dan kukunci pintunya. Gorden jendela tidak kubuka; kebetulan ruanganku paling ujung di lantai dua sehingga aku mendapat ekstra jendela yang menghadap jalan. Kubiarkan temaram cahaya dari luar masuk ke dalam; cuaca saat itu mendung lagi sehingga tidak terlalu banyak cahaya yang masuk, sehingga kunyalakan lampu kamar. "Anggap tempat sendiri ya Ndan, agak sempit dan berantakan."
"Nggak lah Bert, ini rapi banget lho. Aku aja kalah rapi darimu!" Aku pun melepas jaketku dan hendak melepas kemeja satpamku ketika polisi Fernando mencegahku. "Tetap dipake aja Bert. Aku mau mencium aromamu."
"Rebahan di kasur ya Ndan, saya ngantuk..." Walaupun baru saja sarapan, udara dingin pagi itu membuatku semakin mengantuk. Sepertinya bakal enak kalau berpelukan.
"Yuk Roberto sayang," belai polisi itu sambil menuntunku ke atas kasur. Kulepas sepatu butsku lalu aku pun beranjak naik ke kasur, rebahan di sisi sisi terdalam. Polisi Fernando mengikuti aku. "Sempit ga pa pa ya Ndan."
"Ga masalah Roberto sayang," ucap polisi Fernando lembut. Entah sejak kapan dia pakai kata "sayang", namun aku tidak merasa jijik. Bahkan, entah kenapa, hatiku terasa damai mendengarnya. Ah, rasanya sudah lama sekali sejak aku merasakan kasih sayang seseorang... "Kamu pasti capek ya habis jaga semalaman," bisiknya sambil membimbingku memeluknya. Ah hangatnya... "Tidur dulu aja sayang, nanti kalau sudah segar baru kita main." Ia mengecup keningku, dan entah kenapa aku tidak bisa berkata-kata. Mataku begitu berat; padahal tadi semalam-malaman aku menahan nafsuku untuk bisa kembali memainkan kontolnya, namun suara dan kehangatan tubuhnya seolah membuat tubuhku tak berdaya. Samar-samar aku terlelap di pelukan polisi Fernando.

Entah sudah berapa lama aku tertidur. Rasanya hangat sekali; selama ini aku tidur sendirian dengan selimut, kini ada polisi Fernando yang menemaniku tidur. Saat aku membuka mataku, ia rupanya juga sedang tertidur. Aku jadi agak merasa bersalah, kalau tadi malam dia sudah tidur, jangan-jangan selama aku tidur tadi dia tidak tertidur... Kupandang wajahnya, ternyata tampan juga, apalagi sedang tertidur. Wajahnya bersih dari kumis dan jenggot, sepertinya ia orang yang menjaga betul rambut wajahnya. Kupandang dadanya, cukup bidang juga, dengan segala macam atribut yang tidak kukenali kecuali tulisan Polri dan namanya di dada. Perutnya... agak sedikit menonjol, tapi mungkin karena dia sedang berbaring. Dia mengenakan kopel hitam standar tanpa kepala, walaupun aku jadi bertanya-tanya untuk apa ia mengenakan kopel itu kalau tidak ada yang terkait di kopelnya. Kontolnya... sepertinya agak tegang. Tanpa berpikir panjang kuraih kontolnya dan kuelus-elus. Benar, agak tegang. Aku tidak ingin membangunkannya, jadi hanya kuelus-elus saja. Suara hujan di luar masih terdengar, rupanya masih hujan deras. Kulirik jam dinding, sudah pukul dua belas siang. Sebenarnya sudah jam makan, namun kalau hujan begini mau cari makan di mana... Ah, nanti saja itu dipikirkan. Kan ada pejuh polisi Fernando hahaha. Aku terus menikmati kehangatan tubuh polisi Fernando sambil tetap mengelus-elus batang kontolnya yang perlahan-lahan menegang juga di celana PDL-nya. Jadi begini ya rasanya tidur ditemani... aku suka dengan ukuran kontol polisi Fernando. Ah andai aku bisa bersamanya seterusnya...
Tak terlalu lama kemudian polisi Fernando pun mulai terbangun walaupun agak perlahan. "Pagi Ndan," bisikku. "Pagi Roberto sayang," balas polisi Fernando sambil mengecup keningku. "Boleh panggil sayang?"
"Boleh Ndan," jawabku tersipu. "Saya ndak punya siapa-siapa." Polisi Fernando pun memelukku sebisanya karena posisinya masih di kasur, dan ia pun mengelus-elus kepalaku. Kepalaku pun beradu dengan pundaknya, kuhirup aroma parfum samar-samar yang masih tersisa. Benar-benar sensasi yang baru kurasakan, membuatku begitu damai dan sesak di saat bersamaan. "Wah sudah jam dua belas ya," ujar polisi Fernando. "Makan yuk sayang."
"Hujan deras di luar Ndan," jawabku. Suara hujan memang masih menderu, sepertinya bakal banjir. "Saya ada mi instan ayam bawang, makan itu dulu gimana Ndan, sambil nunggu hujannya reda."
"Boleh sayang," jawabnya. Sebenarnya aku heran juga, secepat itu dia bilang sayang padaku yang baru dia temui hari ini? Aku bangkit dari kasur dan menuju dapur kecil di pojok ruangan untuk mulai memasak dua porsi mi instan ayam bawang, tentunya enak dimakan saat dingin-dingin begini. Kutambahkan rebusan telur dan beberapa potong sayur--di kosku ada kulkas mini pemberian bosku, sesekali kulkas itu diisi bosku saat dia berkunjung untuk melihat kelayakan hidupku. Sebenarnya aku pernah ditawari untuk tinggal di rumahnya saja, namun aku merasa belum siap untuk tinggal bersama-sama. Mungkin aku terlalu terbiasa tinggal sendirian. Walaupun demikian, bosku selalu terbuka jika aku akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama di rumahnya. Tak lama mi kuah itu pun matang dan kami pun makan bersama. Kami tak banyak bicara selama makan, namun aku mengamati polisi Fernando sering memandangku. Aku jadi deg-degan dibuatnya, namun aku tidak mengatakan apa-apa. Selesai makan, kucuci mangkok-mangkok dan panci yang kupakai untuk merebus mi, lalu aku menemani polisi Fernando yang hanya duduk di kasur. "Kalau hujannya seperti ini, kayanya aku nggak bisa pulang," katanya tersenyum. "Boleh nggak kalau aku nginap di sini malam ini?"
"Boleh aja Ndan, hari ini saya sudah lepas jaga," jawabku tanpa pikir panjang. "Ndan sendiri nggak dinas?"
"Aku cuti hari ini, tapi kalau begini sih mungkin besok cuti juga saja deh," ujarnya tersenyum. "Aku mau bersamamu saja hari ini." Aku jadi salah tingkah dibuatnya, apalagi ketika dia menatapku dan menyentuh wajahku, membimbingnya mendekat.
Dia pun menciumku.
Baru kali ini aku dicium dengan mesra, walaupun ciumannya berasa mi ayam bawang. Rasa mi itu membuatku tersadar dan sedikit tersentak. "Ndan, masih bau ayam bawang nih!" Kami pun tertawa berdua. "Ini gunanya permen mint, biar kalau ciuman ga rasa aneh-aneh," gelak polisi Fernando sambil mengeluarkan satu pak permen mint dari salah satu kantongnya dan memberikannya padaku. Setelah makan permen mint itu, kami kembali berciuman. Ah mesra sekali rasanya, apalagi aroma mint itu begitu menyejukkan. Aku memejamkan mataku dan menikmati ciuman itu sebelum polisi Fernando meraba-raba dadaku dan memainkan jarinya di salah satu putingku. "Aaaahhh..." aku kelepasan mendesah. Aku bersandar di dinding kamar selagi polisi Fernando memainkan kedua putingku. Begitu enak rasanya, berbeda dengan yang dulu-dulu kurasakan. Walaupun memang polisi Fernando pasti hendak mengajakku untuk ngeseks, namun rangsangannya bukan sebuah rangsangan yang hanya didasari hawa nafsu biasa. Segala sentuhannya terasa begitu lembut dan menggairahkan dalam waktu bersamaan. Aku memejamkan mata dan menikmati rangsangan polisi Fernando yang akhirnya mulai memegang kontolku. Kubuka kakiku agar ia bisa lebih leluasa memainkan kontolku yang masih bersembunyi di seragam dinasku itu. Kubuka mataku dan kulihat polisi Fernando berlutut di samping kananku, sedang asyik memainkan kontolku. Aku pun melirik selangkangannya, kontolnya sudah sedikit menegang. Tanpa ragu-ragu kuremas-remas kontol polisi Fernando. "Aaaahhh.... enak sayang," desahnya. Kubimbing batang kontolnya yang mulai menegang di dalam celana PDL-nya itu supaya tidak kesakitan; batang kontolnya mengarah ke paha kanannya. Kugelitik ujung batang kontolnya dan polisi Fernando pun menggelinjang. "Aaaahhh geli sayang..." Keseimbangannya agak goyah, namun aku cepat bangkit berlutut dan memeluknya agar dia tidak jatuh. Kami pun berciuman kembali dalam posisi berlutut, sambil aku tetap mengelus-elus kontol polisi Fernando dan dia mengelus-elus bokongku. Sejenak aku berpikir, apa dia top ya, apakah dia nanti akan mengentotku ya. Aku memang terbiasa dientot, namun biasanya oleh kuli-kuli bangunan yang sekedar melampiaskan nafsu karena jauh dari istri. Apa polisi Fernando sudah menikah ya. Kulirik tanda pangkat di bahunya, satu garis lurus, aku tidak tahu pangkat apa itu. Mungkin sudah? Aku terpekik ketika polisi Fernando meremas kontolku. "Gede sayang," bisiknya sambil tersenyum. "Mau kuisepin?"
"Mau Ndan," bisikku. Jarang sekali ada yang mau menghisap kontolku, apalagi yang akan menghisap kontolku seorang polisi. "Baring sayang," polisi Fernando membimbingku kembali tiduran di atas ranjang dengan lembut, lalu ia membuka resleting celanaku dan berusaha mengeluarkan batang kontolku. Setelah keluar, ia mengocoknya sebentar, lalu beberapa kali mengecup kepala kontolku dengan lembut. "Ooooohhh...," erangku sambil memegang tangannya yang tidak memainkan kontolku. Ia menggenggam tanganku sambil menjilati lubang kencinigku. "Aaaahhh... Ndan..." Dengan itu polisi Fernando melahap kontolku. "Ooooohhh... aaaahhh.... Ndaaannn..." aku kelojotan ketika polisi Fernando menghisap kontolku naik turun, walaupun perlahan namun mulutnya mengatup erat di batang kontolku, memberikan sensasi pijatan yang luar biasa. Aku merasa batang kontolku benar-benar sangat keras, bahkan lebih keras dari biasanya aku coli sendiri. Polisi Fernando sepertinya benar-benar tahu caranya memanjakan pria dewasa. "Mmmmhhh... nnnggghhh... Ndaann... enakkkhhh..." Polisi Fernando melirikku dan tersenyum manis sebelum ia melanjutkan menghisap batang kontolku, kali ini agak cepat dan ia juga menggunakan tangannya untuk mengocok batang kontolku dengan gerakan memutar. "Oooohhh... yessss... ssshhhh... oookkkhhh..." Sesekali polisi Fernando berhenti dan sekedar menjilati kepala kontolku, baik di perbatasan leher dan kepala kontol maupun di ujungnya, sesekali memainkan lidahnya di lubang pipisku, membuatku menggelinjang. "Oooohhh Ndan, geli Ndaaannn... mmmmhhh..." Ia kembali menciumku sambil mengocok-ngocok pelan kepala kontolku. "Ngggghhh... mmmhhhh..."
"Masukin aku ya sayang," bisik polisi Fernando. Tanpa menunggu persetujuanku, ia membuka celana PDL-nya walaupun hanya memelorotnya sampai separuh, membebaskan kontolnya yang tegang itu. Ia membimbingku terduduk bersandarkan dinding, lalu sejenak mengocok kontolku kembali beberapa saat sebelum ia sendiri mengambil posisi berlutut di depanku, perlahan-lahan menurunkan tubuhnya ke belakang, memosisikan kontolku di lubang boolnya, dan perlahan mendorong kontolku masuk ke boolnya sambil tetap menciumku. "Ngggghhh..." aku mengerang ketika kehangatan lubang boolnya menerpa kontolku, lebih seret dibandingkan mulut polisi Fernando tadi. Polisi Fernando mendorong terus kontolku sejauh yang ia mampu, lalu mulai mengentot dirinya sendiri dengan kontolku. "Aaaahhh oooohhh Roberto sayaannnggg... kontolmu gedeeee... nnnggghhh..."
"Aaaaahhh Ndaaaannn... semppiiittthhh... enaaakkkhhh.... yeeessshhhh... nggghhh..." Baru kali ini aku merasakan ngentot seseorang, walaupun aku tidak menggerakkan tubuhku sama sekali. Polisi Fernando semakin bersemangat menggoyangkan pinggulnya mendengar erangan dan desahan kami berdua, tersamarkan suara hujan yang seakan tidak mereda. Aku begitu terangsang melihat polisi Fernando yang berseragam lengkap itu mendesah dan mengerang menikmati entotanku. Aku merasa hendak mencapai puncaknya. "Ndan, mau keluar..."
"Entotin aku sayang, please... keluarin di dalamku..." Dia mencoba memutar dirinya tanpa membuat kontolku keluar dari boolnya, dan aku sepertinya tahu keinginannya. Aku perlahan-lahan bangkit dan berlutut memeluk dirinya dari belakang. Sambil menyandarkan kepalaku di bahunya, aku mulai aktif mengentot polisi Fernando. "Aaaahhh Ndaaannn..."
"Iya Roberto sayanggg.... nnnggghhh... mentokin sayang.... sssshhhh... kamu suka ngentotin polisi sayanggghhh..."
"Suka Ndaaannn... mmmhhh... boolnya seret Ndan... enaakkkhhh... aaakkkkhhh..."
"Kencengin sayang.... entot aku sayanggg..." Aku pun menuruti kemauannya dan mulai memacu pinggulku mengentot polisi Fernando. "Aaaaakkkhhh... yeeessss sayaaannngggg.... ooookkkhhhh... fuckkkk..."
"Ndan mau keluar Ndan," ujarku terengah-engah menahan dorongan itu. Aku agak kecewa dengan diriku sendiri, cepat amat mau keluar, baru juga masuk... tapi tadi memang permainan polisi Fernando sudah panjang juga sih...
"Keluarin aja sayang..." Aku pun mempercepat entotanku. "Ndaaannnn... akh akh akh akh.... mau keluar Ndan... akh akh... aaaakkkkhhhh..."
Aku pun orgarme di dalam polisi Fernando. Kupeluk erat-erat tubuhnya selagi kontolku memompakan pejuhku ke dalam bool polisi Fernando, nafasku terengah-engah. Tubuhku penuh peluh, ternyata permainan itu menguras tenaga juga. Kutunggu sampai kontolku kurang lebih selesai menunaikan tugasnya di dalam polisi Fernando, lalu aku bangkit untuk mencari tisu. Polisi Fernando sendiri langsung berbaring dengan pantatnya agak dia angkat, rupanya supaya pejuhku tidak meleleh ke atas kasur. "Baring aja Ndan," tukasku sambil segera mengambil tisu. "Gpp kok kalau kena kasur, itu sprei bisa diganti." Setelah mengambil tisu, aku pun mengelap pejuhku yang mulai menetes dari lubang bool polisi Fernando. Tanpa disuruh polisi Fernando mengejan berhati-hati agar pejuhku tidak keluar dengan cepat. "Enak sayang?" tanyanya sambil tersenyum.
"Enak Ndan, makasih banyak, saya baru kali ini ngentot polisi. Habis ini saya keluarin lagi punyanya Ndan." Setelah pejuhku tidak lagi menetes dari bool polisi Fernando, aku pun membuang tisu itu di tempat sampah dan kembali bergabung dengan polisi Fernando di atas kasur. "Dirapiin dulu Ndan," ujarku sambil kembali memasang celananya, sengaja menyentuh kontolnya yang tidak setegang tadi, lalu merapikan kembali PDL polisi Fernando. "Kok dirapiin sayang?"
"Saya pingin bikin Komandan muncrat pake PDL, tadi malam kan ga kelihatan. Boleh ya Ndan?"
"Apapun untukmu sayang," jawab polisi Fernando sambil merebahkan diri pasrah. "Aku pasrah kamu apa-apakan Roberto sayang."
"Siap Ndan 86!" Tanpa berlama-lama aku raih kontolnya dan kuremas-remas membuat polisi Fernando mengerang. "Ooohhh sayang..." Kuelus pula dadanya untuk memainkan putingnya walaupun tertutup berlapis kemeja PDL dan kaos dalamnya, namun aku masih bisa menemukan putingnya untuk kucubit. "Aaahhh..." Batang kontolnya dengan cepat kembali menegang; kuelus-elus kepala kontolnya dan erangannya bertambah keras. Sejenak kujepit batang kontolnya dengan tanganku dan kukocok-kocok dari luar celana PDL-nya. "Oooooohhhh... sayaannnggg... enakkkk... kamu pinter yaaa... mmmmhhhh... ssshhhh... ooh yeeesss... kencengin yangggghhhh... aaaahhh..." Kucium kembali polisi Fernando sambil kugenggam batang kontolnya dan kumainkan lubang kencingnya dengan jempolku bergantian dengan telunjukku. "Mmmmppphhh... nngggghhh... sssshhh... mmmmmggghhh..." polisi Fernando mengerang dalam ciumanku sambil menggelinjang keenakan. Aku bisa merasakan cairan precum mulai merembes di celana PDL-nya. Kulirik selangkangannya, batang kontolnya sudah tercetak sangat jelas di celana PDL-nya. Tak tega polisi Fernando tidak mendapatkan kenikmatan maksimal, akhirnya aku membuka resleting celananya dan mengeluarkan batang dan biji-biji kontolnya--ia harus membantuku mengeluarkan pistol kebanggaannya itu. Aku memosisikan diri agar aku bisa mengocok kontolnya dengan senyaman mungkin, sambil biji-biji kontolnya kuelus-elus agar dia tidak kehilangan kenikmatan. Setelah posisiku pas, kugenggam kontolnya dan kukocok-kocok. "Aaaaahhh... enak sayannggg... kencengin please... ooohhh... ah yeeesss... mmmmhhh..." Polisi Fernando kelojotan dengan kocokanku, padahal aku merasa kocokanku sebenarnya biasa saja. Mungkin dia memang suka dikocokin. Puas menciumi polisi Fernando sambil mengocok kontolnya, kini aku benar-benar fokus mengocok kontolnya. Kugunakan tanganku yang bebas untuk meraba-raba tubuhnya, termasuk tentu biji-biji kontolnya yang ranum itu. "Aaahhh... enak sayang... di situ... oooohhh... yeeesss... ffffhhhh... mmmhhhh..." Posisi polisi Fernando sebenarnya sangat membuat horny: tangannya terangkat pasrah di atas kasur mencengkeram apa saja yang bisa dia cengkeram, kakinya terbuka dan bergantian menggeliat di tempat, benar-benar pasrah diapakan saja. Kukocok kepala kontol polisi Fernando yang begitu mengilat itu hingga ia benar-benar menggelinjang di kasur. "Aaaahhh... enak sayangggghhh... ngggghhh... mau keluar sayanggghhh... mmmmhhh... kencengin pleaassseee.... mmmhhh..." Kukabulkan permintaannya: kupercepat tempo kocokanku pada kontol polisi Fernando. Hingga akhirnya...
"Oooooohhhhh..." polisi Fernando mengerang panjang dan tubuhnya mengejang. Aku menyaksikan semburan pertama pejuhnya keluar dari batang kontol polisi Fernando, cukup jauh hingga mengenai wajahnya sendiri. Semburan-semburan pejuh berikutnya tentu saja mendarat di tubuh polisi Fernando. Pejuhnya lumayan banyak juga, padahal tadi malam sudah kukeluarkan cukup banyak. Kuelus-elus kontolnya saat ia akhirnya berhenti berkedut memompakan pejuh polisi Fernando keluar. "Aaaaahhhh... enak banget sayang... makasih sayang..."
"Kotor Ndan bajunya," ujarku sambil bangkit mengambil tisu. "Ga pa pa sayang, bisa dicuci." Polisi Fernando terengah-engah menata nafasnya selagi gelombang orgasme itu mereda. Aku menyeka pejuhnya yang berceceran di seragamnya sebersih mungkin, kemudian kumasukkan lagi kontolnya ke dalam celananya. Setelah membuang tisu, aku menyusul rebah di sampingnya. Ia menciumku sekali lagi. "Makasih ya sayang, enak banget."
"Siap Ndan," ucapku. "Kapan-kapan kalau pingin lagi, kabari saja Ndan." Dengan nakal kuremas-remas kontolnya, namun ia tidak marah sama sekali.
"Roberto sayang, mau nggak kamu jadi kekasihku?" tanya polisi Roberto tiba-tiba. Pertanyaan itu menerpaku begitu tiba-tiba, aku tidak tahu bagaimana menjawabnya. "Ndan... kenapa?"
"Aku merasa sudah menemukan belahan jiwaku yang hilang sayang. Terutama sejak malam itu, saat kamu membuatku orgasme di jok belakang... walaupun aku tak bisa melihat wajahmu dengan jelas saat itu, aku bisa merasakan kehangatanmu. Kehangatan tanganmu saat meremas-remas kontolku, saat mengocok kontolku... dan sejak aku menemukanmu, aku tak bisa berhenti memikirkanmu. Aku... aku rasa... aku jatuh cinta padamu Roberto... aku tahu ini sulit dijelaskan, bahkan kita tidak pernah berinteraksi sebelum malam itu dan malam tadi, tapi aku tahu kau lah yang bisa mengisi kekosongan jiwaku..." Ia memelukku; aku bisa merasa tubuhnya menghangat, lebih hangat daripada tadi. Mungkin ia tegang sendiri setelah mengatakan hal itu. Hal-hal yang semestinya hanya dikatakan oleh seseorang yang benar-benar jatuh cinta. Tapi dia... dia jatuh cinta padaku? Benar, aku tak mengenalnya, baru malam tadi saja. Sekarang ia memintaku menjadi... pacarnya?
"Ndan..." Hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutku. Aku tak tahu harus menjawab apa.
"Aku tahu ini terlalu mendadak Roberto sayang, mungkin kamu mau memikirkannya dulu," sambung polisi Fernando sambil mengelus kepalaku. "Aku akan menunggu jawabanmu, sekalipun pada akhirnya jawabanmu adalah tidak dan itu akan membuatku patah hati, namun aku menghargai jawabanmu, apapun itu." Aku terdiam dan mencoba berpikir. Toh aku tidak punya siapa-siapa, orang tuaku sudah entah di mana, dengan keadaanku seperti ini pun bagaimana aku bisa menikah dan berkeluarga sebagaimana mestinya. Aku belum tahu watak polisi Fernando, namun sepertinya ia orang yang baik, terlepas dari kegiatan seksnya yang mungkin juga aku berperan andil membuatnya seperti sekarang ini. Ah, ternyata kenakalanku mengocok kontol polisi waktu itu mengubah nasib seseorang... "Ndan, kita jalani dulu saja ya. Semoga kita cocok."
"Iya Roberto sayang, aku akan menunggu jawabanmu," jawab polisi Fernando lembut.

Sisa hari itu berlalu begitu saja. Selagi menunggu hujan reda, aku pun mencoba menjalin relasi dengan ngobrol dengan polisi Fernando, untuk mengulik pribadinya lebih jauh. Aku orangnya sebenarnya supel dan suka memperluas wawasan, dan sepertinya polisi Fernando juga demikian. Dari sebuah humor ringan hingga pembahasan serius seperti politik dan situasi ekonomi sekarang, tak terasa petang pun menjelang dan hujan pun berhenti. Kami pun keluar mencari makan malam dengan mengenakan jaket karena polisi Fernando tentu saja tidak membawa baju ganti. Selepas makan, hujan rupanya turun kembali, sehingga polisi Fernando akhirnya terpaksa menginap di kosku. Malam itu berlalu dengan paduan kasih antara aku dengannya, dan kali ini aku aktif mengentot polisi Fernando dalam berbagai posisi, mulai dari doggy style hingga sekedar nungging biasa, dan polisi Fernando tetap berperan sebagai polisi yang pasrah, yang butuh pertolongan pertama pada gairah seksualnya. Malam itu kami keluar hampir bersamaan, semakin menguatkan pikiranku bahwa ialah yang sepertinya ditakdirkan untuk menemaniku. Walaupun begitu, aku masih belum memberikan jawaban pasti pada polisi Fernando. Biarlah malam itu berlalu dengan pelukan hangatnya, mengisi kekosongan hidupku selama ini.
Hari demi hari pun berlalu, aku pun terus menjalin hubungan baik dengan polisi Fernando. Ia semakin sering bertugas ke bank di ruko tempat aku berjaga. Kalau aku tidak dapat shift malam, maka malam itu berakhir dengan hubungan seksual antara aku dan polisi Fernando di kosku. Kalau aku dapat shift malam, sesekali ia menemaniku berjaga, dan sesekali kami memadu kasih di taman sepi itu. Beberapa bulan kemudian, akhirnya aku memberikan jawaban ya pada pertanyaan polisi Fernando, dan sejak itu kami tinggal satu kos. Bosku sempat bertanya-tanya apakah kami butuh kamar yang lebih besar, namun aku menjawab tidak perlu, sebelum akhirnya aku malah dikontrakkan rumah oleh bosku yang baik itu; bosku bahkan tidak bertanya bagaimana bisa aku tinggal dengan seorang polisi yang biasanya punya mes sendiri. Tentu saja aku membalas budiku dengan menyanggupi permintaan bosku saat membutuhkan tenaga, dan sesekali polisi Fernando membantu juga di waktu selangnya.

Kehidupanku jauh berubah setelah memberikan pertolongan pertama pada polisi.

Jumat, 16 Desember 2022

[Catatan Fei] Seragam polantas yang baru...

Halo semua,

Kesibukan Fei akhirnya berkurang menjelang akhir tahun ini. Semoga sempet menelurkan cerita baru hehehe...

Yang follow Twitter Fei (yang belum follow, follow aja yah di @feirdand) mungkin sudah pada tahu kalau Fei baru tahu seragam polantas berubah. Sejujurnya sih, Fei lebih suka seragam dan atribut yang lama, terutama kopelnya itu yang bikin horny hihihi... namun namanya perubahan akan selalu terjadi, yah mungkin Fei harus membiasakan diri dengan seragam polantas yang baru dan membuatnya juga sama hornynya dengan seragam lama. Cuma, untuk beberapa saat, tulisan Fei mungkin masih pakai skema seragam yang lama. Harap maklum ya...

Barangkali juga ada yang belum tahu, coba aja Googling. Perubahannya terutama atribut-atribut logam itu hilang sih, diganti bordir semua. Yang bikin Fei agak kecewa sih desain kopelnya yang baru, jadi nggak ada kepalanya yang mengkilat itu, kaya kopel plastik biasa. Itu biasanya yang bikin Fei horny banget sama polantas. Rasanya Fei bakal perlu pembiasaan diri dengan kopel yang baru supaya Fei bisa nulis cerita-cerita polantas dengan seragam dan atribut yang baru. Fei sebenarnya punya sebagian atribut lama, yang sebenarnya Fei galau mau dibawa atau tidak, karena Fei akan pindah ke luar negeri untuk menempuh studi lanjut. Ada yang tahu nggak kira-kira aman nggak ya bawa atribut-atribut (lencana, tanda pangkat, monogram, kepala kopel) itu di koper? Kalau mau main aman sih, Fei bisa ganti ke seragam baru, walaupun jadinya butuh beli-beli lagi deh. Hobi ini ternyata mahal juga ya hehehe...

Gimana menurut kalian seragam polantas yang baru? Lebih bikin horny atau lebih suka yang lama? Kasih tahu Fei di kolom komentar ya!

Jumat, 07 Oktober 2022

[Catatan Fei] Angan-Angan yang Tinggal Impian

Maaf ya semuanya, dulu memang Fei pernah janji tidak akan menulis catatan lagi di sini, tapi kali ini ada pengaruhnya (mungkin sedikit, mungkin banyak) sama tulisan Fei dalam beberapa waktu ke depan.

Beberapa yang follow Twitter Fei mungkin sudah tahu, per hari ini Fei melajang lagi. Pacar Fei, yang dulu pernah Fei tulis ceritanya, sudah tidak bisa dihubungi, mendadak lenyap begitu saja. Fei tidak akan cerita panjang lebar alasannya apa, karena tidak baik juga membicarakan keburukan seseorang, apalagi Fei sendiri bukan orang sempurna. Intinya sih, Fei akhirnya mendapat kebenaran yang selama ini entah ditutupi selama bertahun-tahun. Yah, inilah risiko LDR, Fei dulu berpikir dengan naifnya bahwa kalau saling percaya, LDR tidak jadi masalah. Ternyata kepercayaan Fei disalahgunakan, tidak hanya sebulan-dua bulan, namun sembilan tahun selama Fei berhubungan dia, dan delapan tahun selama Fei berpacaran dengannya. Karena sudah sebulan tidak ada kabar, akhirnya Fei yang memutuskan, supaya Fei juga tidak terombang-ambing. Kalau ada yang nanya, apa nggak dikasih waktu lagi aja kah, menurut Fei ini sudah cukup panjang waktunya. Sekalipun dulu katanya ditugaskan, paling lama beberapa hari saja dia tidak bisa dihubungi, setelah itu pasti kontak. Kali ini, kalau chat Fei hanya dibaca, atau bahkan akhirnya tidak sampai sama sekali selama sebulan, tentunya itu tidak normal. Tapi ya sudah lah, mungkin itu keputusannya, Fei juga harus menghormati.

Untuk itu, selama beberapa cerita ke depan, sepertinya Fei tidak akan menulis tentang tentara dulu. Mantan Fei, kalau yang dia akui itu benar, adalah seorang anggota TNI di ibukota sana. Fei tidak akan spill tepatnya jabatan apa, karena Fei sendiri juga mulai meragukan kalau selama ini yang Fei hubungi dan sayangi itu benar seorang tentara. Fei tidak tahu suaranya karena tidak pernah mau ditelepon, Fei tidak tahu apakah dia benar anggota karena dia tidak pernah mau menunjukkan KTA-nya (padahal setahu Fei kita berhak minta KTA untuk membuktikan seseorang itu benar anggota atau bukan). Ya sudah lah, itu kepolosan Fei yang dimanfaatkan seseorang. Semoga dia beroleh berkahnya sendiri.

Ke depan, Fei akan fokus pada usaha Fei untuk bekerja lebih giat dan bahkan mungkin akan menempuh studi lanjut. Selagi Fei punya waktu luang, Fei akan mencoba menulis cerita-cerita lain. Hanya saja, untuk beberapa saat ini Fei mungkin akan memilih cerita polisi lagi, karena Fei juga ada pengalaman kurang menyenangkan dengan (mantan) satpam. Fei juga belum tahu apakah akan mencoba lagi mencari pacar seorang anggota TNI atau Polri (yang terakhir ini bahkan semakin susah dicari), biarlah nanti takdir yang menuntun Fei. Cerita tentangnya yang pernah Fei tulis beberapa tahun tidak akan Fei hapus, toh Fei bisa membayangkan orang lain yang tidak nyata, dan cerita itu sendiri juga tidak nyata.

Untuk mantan pacar Fei, kalau kamu kelak baca ini, terima kasih atas kebersamaan selama sembilan tahun ini. Kita sudah berbagi suka duka, keluhan, canda tawa bersama, walaupun kamu tidak pernah menelepon aku, walaupun kamu tidak pernah video call aku. Saat aku ingin memadu kasih, yang paling baik yang bisa kulakukan hanya lewat chat saja, itu pun kita juga tidak pernah berbicara tentang seks. Sekarang aku tahu kenapa. Kita juga tidak pernah bertemu, namun mungkin ini yang terbaik untuk kita, karena aku jadi lebih mudah melupakanmu, sekalipun kenangan kita begitu banyak selama sembilan tahun ini. Terima kasih atas semuanya, aku tidak menyesal pernah mengenalmu, walaupun sekarang aku sendiri tidak akan pernah tahu kebenarannya. Apapun kebenarannya, biarlah hanya kamu yang mengetahuinya. Kalau kamu masih ingin memberikan kebenaran itu, aku akan tetap menerimanya, sekalipun aku sudah menerima kebenaran versiku sendiri. Namun, sudah saatnya aku melanjutkan hidup tanpamu, karena kamu sendirilah yang memutuskan untuk tidak lagi menghubungiku. Di mana pun kamu berada, semoga kamu sukses dengan kariermu dan studimu. Semoga kamu selalu rukun dengan istrimu dan berbahagia selalu, termasuk dengan anak-anak dan cucu-cucumu kelak.

Andaikan kamu bukan seperti yang kamu ceritakan selama ini, siapapun kamu sebenarnya, semoga kamu juga beroleh hikmahnya kelak. Aku telah mendapatkan pelajaranku sendiri, dan aku yakin Tuhan akan memberikan yang lebih baik untukku.

Selamat tinggal sayang. Kini kau tinggallah fantasi Fei yang perlahan-lahan akan memudar dari impian Fei.

Sabtu, 10 September 2022

Persahabatan atau Cinta?

Cerita ini hanyalah rekaan semata, kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka. PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Sebagian bilang, ini hanya persahabatan antara dua pria dewasa biasa. Sebagian lagi bilang, ini cinta.

Menurutku? Mungkin dua-duanya, namun mungkin kah?

Namaku Fajar, umurku 30 tahun. Aku saat ini bekerja sebagai seorang programmer di salah satu perusahaan terkemuka. Sifat dari pekerjaanku memungkinkan aku untuk tidak sering berada di kantor, bahkan aku boleh bekerja dari mana saja. Terdengar menyenangkan? Nggak juga sebenarnya. Sekali-kali aku tetap ngantor untuk melakukan sesuatu yang lebih genting, terutama misalnya waktu koneksi Internetku payah (walaupun aslinya aku juga tidak bayar sih, jadi nggak bisa protes juga).

Mungkin yang terdengar menyenangkan bagimu adalah aku tinggal dengan seorang polisi. Hah, kok bisa, tanyamu? Mengisahkan hal itu bisa jadi satu cerita utuh, intinya ayahku yang punya kenalan seorang perwira polisi meminta anaknya yang baru saja merintis karir sebagai polisi juga untuk menemaniku di kota besar ini. Kami memang sudah dekat betul layaknya saudara, jadi aku sih tidak keberatan, toh aku juga sudah kenal baik dengan David, si polisi yang akan tinggal bersamaku. Kebetulan juga aku dari keluarga mampu dan sudah banyak juga dibantu oleh Om Chandra (kenalan ayahku) ketika banyak masalah, jadi aku sih tidak keberatan David tinggal bersamaku. Karena sebetulnya diam-diam aku mengagumi David juga.

Secara seksual? Mungkin ya. Tapi, selama kenal dengan David, aku belum pernah menyinggung hal itu sama sekali. Dia orangnya supel dan pengetahuannya luas, suka belajar. Bahkan beberapa kali dia minta aku mengajari caranya buat program. Tentu aku tidak keberatan, dan bahkan dengan bantuan Om Chandra aku pun beberapa kali mendapat proyek dari kepolisian (tentu saja dengan membawa bendera kantorku, supaya aku tidak dituduh KKN, walaupun ya memang ada sedikit faktor itu sih). Jadi, aslinya aku juga banyak bergaul dengan polisi karena proyek-proyek IT ini. Kadang-kadang aku ngantor di kantor mereka ketika harus memasangkan program dan melatih para perwira polisi (atau bahkan sekedar bintara). Tapi, ya, sejauh ini tidak ada hubungan istimewa apa-apa sih dengan mereka. Beberapa memang akhirnya bersahabat denganku, tapi ya tidak sampai ke jenjang lebih lanjut. Aku juga tidak melihat ada yang pedekate denganku. Mungkin karena secara fisik aku kurang menarik? Aku tidak berperawakan atletis, tidak terlalu tinggi, berkaca mata pula. Kelihatan banget kaya seorang geek. Untungnya sih David tidak melihatku seperti itu.

David sendiri sekarang berusia 28 tahun. Seingatku dulu dia masuk Polri melalui jalur lulusan S1. Kariernya cukup bagus karena dia cekatan dan inisiatif dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Tahun lalu kalau tidak salah dia baru naik pangkat menjadi seorang AKP. Yang aku herankan, dia suka kerja lapangan sehingga memilih menjadi anggota satlantas. "Gua kaga betah duduk lama-lama depan komputer kaya lu Jar," jawabnya ketika aku pernah iseng-iseng menanyakan hal itu. Om Chandra bukan di bagian lantas padahal, di reskrim. Mungkin supaya dia bisa lepas dari bayang-bayang ayahnya.

Di apartemen ini, hanya ada aku dan David. Apartemenku sendiri cukup luas, dengan satu kamar tidur utama dan satu kamar tidur tamu. Tapi David sendiri tidak mau kalau tidur sendiri. "Kebiasaan Jar, lu tahu sendiri kan rumahku dulu kecil, jadi aneh aja rasanya kalau gua tidur sendirian." Aku tidak terlalu memusingkan hal itu sih, toh dia sudah kuanggap adikku sendiri. Selain sebetulnya asyik juga mengamati badannya ketika dia tidur, hahaha... walaupun kamar tidur ini ber-AC, dia tidur hanya dengan kaos singlet dan celana dalam. Badannya OK banget untuk standarku. Bonggolan kejantanannya? Besar juga. Kalau kau tanya apa aku pernah memegangnya, oh tentu! Biar kuceritakan dari awal.

Di masa-masa awal aku tinggal bersama dengan David, tentunya perlu beradaptasi dengan kebiasaan masing-masing. Memang sih aku beberapa kali pernah menginap di rumah Om Chandra dan sekamar dengan David, tapi kali ini kan kami tinggal bersama. Maka lambat laun mulai terbukalah beberapa kebiasaan kami berdua yang sebelumnya mungkin tidak pernah diketahui sebelumnya. Aku sudah tahu kebiasaan tidurnya dengan kaos singlet dan celana dalam saja. Rupanya, dia tidak terbiasa tidur dengan AC, sementara aku suka kamarku dingin. Waktu itu sudah cukup larut malam dan kami sudah mulai bersiap tidur. "Eh Jar, ada selimut lagi kaga?" baru saja aku mau mematikan lampu kamar, David bertanya begitu.
"Ada sih. Lu kedinginan ya? Sok pake singlet sama CD doang sih!"
"Hahaha lha habis gimana dong Jar, udah kebiasaan dari sononya nih!"
"Ni selimut perasaan udah gede, tebel, anget deh Vid."
"Iya, masih dingin nih..."
"Makanya pake piyama dong!" Ups, aku lupa kalau dia tidak terbiasa pakai piyama. Aku sih dari kecil sudah pakai piyama sebelum tidur.
"Ogah! Mending gua pelukan lu aja ya Jar sambil bobo? Ya ya?"
"Anjay homo lu Vid, hahaha..." Saat itu tentunya aku tidak tahu apakah David normal atau tidak, tapi gurauan-gurauan seperti itu sudah biasa sekali bagi kami. Pelukan? Pernah, tapi bukan pelukan mesra. Pegang anu? Pernah juga, tapi hanya main-main. Tidur seranjang? Sering. Tapi kalau sampai melanjutkan ke "itu", bahkan sekedar coli bareng, belum pernah sih... mungkin ini kesempatanku?
"Ga lah Jar, masa gitu aja homo sih? Cewe aja isa pelukan, masa kita cowo ga boleh? Lagian di kamar juga, ga ada yang liat!"
"Iya sih..." aku pura-pura jaim, padahal jantungku sudah berdebar-debar nggak karuan. Dia minta pelukan sambil tidur? Wow! "Ya udah, malem ini aja ya Vid? Kalau besok kedinginan AC-nya kumatiin aja deh."
"Eh jangan, ntar lu ga bisa bobo! Gua yang adaptasi aja lah Jar. Gua ni beruntung banget bisa ikut tinggal sama lu, menikmati semuanya gini Jar. Lu tau kan gua cuma polisi biasa, ngontrak aja cuma bisa dapet yang kecil, eh sama bokap lu malah disuruh tinggal di apartemen!"
"Eh udah Vid, jangan dibahas ah." Aku duduk di samping David yang kini juga duduk di atas ranjang. "Bokap gua udah banyak hutang budi sama bokap lu, udah sering dibantuin di masa-masa sulit. Kalau ini yang bisa gua balaskan budi bokap lu, maka gua fine-fine aja kok. Lu udah kaya adik gua sendiri Vid. Ga boleh sungkan, OK?"
"Makasih ya Jar." Entah kenapa mendadak mata David berkaca-kaca. "Anjay lu ini polisi bukan? Pake cry cry bawang bombay, hahaha..."
"Gua bakal bantuin sebisa gua ya Jar. Bayarin listriknya atau apa gitu... beliin makan..."
"Eh Vid, no worries, itu biar aku aja yang handle semua. OK?" Di atas kertas tentu saja gajiku jauh lebih besar dari gaji David. "Ini balas budi keluarga gua ke keluarga lu. Lu need something, let me know, OK? Sini titiku sayaaaaang, hahaha..." Yes, David ada keturunan Cina dari ibunya. Aku pun memeluk dan mengelus-elus punggungnya sementara David malah terisak. "Enjoy this life, David. Kamu ini polisi yang baik, papamu apa lagi. Sudah selayaknya aku balas budi." Beberapa saat aku membiarkan David menenangkan diri dalam pelukanku. "Dah ah, ayo tidur! Lu besok dinas pagi kan Vid? Seragam udah lu bawa semua ke sini kan?"
"Udah kok." David menunjuk ke gantungan baju di ujung ruangan. Iya, ada seragamnya yang sudah lengkap dengan berbagai atributnya di sana.
"Sepatu? Sabuk? Kopel? Borgol? Pistol? Topi? Buts?"
"Ah lu ini cerewetnya sama aja kaya bonyok gua!" David memprotes, lalu kami berdua tertawa ringan.
"Yaaa kan ini kali pertama lu tinggal jauh dari bonyok kan? Kali aja ga biasa."
"Iya sih Jar. Lu dah biasa ya?"
"Iya..." Orang tuaku memang orang tua yang sibuk. Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kalinya aku bercengkerama dengan mereka. Mungkin itu juga maksudnya ayahku meminta David untuk menemaniku di apartemen yang besar ini. Supaya aku tidak merasa sendirian. "Lu dinas jam berapa besok Vid?"
"Biasa Jar, apel pagi jam tujuh."
"Kalau mau sarapan besok ambil sendiri ya Vid di kulkas. Kalau mau sarapan yang modern dikit, ada roti sama selai di pantry. Kalau ga doyan, ada sisa makan tadi, tinggal dipanasin. Lu udah bisa kan nyalain kompornya?"
"Tadi udah ngeliatin lu sih Jar."
"Kalo ga bisa bangunin gua aja Vid. Ntar meleduk kompornya malah berabe!"
"Yakin lu udah bangun jam segitu?"
"Yeee kan namanya juga bangunin. Dah yu tidur! Jadi pelukan kagak?"
"Yuk deh." Maka aku pun mematikan lampu dan naik ke ranjang. David memelukku dari belakang. "Anget Vid?"
"Anget Jar."
"Ya udah, tapi tangan lu jangan ke mana-mana ya! Tanggung jawab kalau ada yang bangun!"
"Siap komandan, 86!" Sialnya, dia mendaratkan tangannya ke dadaku! Aku mencoba diam saja dan pura-pura bersiap tidur, walaupun sebenarnya jantungku berdegup tak karuan. Badan David begitu hangat memelukku dari belakang, dan tentu saja bagian pribadinya menyentuh pantatku. Sepertinya agak keras sih, tapi mungkin hanya perasaanku saja...

Aku tidak ingat jam berapa saat aku sedikit terbangun malam itu dan dengan samar-samar diterangi lampu tidur yang temaram, menyadari bahwa sekarang David memelukku dari depan. Sejak kapan ya... Kuamat-amati wajahnya. Ganteng juga David ini. Dia sepertinya sedang tertidur pulas. Nafasnya sesekali menerpa wajahku, hangat. Kupeluk kepalanya ke dadaku. Dia sedikit bereaksi namun tidak sampai terbangun. Aku sedikit penasaran dengan sesuatu, semoga tidak membuatnya terbangun.
Aku sedikit beringsut dan perlahan-lahan mengarahkan tanganku ke selangkangannya. Sedikit terkejut karena aku bisa merasakan batang kemaluan David yang keras, tapi kemudian aku ingat sesuatu
Memang begitu ding kalau cowok sedang tidur. Berarti yang ditulis di artikel itu memang benar ya. Sayang, karena aku sendiri ngantuk berat, hasratku untuk sedikit memainkan batang kemaluannya masih dikalahkan oleh kantukku. Maka aku pun memilih melanjutkan tidurku. Kapan-kapan saja deh. Ini baru hari pertama, jangan sampai David tidak mau lagi tinggal bersamaku hanya karena aku sudah memainkan kemaluannya di hari pertama.

Aku membuka mataku dengan malasnya di keesokan paginya. Kamarku masih agak gelap karena gorden masih tertutup dan AC masih menyala, namun tentu saja David sudah tidak ada di sampingku. Berarti sudah jam tujuh lebih ya. Aku melirik ke jam digital di meja samping ranjangku... pukul tujuh lebih. Aku kembali tidur sejenak sebelum akhirnya pukul delapan pagi alarmku berbunyi. Dengan malasnya akhirnya aku bangun--sebenarnya aku diperbolehkan bekerja kapan saja, tapi biasanya aku mengikuti jam kerja kantor, walaupun satu jam lebih lambat. Aku bangkit dan menuju kamar mandi untuk meringankan beban di kantong kemih sebelum aku menyadari bahwa celanaku basah. Eh? Aku tidak ingat sama sekali tadi malam mimpi basah... masa ngompol ya? Kuamati kembali celana dan selangkanganku... iya benar spermaku di sana. Masa keluar sendiri gara-gara tidur pelukan sama David? Atau dia mainin? Tapi nggak ingat juga sih... ah biarlah. Sebetulnya aku jarang mimpi basah karena beberapa hari sekali aku selalu coli. Itu juga yang belum sempat kupikirkan: bagaimana aku bisa coli di kamar sekarang kalau ada David ya?
Hari itu kulalui dengan cukup biasa. Aku pernah tinggal di apartemen ini sebelumnya, dan sekarang sepertinya aku akan tinggal permanen di sana. Kulkas sudah terisi penuh dengan bahan-bahan makanan yang kurasa cukup untuk seminggu lebih. Karena jarang bertemu orang tua, aku belajar masak otodidak, paling tidak cukup untuk membuatku bisa makan sehari-hari. Hanya saja karena kemarin pindahan dan terlalu capek, malamnya aku beli makanan untuk aku dan David. Sore hari, sekitar pukul lima sore aku mulai menyiapkan masakan untuk makan malam. Aku tidak terlalu hafal kesukaannya, tapi kata David dia mau makan apapun yang kusiapkan, jadi sore itu aku menyiapkan satu lauk sayur dan satu lauk daging. Aku belum tahu pola jam kerjanya, tapi menurutku sebaiknya makanan sudah siap untuknya supaya bisa langsung makan saat pulang. Eh aku kok jadi seperti istrinya ya, hahaha...
Benar saja, sekitar pukul enam petang David pulang. "Kenapa lu basah kuyup gitu Vid?" tanyaku keheranan karena David memang keringatan di sana-sini.
"Gila, capek ya naik tangga ke lantai 20!" jawabnya ngos-ngosan. "Ya bagus untuk latihan fisik sih, tapi ga biasa aja Jar."
"Lu. Naik. Tangga. Ke. Sini?????"
"Iya Jar." Tawaku langsung meledak dengan hebohnya sampai perutku sakit. "Ya ampun David David... sori gua lupa beneran! Lu mestinya bisa naik lift! Kemarin udah daftarin sidik jari di manajemen kan? Bayangin kalau unit kita di lantai 40, yakin lu masih mau naik tangga pergi pulang??? Lagian itu kan tangga darurat Vid! Bukan tangga umum!"
"Gua lupa bawa kartu buat masuk ke area lift Jar. Tengsin gua."
"Yaelah lu ngapain tengsin! Ntu di bawah ada security kan? Minta bantuin ke sini dong!"
"Nah gua lupa nomor kamar... eh apa sebutannya?"
"Nomer unit? Hahaha Vid Vid... biasain gih tinggal di apartemen!"
"Iya Jar, lu kan tahu sendiri gua biasanya di rumah... nginep hotel mewah aja kagak pernah! Ini udah kayak hotel mewah aja tinggalnya!"
"Ya udah, apalin nomer unit kita ya. D2020. Gampang kan? Itu maksudnya kita di tower D, lantai 20, nomer 20. Gitu!"
"Oooo ya ya Jar, gampang ya ternyata. Besok-besok kalau gua ga bawa kartu gua minta security dah!"
"Iya, itu salah satu tugas mereka kok Vid. Ga usah sungkan! Yang ada ntar mereka yang sungkan sama elu, liat seragam lu! Hahaha..."
"Iya Jar, gua rada risih banget tadi, semua security yang lewat tau-tau ngasih hormat ke gua! Eh gua ni apaan, masih polisi junior juga!"
"Tapi lu kan mulai merangkak kan Vid," ujarku sambil menepuk-nepuk punggungnya. "Gua yakin lu pasti sesukses bokap lu. Lu laper kan? Udah gua siapin makan tuh!" Bersamaan dengan itu, terdengar suara gemerucuk dari perut David. "Hahaha tuh kan, pak polisinya laper! Makan dulu sana!"
"Siap Ndan, 86!"

Setelah makan malam, aku mengajari David hal-hal yang perlu dia biasakan selagi tinggal di apartemen ini. Mulai dari menyuruhnya untuk memasukkan kartu akses ke dompet, menyuruhnya untuk mencoba menggunakan lift, dan lain hal. Dia cukup bersemangat mendengarkan penjelasanku; tentu saja ini pengalaman baru baginya tinggal di apartemen yang cukup mewah. Mungkin terdengar sangat janggal bahwa seorang polisi bisa tinggal di apartemen semewah itu, tapi bagiku David layak mendapatkannya.

Dan mungkin dia akan mendapatkan pengalaman baru lainnya? Bersama dengan cerita-cerita asyik lainnya yang kamu bisa baca di blog Fei's Fantasy sepuasnya tanpa harus bayar? Kurang seru apa tuh! Eh, kamu malah bayar buat baca cerita ini? Ga pake lama, langsung minta refund dan laporkan cerita plus author-nya yah!

Beberapa hari kemudian, David sudah mulai terbiasa dengan kehidupan barunya di apartemen itu. Sedikit-sedikit kuracuni juga dia dengan beberapa gaya hidup mewah yang biasanya kunikmati, namun tentunya tidak berlebihan juga. Dia mulai memanfaatkan membership gym gratis yang kuperoleh--toh aku tidak suka nge-gym. Makan? Terjamin. Hiburan? Ada TV kabel dan internet cepat. AC? Bisa dia nyalakan kapan saja kalau kegerahan. Hanya saja, kebiasaan tidurnya tidak berubah. Dia tetap tidur dengan kaos singlet dan celana dalam saja, dan terus memelukku ketika tidur. Aku nggak risih sih, malah senang-senang saja tidur dipeluk polisi, hahaha...
Sampai suatu hari...
Sore itu, David pulang dengan muka kusam. Tentu saja aku menyadarinya. "Lu kenapa Vid?" tanyaku. "Ada masalah di kantor?"
"Nggak Jar." Dia duduk di sofa tengah, masih lengkap dengan seragamnya, yang dia lepas hanya helmnya (entah kenapa kok nggak ditaruh di motor saja). "Tapi lu jangan ketawa ya."
"Ga lah, gua takut ketawa. Muka lu kusut gitu!"
"Tadi kan ada razia Jar. Nah ada yang kurang a, Jar." Eh sempat-sempatnya dia bercanda gitu! Dia paling suka menggodaku seperti itu, karena hanya dia yang memanggilku "Jar".
"Kurang ajar gimana Vid? Ada ya yang berani sama polisi?"
"Banyak Jar! Emak-emak terutama, duh mati kutu gua kalau jelasin ke emak-emak yang seenaknya sendiri bawa motor! Yang lampu sen salah lah, yang nyelonong jalur lah, yang ga pake helm lah!"
"Lalu, yang kurang ajar tadi emak-emak?"
"Untungnya kagak. Kalau emak-emak, bisa pingsan duluan gua, hahaha..."
"Terus lu dikurangajarin gimana Vid?"
"Tadi kan gua pas lagi sendirian waktu razia surat. Anak buah gue lagi rehat bentaran. Nah ada satu motor yang pas spionnya ga ada satu, jadi gua pinggirin lah. Gua cek surat-surat, biasa kan? Eeeh pas gua ngecek itu surat-surat, yang punya motor, tau-tau nyelonong pegang kontol gua!"
"Hah?? Serius lu Vid?"
"Kalau gua becanda mah gua kagak pulang muka kusut gini Jar! Iya kalau lu gitu pegang kontol gua, kita mah udah kenal lama! Lha ini orang, kenal aja kagak, bilang permisi aja kagak, eh ga ada geledek ga ada ujan, main pegang kontol aja!"
"Terus, lu apain Vid?" Sebenarnya aku agak tertegun juga. Apa nggak salah dengar ya? Tadi dia bilang aku boleh pegang kemaluannya?
"Ya gua tegur baik-baik awalnya Jar. Eh dianya senyum-senyum aja, malah mau pegang lagi. Ya udah, gua tahan surat-suratnya, gua suruh ambil ke polsek besok, tapi ga nemuin gua. Berani macam-macam dia pegang kontol di polsek, nyaho ntar, hahaha... Gila aja berani betul dia, di pinggir jalan loh tadi! Ga tau dah ada yang liat kagak..."
"Ya lain kali waspada aja Vid. Dunia tambah aneh sekarang ini, hahaha... salut bos, berani pegang kontol polisi! Gua aja kagak pernah pegang punya lu!"
"Lu mau pegang Jar?" mendadak David menawarkan.
"Eh? Serius?"
"Kapan lagi lu bisa pegang kontol polisi, hahaha..."
"Serius Vid lu nawarin gua pegang kontol lu?"
"Serius Jar." Nada bicaranya mendadak berubah. "Gua ga tau ya apa ini karena kita udah sohiban deket banget sampai lu udah kaya kakak gua sendiri... bahkan lu udah bantu gua hidup kaya gini sekarang. Kalau emang gua bisa kasih kontol gua ke lu, why not?"
"Yakin Vid? Lu... homo?" Agak kusesali pertanyaan itu meluncur dari mulutku. David malah tertawa bebas mendengarnya. "Mungkin kali ya Jar? Lu kan tau sendiri gua gagal mulu sama cewe. Tapi kan ga selalu juga Jar cowo yang pegang-pegangan kontol itu homo!"
"Yaaaa... biasanya mah gitu kata para cowo..."
"Gua ga masalah Jar kalau sama lu. Gua kan tidur juga selalu meluk lu. Mungkin gua... ada penasaran juga sih sama yang namanya kontol..." Aku agak kaget juga mendengarnya. Belum pernah David berbicara hal sampai seintim itu. Aku juga tidak pernah melihat David nonton film porno, atau coli. Aku sendiri juga sampai lupa coli, dan setelah kupikir-pikir dengan percakapan ini, aku agak bergairah. "Ya kalau orang tadi sih gua kaget aja, di depan umum berani-beraninya."
"Ya kalau lu ngizinin sih Vid..." Aku pun menggeser posisi dudukku mendekati David. "Tapi jujur aja Vid, gua sungkan sama lu."
"Kenapa Jar?"
"Yaaa... lu gua kan jarang juga becanda sampai pegang-pegang kontol..." David tergelak mendengarnya. "Iya sih Jar kita jarang gituan, ntar kalau bonyok liat gimana? Kamar gua dulu juga kecil gitu. Kalau sekarang kan kita tinggal berdua aja, hahaha. Dah ah, lu pake sungkan-sungkan segala!" Diraihnya tanganku lalu dibimbing dan ditaruhnya di atas selangkangannya. "Tuh Jar, kontol gua." Aku pun mengelus-elus kontol David. Jantungku berdegup kencang; mimpi apa aku semalam? "Vid..."
"Jar... eh gua mau bilang sesuatu. Lu jangan marah ya."
"Kagak lah kalau sama lu," ujarku sambil mengelus-elus kontolnya. Aku baru kali ini mengelus celana seorang polisi; ternyata kainnya enak juga. "Udah ngaceng lu Vid?"
"Dikit, hehehe..." David tersipu malu, namun tidak mengalihkan pandangannya dariku maupun dari tanganku. "Jar... gua..." Sejenak ia ragu, namun akhirnya menyelesaikan kalimatnya. "Gua kapan hari ngocokin kontol lu sampe muncrat. Pas lu masih tidur." Sejenak aku tertegun. "Ooo pantesan kapan hari gua bangun kok celana gua basah Vid... gua ga inget mimpi apaan sampai ngecrot. Lu ya ternyata biang keladinya! Dasar, hahaha..."
"Iya Jar, sori banget ya. Gua... penasaran aja..."
"Yaelah no worries Vid! Gua aslinya juga penasaran sama kontol lu, tapi gua takut lu ga suka, lu tersinggung, atau laporin bonyok."
"Kagak Jar. Gua kurang ajar banget kalau ngelakuin itu. Dari dulu gua penasaran emang ama yang namanya kontol. Gua takut aja kalau sama temen-temen, soalnya ya itu, pegang apa dikit ntar dibilang homo lah, lo lonte lah... makanya gua simpan sampai akhirnya ternyata kita malah tinggal bareng. Tapi gue juga ada salahnya sih Jar, gua ga bilang-bilang lu. Kudunya kontol kan itu bagian pribadi lu, masa gua tiba-tiba main pegang, main kocok, eh sampai lu ngecrot juga. Sori banget ya... lu ga marah kan?"
"Vid. Gua ngapain marah sama lu. Jujur aja, gua juga penasaran sama kontol lu sejak lu peluk-peluk gua tiap tidur. Nah sekarang, kita udah jujur satu sama lain, kan lega Vid? Lu bisa mainin kontol gua kapan pun lu pingin."
"Lu juga Jar. Mainin kontol gua kalau lu mau. Lu minta gua main masih pake seragam polisi, gua ladenin."
"Sumpah lu Vid?"
"Kapan lagi lu bisa mainin kontol polisi Jar, hahaha..." Aku pun meremas-remas kontolnya selagi David tertawa. "Aaaaaaa... Enak Jar..."
"Gede kontol lu Vid... lu kapan terakhir coli?"
"Kapan ya... sebelum kita tinggal bareng pokoknya. Gua ga berani coli kapan hari."
"Hahaha... malu ya... sekarang kita bisa coli tanpa sungkan Vid!"
"Coliin gua dong Jar..." Aku masih terus mengelus-elus kontol David yang semakin mengeras dan mulai tampak tercetak di balik celana dinasnya itu. "Sumpah, ini kontol atau pentungan polisi sih Vid?"
"Lah itu emang kontol polisi kan Jar, hahaha....aaaaaahhh... sumpah Jar, udah lama banget aku kepingin ini..."
"Kepingin dicoliin?"
"Iya Jar... dicoliin pas gua masih seragam polisi... gua kaya berasa ga punya kuasa banget... biasanya gua take control di lapangan, tapi sekarang kontol gua dikontrol orang lain... bikin gua bergairah banget Jar... polisi diperkosa..."
"Keras banget batang lu Vid..." Kuelus-elus batang kontolnya yang miring ke paha kirinya itu. David mendesah pelan. "Coliin Jar, please..."
"Siap Ndan, 86!"

Setelah puas mengelus-elus batang kontolnya dari luar, aku pun langsung membuka resleting celana PDL David. Kurogoh ke dalam lubang celana yang menganga di hadapanku itu dan aku berusaha menurunkan celana dalamnya. Agak sesak di dalam sana. Setelah berusaha beberapa lama, akhirnya David sendiri yang mengeluarkan batang kontolnya. "Gileeee Vid... kontol lu gede amat... nyodok memek bisa pingsan yang disodok nih!"
"Hahaha... ga tau ya Jar, gua kok agak gimana gitu sama memek... pernah nonton bokep sih, kok kerasa jijik ya ngeliatin memek di-close up... tapi gua langsung ikutan ngaceng kalau liat kontol ngaceng."
"Berarti kayanya lu homo sih Vid..."
"Kali ya Jar? Kalau lu gimana?"
"Ah gua mah mana ada cewe yang suka! Boro-boro dikasih liat memek, liat gua aja udah kabur duluan!"
"Tapi lu masih ngaceng kalau liat bokep? Liat memek?"
"Kagak selalu sih... kalau yang lebat bulunya gua jijik juga Vid. Kalau polosan baru deh..."
"Gua jijik semuanya Jar, hahaha..."
"Ya udah, ga masalah lu ga doyan memek gua doyan, yang penting kita dua-duanya doyan kontol." Kukagumi batang kontolnya yang raksasa itu. Panjangnya mungkin sekitar 17 cm dan tebalnya 5 cm. Kontolnya sudah disunat dan kini sudah mulai mengeluarkan cairan bening tanda David sudah terangsang berat. Tanpa sungkan-sungkan lagi kukocok batang kontolnya. "Aaaaahhhh... Jaaaarrr..."
"Enak Vid?"
"Enak Jar... jadi gini ya rasanya dikocokin..." Aku menggeser dudukku lebih dekat dengan David dan dia pun merangkulku, selagi aku mengocok kontolnya. Erangan dan desahannya masuk langsung ke telingaku, membuatku ikut terangsang. Kuamat-amati wajah David selagi aku mengocok kontolnya. Kurasa David begitu tampan bagiku malam ini, terbalut seragam dinasnya yang ketat, dan sedang merem melek menikmati kocokanku. Entah mengapa aku mendadak merasa begitu sayang dengan David. Apa mungkin ini namanya... cinta? Jujur saja aku belum pernah merasakan cinta selama ini. David pun mulai memainkan tangannya di atas celana rumahku yang longgar itu. Ah semoga ini bukan mimpi... tapi bagaimana ini mimpi kalau aku merasakan hangatnya tangan David menggenggam dan mengocok kontolku... "Jaaaarrr... aaahhh... enak banget gila Jaaaarrr... mmmmhhh... dikit lagi gua ngecrot Jar..."
"Yah cepet amat Vid? Gua belum puas nikmatin kontol lu..."
"Abis enak banget kocokanmu Jar... gua kan juga ga ngocok berapa lama nih... besok-besok mainin lagi aja kontol gua Jar... kocokin lagi plisss..."
"Ntar muncrat kena seragam lu Vid?"
"Woles Jar, lagian ini kan nanti pasti gua cuci. Kan ada lagi di lemari. Lu ga pingin liat polisi berlumuran pejuh kah, hahaha..."
"Wah dasar lu Vid, piktor juga lu ya ternyata! Gua aja ga pernah bayangin yang gituan, hahaha... lu cari gih temen lu polisi yang mau dimainin juga! Kali-kali aja kita bisa main bertiga, hahaha..."
"Ntar pelan-pelan gua coba cari deh Jar, kali-kali aja ada."
"Ada kayanya Vid, buktinya lu! Cuma kan kudu keep secret ya."
"Iya. Jar, jangan kasih tau bonyok gua ya. Atau siapa-siapa."
"Beres Ndan, rahasia lu aman sama gua. Ngapain juga gua sebar-sebar rahasia lu, nanti banyak yang rebutan sama lu! Gua ga rela aja lu digerayangin homo-homo ga dikenal, hahaha... lagian kalau ada apa-apa nanti gua tanggung jawab gimana sama bonyok lu Vid!"
"Iya si Jar, makanya gua juga ga berani aneh-aneh..."
"Dah ah, gua ngecrotin lu dulu Vid! Lemes lagi kan tu kontol lu..." Kukocok-kocok kembali kontolnya yang agak berkurang ketegangannya karena percakapan tak diduga itu. "Aaaaahhh... Jaaarrr..." Dengan cepat kontol David kembali mengeras, dan sepertinya tak lama lagi dia akan orgasme.
Benar saja. Tak menunggu terlalu lama, David sedikit mengejang. "Oooohhh... gua mau ngecrot Jaaarrr... " Kuhentikan kocokanku dan kuletakkan batang kontolnya di atas kepala kopelnya. "Kok udahan Jar... tanggung..." Aku hanya tersenyum, lalu kugesek-gesekkan batang kontolnya di kepala kopelnya sambil tetap kukocok. "Aaaaaahhh... Jaaaaarrr... Jar... gua... gua..."
David tidak pernah menyelesaikan kalimatnya karena saat itu ia akhirnya orgasme.
Croooottt...
Aku terkagum dan tertegun melihat orgasme David. Muncratan pertama itu cukup pelan, hanya mengalir membasahi kopel dan kemeja coklatnya di daerah perut. Muncratan berikutnya, karena aku melepas tanganku, maka batang kontol David meregang bebas di udara, berkedut lalu menembakkan begitu banyak cairan pejuh yang kental cukup tinggi di udara, lalu mendarat di dagu David. Langsung kupegang kembali batang kontol David agar tidak menembakkan pejuh itu ke mana-mana, walaupun akhirnya berceceran di kemeja David. "Gilaaaa... banyak amat pejuh lu Vid!" Aku tidak sampai menghitung berapa kali dia muncrat, bahkan setelah kuletakkan batang kontolnya di atas kepala kopelnya, sepertinya masih ada pejuh yang mengalir keluar.
"Gua udah lama ga ngecrot Jar. Apalagi lu yang coliin. Nikmat abis! Makasih ya Jar." Mendadak David bersemu malu.
"Yoi Vid, bilang aja kalau lu butuh pelepasan. Pasti gua bantu lagi, hahaha..."
"Gantian gua coliin lu Jar."
"Eh bersihin dulu tuh pejuh lu, ntar kena macem-macem di seragam lu!"
"Biarin dulu Jar, gua punya lagi kok."
"Ah lu ini..." Entah apa yang mendorongku, aku pun mendekat dan menjilati perlahan-lahan pejuh David di sekujur tubuhnya. Mulai dari dagunya, kujilat pejuh David yang mulai meleleh dan menetes jatuh ke seragamnya. Rasa getir bercampur asin menerpaku; sejenak aku kewalahan dengan rasa itu. Agak mirip telur mentah. Namun semakin lama aku mengecapnya, aku mulai menyukai rasa pejuh David. Kulanjutkan saja perlahan-lahan menjilati pejuhnya yang masih tersisa di seragamnya. David tidak bersuara sama sekali selama aku melakukan itu, hingga akhirnya aku sampai di kepala kopelnya. "Biarin aja Jar, ntar lu keracunan jilatin kopel gua, hahaha..."
"Ngaceng lagi lu Vid?" godaku sekilas karena aku melihat batang kontolnya agak mengeras kembali.
"Ngeliatin lu jilatin pejuh gua Jar. Gila gua kaya berasa powerless abis... bikin nafsu gua naik lagi..."
"Lu submissive kayanya Vid."
"Apa itu Jar?"
"Ya artinya lu pasrah aja mau diapain gitu Vid."
"Kali ya Jar. Gua kan biasanya nyuruh anak buah mulu, atau tegas nyuruh orang supaya patuh aturan lantas. Tapi buat urusan bawah, gua mau diperintah, gua mau disuruh."
"Hahaha siap komandanku! Makan yuk!"
"Lu gimana Jar? Ga ngecrot juga?"
"Ah gampang Vid, malam masih panjang! Gua laper nih! Yuk!"

Maka malam itu pun seakan menjadi milikku berdua. Fajar dan David. Setelah makan malam, kucarikan David artikel tentang dominance-submission, dan dia manggut-manggut saja. Dia pernah mendengar tentang BDSM, namun tidak pernah menyangka bahwa dia akan mengalami sendiri denganku. Aku sendiri bukan penggemar BDSM dan aku juga tidak pernah berfantasi untuk mendominasi pasanganku, tapi mungkin ini bisa menambah erat hubunganku dengan David. Kami pun sepakat mencoba hubungan dominance-submission ini, tanpa sampai ke sadisme atau masokis. Malam itu, David bahkan tidak melepaskan seragamnya ketika mengocokku hingga muncrat. Dia hanya melepasnya ketika aku mengajaknya mandi bersama--lagipula, dia belum mandi sejak pulang tadi. Aku menunda pekerjaanku dan memilih bersantai bersama David setelah mandi. Sekedar nonton TV bersama dan berbincang-bincang santai, sambil sesekali mengelus satu sama lain, dan bahkan berciuman. Itulah ciuman pertamaku yang takkan pernah kulupakan. Ciuman dengan David, sahabatku sendiri. Malam itu juga kami berjanji akan saling menjaga sehidup semati.
Saat bersiap untuk tidur, entah kenapa David tidak telanjang, malah dia mengenakan kembali seragamnya yang tadi tergeletak begitu saja di atas ranjang. "Eh lu ngapain Vid pake seragam lagi malem-malem gini?" tanyaku keheranan. "Ada dinas dadakan?"
"Kagak Jar."
"Trus?"
"Gua mau lu nidurin gua sebagai polisi."
"Se... serius lu Vid? Biasanya lu telanjang..."
"Ayolah Jar. Lu ga pingin nidurin polisi?" Tawaku langsung meledak saat itu juga. "Ya ampun Vid, perut gua kaku! Hahaha..."
"Plis Jar..."
"Ya udah Vid, terserah lu dah. Tapi besok jangan keliru pake seragam itu lho. Ntar anak buah lu heran semua, komandan gua kok bau pejuh, hahaha..."
"Siap 86!"
"Duh Vid, gara-gara lu kayanya habis gini gua bakal gampang horny kalau lihat polisi, hahaha... gua ga pernah berfantasi sama polisi sih. Baru sama lu aja gua mendadak horny."
"Asik kan Jar, lu ga usah susah-susah cari polisi yang mau sama lu, kan ada gua," David tersenyum bangga. "Dasar lu..." dengan cepat kuremas kontolnya hingga ia mengerang. "Yu ah, bobo! Ntar lu telat bangun."
"Kelon ya Jar."
"Siap Ndan," Aku dan David pun merangkak naik ke atas ranjang dan David langsung memelukku dari belakang seperti biasa. Agak aneh rasanya, karena aku terbiasa dengan hangatnya tubuh David yang bisa kurasakan langsung, namun kali ini terhalang dengan seragam dan segala atribut yang tidak ia copot--bahkan ia juga mengenakan kopelnya. Sebelum tertidur lelap, sesekali aku berbuat nakal dengan mengelus atau meremas kontolnya, tapi aku tidak berbuat lebih jauh lagi sampai aku dan David tertidur pulas.

Sejak hari itu, rutinitas hidupku dan David berubah. Kini, sebelum berangkat, aku akan memberikan ciuman penyemangat--dan sesekali juga remasan penyemangat pada kontol AKP David. Saat pulang, pelukan dan ciuman hangat juga sudah kusiapkan, serta selalu ada pengecekan pada kontol David. Kecuali saat dia benar-benar kelelahan, biasanya kontolnya akan sudah sedikit mengeras dalam celana PDL-nya, dan kadang-kadang kulayani dia saat itu juga, atau malamnya setelah dia mengisi kembali tenaganya dengan makan malam.

Kau tidak ingin kisah ini berakhir? Biar kuceritakan beberapa kisahku yang lain dengan AKP David.

Kadang-kadang David pulang dengan wajah kusut. Aku masih ingat pertama kalinya ia pulang dengan wajah kusut, bahkan ia pun menolak ciuman dan remasanku. "Kusut banget lu Vid?" tanyaku sambil mengikuti dirinya yang langsung menghempaskan diri di sofa.
"Sori Jar. Lagi banyak masalah aja," ujar David yang membiarkanku duduk di sampingnya.
"Mau cerita?"
"Ntaran ya Jar, kalau emosi gua udah turun."
"Siap Ndan. Lu laper kah? Makan dulu gih, udah gua masakin kesukaan lu malam ini. Tapi jujur aja sih gua jarang masak Chinese food, semoga aja enak Vid hahaha..."
"Masakan lu enak semua kok Jar." Nada suaranya menurun, sepertinya emosinya mulai reda.
"Ya udah, makan dulu yuk! Lu biasanya pulang juga langsung makan kan? Habis itu mandi biar seger, lalu nyantai, kalau mau cerita masalah lu gua siap dengerin kok. Yuk!" Aku menggaet tangan David dan beranjak menuju ruang makan, diikuti David yang sedikit lesu namun perutnya sudah berbunyi. Kupasangkan musik yang menenangkan untuk meredam emosi David--setidaknya, bagiku, musik instrumen biasa menemaniku di rumah baik saat bekerja maupun beristirahat. Bukannya menyombongkan diri, tapi langganan Spotify Premium bagiku jauh lebih bermanfaat daripada rutin membeli rokok. David makan dengan lahap, untunglah emosinya mereda. Selesai makan, aku mencuci semua peralatan makan yang kotor sementara David memilih menyegarkan diri dengan mandi. Untungnya pekerjaanku sudah beres jadi aku bisa bersantai malam ini. Kumatikan musik dan kunyalakan TV kabel, mencari acara yang menarik untuk kutonton berdua dengan David. Tak terlalu lama ia keluar dari kamar, herannya masih mengenakan seragamnya tadi siang. "Lu beneran mandi kagak Vid? Kok pake seragam lagi?"
"Kan mau bersantai sama kamu Jar. Lu kan suka godain gua kalau masih pakai seragam."
"Haha dasar ya. Sini yuk!" David pun duduk di sampingku dan merebahkan kepalanya di bahuku. "Lu ada masalah di kantor Vid? Mau cerita?"
"Ntar aja ya Jar. Gua pingin lupain urusan kantor dulu."
"Ya udah, sesiapmu aja deh." Aku pun hanya mengelus-elus kepalanya selagi ia menonton TV. Tidak ada percakapan apapun setelahnya; aku tidak tahu harus menghiburnya seperti apa, dan David pun tidak mengatakan apa-apa. Ah ya sudah lah, biarkan ia mendinginkan pikirannya dulu. Bahkan aku pun tidak berani menyentuh tonjolan selangkangannya.
Pada akhirnya, butuh beberapa hari hingga David mau menceritakan masalahnya di kantor, yang tidak akan kuceritakan di sini. Aku pun hanya bisa memberikan dukungan semangat sebisaku, selain karena aku tidak tahu politik apa yang bisa terjadi di tubuh kepolisian. Hanya David sendiri yang bisa menyelesaikannya. Namun perlu kuakui, ia benar-benar serius dengan kariernya. Bahkan ia tidak menghubungi ayahnya untuk mengatasi masalahnya. Butuh beberapa saat sampai akhirnya David berhasil menyelesaikan masalahnya dan akhirnya dia memiliki kembali semangatnya untuk bercinta.

Suatu hari, David meminta izin untuk membawa seorang anak buahnya pulang ke apartemen karena mereka harus mengerjakan sebuah laporan yang cukup penting, bahkan mungkin anak buahnya itu akan menginap. Tentu saja aku tidak keberatan, walaupun cukup kelimpungan juga membersihkan kamar kecil yang selama ini tidak pernah dipakai--kan David tidur bersamaku--dan membeli bahan makanan tambahan untuk anak buah David. Iseng kugoda di WA, apa dia juga "serong", namun David hanya membalas dengan stiker menjitak. Sepertinya David terus berhati-hati di kariernya dan tidak berani mencari sesama anggota yang juga sama-sama penyuka kontol. Anak buah yang hendak ia undang ini menurutnya sangat sopan dan baik hati, sehingga David tidak menganggapnya sebagai bawahan, apalagi seorang gay. Namun, memang, kalau sudah ditakdirkan, semuanya akan berjalan dengan sendirinya.
Sore itu, aku memasak lebih awal karena aku harus memasak untuk porsi tiga orang. Kumasakkan sesuatu yang kira-kira aman dan disukai anak buahnya namun tetap terasa mewah: sapi lada hitam dan ayam goreng rempah. Masakanku sudah jadi sebelum pukul enam petang, karena biasanya David pulang sekitar waktu itu. Benar saja, kira-kira pukul 18.15, aku mendengar suara kunci pintu dibuka. Pintu apartemen memang selalu kukunci, walaupun tentu saja di sana cukup aman. Aku pun beranjak dari sofa menuju pintu untuk membukakan kunci, namun ternyata David sudah selesai membukanya terlebih dahulu dan masuk ke dalam. "Gua pulang Jar," ujarnya. "Selamat datang Vid," balasku sambil meremas kontolnya. David agak terkejut dan protes. Ups, aku lupa! Aku hanya bisa nyengir selagi David tertawa berwibawa ke anak buahnya. "Biasa nih Luk, dia memang suka becanda hahaha. Yuk masuk!"
"Siap Ndan," jawab anak buah David, nadanya masih tegas sekalipun mereka sudah lepas dinas. Setelah David masuk, aku pun melihatnya. Seorang polisi yang juga gagah dan sepertinya perkasa, kulitnya coklat kehitaman sepertinya karena sering terbakar matahari dalam dinas lapangannya. Tingginya kurang lebih sama dengan David. Lumayan ganteng juga, dan tentu saja lebih muda dari David. Ia memanggul sebuah tas ransel di punggungnya, mungkin berisi laptop dan baju ganti untuk menginap. "Silakan masuk Pak Lukman, anggap saja di rumah sendiri," sambutku setelah membaca nama di dadanya. "Terima kasih Pak Fajar, mohon maaf mengganggu istirahatnya," jawab Lukman sambil menjabat tanganku dengan erat. Wah, boleh juga nih tenaganya! "Tidak apa-apa Pak Lukman, kalau memang saya bisa membantu pekerjaan Pak Lukman dan Pak David tentu saja," ujarku sambil sedikit nyengir ke David. Setelah mereka berdua masuk, kukunci kembali pintu apartemen. "Wah beruntung sekali Ndan bisa tinggal di apartemen semewah ini," cetus Lukman sambil melihat sekeliling. AC sudah kunyalakan dari tadi pada suhu nyaman, karena aku tahu biasanya David pulang dengan peluh, supaya ia bisa merasa sedikit segar. "Ah ini juga berkat Pak Fajar," kata David membalasku. "Kalau gua mah mana bisa bayar ini semua!"
"Dasar lu Vid hahaha," ujarku mencoba berlaku santai. "Bapak-Bapak pasti sudah lapar kan? Mari makan dulu sebelum melanjutkan bekerja!" Aku sudah menata meja makan dari tadi dan masakanku tentunya masih hangat. Setelah menaruh barang-barang, mereka pun bergabung di meja makan. "Semoga Pak Lukman suka ya," kataku sambil mengambilkan gelas minum untuk bapak-bapak polisi itu. "Terima kasih banyak Pak Fajar, sudah repot-repot membuat masakan."
"Nggak masalah Pak, biasanya bikinkan untuk David juga. Masa iya saya tega masak cuma untuk makan saya saja hehehe..."
"Beruntungnya Ndan punya teman tinggal seperti Pak Fajar," ujar Lukman kagum. "Saya jadi kangen anak istri di Sleman."
"Lha kan udah kusuruh ambil cuti aja Luk," sahut David. "Atau kuaturkan cuti beneran lho ya!"
"Jangan dulu Ndan, malu kalau saya pulang sekarang, uangnya belum ngumpul." 
"Lho anak dan istrinya Pak Lukman tidak di Jakarta sini?" tanyaku, sejenak merasa menyesal karena terlalu kepo.
"Nggak Pak Fajar, dulu pernah anak istri nyoba tinggal di Jakarta, tapi nggak kerasan katanya. Terlalu bising. Maklum, wong ndeso. Akhirnya mereka minta pulang ke Sleman, saya tetap dinas di sini, ngekos."
"Kalau minta pindah dinas ke Sleman gitu ga bisa ya Vid?"
"Susah Jar. Prinsipnya kami ini harus mau ditugaskan di mana saja di seluruh Indonesia. Bahkan gua pun juga bisa diminta pindah dinas ke Papua misalnya." Aku sebenarnya tahu juga akan hal itu, itulah sebabnya aku nikmati betul hari-hariku bersama David, karena aku tak pernah tahu kapan dia akan dipindahtugaskan.
"Iya Pak Fajar, saya paham betul atas konsekuensinya saat saya daftar ke Akpol," jawab Lukman. Aku pun manggut-manggut, dan sebelum suasana menjadi canggung, aku pun berujar, "Mari makan!"
Setelah makan malam, aku pun membereskan meja makan dan mencuci semua peralatan makan sementara David dan Lukman bersantai sejenak di ruang tengah. Meja ruang tengah terlalu rendah untuk dipakai bekerja, maka David akan menggunakan meja makan. Setelah selesai, aku pun menuju meja kerjaku--kebetulan ada pekerjaan yang harus kuselesaikan--dan kupakai headset-ku supaya tidak mendengar apapun pembicaraan mereka. Karena tadi Pak Lukman bercerita bahwa ia sudah beristri, tentu kukira ia bukan penyuka kontol. Sempat kulirik sebentar kontolnya tadi, sekilas lihat lebih besar dari punya David, namun bisa jadi karena tipuan cahaya atau celana PDL yang dia pakai. Aku tak terlalu ambil pusing dan fokus ke pekerjaanku.
Tak terasa sudah pukul dua belas malam. Aku menggeliat di kursi kerjaku dan melirik ke meja makan. Dokumen-dokumen bertebaran di mana-mana dan belum ada tanda-tanda akan dibereskan. Dan entah kenapa bahkan Lukman pun belum mengganti seragamnya dengan baju santai. Sepertinya pekerjaan mereka cukup banyak dan masih belum selesai. Untuk melemaskan badan, aku pun bangkit dan menuju meja makan. "Mau kopi Bapak-Bapak?"
"Ga usah Jar, bentar lagi selesai," kata David. "Gua ga bisa tidur ntar kalau minum kopi jam segini!"
"Lha itu dokumen-dokumen masih di mana-mana?" ujarku.
"Iya Jar, ada data yang ga ada di dokumen-dokumen ini, padahal gua yakin udah bawa semua. Masa ada yang ketinggalan di kantor ya..."
"Makanya udah ga jaman pakai kertas! Lebih aman dokumen dalam bentuk digital Vid. Apalagi disimpan di cloud, bisa diakses dari mana aja."
"Ya elu udah biasa Jar, gua masih kagok!"
"Dibiasakan dong Davidku sayang, masa udah Industri 4.0 dokumen-dokumen masih bertebaran di sana-sini. Ga ngikutin semangatnya Jokowi ah!" ujarku sambil tertawa lepas.
"Ya maklum Jar, atasan masih gaptek juga," kata David. "Mau industri 4.0 kek, mau industri 10.0 kek, dia lebih suka baca kertas ketimbang di layar laptop! Repot udah kalau kena atasan old kaya gitu."
"Ditawarin dong kelebihannya semua terdigitalisasi. Masa dari Mabes Polri nggak ada regenerasi teknologi informasi?"
"Haduh Jar bahasa lu hahaha! Ada lah, tapi buat kami para polantas, kayanya belum jadi prioritas deh. Kami pekerja lapangan juga soalnya."
"Ya diusulin pelan-pelan Vid. Lu kan punya kuasa juga kudunya."
"Ya ntar deh Jar," David menggeliat dan memijat bahunya. "Pegel juga lama-lama!"
"Apa kita sudahi dulu Ndan pekerjaan ini?" tanya Lukman selagi aku menghampiri David dan memijat-mijat bahunya. "Wah Pak Fajar akrab betul ya sama komandan saya. Asyik banget ada yang mau mijitin."
"Hahaha iya  Pak Lukman, saya tahu Pak David ini pasti lelah habis kerja seharian penuh, jadi saya sesekali bantu pijitin." David mengerang pelan menikmati pijatanku, walaupun erangannya lebih ke erangan erotis tanpa ia sadari.
"Ya wes Luk, kita sudahi dulu saja sepertinya," jawab David. "Toh ada data yang nggak lengkap. Besok pagi kita cari lagi di kantor."
"Siap Ndan 86!" jawab Lukman, lalu ia mulai membereskan dokumen-dokumen yang tadinya berserakan itu. "Pak Lukman nanti jangan sungkan-sungkan ya, kalau perlu mandi membersihkan diri, monggo Pak," kataku. "Anggap saja rumah sendiri."
"Terima kasih Pak Fajar."
"Panggil Mas aja kali ya Pak, saya masih 30 tahun, belum setua itu hahaha..." Bahkan sepertinya aku menduga Lukman ini lebih tua dariku. "Biar ga kaku-kaku amat gitu."
"Oh ya Pak... eh Mas Fajar. Saya juga dipanggil Mas saja ya." Lukman pun terus membereskan dokumen-dokumen itu, sambil sesekali melirik ke arah komandannya yang keenakan dipijat, bahkan erangannya menjadi semakin erotis. "Lu lagi tegangan tinggi ya Vid?" bisikku.
"Habis enak banget Jar," kata David. "Pegel-pegel gua langsung hilang semua! Jari-jarimu memang top markotop hahaha..." Ia pun menutup laptopnya, memasukkan ke dalam tasnya, lalu bangkit dan kembali menggeliat, meluruskan semua otot-ototnya yang tegang, dan entah kenapa sedikit meraih kontolnya, masih di depan Lukman. Kusenggol sedikit David. "Lu yakin pegang kontol lu di depan Pak Lukman?" bisikku, apalagi sekilas tadi aku melihat Lukman sedikit melirik ke arah selangkangan David. "Kita istirahat dulu ya Luk, besok dilanjutkan lagi!"
"Mas Lukman, kamarnya sudah saya siapkan," ujarku sambil menunjuk ke kamar kecil yang sudah kurapikan siang tadi. "Ada AC-nya juga kalau Mas kepanasan. Kalau mau mandi, kamar mandinya ada di sana. Kalau misalnya lapar atau haus, ambil aja langsung di dapur ya Mas."
"Iya Mas Fajar, makasih banyak. Saya izin ke kamar dulu." Lukman pun mengambil tasnya dan masuk ke kamar. Begitu pintu kamar tertutup, kuremas-remas kontol David sampai ia mengerang tertahan. "Lu pingin ga sama Lukman, Vid?" bisikku sambil memeluknya dari belakang dan menggerayangi kontolnya. "Kayanya kontolnya gede ya?"
"Iya Jar, kayanya gedean punya dia..aaahhh," bisik David sambil menahan diri supaya desahannya tidak terlalu keras. "Apalagi punyanya sudah dipake buntingin istrinya Jar! Pasti udah lama ga dipake tuh. Mmmhhh..." Kontol David mulai menegang di balik celana PDL-nya. "Berani ga lu mainin kontolnya?" tantangku sambil mengelus-elus kepala kontolnya.
"Ngggghhh... Kagak Jar. Dia baik bener soalnya orangnya, gua ga tega. Ga nunjukin juga kalau homo...ooohhh..." Mendadak pintu kamar pun terbuka, sehingga cepat-cepat aku menjauh dari David. Lukman pun keluar dengan hanya kaos dalam coklat dan celana panjangnya. "Izin mandi Ndan!"
"Eh Luk kita udah ga dinas kali, santai aja!" ujar David, tanpa berusaha menyembunyikan kontolnya yang sudah tegang itu. Sejenak Lukman seperti tertegun melihat David, namun ia tidak berkomentar apa-apa lagi dan menuju ke kamar mandi. Begitu pintu kamar mandi tertutup, aku pun mencium David dan kembali menggerayangi kontolnya. "Mmmmhhhh..." David mendesah. "Ke kamar aja yuk Jar, sebelum Lukman melihat kita!"
"Dia kan masih mandi Vid. Lu ga pamit dulu sama Lukman?" ujarku sambil mengelus-elus ujung kepala kontol David hingga dia menggelinjang. "Aaaahhh... enak Jar... habis seharian penuh kerja, gua butuh pelepasan..."
"Lepas semua Vid," bisikku sambil menciumi lehernya. "Nnnggghhh..." David terus mendesah, kontolnya sudah menegang sempurna. Kuremas-remas perlahan biji-biji kontolnya. "Ooohhhhhh..."
"Lu masih punya tenaga Vid? Ga cape lu?" tantangku.
"Buat lu mah gua rela Jar... Aaaahhh..." Kuurut batang kontol David dari pangkal sampai ke ujung. "Lu pamit sama Pak Lukman gih! Biar kita bisa leluasa di kamar!"
"Luuuk! Lukmaaan!"
"Ya Ndan?"
"Aku masuk dulu ya! Besok pagi jam 6 kita lanjutkan kerja sebentar sebelum ngantor."
"Siap Ndan 86!" Setelah jawaban Pak Lukman, aku pun meraih kontol David dan menariknya ke atas, membuat David mengerang tertahan, lalu kutarik maju hingga David berjalan dengan berjingkat. "Ngamar Vid."
"Siap 86!" Sesegeranya di kamar, kukunci pintu kamar, lalu David pun langsung menyergapku dengan ciuman hangatnya. Kubalas ciumannya sambil mencoba meraih remote AC dan menyalakan AC, lalu kuelus-elus kembali selangkangan David. Tanpa berusaha mengganti seragamnya, David menghempaskan tubuhku di atas ranjang. "Lu sumpah masih punya tenaga Vid? Udah jam 12 lho," celetukku. "Jam 6 katanya mau lanjut kerja?"
"Tanggung Jar," rengek David. "Lu ga kasihan sama gua? Udah tegang banget kontol gua Jar." Kuelus-elus kembali batang kontolnya yang memang sudah tercetak jelas di celana PDL David. "Please..."
"Ya de Pak AKP David," godaku sambil meremas-remas biji-biji kontolnya, membuat David mengerang. "BJ aja ya biar cepet." David memang paling cepat keluar kalau kuhisap kontolnya.
"Terserah lu Jar." David tampak sudah pasrah sekali saat itu, ia berbaring telentang dan membuka kedua kakinya. Aku pun memosisikan diriku di sebelahnya, dan setelah mengelus-elus kontolnya, kubuka resleting celana David dan mengeluarkan batang dan biji-biji kontolnya. Tanpa berlama-lama kupegang batang kontolnya dan kujilat-jilat. "Ooooohhh Jaaarrr..." Precum sudah meleleh dari kontolnya yang tegang itu. Kucium kepala kontolnya sebelum kumasukkan ke dalam mulutku dan kukenyot-kenyot. "Mmmmmhhhh sssshhhh..." Kuhisap kontolnya perlahan-lahan sambil kugerakkan genggaman tanganku pada batang kontolnya naik turun seirama dengan hisapanku. "Yeeeaaahhh... enak Jaaarr... ooooohhh..." Kulahap seluruh batang kontolnya dan kunikmati beberapa saat penuhnya mulutku; kumainkan lidahku dengan kasar di batang kontol David. Puas melahap batang kontolnya, kukeluarkan batang kontolnya dari mulutku, lalu kuletakkan di atas kepala kopelnya. Kugesek-gesekkan kontolnya di kepala kopelnya selagi aku menjilati biji-biji kontol David. "Aaaahhh... Jaaarrr... geliii... oooohhh. sssshhhh..." David meracau sambil menggelinjang kenikmatan. Tak kupedulikan keluhannya, aku terus menikmati biji-biji kontol David yang ranum itu sambil menggesek-gesek batang kontolnya dengan telapak tanganku. Puas melecehkan David, kukocok batang kontolnya dengan cepat hingga David menggelinjang lagi. "Aaaahhh Jaaarrr... enak... yeeesssshhh... isepin lagi please..." Dengan cepat kulahap kontol David dan kuhisap batangnya sambil kuelus-elus biji-biji kontolnya. "Mmmmhhh... gua mau keluar Jar... ooohhhhh... OOOOOOOOHHHHH...."
Crot. David pun orgasme di dalam mulutku. Kulahap pejuh yang muncrat bertubi-tubi dari kontolnya, kusisakan beberapa hingga kontolnya berhenti memuntahkan pejuh. Kukeluarkan kontolnya dari mulutku dan kucium David dengan mesra, memadukan lidahku dengan lidahnya dan memindahkan pejuhnya dari mulutku ke mulutnya. David pun membalas ciumanku sambil menikmati rasa pejuhnya sendiri dan menelannya. Batang kontolnya pun mulai terkulai lemas; kupegang dan kuelus perlahan sehingga David pun mengerang tertahan dalam ciumanku. "Mmmmmhhh..." Sekali lagi kugesek-gesekkan kontolnya ke kepala kopelnya hingga ia protes, lalu kumasukkan kembali kontolnya ke dalam celana PDL-nya. "Makasih ya Jar. Enak banget."
"Mandi gih Vid."
"Males Jar. Tidur aja yuk!"
"Hahaha dasar lu Vid, seharian ga mandi!" ejekku sambil meremas kontolnya hingga David mengerang.
"Kan udah malem Vid, lagian kata lu tadi gua kudu bangun pagi..."
"Ya udah Vid." Aku bangkit untuk mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu tidur, lalu menyusul David ke ranjang. Kupeluk David dari belakang lalu aku berbisik, "Met tidur Vid."
"Met tidur juga Jar."
"Besok pagi gua masakin sebelum kalian berangkat kantor."
"Yakin bisa bangun Jar?"
"Kan ada alarm."
"Gpp nih Jar?"
"Kan cuma sesekali Vid. Lagian abis lu lu berangkat gua kan bisa tidur lagi kalau masih ngantuk. Lu berangkat jam 7 kan kaya biasanya?"
"Iya Jar."
"Dah gpp. Sambil lu kerja gua bisa masakin. Tapi besok pagi habis bangun lu langsung mandi aja, bau tuh! Ntar anak buah lu rasan-rasan lagi, ih komandan gua bau banget, hahaha..."
"Ya de Jar, siap 86."
"Dah tidur gih Vid, sudah malam." Kulingkarkan tanganku di pinggang David dan kucium pipinya sambil kuremas-remas kontolnya dengan rasa sayang. David mengerang pelan sebelum memegangi tanganku dan tak bersuara lagi. Aku pun tak menggodanya lagi dan ikut tidur memeluk David yang masih berseragam lengkap itu.

Keesokan paginya, ternyata aku bangun terlebih dahulu dari David, walaupun alarmku berbunyi cukup keras. Alarm kusetel pukul 05.30 pagi, dan toh David biasanya bisa bangun sendiri, maka aku pun tidak membangunkannya. Aku hanya membasuh muka sebentar, lalu keluar dari kamar untuk mulai menyiapkan sarapan untuk David dan Lukman. Kira-kira sepuluh menit kemudian, saat aku sedang mencuci bahan-bahan makanan, kudengar suara pintu kamar kecil dibuka. "Pagi Mas Fajar," sapa Lukman, yang luar biasanya sudah berpakaian seragam PDH lengkap, membawa tasnya ke ruang tengah. "Eh pagi Mas Lukman," jawabku. "Sarapan nasi goreng ya Mas. Biar bisa kerja."
"Wah merepotkan Mas Fajar saja nih jadinya," ujarnya sambil duduk di salah satu sisi meja makan dan mulai menyiapkan laptop serta dokumen-dokumen. "Tunggu Pak David ya Mas," ujarku. "Coba saya bangunkan, sepertinya tadi malam kecapekan."
"Oh nggak pa pa Mas," sahutnya. "Saya tunggu di sini saja."
"Ga pa pa Mas, kata Pak David mau berangkat jam tujuh, daripada nanti terlambat." Aku pun menghentikan sejenak kegiatanku dan masuk kembali ke kamar. Masih pukul 05.45 sebenarnya, dan David masih tertidur pulas. Kucoba membangunkan David. "Vid, bangun yuk. Lukman udah ready lho!" Awalnya dia tidak merespons, namun kubangunkan dia dengan menggoncang-goncangnya. "Vid, bangun yuk! Udah hampir jam enam nih!" Akhirnya David pun mengerang pelan. "Ayo Vid, masa kontol lu doang yang bangun!" Kuelus-elus kontolnya yang memang sudah tegang itu, dan kuremas-remas pelan. David pun mengerang sebelum akhirnya membuka matanya. "Pagi Pak David sayang," godaku. "Cepetan lu mandi gih! Ditungguin Lukman!" Ia mengerang malas sebelum akhirnya bangkit duduk di ranjang. "Mandi dulu, terus siap-siap. Gua masak dulu. Jangan tidur lagi lo Vid!" Ia hanya menggumam pelan sebelum akhirnya kutinggal keluar. "Ditunggu ya Mas, Pak David masih siap-siap dulu."
"Siap Mas." Aku pun melanjutkan persiapan memasakku, walaupun sebenarnya nasi goreng tidak membutuhkan waktu cukup lama, namun aku suka melengkapinya dengan lauk dan sayuran. Selagi aku sibuk di dapur, kulihat Lukman mengamati aku, sepertinya persiapannya sudah selesai. "Mas, boleh nanya sesuatu?" tanya Lukman tiba-tiba.
"Monggo Mas," jawabku tanpa menoleh ke arahnya.
"Masnya ini siapanya Pak David?"
"Saya temannya Mas. Kebetulan ayah saya kenal dekat dengan Pak Chandra, ayahnya Pak David, bagian reskrim. Sudah kenal lama. Lalu David dititipkan untuk tinggal sama saya." Kulirik Lukman manggut-manggut. "Pantas masnya dekat sekali dengan Pak David ya."
"Ya begitulah Mas, hehehe... saling membantu." Aku berpaling dari Lukman untuk mulai menggoreng bahan-bahan sehingga tidak menyadari bahwa Lukman bangkit dari kursinya dan mendekat ke dapur. "Termasuk bantu 'itu' kah Mas?" tanya Lukman dari sudut dapur.
"Bantu apa Mas?"
"Anu Mas... kalau lagi 'pingin'..." Suara desisan dari wajan mengalahkan pertanyaan Lukman yang entah kenapa agak berbisik, sehingga aku tidak mendengarnya dengan jelas. "Maaf Mas?" Lukman pun mendekat agar aku bisa mendengar pertanyaannya. "Kalau lagi 'kepingin'..."
"Kepingin apa Mas?" tanyaku tanpa curiga sama sekali.
"Maaf Mas Fajar, tapi jangan bilang Pak David ya Mas..." Lukman agak ragu-ragu menyampaikan pertanyaannya.
"Kenapa Mas?"
"Anu... tadi malam... habis mandi saya lewat kamarnya Pak David, kedengaran suaranya Pak David seperti lagi... lagi... mendesah keenakan." Astaga, apa tadi malam David mengerang terlalu keras sampai kedengaran dari luar kamar? Cepat-cepat Lukman menyambung, "Atau saya salah dengar aja sih Mas... tapi saya yakin itu suaranya Pak David..." Aku memutar otak selagi tetap memasak. Harus aku jawab bagaimana ini... "Saya... saya... jangan bilang siapa-siapa ya Mas, termasuk ke Pak David sendiri," entah kenapa Lukman jadi gelagapan.
"Tenang saja Mas, saya bukan mulut ember kok," jawabku sambil tetap berusaha fokus pada masakanku. Hampir matang sebenarnya, tinggal memasukkan nasi saja.
"Saya... kalau ingat suaranya Pak David tadi malam... jadi kepingin juga Mas..." Aku tidak menduga Lukman akan berkata demikian. Bukannya dia normal ya? "Tadi malam saya juga sempat lihat beberapa kali, sepertinya Pak David lagi... ngaceng." Walah, sudah kuduga Lukman akan memperhatikannya!
"Yaa maklum Mas, Pak David kan masih single," ujarku sekenanya. "Namanya pria kan ya suatu saat bisa kepingin sampai ngaceng hehehe..."
"Iya Mas... apalagi saya yang jauh dari istri... nggak ada pelampiasan... dan lihat Pak David ngaceng, dengar Pak David mengerang... entah kenapa Mas..." Kulirik selangkangan Lukman, dan ternyata ia ngaceng! Batang kontolnya sudah terlihat jelas di celana PDH-nya yang cukup ketat, membuat tonjolan kontolnya terlihat semakin menggunung. Aku mematikan kompor lalu mengambil tiga piring makan untuk kusiapkan nasi goreng yang sudah matang itu. "Iya Mas, sepertinya sulit ya kalau lama pisah dari istri," kataku selagi menyajikan nasi goreng itu.
"Iya Mas, takut kalau sembarang melampiaskan," jawab Lukman. "Tapi kadang ya kepingin."
"Nggak perlu malu Mas, normal lah kalau kita pria ini ngaceng hehehe," ujarku sambil membawa piring terakhir ke meja makan. Aku pun kembali untuk menyiapkan beberapa telur mata sapi; David suka melengkapi sarapannya dengan telur mata sapi. "Mas Lukman mau telur mata sapi atau dadar?"
"Mata sapi saja Mas."
"Oke Mas." Saat mengambil telur dari kulkas, kulirik kembali selangkangan Lukman. Masih ngaceng, bahkan Lukman diam-diam mengelus-elus kontolnya itu. Kulirik jam dinding, sudah lewat lima menit dari pukul enam. Kenapa David belum keluar-keluar ya... dan entah kenapa kata-kata yang meluncur dari mulutku berikutnya justru percakapan yang memantik gairah. "Mas Lukman biasanya kalau udah pingin gitu terus ngocok?"
"Iya Mas, tapi kalau pas dinas ya terpaksa saya tahan-tahan dulu. Lepas dinas baru video call sama istri, lalu onani bareng."
"Kalau pas belum dinas gini gimana Mas?" Kulirik selangkangan Lukman yang jelas-jelas memperlihatkan kontolnya yang ngaceng itu. "Ndak dilemeskan dulu kah, biar bisa dinas dengan tenang?"
"Sepertinya iya Mas," kata Lukman. "Permisi dulu Mas." Sewaktu ia berjalan melewati diriku, dengan sengaja kusenggolkan tanganku ke tonjolan selangkangannya, hingga ia berhenti. "Mau saya bantu kah Mas?" tawarku sambil mengelus-elus kontol Lukman. Kuperkirakan Lukman akan menolak kalau ia benar-benar straight, tapi karena tadi malam ia mendengar David mendesah keenakan, mungkin ada rasa penasaran. Apalagi kenapa dia ngacengnya pagi ini? Kalau aku jadi dia, setelah kembali ke kamar aku akan coli sepuasnya. Benar dugaanku, Lukman tidak menolak tapi juga tidak menjawab tawaranku. "Nggak usah khawatir Mas, cuma ada kita berdua. Pak David mungkin lagi mandi. Saya nggak akan bilang-bilang siapa-siapa." Kuelus-elus kepala kontolnya yang tercetak jelas di celana PDH-nya itu. Lukman seperti terkejut, mulutnya terbuka namun tidak bersuara, seperti menahan kenikmatan yang mendadak ia rasakan. "Mas..."
"Kalau mau, sekarang Mas Lukman. Bisa cepet kok, paling lima menit bisa. Daripada seharian nahan-nahan ngaceng Mas." Lukman terlihat sangat bimbang, mungkin ada kemelut dalam benaknya. "Ini Masnya udah ngaceng banget, kasihan kontolnya. Saya cek Pak David dulu."
"Ya Mas..." Lukman hanya bisa berdiri terpaku, sementara aku menyempatkan diri menengok David. Ternyata dia masih buang hajat, jadi harusnya belum mandi. Ada cukup waktu untuk memuaskan Lukman terlebih dahulu. Aku pun segera kembali ke dapur. Lukman berdiri di dekat meja dapur dan masih gelisah. "Maaf Mas Fajar..."
"Nggak apa Mas, kita saling bantu saja." Aku pun mendekat dan kembali mengelus kontol Lukman, membuatnya mendesah pelan. "Enak Mas..." Kudorong Lukman hingga ia bersandar dengan kedua tangannya di meja dapur. Mendadak aku merasa bergairah sekali; kenapa aku tidak pernah melakukan ini ya dengan David?
"Pernah diisepin istrinya Mas?"
"Udah lama banget Mas, waktu belum ada anak. Sekarang istri ga terlalu suka ngisepin."
"Saya bantu kasih kenikmatan itu lagi Mas." Tanpa ragu-ragu kuturunkan resleting celana Lukman, merogoh ke dalam dan mengeluarkan batang kontolnya saja. Aku pun berlutut di depan Lukman, menyaksikan batang kontolnya yang tegang sempurna. Ukurannya sedikit lebih besar dari kontol David sesuai dugaanku kemarin. Kontol Lukman juga sudah disunat dan cukup berurat. Tanpa berlama-lama, kuhisap kontolnya. "Mmmmnnnnggghhh..." Lukman mendesah tertahan, takut terdengar David. Kujulurkan tanganku ke bokong Lukman yang cukup seksi itu dan kuremas-remas sebisanya. Lukman mendongak dan memejamkan matanya menikmati sensasi hisapan pada kontolnya yang sudah lama sekali tidak ia rasakan. "Aaaaahhhh..." Kupandu pinggulnya kugerakkan maju mundur, dan naluri alamiah Lukman pun terpanggil dengan sendirinya; ia mulai mengentot mulutku. Mulutku terasa penuh dengan sodokan kontol Lukman. Lukman pun memegangi kepalaku dan mulai intens mengentot mulutku; kurasa ia sudah beberapa kali melakukan ini. Ia tidak banyak bersuara, mungkin takut terdengar David, namun dari nafasnya aku bisa tahu Lukman sangat menikmatinya. Tak terlalu lama Lukman pun orgasme, memuntahkan lahar putihnya di dalam mulutku. Pejuhnya sangat banyak, lebih banyak dari pejuh David tadi malam, seperitnya ia sudah lama tidak keluar. Kutelan cepat-cepat supaya tidak ada yang meleleh mengenai celananya. Lumayan juga, aku akhirnya bisa merasakan kontol polisi selain David, bahkan aku baru kenal dengannya semalam. Kutunggu sampai Lukman rileks dan tidak ada lagi pejuh yang keluar, lalu kubersihkan kontolnya dan kumasukkan kembali ke celana PDH-nya. "Makasih Mas," ujar Lukman malu-malu. "Baru kali ini saya diisepin cowok, ternyata enak juga."
"Nggak masalah Mas Lukman," jawabku tersenyum. "Biar Mas bisa fokus kerjanya nanti."
"Pinter banget Mas Fajar ngisepnya," kata Lukman. "Pantas Pak David kerasan ya." Aku hanya tertawa kecil mendengarnya. "Yuk Mas, sarapan dulu saja. Saya coba cek Pak David." Aku kembali masuk ke kamar sementara Lukman segera merapikan diri. Tak terlalu lama David pun keluar sudah berseragam PDH lengkap. Kami bertiga pun sarapan, dan setelah itu mereka langsung berangkat kembali ke kantor. Entah apakah aku akan melihat Lukman kembali ke apartemen, atau bahkan menikmati kembali kontolnya.

Ternyata aku tak perlu lama-lama menunggu.

Beberapa hari kemudian, David kembali membawa Lukman ke apartemen untuk bekerja lembur. Entah kenapa ia tidak mengerjakannya di kantor saja, tapi aku juga tidak menanyakannya. Mungkin ia lebih nyaman bekerja di apartemen karena segala sesuatu tersedia, atau kangen masakanku. Seperti biasa, selepas makan malam mereka pun bekerja di meja ruang makan sementara aku yang tidak ada kerjaan akhirnya menonton TV di ruang tengah, namun suaranya kukecilkan supaya tidak mengganggu mereka. Samar-samar kudengar pembicaraan mereka. "Duh Luk, kutaruh mana ya dokumen tadi?" Ada rasa cemas di nada bicara David, sepertinya ia melupakan sesuatu. "Tadi sudah saya letakkan di meja Pak David, apa tertinggal?" jawab Lukman sambil ikut mencari entah dokumen apa yang mereka butuhkan. Dalam hati sebenarnya aku agak tertawa, makanya pake cloud dong Vid! "Wah kayanya ketinggalan Luk. Aku balik kantor dulu deh!"
"Biar saya saja yang ambilkan Pak."
"Nggak usah Luk, kamu tunggu di sini aja, sekalian istirahat sejenak." David sepertinya cukup terburu-buru karena ia segera mengambil jaket dan kunci motornya, "Jar gua balik kantor dulu ya! Ada yang ketinggalan!"
"Hati-hati Vid, ga usah ngebut!" sahutku selagi David beranjak ke pintu keluar. "Ga lucu kan kalau lu sampai ketilang hahaha!" David hanya melambaikan tangannya lalu bergegas keluar dari apartemen. "Mas Lukman, ayo nyantai dulu di sini!" ajakku. Asalkan David tidak ngebut, perjalanan itu harusnya makan kira-kira 45-60 menit pergi-pulang. Entah kenapa David begitu ngebet mengambil dokumen yang ketinggalan itu, apa memang harus selesai besok ya. Coba kalau dia lembur saja di kantor. Mas Lukman pun menurutiku dan duduk di sofa  "Mau nonton apa Mas?" tanyaku.
"Ngikut saja Mas," jawab Lukman. "Nyaman ya Mas sofanya."
"Nyantai aja Mas kalau gitu, anggap aja rumah sendiri," ujarku. Barulah Lukman bisa terlihat rileks dan menyandarkan badannya sepenuhnya di sofa itu. Aku melirik ke arah Lukman yang juga masih mengenakan seragam PDH lengkap, sepertinya ia sungkan mau berganti baju santai. Kucuri-curi pandang selangkangannya; sepertinya sih normal-normal saja. Apa dia ingat kejadian pagi itu ya... "Dokumen apa Mas memangnya yang ketinggalan? Penting banget ya?" ujarku memecah kekakuan.
"Iya Mas, nggak ada dokumen itu nggak bisa kerja soalnya. Tadi saya ingat betul sudah saya ingatkan Pak David untuk bawa, kok bisa ketinggalan ya."
"Tadi buru-buru kah pulangnya?"
"Ya nggak juga sih Mas, nyantai aja tadi sebetulnya. Mungkin pas Pak David beres-beres sambil terima telepon, jadinya ketinggalan."
"Ya sudah Mas, ditunggu saja, sambil nyantai aja." Aku pun kembali tenggelam dalam tontonanku yang sebenarnya mungkin agak membosankan untuk Mas Lukman: Nat Geo. Entah kenapa saat itu acaranya membahas masalah kebiasaan-kebiasaan seks yang dianggap agak nyeleneh dan tabu bahkan untuk standar masyarakat Amerika Serikat. Misalnya, ada yang terangsang dengan balon. "Kok bisa ya Mas," celetuk Lukman. "Kan nggak hangat kaya tubuh manusia, kok bisa terangsang ya."
"Yaaaa banyak hal di dunia ini yang mungkin takkan pernah kita pahami Mas," jawabku sok bijak. "Makanya saya suka acara ini, mempertanyakan hal-hal yang mungkin di masyarakat kita sudah pasti tabu. Membuka wawasan."
"Gitu ya Mas."
"Iya Mas. Ini saya ya baru tahu ada yang bisa terangsang sama balon. Kalau 'balon' yang lain gitu mungkin ya Mas, hahaha..."
"Balon apa Mas?"
"Itu lho Mas, kondom. Bahannya kan ya mirip-mirip balon juga. Malah ada yang rasa-rasa kan sekarang."
"Saya ga pernah pakai kondom sih Mas. Kalau pingin ya tinggal minta jatah sama istri."
"Ooo gitu ya Mas." Aku sendiri tidak menduga pembicaraanku bakal mengarah ke sana. Siapa tahu aku bisa memancing gairahnya dan bisa merasakan kontolnya lagi sebelum David pulang.
"Mas pernah coba kondom rasa-rasa gitu?" mendadak Lukman bertanya.
"Ndak pernah juga sih Mas, saya lebih suka rasa asli kontol hehehe..." Sengaja aku langsung sebutkan 'kontol' supaya Lukman penasaran atau terangsang. "Kalau pingin rasa-rasa gitu ya ndak usah pakai kondom, kerasa karet malah. Langsung diolesi selai saja hahaha..." Lukman ternyata juga ikut tertawa mendengarnya. Wah ternyata dia juga bisa menerima konten porno seperti ini.
"Memang rasanya gimana Mas?" Lukman bertanya lagi setelah tawanya mereda.
"Rasa kontol?" Sepertinya Lukman masih sungkan mengucapkan kata itu. "Yaaaa... anget-anget gitu Mas, kenyal tapi ya keras... kalau belum mandi ya ada asin-asinnya dikit keringat hehehe... kalau sudah mandi ya ndak ada rasanya sih... oh pas precumnya udah keluar, itu bisa asin-asin gurih..."
"Mas suka... ngisepin kah?" Sepertinya ia teringat lagi pengalamannya dihisap kapan hari.
"Suka-suka aja sih Mas kalau sama-sama maunya."
"Pernah ngisepin... punyanya Pak David?" Waduh, bagaimana aku menjawabnya ya? Apa yang akan terjadi kalau Lukman sampai tahu atasannya itu doyan laki? Namun, dengan cepatnya Lukman menambahkan, sepertinya ia sadar kalau ia salah bicara. "Kalau nggak mau jawab ya nggak pa pa Mas, saya sungkan sama Masnya. Pak David juga baik banget orangnya."
"Yaaa... kebaikan orang tidak perlu diukur dari selangkangannya sih Mas hehehe... toh itu kan urusan di dalam celana."
"Betul sih Mas." Aku tidak menduga Lukman setuju dengan pernyataanku itu. "Toh sehari-hari yang dilihat adalah kerja nyatanya, bukan selangkangannya, hehehe..." Kami terdiam beberapa saat sebelum Lukman melanjutkan, "Tapi saya agak-agak gimana gitu Mas, lihat selangkangannya Pak David gede juga."
"Ahahaha ga pa pa lah Mas, ga usah malu kalau itu," ujarku. "Apa sih yang salah dengan mengagumi badan orang lain. Cewek aja bisa komen dada atau bokong temannya tanpa dianggap lesbi, lha masa kita cowok ngeliat selangkangan cowok lain aja langsung dibilang gay, ya ndak gitu dong hehehe..." Lukman hanya manggut-manggut saja.
"Punya Pak David gede nggak Mas?" pertanyaannya membuatku terkejut lagi. Ini mancing atau beneran penasaran ya? Coba kuceritakan David ah nanti, siapa tahu Lukman akhirnya bisa diajak main bertiga hahaha...
"Yaaa... gede sih Mas. Tapi kayanya gedean punyanya Mas," celetukku sambil melirik selangkangannya. "Punya Mas ini... gede." Entah keberanian dari mana, aku memegang selangkangannya dan menimang-nimang di dalam tanganku. Lukman terlihat agak terkejut, namun ia tidak menolak juga. Kontolnya sudah agak mengeras, mungkin pembicaraan tadi membuatnya terangsang. "Bijinya Mas juga gede," ujarku sambil meraba-raba biji-biji kontolnya.
"Masa Mas?" tanya Lukman.
"Iya Mas, makanya suaranya Mas jantan begitu hehehe..." Sebenarnya suaranya normal saja, tapi mungkin karena aku jarang mendengar suaranya. Dibandingkan David, memang suaranya lebih terdengar berat. "Mas kan juga sudah berhasil hamilin istrinya. Nggak niat nambah Mas?"
"Nggak dulu Mas," jawab Lukman sambil sedikit membuka kakinya dan mencoba lebih rileks. "Gaji saya masih belum cukup. Maklum cuma polisi rendahan saja, belum seperti Pak David."
"Ya Mas, nanti kalau diberi rezeki lebih pasti bisa, dan semoga kariernya Mas Lukman lancar," ujarku sambil meremas-remas biji kontolnya dengan lembut. Lukman tampak menahan desahannya dan agak malu, namun aku berpura-pura tidak melihatnya. "Mas rutin ngeluarin pejuhnya?"
"Ndak juga sih Mas, istri juga agak jarang telepon akhir-akhir ini, lumayan sibuk kerjaannya di rumah buka katering sama jualan kue-kue kering gitu. Tapi jujur aja sih Mas, saya kepingin lagi kaya kapan hari..."
"Enak ya Mas kapan hari?" godaku sambil mengelus-elus kepala kontolnya yang mulai tercetak di celana PDH-nya seiring dengan semakin mengerasnya batang kontol Lukman.
"Iya Mas, kepingin lagi saya. Apa boleh Mas? Mumpung Pak David masih di jalan, mungkin masih setengah jam lagi baru sampai."
"Coba saya kontak dulu Pak David, apa sudah sampai di kantor." Aku pun mengambil HP-ku dan mengirimkan WA ke David. Tak terlalu lama ia sudah menjawab; kukira ia sudah sampai di kantor, namun ternyata "Gua kena macet Jar, ga tau apaan ini, malah belum sampai kantor gua!" "Sepertinya masih lama Mas, malah belum sampai kantor. Berarti bisa dua ronde nih Mas hehehe..." Aku pun bergeser mendekati Lukman dan kembali memainkan kontolnya. "Aaaahhh enak Mas...." Sepertinya Lukman mulai tidak sungkan-sungkan lagi, apalagi hanya ada kami berdua.
"Nyantai aja ya Mas, dinikmati. Kali ini kan tidak buru-buru," ujarku. Lukman hanya mengangguk lalu memejamkan matanya. Aku pun memberanikan diri menggerayangi tubuh Lukman yang terbalut kemeja coklat PDH yang cukup ketat itu; ternyata Lukman membiarkanku. Targetku tentu saja puting dadanya. Lukman mendesah pelan saat kuraba-raba dadanya dan sedikit terpekik ketika kutemukan puting dadanya di dekat kantung kemejanya. Kubuka satu dua kancing kemejanya untuk lebih mudah mengakses puting dadanya dan memberikan sensasi lebih kuat. Sengaja tidak kutanggalkan seragamnya supaya David tidak curiga apa-apa. "Nnnggghhh... enak Mas...," desah Lukman saat kuraba-raba puting dadanya. Kutambah dengan remasan-remasan di kontolnya dan Lukman pun menggelinjang dan mengerang. Aku tidak terlalu lama merangsangnya karena kontolnya sudah sangat tegang, maka aku pun membuka resleting celananya dan mengeluarkan kontolnya. Lukman sempat beringsut karena aku juga mau mengeluarkan kedua biji kontolnya; sempat ia mau membuka celananya namun kularang. Aku lebih bergairah dengan kontol yang menonjol keluar dari resleting celana; selain itu, misalkan David tiba-tiba datang, maka memberesi diri akan lebih mudah daripada harus melepas celana dan kopelnya. Aku mencari posisi yang nyaman untuk mulai menggarap Lukman dengan menghisap kontolnya sambil tetap memainkan puting dadanya. Setelah kudapatkan posisi itu, aku mulai permainan malam itu dengan memasukkan batang kontolnya ke dalam mulutku dan mulai menghisapnya, membuat Lukman memejamkan matanya kembali dan mendesah nikmat. Kuelus-elus kedua biji kontolnya selagi kuhisap-hisap batangnya, membuat Lukman menggelinjang dan terus membuka kakinya. "Enak Mas?" tanyaku.
"Enak Mas, lebih enak ini dari yang lalu Mas isepin saya di dapur," jawab Lukman tak sungkan-sungkan lagi.
"Yang di dapur cuma saya isepin batangnya aja sih Mas, kalau sekarang sama yang lain," ujarku sambil mengocok-ngorok pelan batang kontol Lukman. "Kan banyak titik-titik lain yang bisa dirangsang hehehe..." Aku kembali menghisap kontolnya sambil merogoh ke dalam kemejanya untuk memainkan putingnya kembali. "Ooooohhh... Nggghhh..." Lukman meletakkan tangannya di atas punggungku, rupanya ia sudah tidak canggung lagi. Aku pun tidak banyak berbicara lagi supaya tidak merusak mood-nya, dan lebih serius menggarap kontolnya. "Aaaahhh..." Sesekali tanganku yang bebas mengelus-elus biji-biji kontolnya yang memang agak "tersiksa" terimpit karena lubang resleting celana PDH-nya hanya cukup besar untuk kontolnya. "Mmmmhhh... Sssshhh... Enak maaaasss... Oooohhh..." Aku belum berani terlalu "nakal" dengan Lukman karena ia baru dua kali diginikan, biarlah yang nakal-nakal dengan David saja. Aku jadi penasaran apakah David tahu Lukman juga suka diginikan... Kugenggam batang kontol Lukman sambil kujilat-jilat manja kepala kontolnya. Lukman pun menggelinjang dan memeluk punggungku lebih erat lagi. Terutama ketika kumainkan lidahku pada lubang pipisnya. "Aaaaahhhh geli Maaasss... Ngggghhhh... " Puas melihat polisi itu menggelinjang kegelian, aku turun menjilati biji-biji kontolnya sambil mengocok pelan batang kontolnya. "Oooohhh..." Batang kontol Lukman terasa sangat tegang dan hangat, aku menyukainya. Lumayan lah sebagai selingan dari kontol David. Aku sendiri belum punya pikiran untuk ngentot atau dientot Lukman; selama ini aku dengan David pun tidak melakukan penetrasi dari lubang belakang. Apalagi selama ini baik aku dan David belum menyatakan cinta apapun; aku sendiri juga bingung apakah ini hanya sekedar persahabatan atau lebih dari itu. Apa iya sih ada persahabatan yang sampai melibatkan selangkangan?
"Mas, mau keluar...," tiba-tiba Lukman berbisik. Aku melihat raut wajahnya, dan memang ia seperti menahan sesuatu.
"Mau dikeluarkan sekarang Mas?" tanyaku sambil tersenyum pada Lukman. "Ndak usah khawatir seragamnya kena pejuh, nanti saya telan semua kaya kapan hari."
"Terserah Mas, saya pasrah... aaahhh..." Kuhentikan aktivitas lidahku dari biji-biji kontolnya dan kulahap kembali batang kontolnya untuk kuhisap-hisap, sambil kuremas-remas perlahan biji-biji kontolnya. Tak butuh terlalu lama ternyata. "Aaaaahhh... aaahhh... nnnngggggghhhhh.... Ooooohhhh..."

Croooot.

Cairan putih kental itu pun mulai menyembur deras dari kontol Lukman. Kira-kira lima semburan pejuh dengan kuat dipompakan dari kontolnya, selagi kurasakan dan kuminum pejuhnya. Pejuhnya cukup gurih dan sedikit getir. Kutunggu sampai Lukman selesai memompakan pejuhnya, lalu kujilati kepala kontolnya sampai bersih dan kukeluarkan kontolnya dari mulutku. Lukman masih terengah-engah; tangannya masih mencengkeram aku dengan kuat. "Lega Mas?" tanyaku.
"Lega Mas," ujar Lukman terengah-engah. "Enak banget Mas. Bisa-bisa saya ketagihan ini diisep Masnya."
"Gpp Mas kalau ketagihan hahaha," sahutku tertawa kecil sambil melirik kontolnya yang sudah lemas lagi. "Rahasia Mas Lukman aman kok. Saya nggak akan bilang siapa-siapa."
"Jangan bilang Pak David ya Mas," pintanya. "Saya malu."
"Selama Pak David nggak nanya apa-apa, saya nggak akan cerita apa-apa Mas," walaupun sebenarnya aku tadi sempat terbersit untuk memberi tahu David. "Nyantai aja Mas." Aku memasukkan kembali kontol Lukman ke dalam celana PDH-nya dan meremasnya beberapa kali sebelum membiarkan Lukman mengatur nafasnya kembali. Kuambilkan minum dari dapur supaya Lukman tidak terlalu berkeringat; apa komentar David nanti kalau melihat Lukman berkeringat, padahal ada AC di sini? Aku kembali menonton TV sebelum HP-ku berdering. David meneleponku.
"Jar?"
"Yo Vid. Lu sudah sampai kantor?"
"Udah. Lukman di situ? Gua telpon kagak diangkat soalnya."
"Oh ada kok. Bentar." Kuserahkan HP-ku pada Lukman dan kubiarkan mereka berbicara beberapa saat. Setelah Lukman selesai berbicara, David ngobrol sejenak denganku: setelah mengambil dokumen yang dibutuhkan, ia baru pulang. Mungkin membutuhkan waktu kira-kira 30 menit lagi, dan ia lapar lagi. Kujanjikan memasak sesuatu yang ringan untuk mengganjal perutnya; tentu saja Lukman kutawari. Setelah itu, aku pun kembali sibuk di dapur selagi Lukman beristirahat di sofa. Sisa hari itu berjalan apa adanya tanpa sesuatu yang menarik bagimu, bahkan malam itu David juga tidak sempat bermain denganku karena ia bekerja sampai cukup larut. Tentunya ia tidak tahu apa yang tadinya terjadi antara aku dan Lukman.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Hingga akhirnya hari yang kutakutkan itu pun tiba.

Dua setengah tahun sejak David tinggal bersamaku. Kadang aku bertanya-tanya, kapan dia akan naik pangkat, namun aku tidak pernah menanyakannya. Karierku sendiri ada peningkatan; aku diangkat menjadi senior programmer sekaligus manajer, sehingga kegiatanku menjadi lebih sibuk dari sebelumnya, walaupun aku tetap lebih banyak bekerja dari rumah. Aku mulai merasa sayang pada David, walaupun dia tak pernah menyatakan rasa sukanya padaku dan aku pun juga. Tiap malam kami tetap memadu kasih selama dia tidak kecapekan, Lukman juga sesekali bekerja lembur di tempatku, walaupun kesempatan untuk bisa bermain lagi dengannya tidak datang cukup sering. Lukman meminta nomor WA-ku dan aku pun memberikannya, namun percakapan di sana hanya sekedar percakapan kawan biasa dan aku juga jarang menggodanya.
Sampai pada suatu malam, David mengundang Lukman untuk makan malam di tempatku. Tentu saja aku tidak keberatan, dan aku pun sudah mempersiapkan makan malam seperti biasanya. Hanya saja, ternyata David memberiku kejutan malam itu. Setelah makan malam usai dan aku selesai membersihkan dapur. David mengajakku untuk berbicara sejenak dengan Lukman di ruang tengah. Keduanya bahkan tidak mengganti seragam mereka dengan pakaian biasa.
"Jadi gini Jar, gua sebentar lagi naik pangkat," David memulai pembicaraan malam itu.
"Eh serius lu Vid?" ujarku terkejut. Tentu saja aku senang atas prestasinya. "Wah congrats ya Vid! Jadi Kompol lu habis gini?" David mengangguk. "Mantaaap bro! Kok gak bilang-bilang dari tadi, coba gua masakin yang mewah buat ngerayain ini!"
"Lukman ini juga naik pangkat, jadi Ipda sekarang."
"Wah selamat Mas Lukman! Beneran nyesel tadi kok masak biasa-biasa aja..."
"Ah ga pa pa Mas Fajar, merepotkan saja," kata Lukman merendah.
"Nah gini Jar," David berdehem sebelum melanjutkan. "Seiring dengan kenaikan pangkat ini, ada mutasi di jajaran pamen." Jantungku seakan berhenti berdegup sejenak mendengar kata mutasi; ini yang kutakutkan sejak dulu. "Aku... aku kena mutasi juga."
"Yah...," ujarku agak kecewa. "Kok lu dimutasi sih Vid? Memangnya kerjaan lu ga bagus?"
"Justru itu sih Jar," jawab David. "Mereka menilai kerjaanku bagus, maka aku dimutasi ke tempat yang membutuhkan pembenahan. Aku dimutasi ke Surabaya."
"Oh Vid untunglah masih di Jawa," ujarku lega. "Mulai kapan?"
"Kira-kira dua bulan lagi Jar," jawab David pendek. "Tapi gua sudah disuruh siap-siap, kalau-kalau mutasi itu datang lebih cepat. Makanya malam ini gua kasih tahu lu Jar." Yah, memang aku sedih karena David akhirnya akan pindah juga. Namun, sejak David tinggal bersamaku ia sudah beberapa kali menekankan bahwa ia hanya sementara saja tinggal di tempatku dan harus siap dipindah ke mana saja. Perasaanku campur aduk betul saat itu, sehingga aku terdiam cukup lama. "Nah, gua berpikir gini Jar," David memecah kesunyian itu, "karena Lukman ini sudah banyak membantuku di kerjaan, saatnya gua balas kebaikan Lukman. Kalau Lukman tinggal di sini, lu keberatan ga Jar?"
"Tentunya saya tidak memaksa ya Mas Fajar," sahut Lukman cepat-cepat, sepertinya dia sungkan denganku. "Kalau Mas Fajar tidak berkenan, saya tidak masalah tetap kos. Toh tempat dinas saya masih tetap. Kalau perlu, saya juga akan bayar sebagian biaya hidup di sini."
"Oh kalau masalah biaya jangan dipikirkan Mas," ujarku, walaupun pikiranku masih penuh mendengar tawaran itu. "Cuma... ini agak mendadak saja sih."
"Sori ya Jar, gua tahu ini terasa dadakan banget memang," kata David merasa agak bersalah. "Lu butuh waktu untuk memutuskan, gua dan Lukman ga masalah kok. Lu ga bersedia Lukman tinggal di sini, ga masalah juga, ya kan Luk?" Lukman mengangguk. "Gua cuma berpikir, selama ini kita kan udah tinggal bareng, ada dua tahunan lebih, lalu mendadak gua pindah gitu aja, lu bakal kesepian atau gimana, makanya gua nawarin Lukman tinggal di sini, dan dia setuju aja, toh lu sama Lukman juga sudah akrab, makanya gua minta Lukman nemenin lu. Kalau ada apa-apa, Lukman bisa bantuin elu. Ya memang Lukman bukan gantiin gua sih, ada AKP lain yang dimutasi buat gantiin gua, tapi at least Lukman masih tetap di tempatku, jadi Lukman pasti bisa bantu."
"Iya Mas Fajar, saya siap bantu kalau Mas Fajar perlu bantuan," ujar Lukman.
"Kalau gitu... gua pikir-pikir dulu ya Vid, Mas Lukman," jawabku. Perasaanku semakin bertambah campur aduk; di satu sisi, aku suka bahwa Lukman mau tinggal di sini, berarti aku masih bisa menikmati kontolnya; di sisi lain, aku kehilangan David yang sudah menemaniku bahkan hingga tidur.
"Take your time Jar."

Beberapa hari berlalu, aku masih merasa kalut. David tetap memelukku saat tidur, walaupun itu membuatku semakin sedih. Aku tidak yakin Lukman akan bisa menggantikan David sepenuhnya, apalagi ia sudah berkeluarga. Aku sempat memikirkan opsi untuk juga pindah ke Surabaya, apalagi kantorku sebenarnya juga punya cabang di sana, sehingga aku bisa tetap hidup dengan David. Namun, pikiranku berkecamuk lebih jauh. Apakah kelak hal yang sama akan terjadi lagi? Bagaimana kalau dia dimutasi lagi, dan ke tempat yang tidak bisa kujangkau? Akankah aku rela meninggalkan pekerjaanku, kehidupanku, dan keluargaku, demi David? Apakah aku sudah menyayanginya sampai sejauh itu; atau, apakah aku benar-benar mencintainya? Dadaku terasa sesak beberapa hari itu, hingga akhirnya David menyadarinya.
"Lu gpp Jar?" tanya David suatu malam. "Sejak hari itu lu murung banget." Aku sendiri bingung mau menjawab apa. "Benernya gua lagi pingin sih Jar," ujarnya sambil mengelus-elus selangkangannya, "tapi kalau lu lagi murung ya jangan deh."
"Bukannya gua ga mau sih Vid," jawabku sambil meremas selangkangannya hingga David terpekik kaget. "Gua cuma..."
"Lu ada rasa kah sama gua Jar?" Deg... tak kusangka dia akan langsung ke sasaran seperti itu. "Gpp kok, jujur aja." Dia memelukku sehingga aku bersandar di dadanya. Padahal mestinya aku yang lebih tua, namun kali ini aku merasa David yang lebih dewasa saat itu. "Atau... boleh ga gua yang jujur sama elu Jar?"
"Jujur gimana Vid?" tanyaku sambil memandangnya.
"Gua... selama gua tinggal sama elu, lama-lama gua ada rasa sama elu... cuma gua takut aja ngungkapinnya Jar... sampai sekarang..." Deg... apa dia menyukaiku?
"Gua ga akan bongkar rahasia elu lah Vid. Bahkan ke bonyok lu gua ga akan cerita juga."
"Terkait... kenapa gua biarin lu mainin kontol gua dan gua juga pernah mainin kontol lu...," David agak terbata-bata dalam menyelesaikan kalimatnya.
"Lu ga perlu maksain diri Vid," ujarku sambil kembali menatap matanya. "Kalau lu ga nyaman, ga perlu diungkapin kok, gua paham."
"Gua... aslinya gua ya bingung Jar. Bonyok gua pastilah pingin anaknya menikah dan punya anak. Tapi gua Jar, gua ga kepingin. Entah ya... sama cewek gua... biasa aja, ga pernah bisa punya feeling yang... sampai..." David tidak menyelesaikan perkataannya dan memandang jauh ke depan.
"Lu suka cowok Vid?" Aku langsung menyesal saat kata-kata itu meluncur dari mulutku.
"Entah ya Jar. Gua sendiri juga masih bingung..."
"In time you will find your true love Vid. Just follow your heart." Tapi apakah aku sendiri juga mengikuti suara hatiku...
"Gua... gua suka elu Jar." Perkataan David itu begitu cepat sehingga aku nyaris tidak menangkapnya, namun dari palingan wajahnya aku seolah tahu apa yang dia ucapkan. "Dan gua suka elu bukan cuma dari segi elu yang suka mainin kontol gua aja. Selama tinggal di sini, gua nyaman banget sama elu. Gua bahkan suka cerita masalah kerjaan gua kan, yang mestinya orang sipil ga boleh tahu." Aku beringsut bangkit dan duduk tegak, kini menatap David, dan dia pun balas menatapku. "Masakan lu... gua selalu kangen masakan lu tiap malam. Dan gua... gua akan kangen itu semua setelah pindah Surabaya..." Ada nada sedih dalam kalimat terakhirnya. "Tiap malam gua selalu meluk lu saat tidur, bahkan sampai gua masih tetap pakai seragam gua... gua merasa bisa manja sama elu Jar. Dan... dan... gua... gua..."
Sebelum David bisa menumpahkan air matanya, kutarik kepalanya mendekat dan kucium David. Tanpa kusadari air mataku ikut meleleh. David tidak membalas ciumanku, sepertinya ia sendiri juga kaget dan galau, namun aku tidak peduli. Tinggal selama dua setengah tahun sepertinya mengubah perasaanku dari semula hanya teman akrab menjadi lebih dari itu, namun aku selalu ragu untuk mengungkapkannya, sampai hampir terlambat. Aku tidak peduli apakah David marah dengan tindakanku, yang penting aku sudah menyatakan perasaanku padanya, walaupun tanpa kata-kata. Namun David ternyata memelukku dan perlahan-lahan membalas ciumanku. Cukup lama aku dan David berciuman sebelum akhirnya David menyudahinya duluan, dan sepertinya ia sangat malu. "Jar..."
"Vid... I love you." Akhirnya beban berat yang merundungku beberapa hari terakhir mendadak lenyap saat itu juga. Paling tidak aku sudah mengutarakannya, walaupun mungkin David akan menolakku.
"Jar... I love you too." Aku tertegun mendengar perkataan David, walaupun lirih. Aku menatap David, yang saat ini kurasa sedang benar-benar membuang segala kebanggaan yang ada pada dirinya sekarang, sebagai seorang anggota polisi yang tidak semestinya mencintai sesama pria. Yah, kurasa hati tidak bisa berbohong...
"Gua nyesel Vid kenapa gua baru ngomong ke lu sekarang," ujarku sambil menahan tangis. "Kenapa... kenapa gua baru come out ke elu saat elu mau minggalin gua..."
"Sori Jar... gua juga nyesel kenapa baru sekarang..." Aku langsung memeluk David erat-erat, menikmati kehangatan dan aroma tubuhnya yang saat itu dia bahkan belum mandi. Kuhirup aroma keringatnya bekas bekerja keras seharian tadi. Ah betapa aku akan merindukan saat-saat ini... "Gua bakal kangen lu Vid," ujarku terisak.
"Gua juga Jar," David berusaha tetap tegar walaupun suaranya bergetar. "Gua bakal kangen masakan lu, tawa canda lu, cuddle sama lu sebelum tidur... gua bakal kangen juga tangan lu yang sering godain kontol gua."
"Ah dasar lu Vid di saat gini masih bisa bicarain kontol aja," ujarku sambil meremas kontolnya, membuatnya terpekik. Kami pun tertawa sejenak. "Sumpah Jar, gua bakal kangen tubuh gua yang masih pakai seragam polisi ini lu gerayangi."
"Let's work it out Vid," ujarku sambil mencoba menguasai diri. "Memang benar ya kata orang, lu ga akan menghargai sesuatu yang lu punya sehari-hari sampai akhirnya lu harus kehilangan hal itu."
"Untungnya gua cuma dimutasi ke Surabaya Jar. Kaga ke luar pulau. Gua janji deh, begitu gua ada lowong, gua pulang ke sini."
"Jangan Vid, lu capek ntar. Gimana kalau gua ikut pindah ke Surabaya?"
"Lah kerjaan lu gimana?"
"Gua bakal bicarain sama manajerial. Tapi lu udah janjiin Lukman tinggal di sini Vid?"
"Gua ga janjiin sih, cuma nawarin dia aja. Kalau lu mau pindah, bilang aja lu keberatan tinggal sama dia. Lukman orangnya woles kok Jar."
"Besok coba kupastiin sama manajerial, gua bisa ikut pindah ga ke Surabaya. Nanti kita cari apartemen lagi yang mungkin deket sama tempat lu dinas."
"Ya udah Jar, kabarin aja. Tapi gua ga maksa lu pindah ya, kalau lu memang ga bisa pindah, jangan dipaksain. Biar Lukman yang nemenin lu."
"Ntar lu cemburu Vid? Yakin gua ga bakal ngapa-ngapain sama Lukman?" Ups, kenapa aku bicara seperti itu ya...
"Ahahaha let's see if I'm getting jealous or not Jar! Paling ga gua udah tau kalau dia kadang-kadang ya doyan kontol."
"Serius lu Vid???" aku terhenyak. Jangan-jangan David tahu kalau aku pernah mengoral Lukman?
"Yaaa gua baru tahu tahun lalu sih Jar, cuma gua ga kasih tahu elu... lu kan tau dia sudah beristri tapi jauh, jadi kadang-kadang ya perlu pelepasan. Cuma gua nasihatin jangan jajan sembarangan, apalagi kariernya sedang naik, jangan sampai kena skandal apa-apa. Lu kan tahu kalau polisi sampai ada skandal seks langsung di-blow up se-Nusantara dan susah banget bersihin nama kepolisian. Bahkan gua aja yang polantas ga jarang dibenci orang-orang yang tahu berita skandal seks polisi X, padahal beda jauh lah itu divisinya. Langsung disamaratain aja. Makanya dia kusuruh coli aja kalau lagi tegangan tinggi. Kadang-kadang kalau pas tegangan tinggi gua godain dia, sampai terakhir gua pegang kontolnya hahaha..."
"Dasar lu Vid, atasan nakal hahaha... terus Lukman gimana reaksinya?"
"Ya awalnya dia kaget, cuman lama-lama dia yang mohon-mohon diterusin, saking udah horny dia. Bahkan dia juga minta izin buat pegang kontol gua. Penasaran katanya."
"Trus lu kasih?"
"Yaa sebagai atasan yang baik hahaha... tapi dia cuma pegang-pegang aja kok Jar, masih sungkan mau mainin kontol gua. Beda sama lu yang udah nyosor aja."
"Trus?"
"Ya terjadilah, gua coliin dia sampai ngecrot. Tapi denger-denger kalau yang sekolah bintara sih juga katanya ada kok Jar yang sampai pegang-pegang kontol, malah katanya ada yang sampai entot-entotan segala. Gua sih kagak ambil pusing, kalau emang sama-sama mau, ya why not? Toh Lukman sendiri yang akhirnya sungkan dan minta gua jangan kasih tahu siapa-siapa."
"Ya untungnya Lukman orangnya baik Vid."
"Ya gitu lah Jar. Gua kasihan aja sama dia. Makanya gua ajak dia tinggal sini gantiin gua, kali-kali ntar lu bisa bantu juga mainin kontolnya hahaha..."
"Yeee lu ga cemburu emang?"
"Ya pastinya lah Jar, apalagi gua bakal jauh sama elu dan Lukman. Makanya ntar ajarin video call, biar kalau pas kangen gua bisa vidcall sama elu, kita coli bareng! Pas kita ketemu baru deh main kaya biasanya."
"Lu yakin Vid? Ngizinin gua mainin kontolnya Lukman?"
"Ya Jar. Lu sudah bantu gua banyak, ya at least ini yang bisa gua lakuin buat elu."
"Padahal yang lain bakal protes lah Vid, masa pacar gua main sama cowok lain."
"Ya iya sih... tapi ini beda Jar. Gua percaya sama Lukman. Lu tau sendiri juga kan Lukman orangnya baik. At least gua pingin bantu dia setelah gua mutasi. Siapa tahu besok-besok gua balik lagi satu divisi sama dia."
"Ya lu jadian aja sama Lukman sekalian Vid!" Entah apakah aku terdengar cemburu atau bagaimana, karena menurutku aneh saja sih David yang baru menyatakan cinta padaku malah mengizinkan aku tinggal bersama pria lain, bahkan sampai melayani hasrat birahinya.
"Hahaha ya kagak bisa lah Jar, Lukman kan udah ada yang punya! Walaupun iya dia jauh sih sama istri, tapi gitu-gitu dia tetep setia sama istrinya kok. Yang sama gua cuma selingan aja, dan dia ga sering-sering juga minta ke gua, pasti sungkan lah secara gua atasannya. Paling kalau gua iseng aja. Sekarang Lukman gua titipin ke elu, lu mau gak?"
"Gua sih terserah Vid, cuman kan kita baru aja... say love to each other, rasanya aneh aja..."
"Ya udah, kalau lu emang ga mau gua juga kagak maksa. Kita pikirkan jalan keluar yang paling enak buat kita semua, OK?" Aku pun mengangguk dan kembali memeluk David. David pun berbisik, "Thank you ya Jar sudah menerima cintaku."
"Me too." Cukup lama kami berpelukan, tenggelam dalam pikiran masing-masing, mencerna apa yang baru saja terjadi. Begitu banyak yang terjadi, dan begitu banyak kemungkinan rencana yang bisa disusun setelah aku dan David jadian, termasuk apakah Lukman akan terlibat di dalamnya. Kau pun pasti merasa aneh, ya kan? Kecuali memang kehendaknya untuk threesome atau poliandri... "Udah yuk Jar, istirahat di kamar yuk," kata David. "Gua pingin memadu cinta..."

Malam itu terasa berbeda dari biasanya. Walaupun biasanya aku memainkan kontol David, namun kali ini aku memainkannya sebagai pasangannya. Aku sempat berdebat kecil dengan David karena dia ingin kutusuk, namun selama ini biasanya dia yang menggesek-gesekkan kontolnya ke pantatku sebelum tidur, sehingga kukira semestinya David ini top. Aku sendiri tidak terlalu berminat untuk mengentot seseorang maupun dientot; buktinya selama 2,5 tahun hidup bersama dengan David, tidak sekalipun tercetus di benakku untuk mengentotnya ataupun meminta dirinya mengentot diriku. Akhirnya tidak terjadi adegan entot-mengentot malam itu, aku mengocok dan mengulum kontol David sampai dia orgasme, dan David pun melakukan hal yang sama denganku. Mungkin aku ini yang sekarang disebut side, tidak ingin menjadi top maupun bot, sementara David rasanya vers. 

Keesokan harinya, aku sudah mendapatkan jawaban atas berbagai rencana yang sudah kususun. Manajerial enggan untuk mengabulkan permohonanku pindah ke cabang Surabaya, karena aku juga baru saja diangkat mengisi jabatan yang kosong di kantor pusat Jakarta. Selain itu, mereka juga ingin cabang Surabaya berkembang dengan menyerap tenaga kerja lokal. Hal ini kubicarakan dengan David; walaupun kami berdua kecewa berat menghadap kenyataan bahwa kami akan berpisah untuk waktu yang tidak ditentukan, namun akhirnya kami berjanji untuk terus berhubungan melalui Telegram, kalau horny ya video call. Malam itu juga aku mengajari David cara melakukan video call, walaupun katanya mutasinya masih sebulan lagi. Akhirnya kami tetap pada rencana semula, yaitu mengizinkan Lukman tinggal di apartemenku. Beberapa hari berikutnya, David dan Lukman cukup sibuk memindahkan barang-barang Lukman dari kosnya saat ini ke kamar tamu yang kusiapkan menjadi kamar tinggal Lukman, dan Lukman pun mulai tinggal bersama kami agar dia dapat beradaptasi. Aku pun mulai mendaftarkan Lukman menjadi penghuni tetap di unitku, sambil mengajarinya beberapa hal terkait kehidupan di apartemen. Aku tidak tahu bagaimana David melakukannya, namun beberapa waktu setelah tinggal bersama Lukman pun mulai membuka diri terkait kehidupan seksualnya kepadaku, walaupun tentu saja aku dan Lukman sudah saling tahu. Entah siapa yang memulai duluan, malam itu akhirnya malah terjadilah threesome yang diinginkan, dengan aku menikmati kontol dua polisi sekaligus, baik menggunakan tangan maupun mulutku. Aku yakin Lukman pasti ingin ngentot, namun kurasa dia akan sangat sungkan padaku, selain tidak berani pada David juga, maka biarlah sementara Lukman hanya menikmati sedotan dan kenyotanku pada kontolnya. Lukman juga mulai tidak sungkan kunikmati selagi masih mengenakan seragam dinasnya, seperti yang dulu pernah kulakukan padanya, namun kali ini aku tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi dari David. Tentu saja, aku dan David masih menahan diri di depan Lukman untuk tidak saling berciuman atau menunjukkan tanda-tanda berpasangan, namun kami bertiga sudah sepakat untuk saling menjaga rahasia.
Pekan terakhir sebelum David berangkat ke Surabaya, ia memohon-mohon padaku untuk memerkosanya dalam balutan seragam polisinya. Walaupun aku biasanya tidak pernah ngentot, namun demi menyatakan cintaku padanya, akhirnya aku pun mencoba untuk mengentot David. Tentu saja, ini kami lakukan setelah dirasa Lukman sudah tidur. Karena ini pengalaman pertamaku, terjadi beberapa insiden seperti kontolku yang beberapa kali tidak mau masuk karena lubangnya yang masih perawan, namun setelah beberapa kali mencoba akhirnya aku bisa mengentot David. Malam itu menjadi malam yang takkan kulupakan; walaupun David sebentar lagi tinggal jauh dariku, namun malam itu menjadi malam yang paling membahagiakan bagiku. Sekalipun David sempat kesakitan, dia tetap menahan dan menikmati entotanku sampai aku orgasme di dalam. Pelukan Kompol David malam itu menjadi sangat istimewa bagiku, dan semakin hari rasanya jadi semakin berat untuk berpisah.
Hari-hari terakhir David di Jakarta diisi dengan berbagai macam pesta perpisahan. Mulai dari pesta perpisahan dari divisinya, yang juga dipenuhi suasana haru--aku baru tahu David ternyata sangat populer di kalangan anak buahnya dan mereka semua merasa kehilangan atas dimutasinya David, walaupun AKP Kelvin yang menggantikannya juga cukup ramah bagiku. Lukman paling emosional karena dia sudah lama mengabdi pada David. Keluargaku dan keluarga David juga mengadakan pesta perpisahan, dan ganti aku yang emosional karena akan kehilangan David, walaupun sebisa mungkin aku hanya menunjukkan persahabatanku dengan David. Malam terakhir itu diisi dengan threesome-ku kembali dengan Kompol David dan Ipda Lukman, seperti biasa tetap mengenakan seragam lengkap, dan untuk pertama kalinya malam itu Lukman belajar mengisap kontol David, walaupun David tetap tahu diri dengan tidak menembakkan pejuhnya di dalam mulut Lukman--David menyuruhku melatih Lukman agar mau minum pejuh kelak. Kami bergumul dua-tiga ronde malam itu, sebelum akhirnya beristirahat malam dengan David memelukku dalam tidur untuk terakhir kalinya. Ia memutuskan meninggalkan seragamnya yang ia gunakan untuk bercinta malam itu, agar jika aku kangen paling tidak aku bisa merasakan kehadirannya melalui seragamnya. Toh ia akan dapat seragam lagi di Surabaya nanti.
Paginya, aku dan Lukman mengantar David ke bandara. Rasanya begitu berat melepasnya ke terminal keberangkatan, walaupun sebenarnya aku dan David hanya terpisahkan sejauh dua jam perjalanan udara. Lukman mencoba lebih tegar dengan menghiburku yang terisak saat David akhirnya menghilang ke dalam terminal keberangkatan, walaupun aku tahu ia juga sedih. Ia mengantarku kembali ke apartemen, lalu ia sendiri harus langsung kembali ke kantor karena kesibukan barunya menjadi ajudan baru AKP Kelvin. Maka dimulailah hari-hari baruku: hari-hari tanpa David di sisiku saat tidur, hari-hari Lukman mengisi akhir hariku. Aku tidak selalu setiap hari melayani hasrat Lukman, kadang-kadang ia pulang kelelahan dan tidak punya tenaga lagi, namun Lukman sudah tidak sungkan lagi saat ia horny. Lukman pun perlahan-lahan belajar memainkan kontolku, entah mengocok atau menghisapnya. David sendiri perlahan-lahan beradaptasi dengan kehidupan barunya di Surabaya; kehidupannya tidak lagi semewah saat tinggal denganku karena ia tinggal di rumah dinas biasa, dan seringkali ia mengeluh kangen dengan masakanku sekalipun makanan di Surabaya enak-enak. Yang paling ia kangeni adalah memelukku saat tidur dan dilecehkan sebagai seorang polisi. Perlahan-lahan kami membiasakan diri dengan kehidupan baru ini, namun satu hal yang pasti: hubunganku dengan David bukan lagi sekedar persahabatan. Inilah yang namanya cinta.

Oh, kalau kau khawatir aku dan David membuat Lukman menjadi gay, dia tetap berhubungan dengan istrinya, dan dia tetap kangen menusuk memek. Hanya saja, Lukman tidak berani menusukku, sekalipun David sudah memberikan izin kepadaku kalau-kalau Lukman ingin mengentotku. Yah, biarkan dia tetap mencintai istrinya luar dalam, selagi aku mencintai David dari jauh. Sesuai rencana semula, sesekali David pulang ke Jakarta atau aku yang mengunjunginya ke Surabaya di kala senggang, dan tentu saja kami bercinta layaknya pasangan sebagaimana mestinya. Kadang-kadang, ketika David pulang ke Jakarta, Lukman pun ikut menyambutnya, dan tidak jarang berakhir dengan threesome, sampai kadang aku curiga apakah Lukman ini sebenarnya juga menaruh hati pada David. Namun, aku tak terlalu ambil pusing, karena toh David mencintaiku.

Semoga kau yang membaca kisah ini juga dapat menemukan cinta sejatimu, siapapun itu. Kalau kau sudah menemukannya, biarlah cinta itu tetap terjaga hingga tak lekang oleh waktu.

~FIN~