Sabtu, 27 Mei 2023

Bersama Kasir Minimarket

Cerita ini hanyalah rekaan semata, kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka. PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Ini sebenarnya adalah permintaan dari seorang teman di Twitter. Namanya Fei gunakan di cerita ini atas seizinnya (nama samaran sesuai di Twitter). Sebetulnya "minimarket"-nya spesifik, tapi daripada nanti viral dan jadi masalah, Fei samarkan saja dengan nama minimarket fiktif. Ceritanya tetap fiktif kok hehehe... Semoga berkenan yah!



"Terima kasih sudah belanja di Pasarindo, semoga layanannya memuaskan, silakan belanja lagi!" Itu kalimat yang sering kudengar dari kasir minimarket Titik Pasarindo yang buka 24 jam setiap kali ada pelanggan yang selesai belanja. Setahuku tidak ada kalimat "semoga layanannya memuaskan" di kasir Pasarindo yang lain, jadi entah kenapa kasir itu menambahkannya.

Suatu hari, akhirnya aku tahu kenapa.

Perkenalkan, aku Mike, usia 28 tahun. Aku sebenarnya bekerja sebagai pegawai biasa, namun aku mempunyai sebuah... sisi lain. Sisi lain yang tidak diketahui siapapun, yang kututup rapat-rapat kecuali di dunia itu. Kenapa, kau bertanya? Yah, sederhana saja sih. Aku gay, dan aku memiliki fetish yang cukup spesifik. Fetish seragam satpam. Fetish yang semestinya tidak terlalu aneh di dunia pelangi, namun ketika kamu bukan kaum "pribumi" alias keturunan, adalah sebuah kombinasi yang dipandang aneh. Paling tidak di bumi Jawa ya. Mungkin ada, namun jumlahnya pasti sedikit sekali. Langka. Satpam Chinese? Coba saja cari di Jakarta, hahaha... namun begitulah keadaannya. Aku sendiri tidak ingat kapan aku mulai menyukai seragam satpam, namun aku begitu tergila-gila dengan seragam satpam. Aku memiliki semua jenis seragam satpam, dimulai sejak masih berwarna putih-biru gelap, seragam malam, safari, maupun seragam satpam yang sempat mirip dengan polisi. Aku hanya tidak berminat dengan seragam satpam terbaru, yang berwarna kuning. Menurutku, kurang menggairahkan. Jadinya, aku banyak menggunakan seragam satpam lama maupun seragam satpam coklat. Aku bahkan sempat ikut pelatihan satpam, walaupun tentu saja banyak yang mencemoohku saat itu. Fisikku sebenarnya cukup lumayan karena aku juga suka gym, namun tentu saja keturunan di bumi Jawa ini masih dipandang sebelah mata untuk kasus-kasus tertentu. Kubuktikan dengan lulus dari pelatihan bahkan dengan prestasi terbaik, walaupun tentu saja aku tidak memilih bekerja sebagai satpam penuh waktu.

Atau mungkin sebaliknya?

Saking fetish-nya, daripada hasil pelatihan satpam terbuang sia-sia (tidak murah juga soalnya bagiku), akhirnya aku mengambil pekerjaan "sampingan" sebagai seorang satpam. Supaya tidak mengganggu pekerjaan utamaku, aku hanya mencari tempat yang mau mempekerjakan satpam saat akhir pekan saja, atau paling tidak hari Minggu saja. Memang agak sulit menemukan tempat seperti itu, namun aku pantang menyerah. Setelah berbulan-bulan mencari, ternyata ada minimarket yang membutuhkan satpam namun hanya di hari Sabtu dan Minggu. Langsung saja aku masukkan lamaran, dan dengan prestasiku yang bagus, walaupun awalnya agak disangsikan karena kulitku, akhirnya aku diterima juga, dengan gaji yang tentu saja tidak sebesar pekerjaanku saat ini, namun cukup lah untuk jajan tambahan. Kebetulan sekali saat itu kantorku juga hendak menjalankan uji coba 4 hari kerja, sehingga aku masih tetap mendapat istirahat akhir pekan walaupun hanya di hari Jumat saja. Dan yang melegakan, seragamku masih seragam coklat, bukan kuning.

Seperti yang kuduga, awal-awal aku sering mendapat tatapan aneh, kebanyakan dari pengunjung yang kebetulan berpapasan denganku. Karena minimarket itu ada lahan parkir yang cukup luas, satpam di sana juga merangkap sebagai tukang parkir seperlunya untuk menghindari tukang parkir liar. Aku mengambil shift malam supaya sedikit kemungkinan ada yang mengenaliku bekerja sebagai satpam (aku merahasiakannya dari kantorku), walaupun lokasi Titik Pasarindo itu jauh dari kantorku. Shift malam berlangsung selama sepuluh jam, mulai pukul delapan malam hingga enam pagi, dan aku diberi tahu biasanya di akhir pekan malam-malam malah semakin ramai hingga kira-kira pukul dua pagi, sehingga shift malam ada dua satpam yang akan bertugas. Dalam hati aku bertanya-tanya, bukannya biasanya Pasarindo tidak ada satpam ya, di tempat ini malah ada dua satpam? Namun aku tidak terlalu ambil pusing, yang penting aku bisa memuaskan hasratku sebagai satpam hehehe... dan tentu saja aku berharap suatu saat nanti akan ada yang "menggodaku" sehingga aku bisa memuaskan hasratku yang lain. Hasrat apa itu? Hasrat seks, tentu saja. Aku mengidentifikasikan diriku sebagai seorang versatile bot, jadi aku bisa-bisa saja ngentot sebenarnya, namun aku lebih suka dientot. Apalagi kalau dientot dengan seragam satpam, uuugh...

Sepertinya impianku itu tak lama akan terwujud juga, yang akan diabadikan menjadi sebuah cerita di blog Fei's Fantasy yang bisa kamu akses dengan gratis. Kalau kamu membayar untuk membaca cerita ini, langsung minta refund aja dan bantu laporkan cerita plus akun tersebut yah!

Berbulan-bulan kemudian, aku sudah mulai terbiasa bekerja menjadi seorang satpam di akhir pekan. Walaupun beberapa pengunjung masih belum terbiasa dengan wajahku, namun aku sudah mulai dikenal banyak orang. Tentu saja rekan-rekan satpamku, kasir-kasir Titik Pasarindo termasuk manajer dan karyawan lain, dan beberapa pelanggan setia yang suka menghabiskan waktu di kafe Titik Pasarindo. Aku perlu akui, tempatnya memang nyaman untuk nongkrong, makanya tempat itu populer dan cukup ramai sekalipun sudah lewat tengah malam. Kalau sedang sepi, tentu saja aku bercengkerama dengan rekan satpamku maupun sesekali menemani kasir. Ada satu orang kasir yang aku suka, namanya Dendi. Usianya 21 tahun, dia baru saja lulus kuliah namun belum dapat kerjaan, jadi selagi menunggu lamaran diterima ia mencari kesibukan dengan melamar di Pasarindo, dan ternyata ditugaskan di tempatku. Ia punya keahlian barista sebenarnya, sehingga dia lebih sering melayani di bagian kafe, namun saat tidak ada permintaan apa-apa di kafe ia menjadi kasir. Badannya cukup berisi dan tentu saja ia ramah pada semua orang, termasuk ramah padaku. Terlalu ramah bahkan, karena ia sering gemas menabok pantatku saat sepi. Aku sih suka-suka saja, walaupun awal-awal agak sedikit gengsi. Namun, di luar itu, kami bersahabat baik dan sering berkomunikasi di luar pekerjaan.
Suatu hari, karena alasan tertentu, hanya aku yang berdinas malam itu, dan kebetulan sekali hanya ada Dendi juga. Biasanya, akan ada satu orang yang berjaga di kafe dan satu di kasir, namun malam itu rupanya ada halangan tertentu sehingga tidak ada yang bisa menemani Dendi. Manajer berpesan agar aku membantu Dendi, dan tentu saja aku tidak keberatan, toh semasa aku bekerja menjadi satpam, tidak pernah terjadi insiden keamanan apapun. Kalau kebetulan sekali kami berdua harus beristirahat, misalnya karena panggilan alam, asalkan toko sepi atau bahkan tidak ada pelanggan sama sekali, toko boleh ditutup sebentar, tentunya dengan memberikan tanda tutup sementara. Entah rezeki apa yang menimpaku hari itu, tidak banyak yang berkunjung ke Titik Pasarindo malam itu. Kira-kira pukul dua belas malam, hanya ada satu orang yang sedang menikmati waktu bersantai di kafe. Aku pun memutuskan masuk ke dalam dan menemani Dendi. "Dengaren sepi ya Den," celetukku membuka pembicaraan.
"Musim liburan Ko," sahut Dendi santai. "Pada pulang semua." Lokasi toko itu memang relatif dekat dengan sebuah universitas dan biasanya dipakai tempat nongkrong atau kerja tugas. "Bakal sepi sih biasanya setelah jam satu." Benar saja, menjelang jam satu, orang satu-satunya di kafe itu pun pulang, sehingga tidak ada pelanggan lagi. "Lumayan Ko bisa istirahat hehehe," ujar Dendi sambil duduk di kursi kafe di belakang counter. Aku tetap berdiri untuk mengamati sekeliling, walaupun sebenarnya ada CCTV. Karena tidak pernah ada kejadian, rekaman CCTV biasanya tidak pernah diperhatikan dan langsung dibuang begitu saja saat sudah lewat 72 jam. Maka, aku tidak pernah risau kalau Dendi menabok bokongku, toh selama ini juga tidak ada yang memperhatikan. Dan benar saja, malam itu dimanfaatkan Dendi untuk kembali menabok bokongku. Aku membiarkan saja dia melakukan itu sampai puas, walaupun aku jadi agak ngaceng dibuatnya. "Ko bokongnya sekel amat gimana caranya sih?" mendadak Dendi bertanya demikian.
"Ya ga tau lah, udah dari sononya dapet bokong sekel hahaha... lu doyan bokong sekel ya?"
"Iya Ko, seksi banget gitu, bikin horny aja..." Wah sepertinya gayung bersambut nih.
"Emang lu suka bokong cowok?" tanyaku memancing.
"Suka-suka aja Ko, apalagi sekel begini, enak diuyel-uyel." Dendi tidak lagi menabok bokongku, namun mengelus-elus dan meremas-remas bokongku, lebih ke arah mengagumi bokongku. Ah aku jadi kesulitan menahan diri untuk tidak horny, kontolku mulai ngaceng di seragamku yang ketat itu. Apa Dendi ini penyuka sesama ya... "Dingin-dingin gini pasti enak nih ya pelukan," celetuk Dendi lagi.
"Lu kedinginan?" tanyaku ngasal.
"Dikit sih Ko, tapi kan SOP-nya ga boleh matiin AC kecuali pelanggan yang minta dikecilin," jawab Dendi. "Bikin ngaceng aja ya dingin-dingin gini!" Wah sudah mulai mancing nih dia sepertinya.
"Masih jam kerja oi Dendi!" sergahku sambil tertawa kecil. "Ini malah ngaceng..."
"Mumpung sepi Ko," ujar Dendi sambil tangannya mulai nakal berpindah ke depan menggerayangi pahaku dan akhirnya menyenggol kontolku yang sudah ngaceng. "Nah kan Ko Mike ngaceng juga!" Aku pura-pura tidak menghiraukan Dendi dan tetap berdiri mengambil posisi menghadap konter agar tidak terlalu terlihat CCTV, walaupun aku tahu sebenarnya konter itu masih tersorot CCTV. "Mayan gede ya Ko kontolnya," ujar Dendi sambil mengelus-elus batang kontolku dari luar celana satpamku yang ketat itu. "Nggghhh... Den..." Aku tak kuasa menggelinjang ketika Dendi menggelitik ujung kepala kontolku dengan telunjuknya. "Ditutup dulu Den tokonya, sebelum ada yang masuk." Aku pun beranjak menuju pintu sambil mengambil tanda tutup sementara, lalu mengunci pintu masuk toko. "Sampai jam dua aja ya Den?" Dendi mengangguk. Setelah yakin bahwa pintu terkunci dengan aman, termasuk pintu belakang yang sebenarnya pintu khusus karyawan dan supplier, aku pun masuk ke ruangan khusus karyawan yang tentu saja tidak diawasi CCTV. Di sebelah gudang, ada sebuah ruang kecil yang bisa digunakan untuk beristirahat bahkan tidur sejenak--manajer toko itu memang begitu memperhatikan kesejahteraan karyawannya, terutama karena toko itu buka 24 jam. Dendi sudah berada di sana menungguku; ia tersenyum begitu melihatku masuk. "Masih ngaceng aja ni Ko," senyumnya ketika aku mendekat dan dia pun langsung menggapai kontolku dan meremas-remasnya. "Aaaahhh..." Kubalas meremas-remas kontolnya. "Lagi pengen lu Den?"
"Iya Ko, pengen... gua udah lama merhatiin Koko, terutama bokong Koko yang sekel itu. Ngangenin..." Dendi memelukku agar ia bisa leluasa meremas-remas bokongku, jendolan kontolku beradu dengan kontolnya yang juga sudah ngaceng. Ternyata dia aktif juga; sambil mengagumi bokongku, dia menggesek-gesekkan kontolnya dengan kontolku. "Mmmmhhh..."
"Gua entot mau ya Ko," bisik Dendi agak memelas. "Gua udah berminggu-minggu pingin ngentot Koko, tapi gua ga berani bilang. Mumpung sekarang lagi sepi..."
"Lu kepedean amat Den kalau gua bot," bisikku terkekeh.
"Ya dengan bokong Koko sekel kaya begini, masa bukan bot sih Ko," bisik Dendi balik, lalu ia melepaskan pelukannya dan bergeser ke belakangku, kontolnya kini beradu dengan belahan bokongku. Ia meraba-raba dadaku dan mencoba mencubit-cubit putingku selagi menggesek-gesekkan kontolnya di bokongku. "Aaaahhh nakal lu Den.... mmmhhh..." Aku tak kuasa menghentikan godaan Dendi, tubuhku menggelinjang di pelukannya. Aku sudah lama juga tidak dientot, dan kontol Dendi sepertinya bisa memberikan kepuasan untukku. Dendi kembali menggerayangi kontolku yang sudah meronta-ronta ingin dibebaskan dari celana satpamku, sambil tetap memainkan salah satu putingku. "Duh Ko badan bagus muka cakep gini kok jadi satpam sih," bisik Dendi. "Tapi kontolnya oke banget sih buat ukuran satpam hahaha..."
"Lu suka Den?" tanyaku. Dendi menjawabnya dengan kembali menggelitik ujung kepala kontolku dengan telunjuknya, membuatku menggelinjang. "Ooooohhh geli Den..."
"Gua suka kontol satpam Ko...," bisik Dendi. "Tapi gua pingin ngentot Koko, boleh ya..."
"Isepin dulu Den... tapi jangan sampai crot ya." Dendi pun tanggap dan langsung berlutut di depanku, membuka resleting celana satpamku, dan mengeluarkan batang kontolku. Langsung ia lahap dengan rakusnya. "Oooooohhh Deeennn.... yeeeesss... di situuu... mmmmhhh... pinter juga lu ngisep kontollllll... uaaaahhh... sssshhh..." Aku menggelinjang kembali saat ia memegangi batang kontolku yang supertegang itu sambil menjilati lubang pipisku dengan rakusnya. "Aaaaahhh geliiii Deeeennn... mmmhhh..." Ia memegangi kedua tanganku dengan kuat selagi mengenyot batang kontolku dengan rakusnya, suara hisapannya begitu menggairahkan. "Aaaahhh..."
"Ini kebalik deh benernya Ko, masa gua yang mau ngentot malah gua yang ngisepin," ujar Dendi terkekeh. "Gantian!" Ia pun menghentikan hisapannya dan berdiri sambil mengelus-elus jendolan kontolnya di balik celana jinsnya. Aku pun tanggap, namun aku ikut berdiri juga, menciumi Dendi sambil berusaha mengeluarkan kontolnya dari celana jinsnya. Kesulitan menggunakan satu tangan saja, akhirnya kugunakan kedua tanganku untuk membebaskan batang kontol Dendi dari jinsnya. Begitu terbebas, aku mengagumi batang kontolnya. "Gede juga batang lu Den!"
"Isepin Ko, please..." Dendi mendadak memelas.
"Sabar Den... malam masih panjang," bisikku.
"Lah kita kan masih kerja Ko?" protes Dendi. "Ntar ketahuan kalau kita kelamaan nutup toko! Ayo Ko, isepin biar Dendi bisa cepet ngentotin Koko..."
"Siap Den 86!" Aku pun berlutut dan mulai mengisap kontol Dendi. "Aaaaahhh... enak Ko... mmmhhh... enaknya diisepin satpammm... mmmmhhh... nngggghhh... Koooooo... oooohhhh..." Gantian Dendi yang kelojotan kuhisap kontolnya. Tentu saja, aku tidak bisa lama-lama menghisap kontolnya karena Dendi sudah tidak sabar hendak mengentotku. Karena meja yang ada cukup rendah dan aku tidak yakin meja itu bisa menahan berat badanku, terutama ketika nanti bergoyang-goyang saat aku dientot, maka aku terpaksa membungkuk. "Bukain Den... lucuti gua..." Dendi dengan beringasnya membuka kopel satpamku, melepas kait kepala kopelnya, lalu membuka sabuk kecil yang sebetulnya sabuk polisi. "Ih Ko ngapain sih pakai dua sabuk, ribet amat," keluh Dendi ketika ia berhasil membuka sabuk kecil itu, lalu dengan cepat ia membuka kait celanaku dan memelorot celanaku beserta celana dalamku sampai ke lutut, mengekspos pantatku yang sekel itu. "Eits bentar Den, sebelum masuk, pasang pengaman dulu!" sergahku saat ia mulai menyapukan batang kontolnya di antara belahan pantatku. "Play safe ya!" Dendi langsung mengeluarkan satu sachet kondom dari saku kemejanya, dan buru-buru memasangnya di kontolnya. Setelah itu, barulah dia kembali memainkan kontolnya di antara belahan kontolku, lebih tepatnya di lubang boolku. "Siap ya Ko," kata Dendi sambil memegangi pinggangku.
Aku bisa merasakan batang kontolnya perlahan-lahan menembus lubangku yang sudah lama tidak dimasuki itu. Aku berusaha menahan perih dengan mencoba serileks mungkin, walaupun posisiku agak kurang menguntungkan. Tak lama aku merasakan bokongku beradu dengan tubuh Dendi, pertanda kontolnya sudah masuk semua. "Uuuughhh..." Dendi perlahan-lahan mulai menggoyangkan panggulnya, menarik dan mendorong kontolnya di lubang boolku, mengentotku dengan irama yang lama-kelamaan menjadi cepat. "Aaaahhh shiiiittt... enak banget ngentotin satpaaammm... ouuuggghhh yeeeesssshhh... sempit bangeetttt Kooooooohhhhh..."
"Oooohhh Deeennn... mentokin Deeenn... sssshhhh... ngggghhh... sssshhh..." Aku bercampur aduk antara perih dan nikmat. Dendi mengangkat kedua tanganku dan menggunakannya sebagai pegangan selagi dia asyik mengentot diriku. Erangan kami berdua sahut-menyahut bergema dalam ruangan kecil itu, sebuah saksi bisu atas perentotan aku sebagai seorang satpam oleh seorang kasir Pasarindo. Sebagai seorang top, Dendi benar-benar tahu cara mengentot yang nikmat. Entah berapa kali aku merasa prostatku dirojok kontol Dendi, memberikan setruman-setruman kenikmatan yang tiada tara. "Nnnnggghhh Kooooooooo... Dendi mau keluaaarrrhhh..."
"Keluarin aja Den, ayooohhh... oooohhh..." Dendi beristirahat sejenak sambil mengocok-ngocok kontolku yang rasanya dari tadi sudah meneteskan cairan precum ke lantai. "Nggghhh enak Deennn... ayooo... entotin lagiiii... mentokiiinnn.... keluariiinnn..." Dendi pun memulai kembali entotannya. "Ngggghhh... siap yaaa Koooooooo... oooohhhh... oooohhhh... ooohh ooohh ooohh oooh Koooooooo... Dendi mau keluaaaarrrrrggghhhh.... Nnnngggghhhh...!!!" Entotannya menjadi semakin kasar dan keras, namun aku bisa merasakan saat Dendi akhirnya orgasme. "Oooooooggggghhh..." Dendi menghentikan entotannya dan menikmati puncak orgasme itu untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia menarik kontolnya keluar dari boolku. Aku pun berbalik dan melihat kondomnya penuh dengan pejuhnya yang kental itu. Ah kenapa tadi aku tidak minta dia keluar di mulutku saja ya... Dendi menarik keluar kondom itu sebelum membungkusnya dengan tisu. "Makasih ya Ko, enak banget boolnya Koko," ucap Dendi sambil mengecupku. "Giliran Dendi keluarin Koko." Tangannya pun langsung memegang kontolku yang sedikit melemas namun masih meneteskan precum. "Oooohhh enak Den..." Ia kembali memelukku dari belakang agar lebih enak mengocok kontolku. "Ngggghhh..." Dendi menjilati leher belakangku, membuatku menggelinjang kegelian. "Deeennn..." Ia tidak berbicara lagi, sibuk memberikan pekerjaan tangan terbaiknya pada kontolku yang sudah menegang sempurna itu. "Ooooohhh Deeennn... mau keluaaarrrhhh..."
"Keluarin Ko... keluarin pejuh satpammu Ko..."
"Ntar muncrat ke mana-mana gimana Dennnn..."
"Ntar Dendi bersihin, ga usah dipikirin Ko... ayo Ko... tunjukin kejantananmu... keluarin pejuh satpam... mmmmhhhh... oh yeeesss..."
"Ooooohhhhhh..." Aku pun akhirnya orgasme juga; kontolku berkedut menembakkan pejuh yang sudah menunggu dikeluarkan sedari tadi. Tubuhku bergoncang seiring dengan tembakan demi tembakan pejuhku yang tentu saja membasahi lantai ruangan itu. Lututku terasa sedikit lemas atas orgasme itu, namun Dendi memelukku dari belakang menyokong tubuhku yang teraliri kenikmatan itu. Dendi terus mengocok kontolku hingga tidak ada lagi pejuh yang menetes dari kontolku. Aku terengah-engah seiring dengan meredanya orgasmeku. Dendi pun melepaskan pelukannya dan keluar dari ruangan itu, tak lama kemudian kembali membawa ember dan kain pel lalu membersihkan pejuhku yang berceceran di lantai, selagi aku pun membereskan diri mengenakan kembali celanaku dan merapikan seragamku. Dengan cekatan Dendi membersihkan ruangan itu dan membuang kondomnya, lalu kembali dan menciumku sebagai penutup. "Makasih ya Ko, enak banget lubang Koko tadi," bisik Dendi. "Kapan-kapan lagi ya."
"Nanti setelah ganti shift lagi yuk Den, di kosmu atau kosku gimana?" ujarku sambil meremas kontolnya.
"Ah Koko ini, pengen lagi ya?" balasnya sambil juga meremas-remas kontolku.
"Nanti kita bisa main sepuasnya di ranjang Den, pasti lebih enak. Gua dudukin kontol lu."
"Agh pasti enak tuh Ko," Dendi mendesah. Sial, aku jadi ngaceng lagi, dan Dendi tahu itu karena ia kembali menggelitik kepala kontolku. "Ugh geli Den, lu nakal juga ya!"
"Kontol satpam memang menggoda," bisiknya tanpa berusaha menghentikan permainannya. "Kerja dulu yuk Ko, nanti dilanjut!"

Sisa shift malam itu terasa begitu lambat. Entah kenapa malam itu benar-benar sepi, bahkan sempat dalam sejam tidak ada yang datang sama sekali. Sesekali Dendi menggodaku dengan menabok atau mengelus-elus bokongku atau kontolku, dan kami pun berbicara lebih banyak tentang kehidupan seks kami saat tidak ada pelanggan yang perlu dilayani. Dendi ternyata top tulen, sehingga tidak mungkin aku memintanya untuk dientot nanti selepas shift. Ah ya sudah lah, biar aku dientot lagi, dan mungkin kali ini jangan dikeluarkan di dalam lagi. Pengunjung baru mulai berdatangan selepas sholat subuh, walaupun tak terlalu ramai. Hingga akhirnya shift malam itu berakhir juga pukul enam pagi. Setelah menyerahkan shift pada karyawan berikutnya, aku dan Dendi pun pergi mencari sarapan terlebih dahulu sebelum pulang ke kos Dendi. Niat untuk bercinta lagi di kos terpaksa diurungkan karena aku dan Dendi mengantuk, jadi akhirnya kami berdua tidur terlebih dahulu di ranjang Dendi yang agak sempit--untungnya kosnya ber-AC jadi kami bisa tidur dengan nyaman dan berpelukan, walaupun Dendi melarangku untuk ganti baju, selain aku juga tidak bawa baju ganti. "Pingin dong tidur meluk satpam," kata Dendi sambil mengelus-elus kontolku selagi aku menguap. Aku hanya tertawa kecil dan segera naik ke ranjang, disusul Dendi yang memelukku dari belakang dan tetap menggerayangi kontolku. Karena kelelahan, aku tertidur terlebih dahulu--sepertinya.
Entah berapa lama aku tertidur sebelum akhirnya terbangun dalam kondisi ngaceng. Rupanya Dendi masih memegangi kontolku walaupun ia sendiri masih tertidur, tangannya bahkan sudah menelusup masuk ke dalam celanaku. Aku tidak bisa bergerak karena posisinya, maka aku berusaha tidur kembali sambil sesekali memberi kode pada Dendi dengan mengacungkan kontolku. Entah berapa lama kemudian ia baru bereaksi dengan perlahan-lahan mengocok kontolku. "Den...," bisikku memanggil Dendi, siapa tahu ia sudah bangun. "Ko...," erangnya pelan.
"Jadi main gak?" Dendi hanya mengerang lagi tanpa menjawab pertanyaanku. "Ngantuk Ko..."
"Lu tidur aja, kan gua udah janji dudukin kontol lu." Aku menarik tangannya dari celanaku, lalu membuatnya tidur terlentang. Aku pergi ke toilet terlebih dahulu untuk mengosongkan isi perutku sebelum dientot. Setelah selesai buang hajat dan kucuci bersih boolku, tanpa berlama-lama kulepas celana Dendi dan kulempar ke samping ranjang. Kontolnya masih tergolek di antara kedua kakinya, setengah ngaceng walaupun tidak kuapa-apakan. Kuamat-amati kontol Dendi lebih seksama kali ini. Cukup besar walaupun masih setengah ngaceng, sudah disunat. Tidak ada rambut di daerah kontolnya, sepertinya ia rajin mencukurnya. Tanpa pikir panjang kulahap kontolnya dan kuhisap perlahan-lahan. "Nnngggghhhh Kooo...," erang Dendi, matanya masih terpejam namun dari raut wajahnya aku tahu dia menikmati hisapanku. Aku bisa merasakan batang kontolnya membesar dan memanjang dengan perlahan dalam mulutku. Kuhisap dan kukocok-kocok kontolnya sampai benar-benar mengeras; Dendi tidak bersuara lagi selama itu. Setelah kurasa cukup, aku mulai membuka celanaku namun tidak kutanggalkan sepenuhnya, lalu kuposisikan diriku di atas Dendi. Aku tidak sempat mencari kondom, tapi biar dah, karena Dendi tadi bilang dia selalu pakai kondom jika ngentot sebelum-sebelumnya, jadi kurasa dia masih bersih, dan aku sendiri pun juga bersih. Walaupun ini berarti tanpa pelumas...
"Ada pelumas sama kondom Ko di meja," kata Dendi pelan sambil menunjuk ke mejanya. Ah dia tahu saja pikiranku. Aku pun bangkit mengambil pelumas itu, lalu kuoleskan pelumas banyak-banyak di kontol Dendi sebelum aku memosisikan diriku kembali di atas Dendi yang kali ini sudah telanjang bulat dan membuka matanya. "Siap ya Den," bisikku sambil menatap Dendi dengan tatapan senakal mungkin.
"Masukin Ko...," bisik Dendi. Aku pun mulai menuntun batang kontolnya ke arah lubang boolku, lalu perlahan-lahan kumasukkan. "Nggggghhh...," Dendi mendesah selagi aku berusaha memasukkan kontolnya sedalam mungkin. Aku pun tersenyum lalu memulai gerakanku maju mundur di atas Dendi, merojokkan kontolnya mengenai dinding rektumku dan sebisa mungkin menyentuh prostatku. Aku merinding dan mengerang tiap kali kontolnya merojok prostatku. "Oooohhh Deeennn..." "Ooooohhh Koooo enak bangeeettthhh..." Aku juga menggoyang-goyangkan bokongku sehingga memberikan sensasi sendiri pada kontol Dendi. Kucium Dendi selagi aku mengentot diriku sendiri dengan kontol Dendi, erangan kami tertahan dalam ciuman mesra dan binal. Dendi memegangi dan mengelus-elus punggungku selagi kami bercinta dalam posisi itu. Entah berapa lama aku ngentot dalam posisi itu dan Dendi belum menunjukkan tanda-tanda akan orgasme. Aku berhenti sejenak di atas tubuh Dendi, wajahku penuh peluh sekalipun ruangan itu masih dingin. "Capek Ko?" tanya Dendi lembut sambil menyeka keringat di dahiku. "Lumayan Den, kuat banget lu nya."
"Gantian Dendi yang ngentotin aja Ko." Dendi membimbingku untuk merebahkan diri di ranjang, kontolnya keluar sesaat dari boolku. Dendi merangkul dan mengangkat sedikit kakiku agar dia bisa memasukkan kontolnya ke boolku, dan...
Blesss... "Aaaarrrghhh..."
Tanpa permisi dia langsung merojokkan kontolnya dalam-dalam, membuatku terpekik. Boolku sudah tidak seperih tadi malam, namun tetap saja hentakannya mengejutkanku, menusuk prostatku. Kontolku sendiri begitu ngaceng dan sudah meneteskan cairan precum entah ke mana saja, dan kali ini sepertinya seragamku akan ternoda precumku sendiri. "Ngggghhhh masih rapet aja bool Koko... enaknyaaa ngentotin satpam Chindo kaya Kokoooo.... oooohhhh.... shiiiittt... ooooh yeeesss.... aaahhhh..." Dendi meracau dan mengucapkan kata-kata kotor yang membangkitkan gairahku; aku sendiri memainkan kedua putingku untuk memberikan rangsangan tambahan pada diriku. "Aaaahhh Deeennn... kamu berani ya ngentotin satpaaammmmmhhhhh... ssshhhh... uuugggghhh... mentokin Deeennn.... shiiitttt... enaaaakkkkhhhh.... ooookkkhhh... Deeennn... gua mau keluaarrr..."
"Keluar bareng ya Koooo..." Dendi mempercepat irama entotannya, suara bokongku beradu dengan tubuhnya pun menjadi semakin sering dan cepat. "Aaaaakkkhhh Deeennn..."
Croooottt...
Ternyata aku mencapai puncak duluan. Aku tidak peduli lagi ketika pejuhku terlontar keluar dari kontolku dengan kecepatan tinggi, bahkan ada yang mencapai wajahku. "Aaaahhh Koooo... uuuuoooogggghhh..." Seiring dengan pancaran pejuh dari kontolku, bokongku ikut berkedut mencengkeram batang kontol Dendi, memberikan rangsangan hebat hingga akhirnya Dendi pun tidak tahan juga.
Croooottt...
Aku bisa merasakan cairan hangat itu terpancar di dalam boolku selagi Dendi mementokkan batang kontolnya, mendesak prostatku kembali hingga aku kembali ngecrot dengan kecepatan tinggi. Aku dan Dendi hanya bisa mengerang menikmati orgasme yang datang hampir bersamaan itu, hingga akhirnya kontolku berhenti berkedut dan hanya melelehkan pejuh yang agak encer, sementara aku merasakan boolku cukup penuh dengan pejuh Dendi. "Oooohhh Kooo... seragamnya kena pejuh tuh..."
"Biar Den, kan ada satu setel lagi." Dendi menindihku dan menciumku, aku pun balas mencium dan memeluk tubuhnya yang hangat itu. Plop... aku bisa merasakan kontolnya keluar dari boolku. Kukatupkan otot boolku supaya pejuhnya tidak keluar mengotori ranjangnya. "Makasih ya Ko, fantasi liarku akhirnya terwujud juga, bisa ngentotin satpam, Chindo lagi!"
"Entotanmu enak Den... kapan-kapan entotin lagi ya."
"Siap Ko..."

Sejak hari itu, hubunganku dengan Dendi berubah drastis, walaupun kami tidak berpacaran. Tiap kali Dendi tegangan tinggi, dia menghubungiku untuk mengentotku dalam seragam satpam. Sayangnya, hubungan itu tidak berlangsung lama, karena sebulan kemudian Dendi keterima kerja di lokasi yang jauh dari Titik Pasarindo, sehingga ia harus pindah kos dan berhenti bekerja sebagai kasir/barista. Walaupun demikian, aku tetap berhubungan dengannya dan sesekali kami bertemu melepas rindu dan dia mengentot aku semalam suntuk. Petualanganku tentu tidak hanya bersama Dendi; kasir/barista yang menggantikan Dendi ternyata gay juga, walaupun kali ini dia bot sehingga aku yang mengentotnya. Ah ternyata menyenangkan juga bersama kasir minimarket.