Rabu, 27 Juli 2016

Polisi dan orang cebol (bagian 1)

Jika ada satu pelajaran hidup yang harus kubagikan padamu, aku akan mengatakan ini:

Jangan macam-macam dengan orang cebol.



Selama ini kehidupanku bisa dibilang cukup normal. Aku berhasil mewujudkan cita-citaku menjadi seorang polantas. Sekalipun upaya ke sana cukup keras, namun aku kini bisa membanggakan seragam coklat yang kukenakan tiap hari. Berbeda dengan pandangan sinis orang-orang tentang polantas, aku selalu mewujudkan diri sebagai polantas yang bersih; aku tak pernah mau menerima uang suap untuk tilang. Oh ya, perkenalkan, namaku Ikbal, pangkatku masih Bripda. Perjalananku masih panjang memang, tapi aku tidak pernah mengeluh atau hilang semangat memikirkannya. Yang penting aku menjalankan tugasku dengan baik.

Sehari-hari, aku berdua menjaga dan mengatur lalu lintas bersama rekanku, Briptu Ardo. Berbeda denganku yang tegas namun tetap sabar (bukan menyombongkan diri nih), Ardo termasuk orang yang cepat naik darah. Mungkin karena itu juga aku dipasangkan dengannya, namun aku memang mengenalnya dengan baik, sekalipun ia satu angkatan di atasku. Walaupun begitu, ia termasuk orang yang baik dan ringan tangan. Kalau kau sudah kenal dengannya cukup lama, ia bahkan bisa bercanda.

Masalah kehidupan pribadiku...  aku masih single sih, dan tentu saja aku normal seperti kebanyakan orang. Ada beberapa cewek yang menarik perhatianku, namun kebanyakan mereka cukup rewel sehingga seringnya hubunganku tidak bertahan lama. Ardo sendiri lebih beruntung dariku, karena ia sudah menikah dan memiliki satu bayi cowok yang lucu. Ada keinginan untuk menikah dan berkeluarga, namun di saat yang sama aku juga ingin karirku menanjak terlebih dahulu. Ah, tapi pedulikah kau dengan kisah asmaraku kalau kau membaca cerita ini? Mungkin kau lebih tertarik dengan tubuhku, seperti yang diinginkan orang cebol itu.

Ya, sampai saat itu, aku tidak pernah mengetahui yang namanya kehidupan gay, termasuk kehidupan seksnya. Kehidupan seksku sendiri... aku tidak pernah berhubungan badan dengan mantan-mantan pacarku, sekalipun mereka memintanya dan menggodaku. Pernah satu pacarku menggodaku sampai hampir kelewat batas saat aku sedang sendirian di pos, untungnya aku bisa mengendalikan diri. Dan anehnya dia langsung memutuskanku. Apa memang cewek sekarang hanya tertarik kontol ya, aku juga gagal paham. Memang, aku harus mengakui, aku agak tergoda setelah kejadian itu, namun aku biasanya akan berusaha untuk fokus pada pekerjaanku. Mimpi basah, rutin. Aku tak pernah tahu cowok juga bisa menyukai kontol cowok lain, dan bisa memainkannya dengan lebih nikmat. Hingga hari itu.

Kami sedang melaksanakan operasi simpatik biasa untuk menertibkan sepeda motor yang tidak standar, seperti kaca spion yang tidak lengkap, lupa menyalakan lampu di siang hari, maupun knalpot yang terlalu bising. Siang hari itu cukup terik, dan cukup banyak juga terjaring pengguna sepeda motor yang tidak menaati peraturan. Karena ini operasi simpatik, kami tidak menerbitkan surat tilang, hanya himbauan untuk segera membenahi sepeda motornya. Kebetulan hanya aku dan Ardo saja yang melakukan operasi itu; toh jalanan tempat kami bertugas biasanya tidak terlalu ramai, hanya di jam-jam tertentu saja. Kebanyakan yang terjaring adalah anak-anak muda yang biasanya ingin eksis atau diakui temannya, sehingga cukup banyak modifikasi tidak standar, yang sebenarnya juga membahayakan keselamatan mereka sendiri. Operasi itu hendak kami akhiri pukul lima sore. Jalanan sudah cukup sepi, namun kemudian ada satu pengendara yang menarik perhatianku. Motor yang ia kendarai tidak sama seperti motor kebanyakan: tingginya hanya sekitar separuh motor biasanya. Aku tertarik dengan motor itu, maka aku memberi tanda pada pengendara itu untuk menepi. Pengendara itu patuh dan berhenti tidak jauh dariku, maka aku pun menghampirinya. "Selamat sore Bapak," sapaku ramah. Saat itu aku menyadari pengendara motor itu ternyata orang cebol. Sejenak aku paham mengapa motornya dimodifikasi, namun aku tetap harus memeriksanya agar sesuai standar.
"Sore Bapak, saya salah apa ya?" Pertanyaan langsung seperti itu sudah biasa kudengar, karena sepertinya ada stigma di masyarakat, kalau kau dipanggil polantas, berarti kau melanggar sesuatu.
"Ini hanya operasi simpatik Bapak, untuk standar sepeda motor. Kaca spion, menyalakan lampu di siang hari, knalpot, kelengkapan surat-surat kendaraan. Bisa saya lihat surat-suratnya?"
"Silakan Pak." Orang itu mengeluarkan semua surat yang kuminta dan aku pun mengamat-amati surat itu. Aku tidak menyadari orang itu mengamat-amati diriku, atau tubuhku. Aku juga tidak menyadari aku berdiri cukup dekat dengan orang itu, sehingga aku tidak siap dengan apa yang terjadi berikutnya.
"Kontolnya bagus Pak."

Dan orang cebol itu pun menyentuh dan meremas kontolku.

Refleks aku menepis tangan orang cebol itu dan mundur menjauh. "Bapak, Bapak tahu apa yang barusan Bapak lakukan?" Suaraku terdengar agak bergetar; aku cukup kaget dengan orang cebol itu. Tidak pernah ada cowok lain yang pernah memegang bagian pribadiku itu. Beberapa pacar terdahuluku memang pernah memegangnya untuk menggodaku, namun biasanya langsung kutolak. Orang cebol itu memanfaatkan kelengahanku saat memeriksa surat-suratnya. Tapi bahkan orang lain, cewek sekalipun, tidak pernah langsung meremas kontolku seperti itu!
"Tahu kok," jawab orang cebol itu santai. "Dan saya tahu apa yang kuinginkan. Kontolmu."
"Maaf Pak, Bapak tahu sedang berhadapan dengan siapa?"
"Polisi." Orang cebol itu turun dari motornya dan melangkah mendekat. Aku pun spontan melangkah mundur, namun kemudian aku tersadar untuk menunjukkan kewibawaan dan kekuasaanku sehingga aku pun berhenti melangkah. "Nggak usah takut Pak, saya cuma mau ngasih Bapak yang enak-enak aja kok. Bapak pasti suka."
"Pak, maaf, saya bukan orang sembarangan, dan saya sedang bertugas. Bapak bisa saya proses karena macam-macam dengan polisi."
"Ah, polisi juga manusia Pak." Orang cebol itu kini berdiri di depanku sambil tersenyum. "Bapak pasti jarang disentuh makanya seperti itu. Percaya deh, saya akan kasih Bapak kenikmatan yang bikin ketagihan." Ia mengulurkan tangannya kembali, namun kali ini aku lebih sigap dan menepis tangannya. "Bapak ikut saya ke pos," perintahku datar.
"Dengan senang hati," jawabnya, membuatku sedikit merinding. Orang ini bukan orang biasa...



"Dapat lagi Bal?" tanyaku ketika melihat Ikbal mengantar seseorang masuk ke pos. "Kok diborgol? Ngelawan ya?"
"Nggak Do, dia berusaha melecehkan aku," jawab Ikbal. Dari raut mukanya, dia seperti agak terkejut.
"Hahaha, ada yang berani ya melecehkan polisi! Becanda kau!"
"Dia meremas kontolku," Ikbal sedikit berbisik, sepertinya malu. Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya. "Kau? Diapain??? Diremas kontolnya? Sama orang cebol ini? Hahahahahaaa!!! Hebaaattt!" Aku memandang orang cebol itu, dan dia tidak menunjukkan raut bersalah maupun takut. "Heh, kau, berani ya sama polisi?"
"Saya cuma membantu Bapak Ikbal saja, Pak Ardo," jawab orang cebol itu tersenyum. "Kalau tangan saya dibebaskan, saya juga bisa memberikan kenikmatan yang sama untuk Bapak Ardo!" Berani juga orang ini! Tanpa basa-basi, to the point, dia menginginkan kontolku dan kontol Ikbal!
"Heh, bisa apa kau memangnya? Tahu apa kau sama kontol? Cebol kecil gitu!"
"Saya bisa megang kontol Pak Ikbal tadi. Saya juga bisa ngisep. Bikin Bapak-Bapak keluar di dalam celana juga bisa."
"Dasar homo doyan kontol! Kujebloskan penjara baru tahu rasa kau!"
"Kalau Bapak tidak percaya, lepaskan dulu borgol saya."
"Hah! Sori ya, saya nggak doyan laki! Lebih enak memek istri!"
"Coba dulu Pak, nanti Bapak pasti ketagihan."
"Alah ga usah banyak bacot!"
"Bapak sudah lama kan ga dikasih jatah sama istri? Pasti lagi datang bulan, makanya Bapak senewen seperti itu. Kontol Bapak juga pingin dimainin tuh, sudah berapa hari Pak? Seminggu? Saya bisa bantu keluarin Pak."
"Heh homo, ini kontol cuma buat istriku! Bal, mana kunci borgolnya?"
"Mau kauapakan dia Do?"
"Percuma berdebat sama homo! Kita juga ga bawa mobil tahanan!"
"Kupanggilkan ke kantor aja kah?"
"Ga usah, nanti dia malah kesenangan dibawa ke penjara, banyak polisi! Nafsu homonya tambah besar nanti, bahaya!"
"Terus?"
"Heh cebol, dengar ya! Aku nggak mau melihat kamu lagi ngemis-ngemis kontol polisi! Kalau aku melihatmu lagi, mampus kau! Bal, pegang tangannya supaya dia nggak macam-macam habis kubuka borgolnya!" Ikbal pun menurut lalu memegangi tangan orang cebol itu selagi aku membuka kunci borgolnya.

Aku tak menduga orang cebol itu lebih pintar dariku.

Begitu tangannya terbebas, ia mengentakkan tangannya sehingga borgol itu melayang hingga membentur dinding pos; kuncinya juga terlempar entah ke mana. "Sial!" umpatku, dan refleks aku bangkit berdiri untuk mencari borgol itu.

Suatu kesalahan.

Sebelum aku menyadarinya, orang cebol itu dengan cepatnya meremas kontolku. Rasa sakit pun mendera tubuhku. Kurang ajar betul orang cebol itu! Dan Ikbal pun melakukan kesalahan dengan mendekat. Kurasa ia ingin membantuku, namun ia juga ceroboh.

Orang cebol itu mendapatkan kontolnya.



Kedua polantas itu mengerang ketika aku meremas-remas kontol kebanggaan mereka. "Jangan dikira hanya karena aku cebol berarti aku tidak bisa apa-apa! Aku juga bisa mainin kontol kalian, dan kalian akan ketagihan!" Tinggiku pas sekali hanya setinggi selangkangan kedua polisi itu, jadi tanganku sangat pas untuk meremas kontol. "Jadi, kalian pilih yang mana? Mau dibikin enak?" Aku meremas-remas kontol kedua polisi itu dengan lembut. "Atau dibikin 'enak?'" Kuperkeras remasanku dan kudorong tanganku semakin masuk ke dalam selangkangan kedua polisi itu, membuat mereka mengerang dan berjalan mundur sampai akhirnya terhentikan oleh tembok pos jaga. "Kau berani melawan polisi ya?!" ancam polisi Ardo.
"Oh siapa takut? Kalian sekarang saja sudah loyo kuremas kontolnya!" Tinggi badanku memberiku keuntungan tambahan, membuatku berada di luar jangkauan pukulan orang dewasa biasa. Aku melepaskan remasan dari polisi Ardo, namun dengan cepat kukepalkan tanganku dan kuhantam tonjolan bola-bola polisi Ardo, membuat polisi Ardo mengerang pendek. "Ugh..." Diliputi rasa ngilu yang luar biasa di kontolnya, polisi Ardo perlahan terduduk di lantai pos. Tanpa basa-basi lagi, langsung kuinjak kontol si polisi Ardo. Sekali lagi hanya napas pendek yang keluar dari mulut di polisi, diikuti dengan kesadarannya. Polisi itu pingsan.
Dan aku masih mempertahankan genggamannya pada polisi yang satu lagi, polisi Ikbal, yang tampak mulai ketakutan. "Jadi, kau mau yang mana?" tanyaku lagi.
"Jangan... jangan... kau boleh melakukan apa saja padaku!" jawab polisi Ikbal gemetaran. "Kau boleh memainkan kontolku!"
"Bagus!" ujarku puas; aku pun tersenyum lebar penuh kemenangan. "Aku sudah muak ditolak ke sana kemari hanya karena aku cebol! Aku juga bisa memberi kenikmatan sama seperti kalian orang normal!" Ia mengelus-elus tonjolan polisi Ikbal yang masih gemetaran itu. "Jangan takut, aku tidak akan menyiksa kontolmu seperti temanmu yang bodoh tadi. Tapi bantu aku dulu, borgol temanmu. Dia akan kuajari menerima kenikmatan yang sama dari orang cebol."

Setelah meletakkan polisi yang pingsan itu di pojok pos dan memborgolnya di sebuah pipa, tinggallah aku dan polisi penurut itu. "Nah, bisa kita mulai, Pak Ikbal?" Polisi itu hanya mengangguk; entah ia sudah siap kuperkosa. "Pak Ikbal tegang amat, duduk dulu aja deh Pak." Kutawarkan duduk, dan polisi Ikbal pun menurut. Kuamat-amati Ikbal. Tanda pangkat di pundaknya menandakan ia seorang bripda. Perawakannya cukup gagah, kulitnya terbilang cukup putih untuk ukuran polantas yang lebih sering berada di bawah terik matahari. Wajahnya tampan juga. Badannya cukup tinggi, mungkin sekitar 176 cm, dan kakinya juga cukup tinggi semampai namun tetap kokoh untuk menopang tubuhnya. Masih belum tampak timbunan lemak di sana-sini, Bripda Ikbal pasti rajin menjaga tubuhnya. Sepertinya ia berumur sekitar 26 tahun. Kontolnya... aku melirik ke arah tonjolan celana coklat Bripda Ikbal. Aku sudah sempat menaksir saat meremas kontol Bripda Ikbal tadi, dan aku suka dengan ukurannya. Cukup proporsional; tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil. Kuperkirakan kontol Bripda Ikbal masih menyimpan banyak pejuh di dalam bola-bolanya. "Pak Ikbal pernah main?" tanyaku.
"Main...? Main apa?"
"Main kontol," tanpa basa-basi lagi tanganku langsung mengelus-elus tonjolan kontol Bripda Ikbal. Bripda Ikbal tampak gugup namun ia juga tidak menghentikanku itu melakukan aksinya. Sepertinya pertahanannya mulai runtuh. Aku tersenyum menunggu jawaban Bripda Ikbal. "Nggak pernah," jawabnya pelan.
"Nggak pernah dimainin sama orang lain Pak Ikbal? Sama ceweknya?"
"Saya masih jomblo."
"Ah masa polisi ganteng gini masih jomblo... Badan bagus pula..." Kuraba-raba dada dan perut Bripda Ikbal sebelum kembali mengelus-elus kontol Bripda Ikbal. "Kontolnya asyik juga."
"Saya nggak berani main sembarangan sama cewek... takut hamil... saya belum siap..."
"Main sama cowok aja Pak Ikbal... ga bisa hamil." Bripda Ikbal hanya terdiam mendengar perkataanku. "Sayang kalau dibiarkan gitu aja, kontolnya kan produksi pejuh terus, daripada cuma keluar pas mimpi basah aja. Sehat juga lho Pak kalau rutin keluar, buat kesehatan prostat."
"Saya bukan homo..."
"Ah Pak Ikbal, nggak perlu jadi homo Pak untuk bisa menikmati kontol. Pak Ikbal kan bisa coli sendiri, atau minta bantuan orang untuk coliin. Saya bisa bantu kok Pak."
"Tapi..."
"Tenang aja Pak, nggak semua cowok yang mainin kontol cowok lain itu juga minta balik. Saya nggak masalah kontol saya nggak Bapak mainin, toh masih banyak cowok lain yang mau. Banyak kok cowok yang bukan homo tapi juga suka sama-sama main kontol, biasanya mereka nggak penetrasi Pak, cuma bantu kocok-kocok atau kadang-kadang ada yang suka ngisep juga. Pak Ikbal pernah diisep?"
"Belum. Enak kah?"
"Ah nanti Pak Ikbal tahu sendiri deh! Tuh juga sudah berdiri." Bripda Ikbal pun melihat tonjolan selangkangannya dan merasa agak malu; batang kontolnya sudah mulai terlihat cukup jelas di celana dinas coklatnya itu. "Bapak kalau malu tutup mata saja, bayangkan saya ini cewek yang mainin kontol Pak Ikbal."



Tanpa basa-basi lagi, aku mulai memainkan jariku pada tonjolan kontol Bripda Ikbal. Kuposisikan batang kontol Bripda Ikbal sedemikian rupa supaya Bripda Ikbal merasa nyaman dan tidak kesakitan saat tegang sepenuhnya nanti. Dengan lembut kuurut batang kontol Bripda Ikbal. Bripda Ikbal tidak bereaksi, mulutnya masih setengah menganga namun tak ada suara yang keluar; mungkin malu-malu untuk mengakui bahwa ia sebenarnya menikmati permainan itu. Bripda Ikbal membuka kakinya lebar-lebar agar aku lebih leluasa memainkan kontolnya. Sesekali kuelus-elus pangkal paha Bripda Ikbal dan kugoda imannya dengan menyenggol-nyenggol bonggolan kontolnya. Bola-bola kontol Bripda Ikbal pun tak luput jadi sasaran permainan tanganku, yang rupanya cukup menggoda pertahanan Bripda Ikbal. Aku berpindah posisi ke sebelah kanan Bripda Ikbal, lalu kubuka satu kancing kemeja dinas coklat polantas itu. Tangan kiriku masuk ke dalam, mencari-cari sasarannya, yaitu puting susu Bripda Ikbal. Mungkin ada di sekitar kantung kemeja Bripda Ikbal. Kuraba-raba daerah itu, dan akhirnya ketemu juga: puting susu Bripda Ikbal, yang masih terbalut dalam kaos dalam coklat khas polisi. Aku tidak repot-repot membuka kaos dalam itu, kuelus-elus dada Bripda Ikbal dari luar kaos dalamnya. Tangan kananku tentu saja tidak menganggur; kontol Bripda Ikbal masih ada dalam remasan demi remasan tangan kananku. Aku bisa merasakan Bripda Ikbal mulai terangsang hebat; samar-samar kurasakan celana dinas Bripda Ikbal mulai basah oleh precum, dan puting susunya juga mulai melenting. Kucubit-cubit puting susu itu. "Aaahhh..." Bripda Ikbal tak kuasa menahan erangannya; rasa nikmat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya seakan membawanya ke awang-awang. "Enak Pak Ikbal?" aku pun tersenyum. Bripda Ikbal mengangguk malu-malu. Baru kali ini tubuhnya digerayangi demi kenikmatan, dan yang menggerayanginya seorang pria! Aku terus mengelus-elus dada dan perut Bripda Ikbal sambil tak lupa memainkan kontol polantas itu yang sudah menegang sempurna di dalam celana dinasnya.



Aku tak menyangka pertahananku runtuh. Belum pernah ada yang memainkan tubuhku senikmat orang cebol itu. Bahkan semua mantanku tidak ada yang pernah bereksperimen dengan tubuhku. Aku terkejut mengetahui puting susuku ternyata sensitif dan dapat merangsang kontolku; bukan hanya puting susu cewek saja yang demikian! Entah mengapa, kali ini aku tidak bisa menahan diri. Biasanya, sekalipun mantan pacarku menggodaku sedemikian hebatnya, aku masih bisa menangkisnya. Namun, kali ini sepertinya aku pasrah...

Aku pun akhirnya penasaran dengan apa saja yang orang cebol itu lakukan pada tubuhku. Aku pun membuka mataku dan kuberanikan diri melihat ke bawah. Orang cebol itu masih memainkan kontol dan dadaku. Ia memijat kontolku dengan mantap, tidak terlalu lemah namun juga tidak sampai menyakitiku. Melihatku, orang cebol itu hanya tersenyum, lalu melanjutkan pekerjaannya menggerayangi seluruh bagian kontolku. Batang kontolku yang sudah mengeras diurutnya dengan lembut dari pangkal hingga ke kepalanya, lalu ia menekan-nekan ujung kepala kontolku dengan jempolnya, selagi keempat jarinya yang lain menekan-nekan kedua bola kontolku. "Aaaahhh..." Tubuhku terasa seperti tersetrum sesuatu, namun ini adalah setruman kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Kurasa aku melewatkan sesuatu yang seharusnya kunikmati di masa mudaku.
"Mau dikeluarkan sekarang Pak Ikbal?" orang cebol itu menawarkan. "Nggak usah malu-malu Pak, nanti saya juga hisap kontol Pak Ikbal, sesuai janji saya tadi." Tawarannya begitu menarik; aku belum pernah dihisap. "Bapak mungkin kunci dulu pintu pos ini supaya nggak ada yang masuk waktu saya nanti ngisep kontol Pak Ikbal." Ide bagus; aku terlalu terlena pada kenikmatan yang diberikan sampai tidak memikirkan kalau ada yang melihatku! Tentu memalukan seorang polisi kepergok dilayani kontolnya, oleh seorang cowok pula! Aku pun bangkit dan mengunci pintu pos, kemudian kembali duduk di samping orang cebol itu. "Saya bikin keluar ya Pak Ikbal." Aku hanya mengangguk setuju.

Kontolku agak berkurang ketegangannya karena terhenti akibat mengunci pintu pos, namun dengan sigapnya orang cebol itu memainkan kontolku kembali, dan dengan segera kontolku kembali mengeras seperti tadi. "Pak Ikbal kalau coli tahan berapa lama?" tanyanya sambil terus mengurut batang kontolku.


"Saya jarang coli."
"Kalau lagi coli aja." Aku terdiam mendengar pertanyaan itu. Aku tidak pernah mengukur waktunya, karena memang aku jarang sekali coli. Biasanya aku lebih sibuk dengan pekerjaanku. Kini aku menyadari betapa kurangnya aku memperhatikan kebutuhan tubuhku sendiri. "Ya udah, nanti bilang aja ya Pak Ikbal kalau mau keluar. Bapak habis ini langsung pulang kan, nggak ke kantor lagi kan?" Aku mengangguk. "Saya bikin Pak Ikbal keluar di dalem celana ya. Sensasinya pasti beda." Aku hanya menurut saja; aku sendiri belum pernah keluar di dalam celana, apalagi sekarang aku masih mengenakan seragam dinas lengkap. Aku masih punya seragam lagi di rumah, dan toh hari sudah malam. Takkan ada yang mengamati celanaku basah.
Orang cebol itu memulai kembali aksinya. Ia membuka tiga kancing kemeja seragamku dan menyingkapnya hingga bagian dadaku yang masih terbalut kaos coklat itu terekspos. Puting susuku yang masih melenting tercetak dengan jelas di balik kaos coklat itu. Ia mendekatkan kepalanya ke dada kiriku dan mulai menjilat-jilat putingku. Aku mengerang pelan, dan eranganku semakin menjadi-jadi ketika ia menggigit dan mengenyot putingku. Astaga, enak sekali... Kontolku masih dipegangnya namun tidak ia mainkan, membuatku sedikit frustrasi dan penasaran. Apa lagi yang akan ia lakukan dengan tubuhku? Tangan kanannya yang tadinya memegang kontolku perlahan-lahan merambat naik: berhenti sebentar di pinggangku untuk memainkan gesper emasku yang kubanggakan, naik mengelus-elus perutku sambil sesekali menusuk pusarku, dan akhirnya sampai di dada kananku untuk mencubit-cubit putingku yang satunya. Tubuhku bergetar mendapatkan perlakuan seperti itu, benar-benar kenikmatan yang berbeda. Bahkan tanpa disentuh pun kontolku sudah terasa enak. Tangan kirinya tadinya berpegangan di pundakku, namun kali ini ia mainkan dengan mengelus-elus lenganku, seakan hendak memuja otot biseps dan trisepsku yang sebenarnya belum terlalu terlatih. Sesekali ia mencium ketiakku yang cukup basah karena keringat setelah seharian penuh berdiri di bawah terik matahari. Aku jadi penasaran, apa iya bau ketiakku seenak itu?
Puas mengagumi lenganku, ia mengelus-elus jakunku dan perlahan-lahan merayap naik di daguku, dan kemudian bibirku. Bibirku ia sentuh dengan perlahan, menimbulkan dorongan yang cukup kuat. Dorongan untuk bercumbu. Aku memang pernah bercumbu sebelumnya, namun tak pernah dengan sesama cowok. Aku jadi penasaran, bagaimanakah rasanya. Orang cebol itu seakan bisa membaca pikiranku, dan sejenak ia menghentikan semua permainannya. Ia menatapku dan aku pun balas menatapnya, mulutku masih terbuka. Perlahan-lahan ia mendekat, dan akhirnya hal itu terjadi juga.

Ia mencumbuku.

Pertama rasanya begitu aneh, karena bibirnya cukup kasar dan kering, namun ternyata orang cebol itu ahli bercumbu. Dalam sekejap, tanpa diminta, aku membalas cumbunya. Dari cumbuan lembut hingga penuh gairah. Orang cebol itu mulai menaiki tubuhku tanpa melepaskan cumbuannya, ia melingkarkan tangannya di leherku untuk berpegangan, dan aku merasakan begitu dicintai. Ia mengelus-elus kepalaku dengan lembut. Orang cebol itu lihai memainkan gairahku. Di satu saat kami bercumbu dengan lembut, dan tiba-tiba di saat berikutnya ia bercumbu dengan liarnya. Aku bisa merasakan kontolnya yang juga mengeras bersentuhan dengan tubuhku, dan tanganku pun akhirnya memeluk orang cebol itu. Entah berapa lama kami berciuman, sampai akhirnya orang cebol itu menambahkan variasi lain dalam cumbuannya. Aku cukup terkejut ketika kontolku disentuh kembali, namun kali ini menggunakan kakinya. Tidak pernah ada mantan pacarku yang menggunakan kakinya untuk menggoda kontolku! Mungkin karena ukuran tubuhnya cukup pendek, ia jadi bisa menggunakan kakinya untuk memainkan kontolku selagi kami bercumbu. Aku sedikit menekuk tubuhku agar ia bisa menggunakan kakinya dengan lebih leluasa. Telapak kakinya dengan lembut menekan-nekan bola-bola kontolku, membuatku sangat bergairah. Seakan-akan ia menginjak-injak kontolku seperti yang ia lakukan pada Ardo tadi, namun yang ini jauh lebih nikmat! Puas menginjak-injak kontolku, ia menjepit batang kontolku dengan jempol kakinya, kemudian mengurutnya. Kenikmatan kembali mendera tubuhku dan eranganku menjadi semakin intens. Itu membuatnya bersemangat, dan entah bagaimana caranya, ia mengocok kontolku dengan kakinya. Sesekali ia melakukan variasi dengan mengusapkan telapak kakinya ke seluruh bagian batang kontolku, namun aku paling merasa nikmat ketika kakinya memainkan kepala kontolku. Aku tidak bisa membayangkan seberapa basah celana dinasku akibat precum-ku yang sepertinya terus mengalir begitu saja.
Sampai akhirnya aku tidak tahan lagi. "Aaaaahhh... Mau keluaaaarrr..." "Keluarkan aja Pak Ikbal. Keluarkan pejuh jantan Bapak." Orang cebol itu turun dari tubuhku dan duduk di sampingku, lalu ia kembali menumpangkan kakinya di pangkuanku. Aku agak sebal karena orgasmeku tertunda, namun orang cebol itu dengan segera kembali memainkan kontolku dengan kakinya. Telapak kakinya menekan bola-bola kontolku selagi jari-jari kakinya menari-nari di atas batang kontolku, menerpaku dengan rasa geli yang begitu nikmat. Sepertinya aku tak henti-hentinya mengerang, hingga aku tak menyadari kalau Ardo sudah mulai sadar. Orang cebol itu tersenyum padaku, dan terus menggerakkan kakinya di atas kontolku dengan intensnya. Sampai titik itu akhirnya tiba.

"Ooooooohhhhhhhh....."

Aku berpegangan erat pada kursi kayu tempatku duduk dan badanku bergetar hebat ketika kontolku akhirnya menembakkan cairan kejantananku di dalam celana dinasku. Gelora orgasme itu begitu kuatnya, dan aku seakan mengejang tiap tembakan pejuhku. Aku bisa merasakan celanaku begitu basah dan lembab, namun aku tak peduli lagi. Kenikmatan ini baru pertama kalinya kurasakan, dan sepertinya aku menginginkannya lagi. Orang cebol itu tersenyum melihatku orgasme, dan entah setelah tembakan ke berapa kalinya akhirnya aku pun melemas. Wajahku penuh dengan peluh, dan tidak diragukan lagi celanaku penuh dengan pejuh, karena aku melihat noda yang sangat lebar di celana dinasku. Posisi batang kontolku rupanya agak miring ke pangkal paha kanan, sehingga pangkal pahaku terasa cukup basah. "Enak kan Pak Ikbal?" Aku hanya mengangguk sambil mengatur kembali nafasku. "Nanti saya kasih kenikmatan yang lain Pak Ikbal. Pak Ikbal pasti suka banget kontolnya diisep." Orang cebol itu tak ragu-ragu mengelus-elus kontolku yang mulai melemas, tanpa peduli tangannya basah dengan pejuhku yang ternyata merembes keluar dari celana dinasku. "Tapi sebelum itu, Pak Ardo perlu diberi 'sesuatu.'"



Sayup-sayup aku mendengar erangan seseorang. Pandanganku cukup gelap dan kabur, belum lagi kepalaku agak pusing dan perutku kaku. Aku mengerang dan mencoba memegang kepalaku untuk meringankan pusingku, namun dengan segera tanganku beradu dengan sesuatu. Suara besi. Tanganku pun tidak bisa digerakkan
Kemudian aku samar-samar melihat orang cebol itu mengusap-usapkan kakinya di paha si Ikbal... paha? "Bal..." panggilku, namun suaraku terdengar serak dan lemah. Aku juga mendengar erangan panjang Ikbal, dan sepertinya aku melihat Ikbal... orgasme? "Bal... Ikbal..."
Butuh waktu cukup lama hingga pandanganku pulih. Orang cebol itu sudah berada di dekatku, sementara Ikbal terlihat terkulai lemas di kursi kayu itu. "Kau... kauapakan Ikbal, hah?!"
"Tenang Pak Ardo," orang cebol itu tersenyum. "Tadi saya kan sudah bilang, saya akan kasih yang enak-enak. Pak Ikbal sudah merasakannya sendiri kok. Bapak lihat sendiri kan Pak Ikbal tadi orgasme? Kalau Pak Ardo nurut, saya juga akan memberikan kenikmatan yang sama kok." Tanpa permisi orang cebol itu meremas-remas kontolku. Refleks aku hendak menepis tangannya, namun bunyi itu kudengar lagi. Akhirnya aku sadar, aku diborgol ke sebuah pipa di dalam pos. "Heh, bajingan kau! Lepas!!! Berani ya kau sama polisi???"
"Saya berani-berani saja Pak, polisi kan juga manusia," jawab orang cebol itu santai. "Pak Ardo memang polisi, tapi Pak Ardo juga manusia, Pak Ardo juga pria, dan Pak Ardo juga punya kontol. Kontol tidak bisa dibohongi Pak." Aku meronta-ronta dengan hebat agar tangan orang cebol itu lepas dari kontolku, namun orang cebol itu tidak melepaskan cengkeramannya dari kontolku. Kucoba menendang orang cebol itu, dan ia pun sigap menghindar hingga keluar dari jangkauan kakiku. Pandanganku kembali gelap dikuasai amarah. "Lepaskan, brengsek!!! Cebol homo!!!"
"Saya memang cebol, dan saya memang homo," orang cebol itu berbisik; nada suaranya tidak terdengar marah. Mungkin ia sudah terbiasa disebut demikian. "Dan saya suka polisi. Terutama polisi yang kasar seperti Pak Ardo." Orang cebol itu menjilat telingaku, dan tiba-tiba menciumku dengan kasar. "Mmmmmhhhhh!!!" Aku meronta-ronta dan menutup mulutku serapat mungkin. Seorang pria menciumku? Najis! Tubuhku hanya milik istriku seorang! Orang cebol itu meremas kontolku dengan kuat dan kasar, membuat rasa ngilu kembali menerpaku. Orang cebol itu menghentikan ciumannya dan tertawa. Aku pun meludah ke arahnya, namun ia menghindar dengan cepat. "Anjing kau, cebol jahanam! Laknat!!!" Entah sumpah serapah apa lagi yang kuumpatkan dari mulutku, serasa semua kosa kata kotorku keluar semua.

Dan seharusnya aku tidak melakukannya.

Umpatanku malah membuatnya semakin bergairah. Bukan bergairah untuk memberiku kenikmatan seperti yang dirasakan Ikbal.

Orang cebol itu ternyata juga suka menyiksa orang. Dan aku akan jadi obyeknya.

"Sudah selesai Pak nyumpahnya?" kata orang cebol itu. "Pak Ardo sudah saya kasih kesempatan berkali-kali tapi tidak mau nurut. Jadi, dengan sangat terpaksa, Pak Ardo saya hukum." Tanpa peringatan apapun, orang cebol itu menghunjamkan kepalan tangannya ke perutku. "Ugh..." Aku tak menduga tenaga orang cebol itu ternyata kuat juga. Harusnya aku ingat ketika ia memukul kontolku tadi. Rasa sakit dan mulas pun mulai menderaku. Aku pun tidak bisa membalas, dan tiap kali ia memukulku, badanku pun beradu dengan pipa keras itu, membuat punggungku pun terasa sakit. Entah berapa kali ia menghajar perutku, dan setiap kali tangannya semakin turun. Sampai akhirnya ia menghajar kontolku. "Argh! Bal! Bantuin!!! Ugh..."
Ikbal tidak bereaksi. Bahkan ia seakan menikmati menonton aku disiksa orang cebol itu. Aku kembali meronta-ronta dengan harapan aku bisa mencapai orang cebol itu, namun ia begitu lincah menghindar. Kontolku terus jadi bulan-bulanan, dan perutku pun ikut berontak. Satu pukulan telak di bola-bola kontolku, dan aku pun terbatuk dan muntah. Air pun membasahi bajuku, untungnya isi makan siangku tidak ikut keluar. Untuk beberapa lama aku terbatuk-batuk, mataku berair, dan perutku mulas tak karuan. Aku tak sanggup berdiri--dan sepertinya juga percuma, karena pipa itu lebih tinggi dariku, sampai ke langit-langit pos. Siapa juga yang membuat pipa ini tidak rapat di tembok, umpatku dalam hati.
Belum juga pulih, orang cebol itu melanjutkan serangannya. Kali ini ia memukul wajahku di sana-sini hingga lebam, dan diakhiri dengan cekikan di leherku. Aku pun megap-megap mencari nafas, cekikannya kuat sekali untuk seseorang yang cebol sepertinya. "Berdiri!" perintahnya. "Jangan melawan kalau kau tak mau mati!" Aku langsung teringat istriku di rumah, dan aku tidak mau mati sekarang. Aku terpaksa menurut sambil mencari celah untuk bisa menghajar orang cebol jahanam itu. Aku pun bangkit dan mencoba berdiri perlahan-lahan. Begitu leherku lepas dari cekikannya, aku sedikit terbatuk-batuk dan megap-megap menghirup udara segar. Namun kelegaan itu hanya sebentar, dan aku pun lupa memanfaatkan kesempatan itu untuk menghajar si orang cebol.
Karena dengan sigapnya ia kembali memegang kontolku dan mendorongnya melesak masuk ke atas selangkanganku. Aku hanya bisa mengerang selagi orang cebol itu memaksaku berdiri dengan cara itu. Aku kembali melihat Ikbal yang masih diam saja melihatku dipermalukan dan disiksa. Apa mungkin ia sudah terkena pelet orang cebol ini? Yang jelas aku takkan jatuh dalam permainan busuknya!

Namun apa kata, tubuhku berkata lain...

Tenagaku terkuras habis menahan nyeri dan ngilu di kontol dan perutku, dan orang cebol itu pun masih meremas kontolku kuat-kuat. Orang cebol itu tidak bersuara, hanya tersenyum penuh kemenangan. Dan akhirnya ia pun melepaskan cengkeramannya di kontolku. Aku bisa bernafas lega untuk beberapa saat, sambil terus berpikir bagaimana caranya aku bisa lolos dari semua ini. "Apa maumu, orang cebol bedebah?!"
"Sudah terlambat Pak Ardo," orang cebol itu terkekeh. "Saya sudah memberikan kesempatan pada Pak Ardo dua kali, dan dua kali itu juga Pak Ardo mengumpati saya. Ya sudah, saya nggak punya pilihan lain."

Itu adalah kalimat terakhir yang aku ingat terucap dari mulut bebal orang cebol itu.

Yang aku ingat, setelah kalimat terakhir itu, orang cebol itu kembali bertubi-tubi memukul kontolku. Tubuhku membungkuk menahan rasa nyeri dan ngilu yang kembali mendera bagian bawah perutku, dan aku sudah tidak sekuat tadi pagi. Kakiku pun kehilangan kekuatannya kembali, dan perlahan-lahan aku pun kembali terjatuh. Orang cebol itu tidak berhenti memukuli kontolku, dan bahkan setelah aku hampir terduduk, ia menghunjamkan lututnya ke kontolku. Berkali-kali.

Entah apakah setelah ini aku masih bisa memuaskan istriku, dan mewujudkan impiannya untuk memiliki anak...

Dan dengan satu injakan terakhir di kontolku, pandanganku pun kembali gelap.

Maafkan aku, istriku...



"Kauapakan Ardo?" aku pun panik melihat orang cebol itu menghajar temanku Ardo tanpa henti, hingga akhirnya ia terduduk dan terkulai tak bergerak di lantai pos. Kucoba membangunkan Ardo, namun ia benar-benar pingsan. "Jangan khawatir Pak Ikbal," orang cebol itu kembali tersenyum, dan entah kenapa senyumnya itu menenangkan. "Pak Ardo tidak akan rusak kontolnya. Nanti Pak Ardo juga akan muncrat seperti Pak Ikbal, namun sekarang sebaiknya kita pindah lokasi saja, ke tempat yang sepi. Saya juga belum memuaskan kembali Pak Ikbal, saya kan janji mau ngisap kontol Pak Ikbal." Orang cebol itu kembali mengelus-elus kontolku, yang entah kenapa sudah setengah tegang melihat Ardo disiksa seperti itu tadi. Tubuhku seakan tersetrum dengan elusan orang cebol itu, dan aku mengerang pelan ketika orang cebol itu meremas pelan kontolku. "Pak Ikbal kan nurut, jadi saya kasih yang enak-enak. Sekarang, bantu saya pindahkan Pak Ardo." Aku pun menurut, membuka borgol Ardo, membopongnya keluar dari pos melalui pintu belakang. Matahari ternyata sudah terbenam, dan jalanan sudah sepi. Tapi, bagaimana memindahkannya ke tempat yang dimaksud orang cebol itu? Jelas tidak mungkin aku menggunakan motorku; dia bisa jatuh, dan orang-orang pun akan curiga karena Ardo tampak lemas. "Kita naik motor Pak Ikbal, biar Pak Ardo di tengah dan saya di belakang. Saya bawa dulu motor Pak Ikbal ke sini supaya tidak ada orang yang melihat." Orang cebol itu sepertinya sudah memperhitungkan semuanya. Selagi ia mengambil motorku, aku melihat Ardo yang terkulai lemas di dinding pos jaga. Entah dorongan dari mana yang membuat tanganku menyentuh tonjolan kontolnya. Aku belum pernah memegang kontol orang lain sebelumnya, bahkan milik Ardo sekalipun. Kekhawatiran pun muncul, apakah kontolnya tidak rusak? Didorong rasa khawatir dan ingin tahu, aku pun memeriksa kontol Ardo. Punyanya sedikit lebih besar dariku. Kutekan-tekan perlahan bola-bola kontolnya. Masih utuh dan kenyal. Kubandingkan dengan bola-bola kontolku. Sama kenyalnya. Tapi apakah ada luka dalam? Aku melihat ada sedikit darah di ujung bibir Ardo, mungkin tergigit waktu ia dipukuli tadi. Jantungku berdebar-debar ketika aku membuka resleting celana Aldo. Apa yang kulakukan? Tapi aku khawatir dengan temanku ini. Kubuka kait celana dinasnya, dan tampaklah celana dalam putih yang sedikit ternoda. Darah? Kuambil HP-ku dan kunyalakan lampu flash-nya untuk menggantikan senter, dan noda itu menjadi semakin jelas. Warnanya tidak terlalu jelas bagiku, hanya tampak basah. Apa benar itu darah?
Tanpa pikir panjang kubuka celana dalamnya. Itulah momen pertama aku melihat kontol pria lain, dan pria itu adalah temanku sendiri, Briptu Ardo.
"Jangan khawatir Pak Ikbal," orang cebol itu mengagetkanku, HP-ku pun jatuh ke tanah. "Kontol Pak Ardo tidak apa-apa. Kalau ada noda, itu pasti spermanya yang tidak sengaja keluar." Orang cebol itu mendekati Ardo, memegang batang kontolnya, dan menunjukkannya padaku. Dengan lubang kencingnya sedikit terbuka, aku bisa melihat ada sedikit cairan di situ. "Pegang Pak." Sedikit ragu-ragu, namun demi memenuhi rasa penasaranku, kusentuh cairan itu. Lengket. "Sperma," ujarku tanpa kusadari. "Nanti kalau Pak Ikbal mau, Pak Ikbal bisa merasakan sperma Pak Ardo yang lebih banyak dan kental. Ini pasti belum dikeluarkan cukup lama. Sudah Pak, dirapikan lagi celananya Pak Ardo, sebelum ada yang lihat." Aku pun menurut dan memasukkan kembali kontol Ardo ke dalam celana dalamnya, menutup kembali celana dinasnya, dan merapikan baju Ardo, seakan-akan dia tidak kenapa-kenapa. Orang cebol itu memeluk Ardo dari belakang selagi aku membopongnya dan mendudukkannya di motorku, kemudian aku menyalakan motorku dan beralih pergi dari pos jaga itu. "Nanti saya tunjukkan jalannya."

Dan mengapa aku menuruti orang cebol itu...



Aku berhasil membujuk Bripda Ikbal untuk melanjutkan permainan itu. Aku masih harus merasakan gurih, kental, dan hangatnya pejuh Bripda Ikbal, seorang polantas. Dan aku juga memiliki Briptu Ardo, yang akan menyesal tidak mau mendapatkan kenikmatan dariku. Mereka akan menyadari, jangan macam-macam dengan orang cebol.

(bersambung...)



Bonus: Secara tidak sengaja saya nemu foto polisi ini, dan kebetulan namanya juga Ikbal. Yah, paling nggak bunyinya sama. Bripda Iqbal yang ini sebenarnya bukan dasar Bripda Ikbal, tapi... ya monggo dibayangkan sendiri kalau polisi ini nggak sesuai gambaran :)


Selasa, 05 Juli 2016

Selamat Idul Fitri

Halo semua,

Pertama-tama Fei ingin mengucapkan selamat Idul Fitri teman-teman yang merayakan. Semoga ibadahnya selama sebulan yang telah lalu bisa bermanfaat dan diterima. Mohon maaf jika selama ini saya berbuat kesalahan (utamanya sih dengan tidak melanjutkan cerita lagi).

Kedua, mungkin ini catatan terakhir dari saya, mengingat ada yang tidak suka saya berkeluh kesah di blog. Kecewa juga sebenarnya karena saya meminta saran di catatan terakhir, tapi ternyata tidak ada yang menjawab, malah ada yang berkomentar tidak suka saya menulis catatan. Ya mungkin salah saya juga karena saya tidak memenuhi permintaan teman-teman sekalian untuk menulis cerita baru. Karena selama ini tidak ada yang bisa diminta saran untuk permasalahan pribadi, mulai hari ini saya memutuskan untuk tidak akan menuliskannya lagi di blog ini. Biarlah masalah-masalah itu menjadi urusan pribadi saya, teman-teman cukup menikmati cerita saja.

Perlu teman-teman ketahui, selama dua-tiga minggu terakhir saya sedang memulihkan diri. Akibat pekerjaan yang terlalu berat, kesehatan saya memburuk, sehingga sempat dirawat di rumah sakit selama seminggu. Sisi baiknya, atasan saya akhirnya menyadari bahwa pekerjaan saya terlalu banyak, sehingga ke depan akan ada rekrutmen untuk karyawan baru untuk mengurangi beban pekerjaan saya. Sebenarnya saya ingin menyerah melanjutkan blog ini, tapi... ah jadi curhat lagi.

Semoga setelah ini akan bermunculan cerita-cerita baru.

Terima kasih.

Senin, 23 Mei 2016

[Catatan Fei] Haruskah sampai di sini...?

Halo semua,

Maaf mengecewakan teman-teman semua, tapi tulisan kali ini lagi-lagi bukan cerita baru. Saya sedang ada proyek yang ternyata memakan waktu berbulan-bulan dan membutuhkan fokus, jadi saya tidak sempat menulis cerita baru. Proyek ini sedang memasuki tahap akhir sebelum diimplementasikan, namun jadwal saya masih sangat padat. Sempat dikarantina pula tanpa akses Internet yang memadai (yah, kecuali HP, tapi itu pun dimonitor). Ini agak nekat sebenarnya, semoga ga terlacak oleh kantor. Mohon maaf lagi kalau komentar teman-teman tidak dibalas atau saya tidak merespon chat di manapun itu.

Kenapa saya menulis catatan ini? Sebenarnya saya pingin curhat lagi dan minta pendapat teman-teman sekalian. Malam tadi saya chat dengan pacar saya, dan dia sedang dalam keadaan emosi berat. Ada tekanan dari atasannya, dan tadi hujan besar, sehingga dia mungkin kurang bisa berpikir jernih sampai parkir motor di depan pintu rumah seseorang. Akibatnya, dia dimaki-maki si pemilik rumah sekeluarga di depan umum, dan motornya hampir saja dirusak. Yang membuat runyam adalah orang tuanya ikut dibawa-bawa. Saya memang belum pernah mengalami direndahkan di depan orang banyak dan orang tua dihina, tapi tentunya menyakitkan yah; siapa yang rela orang tuanya dimaki-maki? Masalah menjadi tambah rumit ketika dia meminta saya untuk mendoakan orang-orang itu supaya dihukum seberat-beratnya. Tentunya itu berlawanan dengan ajaran agama saya (kebetulan saya Kristiani dan dia juga), yang mengajarkan untuk mengasihi musuhmu. Saat saya memintanya untuk tenang dan berdoa, dia malah marah-marah, katanya saya tidak mengerti (dan sejujurnya memang tidak), tidak berpihak padanya, dan tidak mau bicara lagi.

Saya jadi merasa serba salah. Apakah memang namanya cinta itu harus memihak pasangan dalam kondisi apapun, sekalipun pasanganmu salah? Sekalipun itu meminta sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani dan ajaran agama? Di lain pihak, saya merasa gagal untuk menenangkannya, dan ini bukan pertama kalinya. Kadang saya merasa ingin menyerah untuk melanjutkan hubungan ini, mengingat dirinya sulit sekali dibujuk ketika marah. Namun, saya merasa khawatir juga untuk meninggalkannya. Jangan-jangan dia malah menjadi-jadi dan meluapkan amarahnya dengan cara yang berbahaya. Entah berapa kali dia mengatakan akan menghukum siapapun yang menyakiti hatinya. Bagaimana kalau sampai dia membunuh? Saya akan jadi merasa lebih bersalah kalau itu sampai terjadi.

Saya memang tidak bisa memahami pemikiran seperti itu, jadi apakah saya salah ya? Bagaimana menurut teman-teman? Saat ini, yang hanya bisa saya lakukan adalah diam (dan itu akan sangat menyiksa, karena sehari-hari kami terbiasa chat. Saya sudah pernah merasakannya saat dia tidak membalas chat berhari-hari lamanya, teman-teman mungkin ingat dari catatan sebelumnya.) dan mendoakan supaya dia tenang dan akhirnya sadar. Sadar bahwa bukan itu yang Tuhan inginkan untuknya. Saya ingin mendoakannya supaya ia tegar, bahwa ini adalah salah satu cobaan hidup, dan jika ia berhasil melaluinya, ia akan menjadi seorang pria yang dewasa dan kuat. Mohon doanya juga ya teman-teman. Saya tidak ingin terjadi sesuatu pada dirinya. Semoga ia bisa meredam emosinya, dan dengan tidur malam ini, besok ia bisa segera melupakan segala kejadian hari ini.

Kalau tidak, mungkin memang haruskah sampai di sini...?

Maaf juga yah buat teman-teman yang bukan Kristiani, dan rasnya konyol sekali berbicara ajaran agama di blog ini... tapi saya tidak tahu harus curhat ke siapa lagi. Kebanyakan teman chat hanya untuk menanyakan kapan cerita baru keluar, dan saya juga sebenarnya lelah menjawabnya. Saya juga ingin chat tentang hidup sehari-hari, tidak melulu tentang cerita baru.

Mohon maaf sekali lagi jika tulisan ini ternyata tidak berkenan bagi teman-teman sekalian.



Sayang, aku tidak tahu apakah kamu akan baca ini. Tapi andaikan kamu baca, ketahuilah aku akan terus mendoakanmu. Maafkan aku karena tidak bisa mendukungmu, tapi itu bertentangan dengan ajaran Tuhan kita. Kamu juga tidak berusaha untuk mendengarkanku terlebih dahulu. Romo minggu lalu berpesan, emosi itu bukan dari Allah, tapi dari setan. Lawanlah emosimu sayang. Tuhan tidak pernah mengajarkan untuk mendoakan celaka musuhmu, tapi kasihilah mereka seperti kau mengasihi dirimu. Mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat, tapi bukanlah hakmu untuk menghakimi mereka. Yesus bisa saja meminta bala tentara surga untuk membalas siksa semua yang telah menyiksa dan menyalibkan-Nya, tapi Dia tidak melakukannya kan? Biarlah Tuhan yang memutuskan. Kau akan rugi sendiri kalau kau mengutamakan emosi dan amarahmu. Dan bisa jadi itu akan memakan korban lain yang mungkin takkan kau sadari: aku sendiri. Tidak tahukah kau aku sangat terpukul memikirkanmu malam ini, dan mungkin malam-malam berikutnya? Tidak tahukah kau aku sangat cemas padamu?

Tapi ketahuilah ini, sekalipun nantinya kau memutuskan aku bukan untukmu lagi, aku akan terus mencintaimu dan mendoakanmu. Dan andaikan kau bisa memaafkanku, aku akan tetap menerimamu. Aku tidak menyalahkanmu untuk semua ini, tapi sesekali cobalah memikirkan perasaanku juga. Bisakah demi aku--demi kita--kau meredam segala emosimu? Tak bisakah semua hal yang membuatmu biasanya ceria sehari-hari meredam amarahmu hari ini?

Semoga kau bisa tenang dan tidak melakukan hal-hal yang tadi kaurencanakan di bawah kuasa amarah setan.

Aku mencintaimu.

Selasa, 12 Januari 2016

[Catatan] Missing In Action...? [Update 1]

Halo semua,

Kali ini saya pingin minta pendapat teman-teman. Pacar saya mendadak tidak ada kabarnya begitu saja sejak 8 hari yang lalu, padahal terakhir masih aktif di Line. Dia setiap hari selalu membalas pesan di Line, sesibuk apapun itu. Kalaupun harus dinas ke luar, dia selalu memberi tahu jauh-jauh hari sebelumnya. Tapi, kali ini nggak ada kabar sama sekali, Line tidak dibalas. Terakhir, dia memang memberi tahu kalau akhir pekan kemarin bakal sibuk, jadi saya baru bisa menemuinya akhir pekan ini. Namun, ternyata sejak awal pekan yang lalu dia tidak ada kabar. Saya jadi khawatir betul...

Masalahnya saya cuma punya Line-nya saja, tidak ada nomor telepon (pernah minta tapi nggak dikasih), dan nama asli. Pencarian dari nama asli nggak menghasilkan apapun selain FB-nya yang ditutup untuk umum (sudah nggak bisa add friend lagi bahkan; saya coba kirim pesan pun nggak pernah dibalas). Twitter sudah lama sekali tidak pernah dia akses. Lainnya hanya berita-berita lama waktu dia masih bertugas di luar negeri.

Kira-kira kenapa ya? Apa yang bisa saya lakukan untuk berusaha mencari kabar tentangnya, selain menunggu? Rencana untuk berkunjung ke sana otomatis batal karena saya nggak tahu tempat tinggalnya (selain kotanya dan fakta bahwa tempat tinggalnya dekat dengan landmark tertentu). Saya juga nggak tahu nama kesatuannya, hanya pangkatnya saja (tapi dicari nggak ketemu). Adakah saran dari teman-teman sekalian?

Semoga saja dia nggak kenapa-kenapa...

Sementara itu, saya berusaha melanjutkan cerita tentang polisi dan orang cebol, ditunggu saja yah. Catatan ini akan saya perbarui begitu ada kabar darinya (mohon doanya yah semoga itu kabar baik).



Sayang, kalau kamu baca pesan ini, kabari aku ya. Kalau aku memang ada salah, kasih tahu aja, jangan tiba-tiba menghilang. Aku nggak merasa ada salah di percakapan terakhir kita, tapi kalau memang aku salah, aku minta maaf. Sudah seminggu lebih aku selalu deg-degan kalau Line bunyi, dan entah sudah berapa kali aku kecewa ternyata itu bukan pesan darimu. Kalau memang sedang sibuk, sempatkan beri kabar ya, walaupun sekedar say hi. Semoga kamu nggak kenapa-kenapa.

I love you my hunny bear.


Update

14 Januari 2016

Terima kasih banyak buat yang sudah merespon dan memberikan masukan serta dukungan, baik di sini maupun melalui media lain. Siang tadi saya iseng saja mencoba mengontak Line-nya, dan ternyata dibaca dan dibalas! Lega rasanya mengetahui dia tidak kenapa-kenapa. Ternyata memang dia ada tugas mendadak jadi tidak sempat memberi kabar. Walaupun begitu, sekarang saya harus menunggu lagi dan sedikit cemas, karena dia langsung dikirim ke Jakarta sehubungan dengan teror bom yang terjadi tadi siang. Sekarang saya baru tahu rasanya jadi persit, harus siap ditinggal setiap saat dan deg-degan nunggu kembali (dia sendiri juga sudah bilang begitu sih), hehehe... Semoga dia bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik dan bisa pulang kembali dengan selamat. Mohon dukungannya yah.

Sekalian juga, saya ikut prihatin dengan tragedi yang terjadi di Jakarta siang tadi. Semoga kita semua tetap kuat dan bersatu sebagai satu bangsa dan satu negara, untuk membuktikan bahwa teror itu tidak mempan memecah-belah Indonesia.

Saya akan usahakan cerita polisi dan orang cebol selesai secepatnya. Nggak, kali ini nggak bersambung kok, hehehe...

Selasa, 05 Januari 2016

Selamat... macam-macam

Halo semua,

Mungkin agak telat sih, tapi selamat Natal 2015 dan tahun baru 2016. Semoga semuanya lebih baik yah!

Pertama-tama, mohon maaf kalau ceritanya lama sekali keluar. Saya kayanya kehabisan ide beneran, boleh dilihat dari tren tahunan yang turun terus jumlah ceritanya. Apa boleh buat, kesibukan kerja membuat saya jarang bisa nulis, dan ternyata nulis dari HP nggak terlalu membantu. Jadi mungkin ada baiknya saya nyari obyeknya beneran kali ya, dan praktek beneran langsung untuk kemudian dijadikan bahan cerita. Adakah pak polisi atau satpam yang bersedia membantu saya? Privasi terjamin.

Ups kok malah promosi...

Anyway, cerita menaklukkan satpam straight bagian terakhir sudah keluar ya. Berikutnya saya pingin kembali berfantasi dengan polisi, karena belum keturutan juga main dengan polisi yang sesungguhnya. Belum keturutan juga untuk ketemuan dengan pacar si tentara, ya memang sih tiap hari masih selalu kontak dan mesra, tapi tetap saja ada perasaan pingin bertemu dan bercinta... sekitar pertengahan bulan ada rencana untuk menemuinya sih, semoga rencana kali ini tidak batal lagi. Bantu doa yah!

Saya kadang-kadang menemui cerita di blog ini dicopas ke blog lain; monggo aja, tapi nulis sumbernya yang benar yah. Biasakan yuk tidak mencuri karya orang, apalagi mengaku-ngaku dirinya yang nulis cerita itu. Saya juga rutin mencari cerita-cerita baru tentang polisi/tentara/satpam, dan rasanya tidak ada yang benar-benar baru. Nemunya paling si polisi Bayu yang kontolnya kaya botol, yang ceritanya kebanyakan huruf besarnya, dan sudah nggak ada cerita baru sejak 2014. Blog novelbaru69 dulu saya sempat suka (bahkan sempat ngutip dari blog ini dengan benar), tapi belakangan sudah tidak post cerita lagi, dan background-nya menyakitkan mata (apalagi kalau dilihat dari HP). Lagi-lagi blog itu mandek di 2014. Sisanya paling cerita lama birahi 2 polisi (pasti nemu kan kalau nyari cerita polisi?), Cerita yang paling saya suka salah satunya Polisi itu bernama Mas Bima (makasih buat someone yang udah ngasih tau blog aslinya), tapi lebih suka bagian keduanya (yang lain endingnya bikin sedih, hehehe...). Sisanya paling cerita Bayu si anak SMA (kalau nggak salah) yang punya pasangan polisi banyak banget (ceritanya nyebar di mana-mana). Ada juga polisi Togas dari Diciduk di perempatan terlarang (link-nya ke MOTN yang diblok beberapa ISP). Satu lagi cerita Polisi zaman sekarang, tapi ini didahului dengan seks straight, jadi kadang-kadang diskip langsung ke tengah. Selain itu, nggak ada cerita yang baru. Jadi ya rada kehabisan ide sih, mungkin kudu main langsung sama polisi yah, ada yang mau ga (ups promosi lagi...).

Akhirnya, semoga cerita-cerita baru dapat terus saya tulis, sampai akhirnya saya juga harus mengakhiri petualangan ini. Semoga saja petualangan itu berakhir dengan paling tidak sekali saja make love dengan polisi, tentara, atau satpam. Yang punya ide ceirta boleh dikirim ke email saya, feirdand -at- yahoo -dot- com. Untuk sementara, silakan baca lanjutan cerita dengan dua saptam straight, Pak Wisnu dan Farouk.

Salam,

Senin, 04 Januari 2016

Menaklukkan Dua Satpam Straight (bagian 2)

Aku hanya bisa pasrah melihat Pak Wisnu hendak dikerjai kedua maling itu. Tapi entah kenapa, aku sudah terlanjur menikmati permainan mereka pada tubuhku tadinya, jadi sekarang aku penasaran apa yang akan mereka lakukan pada Pak Wisnu. Pak Wisnu mukanya masih saja merah padam menahan marah, dan entah sudah berapa kali aku mendengar sumpah serapah keluar dari mulutnya. Hanya saja rasanya Pak Wisnu sudah tidak bisa lagi menyangkal bahwa dia separuh menikmatinya. Kulihat terus tonjolan kontolnya perlahan-lahan terus membesar dan batang kontolnya mulai tercetak di celana satpamnya. Aku sendiri orang normal yang tidak pernah menyukai kontol, tapi entah kenapa pemandangan kontol Pak Wisnu di depanku mulai merangsangku juga... Kedua maling itu bergantian mengelus tubuh Pak Wisnu tanpa menghiraukan Pak Wisnu yang meronta-ronta tanpa henti. Bajunya basah terkena keringat, dan di beberapa tempat, ... spermaku? Salah satu maling itu rajin betul menggarap kontol Pak Wisnu, entah itu dielus-elus atau diremas-remas. Tadinya aku juga jijik ada pria lain yang menggerayangi kontolku, bahkan sampai menghisapnya, tapi ternyata enak juga. Bahkan rasa sakit yang kurasakan tadi malah membuatku semakin bergairah, kecuali mungkin rasa sakit berdenyut lubang pantatku... ah bahkan tongkat satpamku masih menancap di sana! Lama-lama aku jadi penasaran, apakah mereka juga akan melakukan hal yang sama pada Pak Wisnu...?

Salah satu maling itu akhirnya mulai membuka resleting celana Pak Wisnu. Aku menelan ludah; seperti apa kontol Pak Wisnu? Lebih besar punyaku sih, tapi tetap saja aku penasaran... apa nanti aku bisa menghisapnya ya... mungkin enak juga ngisap kontol... Setelah agak susah payah sedikit, akhirnya maling itu berhasil mengeluarkan batang kontol Pak Wisnu. Sudah kuduga ukurannya agak kecil, tapi kalau dia cerita tahan lama... ah beruntung benar para maling itu! Pak Wisnu masih bersumpah serapah, tapi ucapannya kali ini agak bergetar. "Jangaaaannnhhh..."
"Tenang saja Pak Wisnu. Bapak nggak usah menolak. Kontol Bapak saja mau kok," kata salah satu maling itu sambil mengelus-elus batang kontol Pak Wisnu. Pak Wisnu mengerang dibuatnya. "Kalau Bapak menurut, kami kasih enak." Maling itu pun mulai mengocok kontol Pak Wisnu.
"Gedean punya Farouk ya," komentar maling satunya.
"Kamu suka yang mana To?"
"Gedean kontolnya Farouk," jawabnya.
"Ya udah, mainin sana! Aku mau ngeladenin Pak Wisnu." Maling itu pun menghampiri diriku dan tanpa permisi lagi langsung mengelus-elus kontolku yang separuh menegang itu. Aku pun mendesah dibuatnya. Padahal aku sudah muncrat beberapa kali, tapi pemandangan di depanku dan rangsangan maling itu membuatku terus bergairah. Sialnya, maling itu ingat dengan tongkat yang masih menancap di pantatku, dan dia pun memainkan tongkat itu! Rasa perih pun kembali melanda, walaupun tidak seintens tadi. Permainannya agak kasar, namun sebagai gantinya ia memanjakan kontolku dengan menghisap batangnya dan meremas-remas bola-bolanya. Aku merasa jadi seperti sapi perah yang hendak diperah susunya, tapi kali ini kontolku yang diperah. Aku hanya bisa mengerang sambil menikmati permainan itu dan menonton apa yang akan maling itu lakukan pada Pak Wisnu.

Maling itu tanpa sungkan-sungkan lagi ikut melahap batang kontol Pak Wisnu. Pak Wisnu tidak lagi meronta-ronta, kali ini sepertinya ia sudah pasrah. Ikatan di tubuhnya jelas tidak mungkin dilepaskan sekeras apapun ia meronta, dan maling-maling itu toh akan tetap memperkosanya. Wajah Pak Wisnu masih merah padam, namun kali ini mungkin ia malu karena ia menutup matanya. Malu karena akhirnya ia menikmati permainan itu. "Nah begitu Pak Wisnu, kalau nurut kan enak Pak." Pak Wisnu tidak menjawab, ia hanya terus mendesah seiring dengan hisapan maling itu. Si maling kembali merogoh celana Pak Wisnu dan berusaha mengeluarkan bola-bola kontol Pak Wisnu. Walaupun agak sempit, akhirnya keluar juga. Wow, punya Pak Wisnu besar juga! Dalam keadaan terjepit seperti itu, miliknya tampak besar dan ranum. Pantas saja Pak Wisnu sudah beranak dua, rupanya dia subur! Maling itu memainkan bola-bola kontol Pak Wisnu sambil tetap menghisap batang kontolnya, membuat Pak Wisnu mulai kelojotan walaupun dalam posisi diikat. Aku jadi ingin meremas-remas bola-bola kontol Pak Wisnu... Maling itu mulai membuka kemeja seragam Pak Wisnu dan mengelus-elus dadanya. Ah enaknya...

Dan tiba-tiba aku merasakan tongkat satpam itu lepas dari pantatku. Kontolku juga tidak lagi berada dalam mulut si maling. Maling itu berjalan ke belakang sehingga aku tidak tahu dia sedang apa. "Ngapain lu To?" tanya maling yang sepertinya juga kebingungan temannya mau apa.
"Aku mau buka iketannya."
"Eh gila kau To! Nanti kalau dia ngelawan gimana?"
"Aku bukan mau bebasin dia Dul! Aku pingin ngentotin dia, jadi ini iketan di kakinya kulepas, dipindah ke atas gitu!"
"Ntar dia tendang kau baru tahu rasa lho!"
"Dah tenang aja, dia udah nurut kok!" Aku bisa merasakan ikatan yang melilit kakiku ke tiang itu mulai kendor, sebelum akhirnya ikatan itu lepas seluruhnya. Aku menggerak-gerakkan kakiku sebentar untuk melemaskan kakiku yang kaku. Tak lama kemudian aku merasakan tali yang sama kini melilit dada atasku, walaupun tidak sekencang tadi, mungkin supaya aku tidak sesak nafas. Dia menyisakan sedikit bagian pada daerah puting susuku; pasti dia mau memainkannya lagi. Setelah selesai, dia tidak kembali ke depan, tapi malah menyentuhkan kontolnya ke tanganku dan menggesek-geseknya. Aku belum pernah memegang kontol pria lain, bahkan kontol Pak Wisnu pun aku tidak berani. Benda itu begitu hangat dan keras; tanpa sadar aku pun menggenggamnya dan berusaha mengocoknya. Sayang tanganku terikat erat jadi tidak bebas bergerak, tapi dia paham itu dan berinisiatif memajumundurkan kontolnya di genggaman tanganku. Besar juga punyanya, tapi tetap saja lebih besar punyaku. Dia tak terlalu lama melakukan hal itu, kemudian dia ke depanku dan mulai menggesek-gesekkan kontolnya ke kontolku. Benar-benar pengalaman baru yang belum pernah kurasakan sebelumnya; biasanya payudara pacarku yang menggesek-gesek kontolku, tapi kali ini kontol pria lain. Sama-sama kerasnya. Aku mengerang dibuatnya. Ternyata seru juga.
Sebelum dia tiba-tiba menciumku di bibir.
Awalnya aku merasa jijik; kumisnya beradu dengan mulutku. Tidak ada pria lain yang pernah menciumku di bibir! Namun mungkin aku sudah terbawa aliran permainan maling itu, sehingga lama-lama aku pun menikmatinya. Kubalas ciumannya seakan-akan itu pacarku. Belum tahu dia ciuman dahsyat yang selalu bikin pacarku klepek-klepek! Dia terus menggesek-gesekkan kontolnya dengan kontolku sambil membalas ciumanku. Mungkin ada lima menit kami berciuman sampai akhirnya dia mengakhiri ciuman itu dan mengocok-ngocok kontolnya sebentar, kemudian ia berusaha mengangkat kakiku. "Emang kuat kau To ngentot gaya begituan?" cemooh maling satunya.
"Lihat aja!" Ya ampun, ia akan mengentotku! Biasanya aku yang ngentot cewekku, tapi kali ini aku akan dientot! Jantungku berdegup tak karuan, antara marah karena tidak seharusnya cowok ngentot cowok--apalagi aku yang akan dientot, takut kesakitan, tapi juga penasaran. Seperti apa rasanya dientot? Tadi aku sudah merasakan dientot dengan tongkat satpam, yang tentu saja dingin dan kaku. Kalau sebatang kontol yang memasuki pantatku?
Belum sempat pertanyaanku terjawab, maling itu langsung saja menusukkan kontolnya ke pantatku. Mungkin karena pantatku sudah cukup longgar gara-gara tongkat satpam tadi, aku tidak merasa sesakit tadi, sekalipun ia memasukkan batang kontolnya hingga ke pangkal. Lagi-lagi aku berhadap-hadapan dengannya, dan tanpa permisi lagi ia langsung mengentotku.

Ah... jadi ini rasanya dientot...



Gila Farouk, dia ciuman sama laki? Apa sudah habis akal sehatnya? Dan dia diam saja waktu mau dientot??? Tapi aku sendiri pun sekarang bimbang; kontolku sedang dihisap-hisap seorang laki, dan rasanya tak kalah enaknya dengan hisapan istriku. Apa karena aku sedang ingin bercinta? Aku hanya bisa memejamkan mataku sambil menikmati hisapan demi hisapan maling itu yang tak pernah lelah mengenyot batang kontolku. Belum tahu dia aku tahan lama! Dengan memejamkan mataku seperti ini, aku tak harus melihat kenyataan bahwa yang sedang mengenyot kontolku adalah seorang pria. Di otakku, aku membayangkan istriku yang melakukannya. Tapi telingaku tak bisa berhenti menangkap erangan rekan maling itu dan Farouk, yang sepertinya mulai menikmati juga permainan itu! Cih, dasar anak muda! Ada kesempatan diambil saja!
Tapi mungkin memang enak juga bercinta dengan lelaki... Maling ini lihai sekali mencari titik-titik rangsangan di tubuhku, dan dia lebih cepat menemukannya ketimbang istriku. Kedua puting susuku, perut bagian bawahku, kedua pangkal pahaku, dan sedikit di bawah bola-bolaku, tak ada yang luput dari rangsangan laki itu. Mungkin karena sama-sama punya jadi dia tahu lebih banyak? Ah, tapi tetap saja nggak benar! Laki harus bercinta dengan wanita!

Entah sudah berapa lama maling itu mengisap kontolku, rupanya tidak lelah juga dia. Tapi isapannya tidak seperti tadi, agak lebih pelan. Mungkin dia sudah kelelahan? Atau malah membuatku penasaran? Aku jadi penasaran dibuatnya, karena hanya batangku saja yang dimainkan. Aku pun memberanikan diri membuka mata. Maling itu masih menikmati kontolku. Farouk... astaga, dia dientot! Dan Farouk tidak berusaha melawan??? Raut mukanya... raut mukanya... apa aku tidak salah lihat? Farouk MENIKMATI entotan itu! Cih!
"Oh Pak Wisnu akhirnya penasaran juga ya?" Maling itu berhenti mengisap kontolku dan hanya mengelus-elusnya menggunakan tangan kirinya sambil menatapku. "Jangan khawatir Pak, Pak Wisnu nanti pasti dapat giliran. Bapak nikmati dulu saja permainan ini." Ia pun mulai mengocok kontolku; awalnya pelan-pelan, kemudian bertambah cepat, dan dipelankan lagi... Teknik kocokannya jauh lebih bervariasi daripada istriku; maling ini tahu bagaimana membuatku bergairah, dan ketika aku sudah berada di atas, ia menurunkan tempo permainan. Entah berapa kali akhirnya mulai muncul keinginan untuk orgasme, tapi tiap kali keinginan itu muncul, maling itu memperlambat kocokannya.

Sampai pada suatu titik akhirnya aku frustasi ketika ia memperlambat kocokannya kembali. "Sabar Pak Wisnu, tunggu dulu sampai Farouk mau muncrat juga. Baru Pak Wisnu boleh muncrat, hahahaha..." Erangan Farouk dan maling satunya sahut-bersahut; membuatku cukup penasaran. Seenak itukah rasanya dientot...
Tak terlalu lama aku mendengar erangan Farouk terdengar berbeda; erangannya menjadi semakin panjang dan dalam. Aku mengenali erangan itu saat dia dulu ngocok, itu tanda-tanda dia mau keluar. Bisa aja ya orang dientot begitu malah mau muncrat juga? Sayang aku tidak bisa berpikir macam-macam lagi, karena maling yang melayaniku ikut mempercepat tempo permainannya. Batang kontolku dikocoknya cepat-cepat dengan tangan kanannya, bola-bola kontolku dimainkannya dengan tangan kirinya. Bahkan sepertinya bagian bawah kontolku, sampai ke lubang anusku, juga ikut dimainkan. Aaaahhh... nikmaaattt... aku jadi ingin orgasme... tanpa bisa kutahan lagi, aku mengerang panjang.

Aaaaaahhhh...

Croooottt...



Awalnya aku agak geli bercampur jijik dengan suara pahanya yang beradu dengan pantatku. Tapi maling itu benar-benar tidak peduli, dia mengentotku tanpa ampun sampai batang kontolnya masuk semuanya ke dalam lubang pantatku. Berbeda dengan tongkat satpam tadi yang dingin, kali ini batang yang memasuki lubang pantatku jauh lebih hangat dan hidup. Entah bagaimana caranya maling itu merojok pantatku dan menyentuh titik-titik tertentu, yang tadi sebenarnya juga sesekali tersentuh dengan tongkat satpamku. Tapi ini benar-benar beda; kali ini rasanya... enak sekali... Kontolku pun bisa tetap mengeras, padahal tidak dikocok atau dihisap sama sekali. Aku hanya bisa mengerang dengan setiap sodokan yang maling itu berikan; memang rasa sakit itu masih ada, tapi sekarang ini hanya rasa nikmat yang bisa kurasakan, dan aku pun belajar untuk menikmatinya. Ternyata memang enak... Sesekali maling itu menciumku sambil tetap mengentot pantatku, dan kubalas dengan ciuman mautku. Erangan maling itu juga menambah gairahku, dan aku sendiri juga ikut mengerang bersamanya. Oh entah mengapa aku menyukai permainan ini...

Sampai aku akhirnya melirik ke Pak Wisnu. Gila, batang kontolnya sudah keras sekali dan merah! Pasti mau meledak itu! Pada saat bersamaan, maling itu mempercepat entotannya dan berbisik, "Aku mau keluaaarrrr... kau keluar jugaaaa..." Aku hanya mengangguk; memang saat itu aku merasakan bahwa aku juga ingin muncrat. "Aaaaahhhh... memang enak ngentot satpaaammm... mmmmmhhhh... uuuggghhh... nggghhhh..."
Entah mana yang terjadi duluan. Aku mendengar Pak Wisnu mengerang panjang; suatu erangan yang belum pernah kudengar sebelumnya. Mataku terbelalak melihat batang kontol Pak Wisnu berkedut dan kemudian memuncratkan sati pati kejantanannya; tinggi, kental, dan banyak. Baru kali ini aku melihat kontol pria lain muncrat, dan entah kenapa sensasi itu mendorongku untuk ikut muncrat. "Aaaaahhh..."
Dan akhirnya aku muncrat juga. "Aaaahhh... sssssshhh..." Badanku bergetar ketika kontolku akhirnya ikut menembakkan pejuhku. Dan entah kenapa, maling itu juga mengerang panjang. "Aaaahhhh...aku keluaaarrr... terima iniiiii..." Aku merasa sesuatu yang hangat dan basah mulai keluar dan memenuhi lubang pantatku.

Maling itu orgasme.



Akhirnya impianku tercapai juga: ngentot satpam! Sensasinya benar-benar berbeda dibandingkan aku ngentot cowok biasa, apalagi satpam ini sedang diikat! Basah semua badanku kena keringat. Kontolku sudah menyelesaikan tugasnya menyemprotkan pejuh ke bool Farouk. Aku menurunkan kaki si satpam Farouk dan mendekap serta menciumnya. Cowok normal itu rasanya mulai ketagihan main sama cowok! Setelah beberapa lama aku bisa merasakan kontolku keluar sendiri dari bool si satpam Farouk, dan aku pun beranjak darinya dan duduk agak jauh. "Dul, kau ga muncrat?"
"Tenang To, masih ada bool Pak Wisnu!"
Aku iseng mengambil pejuh si satpam Farouk yang menempel di badanku dan kucicipi. Manis dan gurih. Rasa pejuh Pak Wisnu gimana ya? Aku pun menghampiri Pak Wisnu yang masih terengah-engah setelah orgasme. Gila, banyak betul pejuhnya! Sebagian muncrat di dadanya, kebanyakan berserakan di sekitar selangkangannya. Ada juga di gesper sabuk satpamnya. Kujilati pejuh yang ada di gesper sabuknya sambil mengelus-elus kontol Pak Wisnu yang sudah melemas. Pak Wisnu agak meronta-ronta, pasti kegelian. Pejuhnya juga gurih dan manis, tapi lebih kental dan kaya rasa dibandingkan pejuh Farouk. Ya mungkin karena Farouk tadi sudah muncrat, jadi agak encer, Punya Pak Wisnu masih kental, dia pasti sudah lama tidak ngentot istrinya.

Dan sekarang sepertinya giliran Abdul beraksi.



"Pak Wisnu, sebentar lagi Bapak akan mengalami kenikmatan yang sama seperti Pak Farouk," bisikku di telinga Pak Wisnu. "Bapak lemas aja, awalnya mungkin sakit, tapi lama-lama nikmat." Pak Wisnu agak membelalak sedikit, namun ia tahu ia takkan bisa lolos. Aku beranjak ke kakinya dan mulai bersiap-siap. Parto dengan sigapnya mengisap-isap kontolku supaya keras, dan setelah keras, kuacungkan batang kontolku ke lubang bool Pak Wisnu. Kumain-mainkan sebentar batang kontolku di sekitar lubang boolnya; Pak Wisnu terlihat tegang sekali.

Tanpa berlama-lama aku mulai mendorong batang kontolku ke boolnya.

Sesuai reaksi pria yang perawan, Pak Wisnu mulai mengerang kesakitan. Tubuhnya bergetar menahan sakit. "Santai Pak, jangan tegang-tegang! Nanti nikmat kok, hahaha... Aaaaahhh... seretnya bool satpam... mmmmhhh..." Aku menikmati jepitan bool si satpam Pak Wisnu seiring dengan terus masuknya batang kontolku ke dalam. Sampai akhirnya batang kontolku sepenuhnya masuk. "Siap ya Pak, ini yang enak." Tanpa permisi lagi aku mulai mengentot bool Pak Wisnu maju mundur. Pak Wisnu kembali mengerang kesakitan; segala sumpah serapah keluar dari mulutnya. Aku tak peduli lagi; kapan lagi bisa ngentot satpam! "Aaaaahhh... bool Pak Wisnu enaaakkkhhh... mmmhhhh... terima ini kontolku Paaakkkhhh..." Kulesakkan batang kontolku dalam-dalam supaya menyentuh prostatnya. Pak Wisnu berteriak tiap kulakukan itu; badannya bergetar meronta-ronta dan peluh membasahi tubuhnya, tapi itu justru membuatku semakin bersemangat. Usahaku sepertinya mulai membuahkan sedikit hasil karena aku melihat kontol Pak Wisnu sedikit bangkit kembali. "To, lihat tuh!" Parto ternyata juga melihatnya, dan tanpa diperintah ia pun mengisap kontol Pak Wisnu sambil mengelus-elus dadanya. "Bagus To, biar Pak Wisnu ini bisa ingat nikmatnya dientot!" Aku pun mengencangkan entotanku sementara Parto melayani kontol Pak Wisnu. Sayang aku tak bisa mengentot Pak Wisnu dengan berbagai gaya, aku takut ia tak menurut dan melawan kalau kulepaskan ikatannya. Beda dengan si satpam Farouk yang sudah bisa menerima niknatnya bermain kontol, aku belum yakin Pak Wisnu sudah sampai ke sana. Yah, paling tidak aku sedang mengentot satpam! Parto lagi-lagi mengeluarkan keahliannya menghisap batang kontol karena erangan Pak Wisnu sekarang tidak lagi melulu kesakitan, namun juga kenikmatan. Aku sengaja berhenti sebentar untuk melihat Parto meladeni kontol Pak Wisnu, sekaligus memberikan kesempatan Pak Wisnu untuk beristirahat dari entotanku. "Bikin dia cepet moncrot To!" Parto hanya mengangguk dan mulai menggunakan kedua tangannya untuk menyentuh bagian-bagian sensitif dari kontol dan tubuh Pak Wisnu. Kumulai kembali entotanku, kali ini lebih lembut, namun aku tetap melesakkan kontolku untuk menggoda prostat Pak Wisnu. Kini, tiap kali kulakukan itu, Pak Wisnu malah mengerang kenikmatan. Sepertinya ia mulai menyukainya! Kulanjutkan kembali kombinasi entotan bool dan hisapan kontol Pak Wisnu. "Oooohhh... gitu dong Pak Wisnuuuhhh... nikmati sajaahhh... mmmhhh... aaahhh... yeeesss... Pak Wisnuuuu..." Pak Wisnu tidak menjawab, ia hanya mengerang keenakan dan sedikit kesakitan, karena aku mulai agak kasar mengentotnya. Tapi batang kontolnya tak bisa berbohong, dan sepertinya kali ini ia tak bisa bertahan lama. Aku melihat batang kontol Pak Wisnu berkedut-kedut. "Aaaahhh... mau keluar ya Pak Wisnuuuu... Tooo... bikiin dia muncraaattt... Mmmmhhh..."

Tanpa dikomando pun, Pak Wisnu muncrat duluan dengan sebuah erangan panjang. Parto dengan sigapnya menikmati pejuh Pak Wisnu di dalam mulutnya dan menelannya. Orgasme Pak Wisnu juga membawa kedutan-kedutan yang kutunggu-tunggu di boolnya, mencengkeram erat batang kontolku. "Aaaahhh... Paaaakkk Wisnuuuu... terimalah iniiii..."

Crooottt!



Aku hanya bisa terpana melihat Pak Wisnu orgasme setelah digarap kedua maling itu. Seluruh kegiatan mereka membuatku ingin mencobanya; kontolku ngaceng sejak tadi namun tidak ada yang meladeni. Aku hanya bisa iri melihat Pak Wisnu dan maling yang mengentotnya orgasme. Aku ingin ngentot Pak Wisnu!

Tapi sepertinya keinginanku bakal segera terwujud. Kedua maling itu terbaring di lantai gudang, terengah-engah setelah meladeni Pak Wisnu. "Enak banget ya Dul ngentotin satpam..."
"Iya To, kapan-kapan kita harus cari satpam lain yang bisa dientot!"
"Itu Farouk mau kali ya? Tuh Dul, kontolnya ngaceng! Kayanya dia horni tuh ngeliatin kita tadi ngerjain Pak Wisnu!" Maling itu pun bangkit dan berjalan ke arahku, lalu menatapku sambil mengelus-elus kontolku yang tegang. "Aaaaahhh..." Hanya itu yang meluncur dari mulutku; elusannya membakar gairahku, walaupun sebenarnya yang kuinginkan adalah ngentot Pak Wisnu. "Kamu mau kapan-kapan main begini lagi sama kita?" Sejenak aku ragu, tapi maling itu dengan pandainya mengelus-elus kontolku, membuat aku menginginkan terus sensasi itu. "Aku mau," akhirnya aku menjawabnya. Pacarku tidak bisa sehebat itu memberikan kenikmatan yang baru saja kurasakan!
"Bagus!" Maling itu menghadiahi aku kocokan-kocokan ringan pada kontolku, membuatku semakin bergairah. Tak terlalu lama ia melakukannya karena ia sepertinya tahu aku juga ingin ngentot Pak Wisnu. Maling itu pergi mencari sesuatu, dan tak lama kembali dengan secarik kertas. Ia berbisik agar tak didengar Pak Wisnu, "Ini nomer HP-ku, hubungi kalau kau pingin main kontol lagi." Ia memasukkan kertas itu ke dalam saku celanaku, dan kembali mengelus-elus kontolku. "Aaaahhh..."
"Dul, kita pergi! Biarkan mereka terikat di sini sampai pagi!"
"Loh udahan To?"
"Dah kapan-kapan lagi, toh dia udah mau main lagi kok! Keburu pagi nanti!"
"Tapi mereka ditinggalin gini aja?"
"Ya nggak lah! Kasihan Pak Farouk tuh kontolnya dianggurin!"
"Ya dimainin aja kan?"
"Udah cukup lah kita mainin kontolnya. Dia pasti pingin ngentot Pak Wisnu juga! Sini bantu mewujudkan keinginannya!"

Kedua maling itu mulai menggeser meja yang mengikat Pak Wisnu mendekat ke arahku, sedekat mungkin sehingga aku bisa mengentot Pak Wisnu. Salah satu maling itu bahkan "berbaik hati" mengarahkan kontolku ke bool Pak Wisnu. Sayang, posisiku yang masih terikat membuatku tidak leluasa menggerakkan pinggulku maju mundur. Maling itu mengetahui kesulitanku, karena akhirnya ia melepaskan ikatanku, bahkan seluruhnya. Sejenak aku menggerak-gerakkan badanku yang kaku. Maling itu kembali merangsangku supaya kontolku kembali mengeras, dan dengan berdebar-debar aku pun mengarahkan kontolku ke bool Pak Wisnu. "Farouk... jangan... kamu boleh mainin kontolku, tapi jangan entot aku..." pinta Pak Wisnu lemah.
"Udah deh Pak, nikmati aja! Kapan lagi dientot sesama satpam, hahahaha!!!" Maling itu bahkan dengan sengaja mendorong pantatku sehingga kontolku pun melesak masuk ke dalam bool Pak Wisnu. Pak Wisnu kembali berteriak kesakitan, dan entah kenapa teriakan itu malah melecutkan satu sisi liarku. Aku tak pernah melupakan kejadian malam itu.

Aku mengentot Pak Wisnu!

Maling-maling itu menontonku mengentot Pak Wisnu beberapa saat, sebelum akhirnya aku ditarik dengan paksa. "Kenapa Mas? Belum puas nih!"
"Sabar, aku akan buat seakan-akan kamu juga jadi korban maling. Biar kamu ga bisa dituduh ngentot Pak Wisnu atas paksaan dirimu!" Kedua maling itu kemudian memukuli Pak Wisnu sampai ia pingsan kembali. "Aku akan ikat kamu di atas Pak Wisnu, setelah itu kamu bebas ngentot dia sampai puas." Aku pun menurut saja diikat di atas Pak Wisnu. Kakiku tetap terbebas, namun hanya kedua tanganku yang diikat ke belakang, kemudian dadaku diikat di sekitar atas perut Pak Wisnu; tentu saja kontolnya dibiarkan di luar celananya, sehingga tertindih tubuhku. Setelah ikatanku dianggap sempurna, maling itu menarik sebentar kontolku yang agak melemas, menghisapnya lagi sampai keras, lalu memasukkannya kembali ke bool Pak Wisnu. "Selamat mengentot Pak Wisnu!" Maling itu meninggalkanku setelah mendorong dan menepuk-nepuk pantatku.

Dan aku pun melanjutkan entotanku di tubuh Pak Wisnu yang pingsan.



Haruskah kuceritakan kejadian setelah itu? Untuk pertama kalinya aku muncrat setelah bersetubuh dengan seorang pria yang kukagumi. Kurasa aku sempat tertidur kelelahan setelahnya, dan mungkin menjelang subuh baru terbangun setelah tubuhku terguncang-guncang; belakangan kuketahui Pak Wisnu meronta-ronta berusaha melepaskan ikatannya. Suara Pak Wisnu parau sekali saat itu dan matanya merah; mungkin bercampur antara marah dan sedih karena keperawanannya telah direnggut. Usaha Pak Wisnu itu sia-sia, karena maling itu ternyata lihai sekali dalam urusan ikat-mengikat, dan aku malah merasakan kontol Pak Wisnu mulai bangkit akibat bergesekan dengan perutku. Aku pura-pura tidak berani melihat wajah Pak Wisnu karena malu; padahal aku menyukainya! Tak kusangka aku bisa suka juga sama kontol!
Setelah pagi tiba, mungkin sekitar jam tujuh pagi, kami baru ditemukan seorang satpam yang datang pertama kali dan keheranan karena pintu pos terbuka tanpa ada orang. Tak kuduga, ternyata satpam itu gay juga, dan ia terangsang melihat posisiku menindih Pak Wisnu, dan ia mengentotku dengan cepat! Aku takkan pernah lupa ketika ia orgasme di dalam boolku, dan tubuhku yang bergoyang-goyang dientot kasar dengan satpam itu ternyata menimbulkan gesekan-gesekan yang merangsang kontol Pak Wisnu lebih jauh. Sangat jauh bahkan, karena tak lama setelah satpam itu orgasme, aku bisa merasakan perutku ikut basah. Oleh pejuh Pak Wisnu.

Polisi pun akhirnya turun tangan menginvestigasi tindakan kriminal tersebut, namun karena tidak ada yang hilang dari gudang kantor, investigasi akhirnya dihentikan. Sesuai dengan yang maling itu rencanakan, yang belakangan kuketahui namanya Abdul dan Parto, aku tidak mendapat tuduhan memperkosa Pak Wisnu, walaupun mereka mendapati pejuh di dalam bool Pak Wisnu dan boolku serta di perutku. Untungnya mereka tidak memproses barang bukti itu lebih lanjut. Satpam yang "memperkosa" aku pun tidak ikut diproses karena ia bertingkah seakan-akan menemukan kami berdua, dan Pak Wisnu tidak mengatakan apa-apa atas kejadian itu. Pak Wisnu tidak bersedia melanjutkan investigasi itu. Bagaimana pula ia bisa menjelaskan pejuh yang ada di perutku? Tentunya ia pasti malu menjelaskan. Ia sepertinya trauma dengan kejadian itu, karena tak lama kemudian ia mengundurkan diri. Aku tidak pernah mendengar kabarnya sejak itu.
Aku sendiri? Aku masih bekerja di perusahaan itu, dan kini aku mendapatkan rekan baru yang sangat bersedia bermain kontol. Aku masih bertahan dengan pacarku untuk beberapa saat, namun kenikmatan permainan yang ia tawarkan tak pernah sama lagi. Kurasa aku dulu mencintainya hanya karena dada dan bokong semoknya, yang sekarang tidak lagi menjadi perhatianku. Sekitar dua bulan kemudian, akhirnya kami putus, dan aku malah jadian dengan rekan satpamku, walaupun tentu saja kami berdua menutup rapat masalah itu. Satpam baru pengganti Pak Wisnu tidak menarik minatku, untungnya. Kedua maling itu sesekali masih menghubungiku, dan aku melayani mereka dengan persetujuan pacarku, bahkan dia pun ikut serta ketika kami bermain. Sesekali mereka minta untuk menyiksaku, dan aku turuti. Kurasa aku sudah bisa mendapatkan kenikmatan dari kesakitan. Aku juga sudah bisa menikmati ngentot dan dientot. Ada juga polisi yang turut serta dalam investigasi yang menghubungiku untuk minta dientot, dan dengan persetujuan pacarku, kenapa tidak?

Yah, kurasa kejadian itu benar-benar mengubahku. Aku dan Pak Wisnu bukan lagi seorang yang dulu. Maling-maling itu telah berhasil menaklukkan dua satpam straight.