Selasa, 23 April 2013

Mangsa malam hari... lagi (bagian 1)

Cerita ini hanyalah rekaan semata, kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka. PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Cerita ini mungkin mirip dengan cerita berjudul "Mangsa malam hari" yang saya tulis dua tahun silam, hanya saja kali ini ceritanya saya tulis dari sudut pandang si "korban" (atau mungkin seharusnya "yang beruntung"?).

Hari sudah larut malam ketika aku baru keluar dari rumah temanku. Ia mendadak minta bantuan untuk membetulkan komputernya yang tiba-tiba rusak, padahal ia ada kerjaan yang harus diselesaikan untuk esok hari rapat di kantor. Untung bukan perangkat kerasnya yang rusak, namun membutuhkan waktu cukup lama bagiku untuk membenahi sistemnya dan mencoba mengembalikan berkasnya yang hilang. Sebenarnya aku diajak menginap di rumahnya, tapi kutolak dengan alasan sungkan dengan keluarganya. Maka aku pun pulang, mengendarai mobil sedan kesayanganku, dengan kecepatan cukup tinggi, supaya bisa lekas sampai di rumah. Entah kenapa aku kebelet pipis, padahal AC juga tidak terlalu dingin-dingin amat. Ah biar lah, mumpung jalanan sepi...

Ternyata tidak.

Ketika aku dengan cueknya belok kiri di perempatan TM-KS saat lampu masih menyala merah, aku melihat kelipan lampu biru bersinar menerangi mobilku. Waduh, malam-malam begini kok ada yang patroli... daripada runyam kejar-kejaran, akhirnya aku melambatkan laju mobilku hingga berhenti agak jauh dari perempatan itu, disusul dengan mobil patroli yang berjalan pelan dan akhirnya berhenti di belakang mobilku. Tak lama kemudian aku melihat dua orang polantas turun dari mobil tersebut. Salah satunya menghampiriku dan menyuruhku untuk membuka jendela. "Malam, SIM dan STNK," kata polantas itu pendek. Wah straight to the point nih, pikirku... kubuka laci kap mobilku untuk mengambil STNK dan kurogoh saku belakang celanaku utnuk mengeluarkan dompetku. Lho? Aku hanya merasakan pantatku saat merogoh saku belakang. Di mana dompetku? Aku mencoba mencari sekeliling, siapa tahu dompetku terjatuh di jok mobil. Tidak ada ternyata. Mungkin jatuh di bawah jok... "SIM dan STNK," ulang polantas itu agak keras. "Sebentar Pak, lagi nyari SIM, tadi saya bawa dompet kok sekarang hilang...," ujarku agak panik. Kalau hanya SIM-nya saja yang hilang atau ketinggalan sih ga masalah, tapi kalau sama dompetnya hilang... "Dari mana kok tidak bawa SIM?" tanya polantas itu. "Dari rumah teman Pak di daerah MIP, tapi tadi saya bawa dompet kok, SIM saya nggak pernah keluar dari dompet. Sebentar saya telpon teman saya dulu, mungkin ketinggalan di sana." Kuserahkan dulu STNK-ku, lalu kutelpon temanku. "Ndri, sori ganggu nih, udah tidur?" "Belum kok Ndre, kenapa?" "Eh ada dompetku di sana ga? Mungkin jatuh pas aku betulin komputermu." "Wah bentar ya Ndre..." Kutunggu beberapa saat sambil harap-harap cemas. Iseng-iseng aku melihat ke luar jendela...

Selangkangan polantas itu tepat berada di hadapanku. Aku menelan ludah melihat pemandangan itu. Tonjolannya sebenarnya tidak terlalu besar, tapi nampak proporsional dengan tubuh polantas itu. Naluri gayku mulai muncul, tapi sebagian kecil dari diriku mengingatkan kalau aku masih dalam masalah, jadi aku hanya bisa memandang tonjolan itu tanpa bisa berbuat lebih jauh. "Ada apa Riz kok lama sekali?" aku mendengar suara polantas satunya, dan sepertinya ia melangkah mendekat. "Ini SIM-nya ga ada, katanya ketinggalan di rumah temannya sama dompetnya, dia lagi telepon." "Ah alasan itu! Sudah tahan saja, kita proses di kantor!" "Jangan Pak!" sahutku. "Kalau nggak percaya, ini nanti bicara saja sama teman saya, kalau perlu saya ambil dulu ke sana." "Halo Ndre? Ini ya dompetmu, warna hitam, duitnya tiga ratus ribu, ada kondomnya?" "Ah iya itu Ndri, kuambil sekarang ya?" "Ga kemalaman kah Ndre? Besok aja kuantar ke rumahmu gimana?" "Wah aku butuh sekarang Ndri..." "Butuh kondomnya ya Ndre? Mau main kah?" "Ah dasar lu ini, serius lagi butuh dompetku nih Ndri! Ada pemeriksaan SIM sama STNK nih!" "Oalah, ya sudah kutunggu di rumah." "Oke-oke, otw ya Ndri, ciao!" Kututup teleponku, lalu aku hendak mengatakan kalau dompetku benar tertinggal di rumah Andri temanku, tapi mereka berdua sedang berbincang. Aku tidak terlalu mendengar percakapan mereka, sepertinya selagi aku telepon tadi mereka sudah berbincang, tapi setelah perasaanku cukup lega, aku bisa mendengarnya, walaupun mereka berbicara cukup pelan. "Tuh dia bawa kondom Riz di dompetnya. Aku jadi pingin nih..." "Ah kau ini, kita kan masih patroli." "Sudah sepi Riz, paling sebentar lagi lampu itu juga stand by. Kita main sebentar sama cowok ini, mumpung dia lagi ada salah." "Lha kondomnya kan di dompetnya..." "Ya kali aja dia bawa cadangan di kap mobil..." "Yakin kau dia homo?" "Ah sebodo amat!" "Emangnya kau sengaceng apa sih Kris?"

Aku diam saja melihat pemandangan yang langka di depanku ini. Polantas yang kuduga bernama Rizki mengelus-elus selangkangan polantas yang kuduga bernama Krisno atau Kristanto. Selangkangan Krisno terlihat lebih besar dan menonjol dibandingkan Rizki, sayangnya mereka sedang berhadap-hadapan dan tidak menghadapku sehingga aku hanya bisa mengira-ngira saja, tapi sepertinya dugaanku benar. Aku berpura-pura masih menelepon Andri sambil menonton aksi langka itu. Krisno dengan cueknya menikmati elusan dan remasan pelan Rizki, dan sepertinya aku mendengar ia mengerang pelan. Aku memajukan dudukku supaya bisa melihat selangkangan Krisno dengan lebih jelas, dan benar saja, ia ternyata ngaceng. Aku mulai melihat bentukan batang kejantanannya di celana dinasnya itu, walaupun samar-samar. Mereka bergumam pelan, lalu kulihat Krisno juga mulai meremas-remas selangkangan Rizki, walaupun hanya sebentar. Entah kenapa Rizki tiba-tiba meremas selangkangan Krisno dengan agak kuat, membuatnya sedikit mengumpat. "Ah sialan kau Riz, ngilu nih!"

"Bapak-Bapak, perlu bantuan?" ujarku sambil berdehem. "Daripada main berdua, bertiga lebih asyik lho." "Heh apa maksudmu?" Rizki kembali ke suaranya yang garang. "Sudahlah Pak, tidak perlu disembunyikan lagi, toh Bapak Kris ini juga sudah ngaceng..." Kujulurkan tanganku ke luar jendela dan kuelus-elus jendolan celana polantas itu. "Saya dengar kok perbincangan Bapak-Bapak tadi." "Kamu homo ya?" tanya Krisno. "Kalau nggak, nggak mungkin lah Pak saya mau pegang-pegang onderdil Bapak-Bapak ini." Kujulurkan pula tangan kiriku dan kuremas-remas perlahan selangkangan Rizki. "Nah kan Bapaknya ini juga sudah ngaceng. Dimainin saja Pak biar nggak mengganjal begini, pusing lho nanti kalau nggak dikeluarin." "Kamu ada tempat?" tanya Krisno. "Rumah saya kebetulan lagi sepi Pak, mau mampir?"

Mereka berdiskusi sebentar sebelum akhirnya Krisno berkata, "Gini saja. Kamu antar kami berdua ke rumah, puaskan kami berdua, dan kami anggap kamu nggak melanggar apa-apa. Tapi harus semalam suntuk lho ya!" "Beres Pak, siapa takut kalau onderdilnya gede-gede begini, pasti mantep nih," jawabku sambil menarik onderdil kedua polantas itu. Mereka berdua mengerang dan berjalan mendekat. "Ronde pertama di sini saja Bapak-Bapak, gimana? Saya spesialis ngocok cepat." "Yah cuma dikocok?" "Pemanasan Pak, ini Bapak-Bapaknya yakin kuat main semalaman?" tantangku. "Eh nantang kamu ya? Kuat lah! Kamu yang bakalan lemas melayani kami berdua." "Bener ya Pak, berarti habis dikocok ini bisa lanjut ya?" "Siapa takut!"

Maka kumulai aksi pertamaku. Supaya tidak terlalu lama hingga ketahuan orang lain, ronde pertama itu berlangsung cepat. Tanpa diminta kedua polantas itu membuka kaki mereka supaya aku lebih leluasa menjamah barang kejantanan mereka. Kubuka resleting celana kedua polantas itu, lalu kukeluarkan batang kejantanan mereka. Batang Rizki masih belum tegang benar, sementara batang Krisno sudah mengacung tepat di mukaku, bahkan precum sudah meleleh dari lubang kencingnya. Aku tidak bisa melihat detail batang kontol mereka berdua, tapi kurasa nanti aku bisa melihatnya dengan jelas. Kuelus-elus kepala batang kontol Rizki agar cepat menegang. Polantas itu menggigil keenakan, dan batangnya dengan segera hidup. Setelah beberapa lama hanya kuelus-elus, akhirnya kumainkan kontol kedua polantas itu. Supaya agak sedikit surprise, salah satu polantas kukocok sementara satunya kuhisap, dan tidak kuberi tahu siapa yang dihisap dan siapa yang dikocok. Dengan segera kedua polantas itu bersahut-sahutan mengerang kenikmatan. Di kalangan teman-teman gayku, aku memang terkenal ahli kocok dan hisap. Kebanyakan yang menikmatinya pertama kali tidak pernah tahan lama, paling lama seingatku hanya lima menit, dan mereka semua yang pernah menikmatinya ketagihan. Kurasa kedua polantas ini juga akan ketagihan semalam-malaman nanti. Bergantian aku menghisap dan mengocok kontol kedua polantas itu, dan akhirnya kudengar racauan mereka semakin intens. "Oooohhh Riz mau keluar akuuu... Ga tahaannn..." "Oooohhh aku dikit lagi Kris, gila enak betul kocokannya... oh oh oh oh aaahhh..." Dan akhirnya keduanya muncrat. Yang kukocok saat itu Rizki sementara Krisno kuhisap. Dengan segera kurasakan cairan kental menyembur memenuhi mulutku, segera kutelan sebisanya. Sperma Krisno benar-benar hangat, legit, dan gurih. Selagi Krisno mengeluarkan sari pati kejantanannya, Rizki akhirnya keluar juga, namun dengan sigap kutekan kepala kontolnya kuat-kuat supaya tidak tersembur. Begitu pancaran Krisno melemah, aku langsung mengeluarkan kontolnya dari mulutku, lalu ganti kumasukkan kontol Rizki. Semburannya benar-benar kuat sehingga awalnya aku tersedak, tapi akhirnya kutelan juga. Spermanya agak lebih manis dari Krisno tapi jauh lebih kental dan banyak. Sepertinya Rizki ini sudah lama tidak keluar.

"Bagaimana Bapak-Bapak ronde pertama?" godaku. "Gila kau, enak betul mainnya!" ujar Krisno. "Ga salah perkiraanku. Mainin lagi dong, belum puas nih..." Kontolnya masih menggantung di hadapanku, agak lemas namun masih menunjukkan kejantanannya. "Sabar Pak, setelah ini kita ke rumah, Bapak-Bapak bisa main sepuasnya." Kumasukkan kembali kontol kedua polantas itu ke dalam sarangnya, lalu kutepuk-tepuk perlahan. "Bapak-Bapak ikuti saya ya di belakang." Maka kugiring kedua polantas itu ke rumahku di kawasan RMS. Kebetulan rumahku saat itu sedang sepi, orang tuaku sedang keluar kota. Satpam kompleks sempat kaget ketika di belakangku ada mobil patroli hendak masuk, tapi kubilang itu teman-temanku dan ia tidak berkomentar jauh. Sampai di rumah, kumasukkan mobilku ke garasi. "Mobilnya dimasukkan saja Pak, supaya tetangga nanti pagi nggak ketakutan," kataku. Maka mobil patroli itu pun dimasukkan ke pekarangan rumahku yang memang agak luas, cukup untuk menampung tiga mobil. "Silakan masuk Bapak-Bapak, anggap saja rumah sendiri," undangku ramah. "Mau minum? Air, teh, kopi?" "Ah nggak usah repot-repot," ujar Krisno, yang setelah kulihat di dadanya ternyata bernama Kristanto, sementara Rizki memang nama polantas satunya. "Kalau begitu saya ambilkan air dulu, Bapak-Bapak pasti haus setelah ronde pertama tadi." Sebenarnya aku agak geli juga memanggil mereka Bapak, Kristanto kutaksir umurnya tak jauh beda denganku yang umur 27, sementara Rizki malah kelihatan lebih muda lagi. Kuambilkan air dingin dari kulkas karena saat itu udaranya memang cukup panas, lalu kubawa ke ruang tamu. "Silakan diminum Bapak-Bapak," tawarku. "Bisa kita lanjutkan?"

Tanpa menunggu mereka selesai minum, aku duduk di dekat Rizki yang memang lebih menarik. Wajahnya tampan sekali, kulitnya cukup putih untuk ukuran polantas, dan badannya masih tegap berisi. Tanpa basa-basi kuraba kontolnya dan kuremas perlahan. Rizki pun meletakkan gelasnya dan duduk bersandar di sofa, menikmati rangsanganku. "Kamu ahli banget ya mainin kontol," ujar Rizki sambil mendesah. "Ya kita kan sama-sama punya kontol Pak, kalau cewek belum tentu mainnya bisa seenak ini." Tak mau ketinggalan, Kristanto duduk di sampingku dan langsung saja meremas-remas kontolku. Sebenarnya aku ingin menggarap Rizki duluan, tapi Kristanto sepertinya juga minta dilayani. Akhirnya aku menggunakan kedua tanganku untuk memainkan kontol kedua polantas itu. Kali ini kukerjai mereka dari luar celana dinas, aku sama sekali tidak merogoh ke dalam. "Kocokin kaya tadi dong," bisik Rizki di telingaku sambil mendesah. "Sabar Bapak-Bapak, malam masih panjang," jawabku sambil meremas kontol kedua polantas itu agak keras, membuat mereka berdua mengerang. "Bapak-Bapak kuat kan semalam suntuk saya perah kontolnya?" Mereka berdua hanya menjawab dengan erangan dan desahan. Kugenggam kontol mereka berdua, memposisikan batangnya supaya tidak tertekuk, lalu kugosok-gosokkan tanganku maju mundur sambil sedikit menggenggam kontol kedua polantas itu. Aku sendiri sesekali menggunakan teknik itu untuk mengocok kontolku, dan sensasinya benar-benar berbeda daripada kocokan biasa. Gesekan dari celana dalam, bahkan dari celana, memberikan rangsangan tersendiri. Kedua polantas itu rupanya belum pernah digitukan dan keduanya nyaris menggelinjang tak karuan kalau tidak kupelankan gosokanku dan si Rizky memegang tanganku. "Kenapa Pak, nggak enak ya?" tanyaku berpura-pura, padahal teman-temanku juga suka kubegitukan. "Nggak kok, enak sekali, baru kali ini aku dikocok pakai celana lengkap kaya gini..." Kristanto tidak menjawab apa-apa, jadi kugoda dia dengan menggerakkan tanganku secara melingkar di atas kontolnya. "Kalau Bapak Kristanto bagaimana?" Lagi-lagi ia hanya mendesah. "Istriku kadang-kadang juga suka mainin kontolku saat aku masih berseragam, tapi nggak seenak kamu." Oh rupanya bapak polantas satu ini sudah beristri, tapi suka kontol juga toh... "Sudah lama aku nggak dilayani istriku..." Ups, pertanyaanku malah jadi ajang curhat tanpa bisa kukendalikan lagi, jadi aku hanya bisa mendengarkan sambil tetap mengelus-elus kontolnya. Rizki ikut mendengarkan curhat rekannya itu, walaupun aku bisa merasakan kontolnya agak melemas sedikit. Rupanya Bapak Kristanto ini sedang ada masalah di keluarganya, yang menyebabkan mereka sekarang pisah rumah, bahkan istrinya sudah menggugat cerai. Ia tampak sedih sekali saat bercerita, sehingga aku harus bekerja keras untuk menghibur dan mengalihkan kembali perhatiannya ke kontolnya yang perlahan-lahan melemas selagi bercerita. "Sudah Pak, tidak perlu bersedih, dijalani saja dulu. Untuk urusan kontol Bapak saya bersedia membantu kok," ujarku sambil memeluk Pak Kristanto yang agak sedikit sesenggukan. Rizki pun membantu menenangkan rekannya itu dengan membimbing tangan Pak Kristanto ke kontolnya, namun Pak Kristanto tidak terlalu bergairah memainkan kontol rekannya. "Wah Pak Kristanto perlu usaha ekstra nih," celetukku.

Aku pun merebahkan Pak Kristanto di atas sofa. "Pak Rizki bantu hibur Pak Kristanto juga ya," ujarku. "Beres Ndan!" jawabnya, lalu ia langsung mengelus-elus kepala Pak Kristanto untuk menciumnya. Aku sendiri hanya mengelus-elus kontol Pak Kristanto supaya nafsunya terbit kembali. Untungnya ciuman Rizki mampu menenangkan polantas itu, dan tak terlalu lama kemudian mereka pun terlibat ciuman penuh nafsu. Aku bisa merasakan kontol Pak Kristanto kembali ngaceng dengan cepatnya. Pak Kristanto dan Rizki bangkit sehingga kini kontol mereka berdua berada di depan wajahku. Kubiarkan mereka tetap berciuman sementara aku kembali menggosok-gosokkan tanganku untuk mengocok kontol mereka, walaupun agak susah juga di posisi berdiri seperti ini. Akhirnya aku pun bangkit dan ikut berciuman dengan mereka. Rizki lihai sekali memainkan lidahnya, dan ia juga suka memainkan kontolku. Tapi akhirnya kami berdua menggarap Pak Kristanto terlebih dahulu: aku menarik-narik kontolnya seperti memerah sapi, sementara Rizki menciumi Pak Kristanto. Tangannya menelusup masuk ke seragam dinas Pak Kristanto dan memainkan puting susunya, membuat Pak Kristanto gelinjangan. "Ahhh..." Aku bisa merasakan celana dinasnya mulai basah dengan precum, membuatku semakin bersemangat mengerjai kontolnya. Kini aku memusatkan tanganku pada batang kontol polisi itu, mengocoknya menggunakan kain celana dinasnya, sementara Rizki mulai menghisap-hisap puting susu Pak Kristanto. "Aaaahhh... kalian berdua nakaalll... Mmmhhh... Oooohhh... belum pernah aku dikerjai dua orang seperti ini..." "Enak Kris?" bisik Rizki. Kurasa polisi satu ini memang "nakal" betul. Nanti harus kukerjai supaya lebih nakal lagi, hehehe... "Enak Riz... kamu  aja udah enak, apalagi ditambah dia... Oooohhhhhh ga tahan lagiiii..." Kuurut batang kontol polisi itu dari pangkal ke ujung supaya ia muncrat, dan benar saja. Pak Kristanto berjingkat dan pinggulnya bergetar beberapa kali. Nafasnya menderu untuk beberapa saat sampai akhirnya ia bisa mengendalikan diri. Kuremas-remas bola-bolanya untuk membantu mengeluarkan sperma yang mungkin masih tersimpan. "Enak Pak?" tanyaku. "Gila! Belum pernah aku ngecret di dalam celana begini! Kau lihai betul mainin kontolku." "Kontol Bapak juga mantap, gimana dengan Pak Rizki ini?"

Kualihkan perhatianku pada Rizki yang tampaknya juga minta dipuaskan karena ia langsung menatapku. "Pak polisi yang satu ini pasti banyak cadangan spermanya?" "Hahaha, aku memang belum ngecret dua minggu." "Berarti bisa diperah habis ya Pak malam ini?" godaku sambil memerah bola kontolnya. Rizki pun mendesah. "Mau diperah kaya Pak Kristanto?" "Boleh, belum pernah ada yang mainin kontolku sampai ngecret di dalam seragam, kayanya asyik tuh sampai Pak Kristanto kecapekan, hehehe..." Memang saat itu Pak Kristanto hanya bisa duduk di sofa sambil minum air yang mulai tidak dingin, staminanya cukup terkuras juga rupanya karena aku melihat kemejanya agak basah, walaupun tak sebasah area selangkangan di celana dinasnya. "Wah ntar ga bisa balik kantor deh ini, gimana kata orang-orang kalau celana kita basah kuyup gini," gurau Pak Kristanto. "Menginap saja Pak, rumah saya kosong kok sampai besok lusa. Kalau Bapak-Bapak mau besok kita bisa main seharian penuh." "Boleh tuh," tukas Rizki. "Ayo mainin dong, ga sabar nih..."

Kusuruh Rizki berdiri di depanku dalam posisi istirahat di tempat. "Nggak boleh gerak ya Pak, kalau gerak kutusuk lho," ujarku sambil pura-pura menusuk bonggolan kontolnya dengan jariku. Rizki mengerang pendek. "Kalau mengerang boleh?" tanyanya nakal. "Boleh." Awalnya aku hanya duduk sehingga kontol Rizki berada tepat di hadapanku. Kuelus-elus kontol itu hingga tampak tercetak kembali di celana coklatnya.  "Tegang betul nih," komentarku. Setelah puas kuelus-elus, kuurut batang kontolnya mulai pangkal hingga ujung, dan saat sampai di ujung kugelitik kepala kontolnya. Rizki pun berjingkat dan mengerang. "Eh tadi kan sudah dibilang ga boleh gerak?" godaku sambil menusuk kontolnya dengan cepat. "Aaaahhh...," erangnya. "Geli..." "Tahan Pak, masih pemanasan ini." Kuurut sekali lagi batang kontolnya, dan akhirnya kugenggam bonggolan kontol itu dan kukocok perlahan. Rizki pun mengerang. "Oooohhh... kencengin dong..." Aku pun berdiri, memeluk polisi muda itu dari belakang. Kugoda dirinya dengan memainkan kontolku di tangannya, dan ia pun merespon dengan meremas-remas kontolku. Sambil mendesah di telinganya, aku pun mulai mengocok kontolnya dari luar celana dinasnya. Pak Kristanto hanya menonton kami mendesah dan mengerang bergantian selagi aku mengocok kontol polisi muda itu. Rizki sendiri entah bagaimana caranya bisa membuka celana jinsku dan mendapati kontolku terekspos yang ia remas-remas dan kocok-kocok sebisanya. Bosan dengan posisi itu, aku berpindah ke depan dan mencium Rizki sambil tetap mengocok kontolnya. Sesekali kuremas-remas kontolnya, mungkin terlalu keras karena sesekali ia mengerang dalam ciumanku, tapi aku tidak peduli. Kadang-kadang sedikit rasa sakit bisa menambah kenikmatan tersendiri, dan kurasa polisi muda ini tahan banting. Celana dinasnya sudah basah dengan precum dan dari nafasnya ketika berciuman denganku, kurasa ia sebentar lagi mau keluar. Aku pun menyudahi ciumanku dan berjongkok di depannya, lalu mengocok kontolnya secepat yang aku bisa. "Aaaaaahhhhhh..." Mendadak Rizki mengerang panjang, tubuhnya bergetar tak karuan, dan aku bisa melihat kontolnya berkedut di dalam celananya. Akhirnya keluar juga. Kugoda dia dengan menusuk-nusuk bola-bola kontolnya selagi ia orgasme, dan noda gelap pun segera menyebar di celana dinasnya. "Gilaaaa... sumpah enak gila..." "Enak mana sama dikocok barangnya langsung?" godaku sambil merogoh ke dalam celananya dari perutnya. Basah kuyup dengan spermanya, tapi itu membuat tanganku mudah menelusup ke dalam celananya, menemukan kontolnya langsung, dan mengelus-elusnya kembali. Tak siap dengan serangan itu, Rizky mengerang dan memegang tanganku. "Geli tau! Nakal..." Aku hanya tertawa kecil sambil tetap mengelus-elus kontolnya. Setelah beberapa lama kontolnya ternyata tegak kembali. "Wah nantang nih?" senyumku. Rizki hanya tersenyum balik, dan akhirnya kukerjai ia kembali. Kukocok kontolnya dalam posisi seperti itu, perlahan namun pasti. Rizki kembali mengerang sementara aku malah mendengar dengkuran Pak Kristanto yang tertidur kelelahan. Stamina polisi ini boleh juga. Dan selagi Pak Kristanto beristirahat, aku bisa bermain sepuasnya dengan Rizki...

(bersambung)

Serangan fajar polisi kamar sebelah (bagian 2)

Cerita ini hanyalah rekaan semata, kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka. PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Bagian 1

Setelah kutelan semua spermanya, kuperhatikan polisi itu. Ia masih tampak tertidur, namun dadanya nampak mengembang-kempis dengan cukup cepat, raut wajahnya tampak puas. Aku masih mengelus-elus kontolnya yang mulai melemas, dan sesuai harapanku kontolnya tidak benar-benar lemas, masih setengah tegang. Bola-bolanya kuremas-remas perlahan; bola kontol seukuran bola tenis seperti itu pasti membuat orang ini gampang horny dan produksi spermanya banyak. Apalagi cuaca dingin seperti ini, pasti bikin tambah horny. Dan bola-bolanya jadi mengerut, membuatnya tambah sensitif. Aku suka memainkan bola-bola kontol dalam keadaan seperti itu.

Tanpa kusadari elusanku bertambah jauh ke bawah. Kuelus-elus daerah perbatasan antara kontol dan anusnya, dan polisi itu pun menggeliat, antara kegelian atau kenikmatan. Sampai juga akhirnya di anusnya. Lubang hangat itu kuelus-elus, namun aku kemudian punya pikiran lain. Me-rimming polisi gimana ya sensasinya? Dengan perlahan kuturunkan sedikit lagi celananya, dan kucoba membuka sedikit kakinya lebih lebar. Tidak bisa benar-benar lebar, jadi kucoba mulai menjilati daerah sensitifnya itu, kumulai dari bola-bolanya. Polisi itu mulai mengerang kembali seiring dengan jilatan-jilatanku, kulirik kontolnya mulai bangkit kembali dan mengeras. Kugenggam batang kontol polisi itu dan kuurut perlahan sambil kuteruskan menelusuri area di bawah kontolnya, hingga aku sampai di lubang anusnya. Kujilat-jilat daerah itu sebisanya, dan polisi itu menggeliat-geliat sambil mengerang pelan. Tak lama kemudian aku menyadari celananya sudah melorot jauh. Ah kepalang tanggung! Kulepaskan celananya sehingga kini ia setengah telanjang, dan polisi itu pun melebarkan kakinya tanpa diminta. Maka kulanjutkan rimming-ku di lubang anusnya. Seru juga ternyata me-rimming polisi yang sedang tidur seperti ini! Walaupun kayanya sih ia cuma pura-pura tidur, hehehe...

Puas me-rimming anusnya, aku pun memasukkan jariku ke dalam anusnya. Agak longgar. Aku jadi yakin sekali bahwa polisi ini pecinta kontol; mana ada pria tulen yang anusnya longgar seperti dia! Kumainkan telunjukku di dalam anusnya, kutusuk cukup dalam dan kutekan-tekan prostatnya. Polisi itu mengerang agak keras dan batang kontolnya berkedut-kedut. Kumasukkan jari tengahku dan kuobok-obok anusnya, kali ini ia mengerang pendek-pendek. Kumasukkan satu jari lagi. Muat juga. Berarti polisi ini bisa disodok kontol segede apapun. Aku jadi ngaceng kembali memikirkannya, maka kukocok-kocok kontolku dengan cepat sampai mengeras. Nah sekarang, gimana caranya nyodok tanpa membangunkannya ya? Dan posisinya telentang seperti ini, gimana caranya nyodok...

Seakan bisa membaca pikiranku, polisi itu mendadak mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping. Aku mengamat-amati posisi tidurnya ini. Lubang anusnya agak tertutup, tapi kurasa aku bisa membuka kakinya... Aku memosisikan diri di dekat pantatnya, lalu kubuka kakinya perlahan-lahan. Kukocok sebentar kontolku supaya keras kembali, lalu perlahan-lahan kudorong ke lubang anusnya. Seret juga tanpa pelumas begini, tapi kepalang tanggung... Kudorong terus pinggulku tanpa peduli apakah polisi itu merasakan sakit atau tidak; ah dia pasti bisa tahan sakit! Kuhentakkan pinggulku dan akhirnya kontolku masuk semuanya di dalam anusnya. Aku tidak pernah nyodok seseorang dalam posisi seperti ini, jadi kucoba cari posisi yang nyaman. Pertama aku mencoba berbaring di belakangnya dan menyodoknya, tapi posisi itu sulit sekali. Akhirnya aku meniduri tubuhnya, dan sodokanku berbuah kenikmatan baik untukku dan untuk polisi itu. Kami berdua balas-berbalas erangan selagi aku memompakan kontolku di dalam anus polisi itu.

Dan ia benar-benar bot tulen karena ia akhirnya muncrat duluan. Tembok dan ranjangku jadi belepotan spermanya, tapi biar lah... Aku sendiri tak lama kemudian menumpahkan spermaku di dalam pantatnya. Aku pun merebahkan diri di samping polisi itu, sambil tetap membiarkan kontolku berada di dalam pantatnya, dan akhirnya tertidur juga kelelahan.

Entah aku tertidur berapa lama, tapi sepertinya hujan sudah berhenti. Udara masih terasa dingin, harusnya fajar sudah menjelang. Tapi aku merasakan sesuatu yang nikmat di antara kedua kakiku. Seingatku tadi malam aku tertidur dengan kontolku di dalam anus si polisi... Aku mencoba membuka kedua mataku walaupun terasa berat, dan aku melihat pemandangan yang cukup langka. Polisi itu ternyata sudah bangun, kemeja seragamnya sudah dikenakan kembali, dan ia sedang menduduki kontolku, bergerak naik turun mengentot anusnya menggunakan kontolku. Kadang ia hanya diam menduduki kontolku, mungkin kelelahan. Kuputuskan untuk menikmati permainannya beberapa saat dan berpura-pura masih tidur, walaupun aku tak bisa menahan eranganku. Tapi lama-lama aku ingin melihat pemandangan langka itu. Dan aku pun membuka mataku.

"Ah Mas sudah bangun?" sapanya sambil terlihat malu sekali. "Lha Masnya bangunin sih..." "Maaf Mas, saya  nggak tahan soalnya." Wah yang tadi malam masih belum cukup juga toh? "Tadi malam memang saya menikmati permainan Mas, tapi saya masih pingin lagi." "Ah ga pa pa Mas, punya peler segede itu memang repot kok, pasti susah nahan nafsu ya?" Polisi itu tertawa kecil. "Lanjutin aja Mas, saya juga pingin lihat polisi naikin kontol saya." Aku pun mengambil bantal untuk menopang kepalaku sambil aku menonton polisi itu menggenjot kontolku. Benar-benar sensasional. Kontolnya yang tegang itu terayun-ayun, suara bola-bola kontolnya beradu dengan perutku membuat suasana semakin panas. Walaupun sudah sering disodok, polisi itu pintar memainkan lubang anusnya sehingga mencengkeram kontolku dengan kuat. Sesekali peluhnya menetes di tubuhku.

"Aaahhh mau keluarrrr...," erangku. Polisi itu dengan sigap menghentikan entotannya. "Lho kok berhenti Mas? Tanggung nih..." "Saya pingin Mas nembak di mulut saya, boleh?" "Boleh aja, isep kontolku cepat!" Ia langsung nungging di sebelahku dan menghisap kontolku kuat-kuat. "Oooooohhhh... Polisi suka ngisep ya... isep tuh batang kontolku... Mmmmhhhh... Aaahhh rapetin lagi... Aaaahhh...Uuuuhhh... Mau keluaaarrr..." Aku mengangkat pinggulku dan menusukkan kontolku dalam-dalam, membuatnya agak tersedak, dan menembakkan pejuhku sebanyak-banyaknya. Aku pun terengah-engah di atas ranjang. "Enak Mas pejuhnya, gurih, anget... Pas buat sarapan." "Lah tahu gitu tadi malam ga dikeluarin semua Mas, biar kenyang minum pejuhku..." Polisi itu tertawa kecil. "Kalau gitu pejuhmu saja diminum sendiri." Aku beranjak mendekat dan menjilati kontolnya, membuatnya mengerang. "Pake celananya Mas, aku pingin ngisep polisi yang masih pake seragam lengkap." Ia pun menuruti perintahku. "Masnya duduk aja di tepi ranjang, atau sandar di tembok juga bisa." Aku pun langsung membuka resleting celananya dan mengeluarkan batang serta bola-bola kontolnya yang raksasa itu. "Kontolnya keren abis Mas," pujiku sambil mengelus-elus batangnya yang keras itu, precum sudah meleleh di ujungnya. Ia hanya tertawa. "Pasti banyak yang suka." "Ah ndak juga Mas, saya jarang kok main." "Lha ini? Lagi pingin yaaaa?" Ia tersipu malu. Aku menjilat-jilat kepala kontolnya dan ia pun mendesah pelan. Tanganku meremas-remas bola-bolanya. "Pasti pejuhnya banyak nih Mas? Polisi perkasa nih." Ia tak berkomentar, hanya mengerang menikmati servisku pada bonggolan kejantanannya. Setelah kepala kontolnya basah, kugunakan tanganku untuk mengelus-elus kepala kontolnya sambil lidahku kini menjelajahi bola-bola kontolnya. Erangannya benar-benar seksi, membuatku semakin beringas menjilati seluruh bagian kontolnya. "Mau keluar Mas?" "Belum, isepin dong..." Kupenuhi permintaannya dan kuhisap-hisap batang kontolnya, sambil tanganku yang bebas mengelus-elus dan meremas-remas bola-bola kontolnya; sesekali kuelus-elus juga dadanya. "Mmmmhhh enak Maasss... ooohhh... aduh ngiluuuu... geli... aaaahhh... kencengin dikit Mas, mau keluar nih..." Polisi itu memegangi kepalaku dan menggerakkannya naik turun mengocok kontolnya, kurapatkan bibirku dan kusapukan lidahku ke segala penjuru kontolnya sambil tetap kuremas-remas bola-bola kejantanannya. "Mmmmmmhhhaaahhhh... keluaaaarrr.... ooooohhhhh..." Aku merasakan sesuatu yang hangat mulai memancar dari ujung kontolnya, dan akhirnya kurasakan juga gurih dan hangatnya pejuhnya. Cukup banyak juga pejuhnya sampai meleleh dari sudut mulutku. Setelah pancarannya melemah, kukeluarkan kontolnya dari mulutku dan langsung kucium polisi itu; kumainkan lidahku dan kupindahkan sebagian pejuhnya ke mulutnya. Benar-benar pengalaman yang tak bisa kulupakan.

Sejak saat itu, polisi itu pindah ke kamarku, walaupun kamarku jadi sempit tak karuan. Tak lama pun kami pindah ke kamar lain yang lebih besar, dan sejak saat itu aku selalu sarapan pejuhnya. Serangan fajar polisi kamar sebelah pun tak ada lagi, karena kini aku harus menghadapi serangan fajar polisi sekamar tiap harinya. Tapi aku menyukainya.