Kamis, 31 Desember 2020

Di Bengkel Motor: Reimagined

Cerita ini hanyalah rekaan semata, kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka. PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Saya tidak tahu sumber asli cerita ini (sempat cari tapi ternyata blognya sudah diblokir). Kalau ada yang tahu aslinya, tolong kasih tahu Fei yah!

Siang itu, aku harus pergi ke bengkel karena ada sedikit masalah dengan sepeda motorku. Awalnya aku menuju ke bengkel langgananku. Akan tetapi, niat tersebut aku urungkan karena bengkel tersebut sangat penuh. Bisa saja aku menunggu, toh aku adalah pelanggan sehingga akan dapat prioritas. Namun waktuku tak banyak karena pekerjaan yang sudah menanti. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk mencari bengkel lain. Aku menyusuri sepanjang jalan dimana banyak terdapat bengkel. Setelah sekitar 5 menit mencari, akhirnya aku menemukan sebuah bengkel yang tidak terlalu ramai. Aku memutuskan untuk memperbaiki motorku disitu saja. Bengkel tersebut tidak terlalu besar. Disitu ada beberapa pelanggan, tidak lebih dari 5 orang, yang sedang menunggu motornya diperbaiki. Selain itu, ada 3 orang pegawai bengkel yang sedang sibuk dengan motor-motor rusak, dan 1 orang lagi, mungkin pemilik bengkel ini, yang sibuk menghitung-hitung sesuatu. Karena harus antri, aku duduk sambil membaca koran yang memang disediakan untuk para pelanggan. Kulirik jam, sudah jam 12.05. Sudah waktunya jam istirahat. Kemudian, aku sibuk membaca berita-berita di koran, hingga akhirnya aku dipanggil oleh seseorang.

“mas..mas..motornya yang mana?” tanya pria tersebut. Aku mendengar panggilan tersebut dan langsung melipat koran.

“oh yang itu..” jawabku sambil menunjukkan motorku. Kemudian, pria itu langsung membawa masuk motor lebih ke dalam dan mulai memperbaikinya. Sesaat aku melihat sekeliling bengkel. Sekarang lebih sepi, atau bahkan sangat sepi karena sudah tidak ada orang lain selain aku dan montir yang sedang memperbaiki motorku. Ternyata aku terlalu larut dengan berita-berita yang akan baca di koran, sampai-sampai tidak tahu saat orang-orang sudah keluar dari bengkel ini. Aku pindah tempat duduk di dekat montir yang sedang memperbaiki motor.

“kok sepi mas?” tanyaku untuk mengusir rasa bosan.

“biasa mas, jam segini, jam makan siang” jawabnya tanpa menoleh ke arahku sedikitpun. Saat itulah, aku tanpa sengaja mengamati montir tersebut. Ternyata lumayan juga. Montir tersebut berusia sekitar 28 tahunan, gak jauh dari usiaku. Montir tersebut berkulit agak gelap, rambut cepak, sedikit jambang dan kumis di wajahnya, serta badan yang cukup gagah. Ups, aku ketawa dalam hati. Bisa-bisanya aku mengamati montir tersebut.

“lagi istirahat mas?” tiba-tiba montir tersebut bertanya yang membuatku sedikit kaget.

“eh, iyah” jawabku sekenanya karena grogi. Lalu, ia menoleh ke arahku dan sedikit tersenyum. Deg..jantung berdetak kencang saat ia tersenyum ke arahku. Wajahnya macho banget! Tak lama, ia lalu kembali sibuk memperbaiki motorku. Aku pun berinisiatif untuk mengajaknya ngobrol.

“dah lama jadi montir mas?” kataku dengan nada sesantai mungkin.

“lumayanlah, sudah 3 tahun ini”

“sebelumnya kerja dimana?” tanyaku lagi.

“buruh bangunan mas, pindah-pindah melulu. Baru setelah kerja di bengkel ini, gak pernah pindah-pindah lagi”

“ooo gitu” dalam batinku, ternyata pria ini lumayan enak di ajak ngobrol.. Lalu...

“nama saya parno, mas siapa?” tiba-tiba ia mengulurkan tangannya untuk mengajakku berkenalan.

“saya ajie” jawabku.

“tugas dimana mas?” tanyanya sambil mengambil obeng. Ia menanyakan itu karena melihatku memakai seragam polisi.

“dipolsek ****” aku menyebutkan nama sebuaah polsek.

“oo deket sini-sini doang” komentar parno. Aku hanya tersenyum kecil. Aku lirik jam tanganku lagi, sudah jam 12.35.

“masih lama gak mas?” tanyaku karena sudah keburu waktu.

“enggak kok, ini sudah jadi” jawabnya.

“tapi mas belum bisa pergi, karena nunggu yang punya balik kesini. Bayarnya harus sama dia” terangnya.

“wah, lama gak ya mas?”

“enggak, paling 10 menit lagi dah dateng, tunggu saja” jawab parno sambil membersihkan tangannya dengan kain serbet. Aku akhirnya harus berada di bengkel lebih lama lagi nih, pikirku. Padahal aku dah lapar. Cuaca lagi panas-panasnya lagi!. Tiba-tiba, aku mendapat pemandangan yang membuat mataku tak bisa terpejam. Parno yang sepertinya sedang kegerahan, membuka kaos yang ia kenakan. Sekarang ia hanya mengenakan celana pendek saja. Ough..badannya sangat bagus. Dadanya bidang, dan ada sedikit bulu-bulu halus disekitarnya. Lengannya berotot. Aku sampai menelan ludah saat melihat itu semua. Pandanganku tidak hanya sampai situ saja. Mataku juga mengarah ke bagian bawah perut. Tonjolan di antara 2 kaki parno, cukup besar. Aku membayangkan apabila kontol parno besar. Ah...kontolku jadi menegang gara-gara memikirkan itu.

“mas, kalo haus bisa ambil minum di belakang sini” ucap parno yang mengagetkan lamunanku. Aku hanya mengangguk.

“masuk aja mas, gak usah malu” ucap parno sekali lagi. Ia kemudian keluar dari pintu menuju bagian belakang bengkel. Karena dihinggapi perasaan penasaran, aku membuntuti parno. Saat aku sudah di belakang, kulihat parno sedang duduk di kursi bekas mobil. Ia terlihat sedang mencari angin. Melihatku datang, ia berkata kepadaku lagi.

“itu mas minumnya, ambil sendiri saja” tunjuk parno ke arah dispenser yang ada di deket pintu. Aku lalu mengambil minum dan langsung meminumnya. Kebetulan, aku juga sedang haus sekali.

“duduk sini mas, gak apa-apa” kata parno setelah melihatku selesai minum. Aku pun lalu duduk di sebelahnya. Bau keringat langsung menyeruak hidungku saat aku duduk. Bukannya jijik, birahiku malah semakin naik. Aku berusaha bersikap senormal mungkin, padahal jantungku berdetak kencang. Apalagi melihat badan parno yang aduhai. Saat aku sedang mengamati tubuhnya sekali lagi, parno ternyata tahu. Ia hanya tersenyum ke arahku, aku malu dan langsung membuang muka. Tak berapa lamu, tiba-tiba ada sesuatu yang hinggap di pahaku. Ternyata itu adalah tangan parno. Aku kaget. Lalu aku memandang matanya, ia sekali lagi hanya tersenyum. Aku kaget dan semakin bingung, saat ia menggeser duduknya untuk mendekatiku. Dan setelah sudah dekat, ia langsung menyosor bibirku. Yups, bibirnya yang lumayan seksi mendarat di bibirku. Aku hanya terdiam karena bingung. Lalu ia membisikkan sesuatu di telingaku.

“gak usah malu mas” bisik parno. Kemudian, ia menciumku sekali lagi. Dan kali ini, aku membalas ciumannya. Ough...ciumannya sangat dasyat. Ia lihai juga dalam mencium. Kami berciuman dengan segenap birahi kami yang memuncak. Namun, parno menghentikan ciuman ini. Ia kemudian berdiri dihadapanku. Kepalaku tepat berada di depan selangkangannya. Ia melempar senyum le arahku sebagai kode. Dan aku paham dengan kode tersebut. Pelan-pelan, kupegang celana parno. Celana warna hitam yang terbuat dari kain biasa. Awalnya hanya kuraba dari luar. Baru kutahu apabila parno tidak memakai celana dalam. Bisa kuraba bahwa kontol parno cukup besar.

“ah...” parno mulai mendesah saat kontolna mulai kupegang. Tangannku mulai berani. Akhirnya aku tarik celana kain tersebut ke bawah, hingga sebuah kontol lonjong besar nan panjang, keluar dari sangkarnya. OMG, kontol parno sangat indah. Warna hitam kelam, dengan kepala kontol yang indah, batang kontol yang padat, 2 biji peler yang menggantung, serta bulu jembut yang tercukur rapi disekitar kontolnya. Kontol parno sudah terlihat besar padahal belum tegang sepenuhnya. Aku langsung menyukainya. Kupegang batang kontolnya, dan kukocok pelan.

“oh yeah...” desah parno sambil memegangi rambut kepalaku. Aku kocok batang kontolnya, dan kumainkan dua biji pelernya. Sedikit demi sedikit, kontolnya mulai menegang. Wow, sekarang kontolnya menjadi sangat besar. Aku sangat takjub dengan ukurannya. Karena sudah tidak sabar, aku menggunakan lidahku untuk membuat sensasi lain di kontolnya. Aku jilati seluruh bagian kontolnya dengan lidahku.

“oug...ough...” parno sekarang sampai menggelinjing.

“ah..ah...” parno sampai merem melek. Aku nikmati batang kontolnya seperti saat menikmati es krim. Bisa kucium juga, bau maskulin yang menyeruak dari sekitar kontolnya. Ah..semakin membuatku bergairah. Rak lama kemudian, aku sudah memasukkan kontol parno ke dalam mulutku.

“Ough....” gelinjing parno saat aku mulai memasukkan kontolnya ke dalam mulut. Gerakan mulutku membuat kontol parno keluar masuk dan membuat rasa nikmat. Saat kontolnya berada di dalam mulutku, kusedot dalam-dalam.

“oughhhhhhhhhh....” parno sepertinya tidak kuat menerima rasa nikmat yang kuberikan, sampai-sampai rambutku dijambaknya setiap kali aku menyedot kontolnya di dalam mulutku. Berulang-ulang kumasukkan-kukeluarkan kontol parno dari dalam mulutku.

”ough..ough..ough..” suara desahan parno yang semakin membuatku gemas. Aku mainkan juga biji pelernya dengan kuremas-remas. Rabaan jariku juga sampai di daerah sekitar lobang anusnya. Sesekali dengan nakal, aku masukkan jari telunjukku ke dalam lobangnya.

“ough...ough..enak....” gelinjing parno saat aksi itu kulakukan. Hingga setelah kurang lebih 5 menit, ia akan mencapai klimaks.

“mas..mas...ak mo muncrat..ough...” desah parno. Aku semakin mempercepat gerakan kocokan dan sedotanku pada kontolnya. Dan...

“ough..ough..arghhhhhhhhh..........” crot..crot..crot...mani kental muncrat dari kontol parno dan mengenai mukaku. Terasa hangat.

“ah..ah..ah...” nafas parno setengah-tengah karena rasa nikmat yang sedang direngkuhnya. Kontol parno langsung lemas dan kembali keukuran semula. Lalu, parno membopongku untuk berdiri.

“makasih mas...” katanya. Kemudian ia langsung menyosor leherku dengan bibirnya. Sontak birahiku naik lagi. Parno sepertinya ingin berbuat yang lebih jauh. Saat mencium leherku, tangannya bergerilya ke seluruh tubuhku. Pantat dan tentu saja bagian kontolku ia gerayangi. Ia bahkan mendorongku ke tembok. Lalu ia merekatkan tubuhnya ke tubuhku sehingga kami sekarang berhimpitan. Lalu yang ia lakukan adalah menggesek-gesekkan kontolnya yang kembali menegang ke badanku. Kontol parno yang digesek-gesekkan tepat berada di atas kontolku yang masih berbalu celana.

“ohh...” aku pasrah dengan apa yang parno lakukan. Gerakan badannya yang menggesek-gesekkan badannya, sedikit membuat kenikmatan pada diriku. Tapi, saat semuanya belum lebih jauh...

“no..parno...kamu dimana” suara seseorang memanggil parni dari arah depan bengkel. Parno langsung menghentikan aksinya.

“itu bosku” kata parno. Ia langsung melepaskan pelukannya di tubuhku dan bergegas mengambil celana yang tadi ia tanggalkan. Aku pun juga begitu, segera membenahi pakaianku yang sedikit compang-camping dan membersihakn mukaku yang terkena mani.

“maaf mas, kapan-kapan kita lanjutkan” kata parno kepadaku sambil berlalu ke depan. Aku hanya bisa melihat sosok parno berjalan ke depan dengan rasa kecewa karena belum mendapatkan kenikmatan lebih. Setelah itu, aku ke depan dan membayar jasa perbaikan motor. Tanpa berpamitan, aku bergegas pergi dari bengkel. Di jalan, aku sudah berencana untuk menemuinya lagi dan membayangkan apa yang akan terjadi nanti.

Nah, bagaimana kalau saat itu tidak ada yang menghentikan Parno?



Parno kembali memagut bibirku dan aku pun membalasnya. Ciuman itu memantik kembali birahiku yang sedari tadi belum terpuaskan. Parno pun tahu itu, maka ia menggesek-gesekkan kontolnya yang kembali tegang itu dengan kontolku. Batang kontolnya yang besar dan tegang itu beradu dengan kontolku yang mulai tegang di dalam celana dinasku; ia susul dengan gesekan-gesekan dan remasan-remasan tangannya yang begitu mantap memainkan onderdilku; tentu saja, ia sudah ahli dengan onderdil motor! Tak kuduga ia juga ahli memainkan kontol. Aku mendesah pasrah dengan permainannya saat mendadak ponselku berbunyi. Ah! Kulirik jam tanganku. Pukul satu siang. Pasti aku dicari atasanku. "Bentar ya mas." Aku pun mengangkat telepon itu. Benar saja, itu komandanku. "Ajie? Kamu di mana?"
"Maaf Ndan, motor saya agak ngambek, ini sedang diperbaiki. Mungkin masih satu jam lagi, ini baru ketemu bengkel yang sepi."
"Hhhh... kan sudah kubilang dari kapan hari segera diservis saja motormu itu. Ya sudah, aku cari yang lain saja! Kalau sudah selesai motormu, segera balik polsek! Aku ada kerjaan lain untukmu."
"86." Aku pun menutup telepon itu dan tersenyum. "Maaf, dari komandan."
"Masih ada waktu kan mas?" tanya Parno.
"Sejam."
"Lebih dari cukup," ujar Parno lalu menciumku kembali, membangkitkan kembali birahiku. Kontolku yang sejenak melemas itu pun kembali tegang di dalam celana dinasku. Dan baru kukira Parno baru akan melancarkan aksinya...

"Ya ampun Parno, kalau lagi gituan ya bengkelnya ditutup dulu dong!" ujar seseorang, sontak mengagetkanku dan Parno. Aku menoleh ke asal suara itu dan melihat montir lain yang terlihat lebih tua dari Parno, mungkin bosnya. "Untung aja nggak ada pelanggan antri!"
"Maaf Bos," Parno menjawab dan segera kembali mengenakan celananya, sementara aku bergegas membersihkan wajahku yang tadi masih belepotan mani Parno. "Sudah kututup dulu bengkelnya! Untung juga ga ada maling! Lain kali jangan sembrono begitu Parno! Apalagi kalau sampai harus bayar buat baca cerita ini, kan Fei Xiao Long selalu posting ceritanya gratis!"
"Siap Bos, maaf," Parno menunduk bersalah. "Iya ya Bos, saya juga sering baca-baca cerita di Fei's Fantasy, cuma modal paket data aja sudah bisa baca puluhan cerita seru!"
"Wah kegemaran kita sama hehehe," timpalku. "Tapi ya ada juga tuh yang nggak sopan, disalin terus dijual di tempat lain! Itu biasanya saya langsung laporin cerita sama akunnya, biar nggak pada ketipu, dan biar Fei Xiao Long tetap semangat nulis cerita-cerita baru yang nggak kalah asyiknya."
"Dibuka lagi Bos bengkelnya?" tanya Parno.
"Nanti aja! Kalau mas polisinya ini ga keberatan, aku juga mau ikut enakin! Ayo lanjutin!" Bos bengkel itu langsung menghampiriku. "Maaf banget Mas Ajie ngganggu kenikmatannya."
"Oh nggak pa pa Mas, saya juga yang salah nggoda karyawannya Mas."
"Ayo sini No! Kasihan ni Mas Ajie! Ayo dienakin berdua!" Tanpa sungkan-sungkan bos bengkel itu pun meraih kontolku dan meremas-remasnya. Sensasinya berbeda; walaupun mereka berdua montir, namun keahliannya berbeda. Si bos ini lebih ahli memainkan biji pelirku; agak ngilu tapi terasa enak dan mampu membangkitkan gairahku. Dalam sekejap aku kembali mengerang keenakan, dihimpit di tembok dan digarap oleh dua orang montir. Parno kini meraba-raba dadaku dan dengan ahlinya mencubit-cubit pentil susuku, membuatku seakan tersetrum kenikmatan. Kontolku sudah meronta-ronta minta dilepaskan dari sarangnya, dan si bos tahu persis keinginanku.
Tanpa ragu-ragu ia membuka kepala sabukku yang besar itu. Tanpa menanggalkannya, ia pun menarik sabuk kecilku hingga terlepas, maka dengan bebasnya ia membuka kait celana dinasku dan menurunkan resleting celanaku. Celanaku tidak dipelorot, namun ia merogohkan tangannya ke dalam, mengelus-elus kontolku yang masih terbalut celana dalam. Luar biasa permainannya, aku dibuat menggelinjang karenanya. Tak lama, si bos pun menurunkan celana dalamku.
Kontolku pun terbebas menggantung di hadapan kedua montir itu.
Entah dikomando siapa, Parno mulai berjongkok di sampingku lalu mulai menjilat-jilat biji pelerku yang kanan. Si bos mengikuti Parno, ia juga berjongkok dan menjilat-jilat bahkan mengenyot biji pelerku yang kiri. Rasa geli di sebelah kanan dipadu rasa ngilu di sebelah kiri karena biji pelerku dimainkan seperti itu; aku pun mendesah dan mendesis. Batang kontolku menegang dengan sempurna, berkedut-kedut minta dimainkan sambil mulai meneteskan precum bening. Aku terangsang berat. Si bos pun mulai memainkan tangannya di kepala kontolku, mengelus-elusnya dengan gerakan mengulir dengan seluruh jari-jemarinya memijat kepala kontolku yang sensitif. "Aaaahhh... aaaahhh..." Parno pun berdiri dan mulai melepaskan kancing kemeja PDL-ku hingga terlihat kaos dalamku yang berwarna coklat itu. Ia menempelkan kepalanya di dada kiriku dan menjilat-jilat pentilku sementara tangan kanannya menggerayangi dada kananku dan mencubit-cubit pentilku. "Oooohhh..." Bos Parno kini bebas mengocok-ngocok kontolku; batang kontolku digenggamnya tidak terlalu erat namun juga tidak terlalu longgar, memberikan tekanan dan gesekan yang pas untuk memberikan kenikmatan bagiku. "Mmmmmhhh..." Aku hanya bisa menutup mataku dan menikmati permainan dua montir itu pada tubuhku.

Tubuhku kembali diserang kenikmatan ketika aku merasakan lidah hangat dan kasar bos Parno mulai menggerayangi batang kontolku yang tegang itu dari pangkalnya, perlahan-lahan naik menelusuri batang kontolku, hingga ke kepala kontolku. "Mmmmmmmhhhhhh... ah ah ah ah ah..." Parno mulai menyingkap kaos dalamku tanpa berusaha melepaskan kemeja dinasku dan dia pun mulai menyusu di pentilku. Rasa geli menerpaku ketika lidah bos Parno dengan nakalnya menjilati kepala kontolku tepat di ujungnya, sesekali membuka dan menyapu lubang pipisku. "Oh oh oh oh oh..." Tubuhku mengejang seolah tak dapat kukendalikan, namun rasanya nikmat sekali. Aku pun merasakan tekanan mulai terbangun di pangkal kontolku. "Aaaaahhh... mau keluaaaarrr..."
"Wah Mas Ajie mau keluar bos," ujar Parno.
"Keluarin aja Mas Ajie, di mulut saya." Bos Parno pun langsung melahap batang kontolku hingga ke pangkalnya dan menghisapnya kuat-kuat. "Oooooohhhhh...." Parno masih asyik menyervis kedua pentilku ketika bosnya mulai menghisap kontolku sambil mengocoknya. "Aaaahhh aaahhh aaahh aahh aahh ah ah ah ah ah ah... nnnnggggghhhhhhhhhhh... aaaaaaahhhhhhh...."

Aku pun muncrat di dalam mulut bos Parno. Kenikmatan itu benar-benar membuatku seakan melayang dan lega ketika kontolku memompakan pejuhku muncratan demi muncratan ke mulut bos Parno, yang ditelannya semua tak bersisa. Bos Parno bahkan terus menghisap kontolku sampai aku tidak lagi bisa muncrat. Kakiku gemetar seakan tidak lagi bisa menopang tubuhku. Servis mereka berdua benar-benar mengesankan. Biasanya mereka yang memainkan kontolku hanya mengocok-ngocoknya atau menghisapnya supaya cepat tegang agar aku bisa ngentot mereka. Kali ini... dua montir itu... benar-benar lihai dengan tangan mereka. Sambil terengah-engah, aku pun menikmati sisa-sisa orgasmeku itu. Bos Parno menjilati kontolku hingga bersih tak ada yang bersisa, hingga kontolku kembali melemas ke ukuran semula. Setelah itu, mereka berdua kembali merapikan seragamku--Parno sempat meremas-remas kontolku lagi waktu merapikan kemejaku di dalam celana PDL-ku, tapi ia tidak berbuat lebih jauh. Keringatku membasahi kaos dalamku, namun sebenarnya aku sudah terbiasa dengan peluhku sendiri. "Sini Mas Ajie, istirahat dulu. Minum," bos Parno menyuruhku memulihkan tenaga. "Parno, belikan nasi bungkus! Mas Ajie pasti kelaparan ini habis kita servis, hahaha..." Aku baru menyadari kalau aku belum makan siang, dan benar saja, perutku mulai berbunyi. "Masih sempat kan Mas?" Aku melihat jam tanganku. Masih pukul satu lebih dua puluh. Aku pun mengangguk. "Belikan nasi bungkus No! Cepat!"
Jadilah aku makan siang di bengkel itu, ditraktir bos Parno. Montir-montir yang lain mulai berdatangan kembali jadi kami tidak lagi bisa macam-macam, dan bengkel itu pun kembali sibuk dengan berbagai pelanggan yang membutuhkan jasa mereka. Parno sempat memberikan nomornya, tentunya untuk janjian kapan-kapan kalau aku ingin diservis lagi. Bos Parno juga memberikan kartu namanya. Sepertinya aku punya bengkel langganan baru setelah ini... Setelah membayar, aku pun bergegas kembali ke kantor polsek untuk menemui komandan. Belum sampai pukul dua ketika aku sampai di polsek.

"Sudah balik Jie?" tanya komandanku, AKP Eka, ketika aku menemuinya di kantornya. "Belum jam dua."
"Selesainya lebih cepat Ndan," aku memberinya hormat dan baru duduk setelah komandan membalas hormatku. "Montirnya pintar nyervis motornya."
"Makanya lain kali motor itu harus rajin diservis! Di bengkel mana?"
"Dekat sini kok Ndan. Bengkel ****."
"Wah mestinya tadi kamu bilang! Itu bengkel langgananku juga! Kalau aku yang servis di sana, pasti dikasih diskon! Lain kali bilang mereka, anak buahnya Eka!"
"Siap Ndan 86."
"Mantap kan servis di sana? Motormu pasti jadi kerasa kaya baru lagi."
"Iya Ndan, tarikannya beda banget. Kaya motor baru."
"Udah gitu kamu dikasih servis tambahan juga kan Jie?"
"Maksudnya Ndan?" Jantungku mendadak berdegup kencang namun aku mencoba berlaku senormal mungkin. Jangan-jangan komandanku tahu...
"Ya nggak cuma motornya aja yang diservis, tapi yang punya juga." AKP Eka tersenyum--aku masih tidak bisa menebak apakah itu senyuman menyindir, mencemooh, atau gurauan. "Tunggu sebentar di sini." Komandanku beranjak dari kursinya dan keluar kantornya sejenak. Aku bertanya-tanya dalam hati, apa komandanku ini tahu ya. Kelabakan aku melihat diriku sendiri, apa ada bercak pejuh di seragamku, apa aku kurang rapi... Samar-samar aku mendengar AKP Eka berbicara, "...rapat... Ajie... ruanganku.." Oh iya, tadi kan harusnya aku diberi kerjaan. Kerjaan apa ya?
Tak lama AKP Eka pun kembali dan menutup pintu serta menguncinya. "Kok dikunci Ndan?"
"Biar tidak ada yang mengganggu," jawab Eka santai lalu ia duduk di meja sambil tersenyum. Aku menjadi semakin bingung. "Sudah kusuruh yang lain tidak mengganggu sampai 'rapat' kita selesai."
"Rapat apa Ndan? Tadi saya mau diberi kerjaan apa Ndan?"
"Itu sudah kualihkan ke Darsono," jawab AKP Eka. "Biar dia yang kerjakan untuk hari ini."
"Lalu kita mau rapat apa Ndan?" tanyaku lugu.
"Kamu tadi diservis kaya gimana Jie?" AKP Eka bertanya balik. Sejenak aku pun tertegun. "Servis... servis apa ya Ndan? Kalau servis motornya saya nggak lihat Ndan, tadi saya baca koran..."
"Bukan motornya Jie. Kamu." AKP Eka kembali tersenyum dan kali senyumnya ramah. "Parno servis kamu gimana tadi?"
"Lho Komandan kenal Parno?" tanyaku keheranan.
"O jelas Jie! Servisnya paling mantap di antara montir-montir yang lain! Ya sama bosnya OK juga sih... ah kamu bikin aku pingin aja Jar!" Barulah saat itu aku yakin bahwa yang dimaksud komandanku adalah servis itu. AKP Eka beranjak dari mejanya menuju ke sound system yang ada di seberang ruangannya. Komandanku memang suka mendengarkan musik selagi bekerja, dan dia suka musik tradisional seperti keroncong maupun gamelan, namun biasanya dia hanya memutar instrumen saja. Disetelnya sebuah musik instrumen gending Jawa dengan volume yang tidak terlalu keras. Setelah selesai menyiapkan musik itu, dia kembali duduk di mejanya di hadapanku. "Enak kan servisnya Parno? Dia suka main pentil ya?" Aku agak gelagapan mendengar pertanyaan itu; jadi dia memang tahu! "Nggak usah takut Jie. Aku nggak akan kasih tahu teman-teman yang lain," kata Eka dengan lunak. "Aku sendiri sering diservis Parno dan bosnya. Cuma memang akhir-akhir ini banyak kerjaan sih jadi nggak sempat sama sekali ke sana.... Berdiri di depanku Jie."
"Siap Ndan." Walaupun bingung dengan komandonya, aku pun menurutinya. "Maju sini, di depanku." Aku pun melangkah maju mendekati AKP Eka. Sejenak aku dan AKP Eka terdiam sampai akhirnya AKP Eka mengulurkan tangannya dan mengelus-elus selangkanganku. "Gede ya Jie punyamu." Aku hanya tertegun; tidak kusangka komandanku AKP Eka juga doyan kontol. Sepertinya bakal seru ini... walaupun tadi aku sudah muncrat cukup banyak, gerakan tangan AKP Eka di atas kontolku mau tak mau membuat kontolku perlahan-lahan bangun lagi. Remasan-remasannya agak berbeda dengan Parno; remasan AKP Eka begitu lembut. Untuk ukuran seseorang yang nada bicaranya menggelegar dan untuk perawakan tubuhnya yang tinggi kekar, aku tidak menyangka ia bisa selembut itu. "Ndan..."
"Nggak usah sungkan Jie. Pegang punyaku." Ia menggait tanganku dan meletakkannya di atas kontolnya. "Mainin aja Jie."

Seumur-umur baru kali ini aku memegang kontol komandanku sendiri...

Awalnya aku agak ragu, namun AKP Eka sanggup membuat gairahku bangkit kembali. Kadang-kadang ia hanya menelusuri setiap jengkal kontolku dengan jari-jarinya, namun itu cukup untuk memberikan kenikmatan bagiku. Aku pun tak sungkan-sungkan lagi memainkan kontol AKP Eka, namun kami berdua tidak mengerang terlalu keras supaya tidak terdengar siapa-siapa, walaupun musik sudah dimainkan. Desahan-desahan pelan tak urung juga mampu membangkitkan gairahku dan mengeraskan batang kontolku, demikian juga kontol AKP Eka. "Sini Jie, kamu duduk di sini," perintah AKP Eka. Ia sempat menggeser beberapa berkas-berkas yang sepertinya tadi sedang ia kerjakan dan menyuruhku duduk di atas meja kerjanya. Ia kemudian duduk di kursinya, mendekatkan kursinya ke meja--aku harus membuka kakiku lebar-lebar supaya tidak terantuk kursi kerjanya. AKP Eka kemudian membuka resleting celana PDL-ku dan berusaha mengeluarkan kontolku. Awalnya agak susah karena sabukku yang besar itu cukup menghalangi, sehingga aku pun sejenak meluruskan tubuhku dan membiarkan AKP Eka merogoh-rogoh ke dalam celana PDL-ku. Setelah beberapa saat akhirnya batang kontolku berhasil dikeluarkan, agak sedikit lemas karena perjuangan tadi. AKP Eka tersenyum melihat batang kontolku mencuat dari lubang celana PDL-ku. Tanpa bersuara, ia pun mendekat dan melahap batang kontolku. "Aaaaahhhh..." hampir saja aku kelepasan mengerang. Tadi aku hanya menikmati sebentar hisapan bos Parno karena aku hampir muncrat, namun sekarang ini komandanku sendiri mengoral kontolku. Tidak terlihat seperti orang yang baru pertama kali menghisap kontol. Bibirnya mengatup rapat di batang kontolku, menggesek leher dan kepala kontolku yang sensitif itu, selagi tangannya menggenggam pangkal batang kontolku dan sesekali mengocoknya. Aku merasa batang kontolku begitu keras, lebih keras dari permainan Parno dan bosnya tadi. "Aaaahhh Ndannn..."
"Enak Jie?" tanya AKP Eka, suaranya sedikit bergumam, mulutnya masih penuh dengan kontolku.
"Enak Ndan... Mmmmhhh..." Aku tidak bisa menolak hisapan AKP Eka komandanku pada kontolku yang sudah sangat tegang itu.
Sampai tiba-tiba AKP Eka mengeluarkan kontolku dari mulutnya. "Kok udahan Ndan?" tanyaku agak kecewa karena kenikmatan itu terputus tiba-tiba.
"Entotin aku Jie. Kontolmu keras banget, tanggung kalau cuma diisep aja." Aku agak tidak percaya dengan yang kudengar. Komandanku... minta dientot? Belum pulih dari kebingunganku, AKP Eka membuka laci meja kerjanya dan mengambil dompet, lalu ia mengambil sesuatu dari dompetnya itu.
Dua pak kondom.
"Ndan... itu... kondom?"
"Ya Jie. Entotin aku Jie." Tanpa meminta izin AKP Eka langsung memasangkan satu kondom di batang kontolku. Lalu ia sendiri mulai membuka sabuknya--hanya sabuk kecil, mungkin dari tadi komandanku hanya bekerja di kantor saja atau dia sedang melepasnya--dan menurunkan sedikit celana PDH-nya hingga bagian pinggangnya terekspos. Kontol AKP Eka pun mencuat, tidak setegang punyaku namun masih terlihat besar juga. "Duduk sini Jie," perintahnya. Aku pun menuruti permintaannya. AKP Eka pun mendekat, lalu perlahan-lahan menurunkan pantatnya untuk menduduki kontolku. Ia memegang kontolku dan menuntunnya ke lubang anusnya. Tak lama kemudian...

Kontolku pun amblas masuk ke dalam pantat AKP Eka.

Aku memang pernah beberapa kali ngentot pria, terutama mereka yang biasanya mengajak damai ketika kutilang. Tapi, terhadap rekan kerjaku sendiri, aku tidak pernah melakukannya. Bahkan komandanku, AKP Eka, yang setahuku sudah berkeluarga. Ternyata komandanku malah suka dientot. "Enak Jie?" tanyanya sambil tersenyum. "Belum pernah kan ngentotin sesama anggota?"
"Rapet Ndan. Enak Ndan. Nggak nyangka Komandan minta dientot."
"Habis punyamu gede sih Jie. Penuh banget ini rasanya bokongku." Dengan itu AKP Eka mulai bergerak sendiri, naik turun membiarkan kontolku mengentot dirinya, sementara aku hanya duduk dan menikmati itu semua. Aku begitu terangsang melihat AKP Eka, seorang polisi berbadan kekar dan gempal, mendesah pelan dan merem melek dientot anak buahnya sendiri. Dan kami melakukannya masih di kantor, masih pada jam dinas, dan masih terbalut seragam polisi. Kontol AKP Eka yang tadinya tidak begitu tegang pun kulihat menjadi mengacung sempurna, seiring sodokan-sodokan kontolku merajam bagian dalamnya dan mungkin prostatnya. Beberapa kali AKP Eka mendesis, mungkin saat itu kontolku merojok prostatnya. Sesekali ia menciumku selagi ia menggerakkan pantatnya naik turun mengurut batang kontolku. Benar-benar menggairahkan.
"Jie, bantu pasangin kondom ke kontolku," perintahnya saat ia sejenak beristirahat dari kegiatan dientot aktif itu.
"Ndan... mau ngentot saya?"
"Nggak lah Jie, cuma kalau aku muncrat nanti gimana? Kamu mau bilang apa ke anak-anak kalau bajumu basah dan bau sperma?" Barulah saat itu aku paham mengapa AKP Eka mengeluarkan dua kondom dan bukannya satu saja. Rupanya dia tidak mau meninggalkan noda di seragamku saat dia orgasme nanti. Bahkan aku tidak sadar kalau precum AKP Eka beberapa sudah menetes ke sabukku--untungnya berwarna putih jadi tidak kelihatan kalau ada precum di sana, dan beberapa lagi juga menetes ke celana PDL-ku. AKP Eka pun menyerahkan bungkus kondom itu, maka kubuka dan kupasangkan pada batang kontolnya. "Kamu mau ngentot Jie?"
"Capek ya Ndan? Gantian saja kalau gitu." AKP Eka pun berdiri, melepaskan sejenak kontolku yang masih berkedut-kedut, dan memosisikan diri: ia membungkuk dan menggunakan sebagian meja kerjanya sebagai penopang. Tak perlu berlama-lama, aku pun mulai memasukkan kembali kontolku ke pantat AKP Eka. Ia mendesis selagi kontolku berusaha masuk, hingga kontolku masuk sepenuhnya.
Maka aku pun mulai menggerakkan pinggulku mundur dan maju; awalnya perlahan-lahan--aslinya aku takut meja itu tidak kuat menahan berat badannya dan takut menjatuhkan benda-benda di atas meja, namun meja itu sepertinya cukup kokoh. Kupercepat tempo entotanku, kedua tanganku memegangi pinggang komandanku sebagai penopang dan pengendali kedalaman kontolku menghunjam pantatnya. Aku maupun AKP Eka hampir tidak bisa menahan diri untuk tidak mengerang atau mendesah kenikmatan, namun untungnya suara-suara desahan itu masih tertutup alunan gending Jawa yang mengiringi kisah erotis ini. Kisah seorang komandan polisi yang dientot anak buahnya di kantor pada jam dinas.
Hingga akhirnya aku tak tahan lagi dan akhirnya orgasme di dalam AKP Eka. Aku tidak bisa melihatnya, namun kurasa AKP Eka juga akhirnya orgasme karena lubang pantatnya mulai berkedut-kedut mencengkeram batang kontolku. 

Kami berdua orgasme.

Sejak saat itu, kehidupan seksualku menjadi semakin bergairah. AKP Eka ternyata hiperseks, Setiap hari ia selalu meminta jatah padaku untuk dientot; bagaimana aku bisa menolak komandanku sendiri? Setelah beberapa waktu berlalu aku mulai mengetahui rekan-rekanku yang juga menikmati kontol, walaupun aku tetap rutin mengentot AKP Eka. Kami sudah jarang melakukan hal itu di waktu dinas, biasanya saat sudah lepas dinas. Atau, sesekali, saat jam istirahat, kami berdua pergi ke bengkel itu untuk diservis Parno dan bosnya, bahkan sesekali ada montir-montir lain yang juga ikut menyervis kontol kami. Sekalipun servis itu tidak pernah melibatkan entotan, entah kenapa servis montir-montir itu, terutama Parno, selalu kurindukan.

Yah, siapa sangka, kenikmatan juga bisa kautemukan di bengkel motor.