Minggu, 11 Maret 2012

I'm (Not) A Slave For U

PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Kali ini ada permintaan untuk menulis (konon) sebuah kisah nyata. Nama dan lokasi yang disebutkan di sini sebagian adalah asli. Yang tertarik untuk mencari informasi lebih lanjut ataupun berteman bisa tambahkan YM-nya di togar [underscore] lubis86. Dramatisasi ditambahkan untuk efek kesenangan saja. Karena informasinya agak pendek, cerita ini mungkin juga agak pendek dibanding biasanya, mudah-mudahan sesuai dengan harapan.

Aku tak pernah meminta untuk menjadi gay. Lingkungan lah yang membuatku menjadi seperti ini.

Sama seperti impian orang kebanyakan, Jakarta adalah kota yang begitu menggiurkan. Begitu penuh dengan kemegahan, kesempatan, dan kesenangan. Namun, di balik itu, tersimpan sebuah rahasia kelam, dunia abu-abu yang sering menjadi kontroversi di mana-mana. Dan aku tak dinyana memasuki daerah itu.

Namaku Togar. Aku datang merantau meninggalkan Batak tanah kelahiranku dan keluargaku untuk sekedar ikut mencicipi gemerlapnya kota Jakarta. Aku berhasil menjadi seorang security di salah satu toserba Sarinah. Mungkin perawakanku yang tinggi besar, sekitar 180 cm, dan wajahku yang tampak garang membuatku cocok jadi security. Aku memang pernah mengikuti pelatihan security selama beberapa bulan sebelum tiba di Jakarta. Aku menyukai pekerjaanku di sana, dan rekan-rekanku juga ramah terhadapku. Beberapa kali aku sempat menangkap pencuri maupun penguntit di sana, sehingga kepala security yang awalnya galak lambat laun juga ikut menyukaiku, bahkan aku sering diberi bonus. Beberapa pengunjung cewek kadang-kadang melirikku hingga menggodaku, namun kutanggapi dengan santai. Aku harus profesional dalam kerjaku, membedakan kapan waktunya serius dan bercanda.

Namun, di toserba itulah aku memasuki kelamnya dunia gay Jakarta.

Hari itu ada sale besar-besaran menyambut tahun baru, sehingga toko buka hingga pukul dua belas malam. Aku ditunjuk untuk menjaga keamanan pengunjung pada shift malam dan aku menyanggupinya, toh aku memang sedang tidak punya keinginan untuk pulang dan tidak ada kerjaan pula di kos. Benar saja, semakin malam toko itu semakin bertambah ramai, hingga akhirnya kasir terakhir beroperasi pukul setengah satu malam. Waktunya menutup toko dan petugas bersih-bersih. Sekitar pukul satu malam semuanya sudah bersih, namun aku keliling sekali lagi untuk memastikan tidak ada orang mencurigakan yang masih tertinggal di dalam toko. Untunglah sudah tidak ada siapa-siapa. Agak kelelahan, aku pun menuju ruang khusus karyawan di bagian belakang toko. Tinggal ada satu-dua cleaning service yang kutemui, itupun mereka sedang beres-beres hendak pulang. Aku memang sudah terbiasa ditinggal paling terakhir di toko. Aku pun menuju toilet pria, hasrat ingin kencing ini sudah dari tadi kurasakan sejak satu jam yang lalu, namun karena aku tidak ingin kecolongan, aku pun menahannya.

Di toilet, ternyata masih ada satu orang office boy yang belum pulang. Namanya Bejo, dia lebih tua dari aku, mungkin sekitar 45 tahunan. Badannya juga tidak menarik, tubuhnya pendek hanya sekitar 155 cm, dan kurasa aku jauh lebih tampan dibanding dirinya. "Habis kontrol Mas?" sapanya yang saat itu sedang kencing. "Iya, sudah beres," jawabku sambil membuka resleting celanaku dan mulai kencing. Badanku bergidik ketika kehilangan panas dari air kencingku, sepertinya aku sedikit mendesah. "Lega ya Mas," ujarnya basa-basi. "Iya nih, udah kutahan dari tadi..." "Kecil tapi ya punya Mas." "Iya nih..." Aku menoleh ke arahnya dan melihat kontolnya, aku agak terkejut. Besar sekali, jauh lebih besar dari punyaku yang hanya 11 cm ketika menegang. Kutaksir punyanya sepanjang 20 cm dan tebal 5 cm ketika tegang. "Wah gede sekali punya Mas, cewek-cewek pasti klepek-klepek tuh!" Ia terkekeh dan sejenak mengelus kontol kebanggaannya itu, namun aku memalingkan pandangan dan fokus ke kencingku. Tak berapa lama akhirnya kantong kemihku pun kosong. Aku pun merapikan celanaku, mencuci tangan, dan keluar dari toilet. "Ayo Mas, mau pulang nggak nih?" Aku pun menuju pintu ruangan karyawan, dan membukanya.

Pintu itu tak bergeming.

Aku sekali lagi mencoba membuka pintu itu. Tak berhasil. Sepertinya terkunci dari luar. Aku meraih gantungan kunci di sisi pinggangku dan mencoba mencari kunci ruangan itu. "Sial!" umpatku. Entah mengapa kunci itu tak ada di gantungan kunciku. "Kenapa Mas?" tanya Bejo dari ujung ruangan, ia baru keluar dari toilet. "Sepertinya dikunci Parman dari luar," sahutku. "Sebentar aku kontak dia, pas aku tak bawa kuncinya pula..." Aku mencoba menghubungi Parman melalui walkie-talkie, namun tak ada respon. Sepertinya security yang lain sudah pulang. Kucoba telepon dia, namun nomornya tidak aktif. "Waduh sial betul kita!" "Sudah nggak apa-apa Mas, nanti siapa tahu ada yang bukakan," kata Bejo sambil membuka lokernya. Aku pun mengambil duduk di sebuah kursi kayu panjang di dekat barisan loker Bejo. "Ya paling parah kita menginap di sini sampai jam enam nanti." "Tapi Mas nggak jaga sif pagi kan?" "Nggak lah, bisa mati aku jaga lagi! Keparat pula si Parman, dikontak tak bisa!" "Eh sudah Mas tenang saja, nih minum dulu." Ia menawarkan segelas air mineral yang sudah terbuka. Aku pun menerimanya dan meminumnya untuk menenangkan diri. Tidak biasanya aku semarah itu. Kuteguk air itu sampai habis, lalu kulempar gelasnya ke ujung ruangan dan berbaring. "Kalau ketemu dia besok pagi kupukul dia." "Walah Mas mungkin dia nggak sengaja aja..." "Begonya aku kok tak punya kunci ruangan ini." Aku pun berbaring di kursi kayu itu untuk beristirahat dan menenangkan diri lebih lanjut, tanpa ambil pusing untuk lepas sepatu maupun perlengkapan security-ku yang lain. "Kupijat ya Mas." Aku hanya mengangguk dan sejenak menutup mata. Ia memijat kakiku terlebih dahulu. Rasa lega pun mengusir rasa letih pada kakiku setelah berdiri selama hampir delapan jam. "Enak Jo pijitanmu." Ia hanya tertawa pelan dan melanjutkan pijatannya.

Hingga akhirnya ia sampai di pahaku.

Awalnya biasa saja, namun begitu mencapai paha atas, Bejo langsung meremas kontolku. Instingku pun berjalan. "Eh ngapain kau Jo?" Yang aku tidak duga, suaraku pelan sekali. Mungkin efek kelelahan, pikirku. Ternyata Bejo kembali meremas kontolku. "Jo, hentikan!" Aku mengangkat tanganku untuk menepis tangannya, namun tanganku terasa berat sekali sehingga seakan aku hanya menepuk tangannya. Bejo pun tersenyum dan berkata, "Sudah, nikmati saja. Kamu pasti suka kok." "Jo apa-apaan kau, aku ini pria normal tahu..." Suaraku semakin melemah, aku mencoba berontak namun badanku lemah sekali, bahkan sekarang pandanganku mulai kabur. Jantungku mulai berdebar. "Bejo..." Ia terus meremasi kontolku, dan anehnya walaupun badanku lumpuh, kontolku tidak. Perlahan-lahan kontolku mulai bangun. Sudah lama pula aku tidak mengeluarkan spermaku, biasanya seminggu sekali aku ngocok atau meminta bantuan teman cewek yang mau, walaupun tak sampai berhubungan badan. Kali ini mungkin sudah dua minggu sejak terakhir aku keluar. Dengan cepatnya kontolku menegang. Aku hanya bisa mengerang pelan, berontak pun sudah tak bisa. "Bejo..." Aku merasakan belaian tangannya di keningku, lalu aku melihatnya mendekat dan ia pun menciumku. Aku berusaha melawan, namun tenaganya sekarang tentu jauh lebih kuat. Ciumannya bernafsu sekali, bahkan ia tetap meremas-remas kontolku yang mulai terasa sakit karena terjebak di celana dinasku yang lumayan ketat itu. Ia akhirnya berhenti menciumku. Aku megap-megap berusaha bernafas senormal mungkin. "Keparat... kau... Bejo..." Aku merasakan tangannya mengelus-elus dadaku, dan perlahan-lahan kancing bajuku pun dilepaskannya. Ia tak menanggalkan bajuku. Dalamanku yang cukup basah oleh keringat ia sibakkan ke atas, memperlihatkan perut berototku yang langsung ia elus-elus dan remas-remas. "Perutnya bagus Mas," pujinya. Ia sibakkan baju dalamku hingga ke atas dada, lalu ia langsung mempeluntir kedua puting susuku. Aku pun mengerang kesakitan pada awalnya, namun ada sedikit rasa enak di samping rasa panas akibat dipeluntir. Puas dengan dadaku, ia berusaha membuka celanaku. Aku berusaha menendangnya, namun kakiku tak mau diajak bekerja sama. Ia pun berhasil melucuti celanaku, ditariknya hingga ke bawah lutut. "Kontolmu tak besar tapi boleh lah." Sejenak ia mengelus-elus bola-bolaku yang juga tak terlalu besar, sesekali diremasnya. Aku hanya bisa mengerang pasrah. Menit demi menit berlalu menyiksaku dengan badan yang tak lagi bisa kukendalikan dengan baik, dan aku sedang diperkosa seorang pria...

Hingga ia akhirnya berlalu. Hanya untuk menambah penderitaanku.

Ia mengeluarkan handphone dari saku celananya. Belum sempat aku mengelak, ia mengambil beberapa gambar. Gambarku telanjang separuh badan di daerah kemaluanku. "Nah sekarang, Togar, kau harus menuruti kemauanku. Kalau tidak, akan kusebarkan ke semua orang kalau kau punya kontol sekecil ini. Mana ada cewek yang suka dengan kontol kecil, badannya aja yang gede!! Hahahahaha!!!!!" Aku benar-benar marah saat itu, andaikan aku punya tenaga seperti biasanya, sudah pasti kubunuh dia. Aku pun menyesali diriku sendiri, mengapa tadi mau saja menerima air minum darinya. Pasti ia sudah memasukkan obat bius ke air itu. Dan ia memanfaatkan kemarahanku agar aku meminum air itu. Bodohnya aku! Sekarang aku harus menerima konsekuensinya...

"Tapi tenang saja Togar, selama kau menuruti perintahku, aku tidak akan menyebarkan foto-fotomu ini," ujar Bejo sambil membelai kepalaku dan tersenyum manis. Aku memalingkan muka, jijik melihatnya. "Kau pun pasti akan suka kontol. Kau suka kontolku kan?" Sambil terus membanggakan kontolnya, ia merangsang kontolnya di hadapanku, memaksa aku melihat batang kelaki-lakiannya yang berurat itu. Belum pernah aku melihat kontol pria lain selain kontolku sendiri, itu pun karena aku minder dengan ukuran kontolku. Aku memejamkan mata agar tidak melihatnya, namun ia menamparku dan membentakku untuk membuka mata. Aku pun terpaksa melihatnya merangsang kontolnya sendiri hingga precum bertetesan mengenai mukaku. Puas menyiksaku dengan pemandangan itu, ia pun beralih ke bagian bawah badanku. Sejenak kontolku yang mulai lemas dimainkannya kembali, dihisapnya sebentar. Aku sejenak mengerang, belum pernah ada cewek yang mau menghisap kontolku walaupun kecil. Namun itu tidak lama. Kedua kakiku diangkatnya dan aku ditariknya hingga ujung kursi. Kontolku dikocoknya sebentar selagi ia mendekat, lalu...

Blessss....

Rasa sakit yang amat sangat menderaku. Aku hendak berteriak, namun suaraku tidak keluar. Hanya erangan kecil yang keluar, dan itu justru membuat Bejo semakin beringas. "Mhhhh... aku suka pantat perjaka sepertimu Gar... Sempittthhh... Aaaahhh..." Ia terus melesakkan batang kontolnya yang besar itu ke dalam pantatku, menimbulkan gesekan yang perihnya luar biasa. Pantatku terasa mau pecah, sesuatu mengalir keluar entah apa itu, kupikir darah. Bejo melesakkan kontolnya hingga masuk semua, prostatku terasa tersentuh oleh kontolnya. Perutku mulas tak karuan, sepertinya reaksi usus karena dimasuki benda asing. Bejo pun mulai memaju-mundurkan pinggulnya, memerkosa pantat perjakaku yang pecah karena besarnya kontolnya. Erangannya pada awalnya begitu menjijikkan bagiku, apalagi rasa sakit menderaku tak henti. Namun, tiap kali kontolnya melesak dalam dan menyentuh prostatku, ada rasa lain yang baru kali ini kurasakan. Aku benci mengakuinya, namun aku merasakan kenikmatan itu...

Sejak saat itulah aku menjadi seorang gay. Aku tak mampu lepas dari office boy itu karena ia terus mengancam akan menyebarkan foto kontol kecilku jika tidak menuruti kemauannya. Aku dijadikan pelampiasan nafsunya tiap kali ada kesempatan, dan aku tak bisa mengelak lagi. Sesekali ia mengajak rekannya, yang sayang sekali waria, dan aku lebih tersiksa lagi dibuatnya. Waria itu suka memukul dan menginjak bola-bolaku serta menghina kejantananku, dan aku sering tak berdaya melawan mereka berdua. Oh bagaimana aku bisa lepas dari siksaan ini tanpa menanggung beban malu...

Jika ada yang bersedia berteman denganku bahkan membantuku, silakan add YM-ku. Siapa tahu kita bisa berteman baik, dan bantulah aku untuk memahami bahwa tidak semua dunia gay itu segelap duniaku sekarang. Aku bukanlah seorang budak dan aku tidak pernah memintanya...