Rabu, 25 Desember 2013

[Catatan Fei] Selamat Natal 2013

Halo semua,

Pertama-tama saya ingin mengucapkan selamat Natal 2013 bagi teman-teman yang merayakan. Semoga damai Natal selalu beserta kita semua. Yang tidak merayakan, selamat berlibur saja deh :)

Saya menulis catatan ini untuk memberikan update pada teman-teman semua, yang sudah mengikuti blog ini. Mohon maaf sekali kalau teman-teman kecewa, yah kok bukan cerita baru. Dan ke mana saya selama ini? Lama sekali kok nggak ada cerita baru? Untuk itulah saya ingin cerita ke teman-teman sekalian.

Teman-teman mungkin sudah tahu kalau saya sedang studi lanjut di luar negeri. Studi lanjut ini penting untuk jenjang karir, jadi saya memutuskan fokus ke sana. Semester terakhir (bulan Juli sampai November) adalah semester penentuan, karena sudah dua semester nilai saya di bawah standar, dan kalau sampai semester ini masih seperti itu, saya akan di-drop out. Pertengahan semester (sekitar bulan September) mulai sibuk-sibuknya, karena itu saya hiatus dari menuliskan cerita apapun. Sempat mau melanjutkan cerita-cerita yang tertunda, namun pikiran saya tidak bisa memikirkan adegan-adegan hot seperti biasanya. Fokus saya selalu tertuju ke studi. Daripada menerbitkan cerita yang tanggung atau malah jelek sama sekali, saya memutuskan untuk menyimpan naskahnya dan melanjutkan lain waktu ketika saya sudah selesai studi dan pikiran saya tidak terganggu apapun.

Selain itu, katakanlah saya paranoid, namun saya takut dipergoki teman kamar saya (yang straight) ketika menulis cerita-cerita seperti ini. Saya tidak siap untuk mengaku padanya; katakanlah ini adalah harga mati yang tidak bisa ditawar. Karena itu, saya hanya punya waktu sempit untuk bisa leluasa menulis, yaitu ketika ia pergi keluar. Dan kesempatan itu sangat langka datangnya, karena ia tipe orang rumahan, jarang meninggalkan kos untuk jalan-jalan. Itu sebabnya saya kesulitan sekali untuk menuliskan cerita baru tanpa ketahuan.

Dan ternyata perkiraan saya meleset jauh. Selama liburan bulan Desember ini, saya tetap memikirkan hasil studi ini, jadi pikiran tetap tidak fokus untuk menulis cerita baru, sekalipun akhirnya saya sendirian karena teman kamar pulang kampung. Saya memutuskan untuk lebih mendekatkan diri ke Tuhan supaya saya bisa menerima apapun hasil studi ini, yang dirilis sehari menjelang Natal, alias kemarin. Dan hasilnya sangat jauh dari harapan: nilai saya semester ini cukup baik, namun itu tidak cukup untuk memenuhi standar, sehingga saya terkena drop out. Emosi saya betul-betul turun ke titik nadir. Siapa yang tidak shock ketika mengetahui bahwa masa depan yang ia impi-impikan tertutup?

Saya tidak ingin mencari-cari alasan, namun saya hanya ingin teman-teman semua maklum dengan keadaan saya sekarang. Untuk beberapa hari ke depan, saya akan sangat sibuk mengurus administrasi kampus, terutama untuk memperjuangkan diri agar saya masih bisa diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki nilai, dan ke penyokong dana saya supaya mau mengucurkan dana tambahan akibat perpanjangan ini. Ini sangat menguras tenaga dan emosi saya, dan saya sangat tidak yakin (dan berminat) bisa menuliskan cerita baru yang berkualitas seperti biasanya. Untuk itu, saya mohon maaf sebesar-besarnya pada teman-teman yang sudah sering kecewa mengecek blog ini dan tidak menemukan entri baru. Setelah semua masalah ini selesai dan emosi saya kembali stabil, saya akan mencoba menulis lanjutan cerita-cerita yang tertunda, maupun menuliskan cerita baru yang sesuai dengan harapan teman-teman.

Itu saja catatan Fei kali ini, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membacanya.

Salam,

Senin, 23 September 2013

Kontolku Milikmu

"Mmmmmmhhh..." Sentuhan jari-jemarinya pada tonjolan selangkanganku begitu lembut dan menggoda. Tentara itu sepertinya tahu aku sudah horny sejak seharian tadi, bahkan sejak aku bertemu dengannya. "Dengar-dengar polisi ga tahan nih kalau main pelan," godanya.
"Coba saja," tantangku, dan ia menghadiahi kontolku dengan remasan pelan. "Oooughhh..."


Aku tak pernah menduga aku akan digoda oleh seorang tentara. Ya, aku memang gay, tapi biasanya banyak cowok biasa yang mau denganku, apalagi aku seorang polisi. Bukannya sombong, namun tubuhku termasuk menggairahkan. Di umurku yang masih dua puluh lima ini, tubuhku memang masih cukup langsing. Aku juga rajin memelihara otot-otot tubuhku di gym, sehingga tubuhku boleh lah dibilang kekar. Yang menarik untuk para gay tentu saja, tonjolan kontolku. Aku dulu memang sempat menggunakan ramuan-ramuan herbal saat masih remaja, dan sekarang aku menuai hasilnya. Batang kontolku panjangnya sudah 15 cm ketika lemas, tebalnya 4 cm. Ketika tegang sempurna, batang kontolku bisa mencapai panjang 21 cm, dan tebalnya hampir 6cm. Kontolku sudah disunat dengan rapi. Buah pelirku besarnya hampir sama dengan telur ayam kampung. Saking besarnya, jarang sekali penjahit yang sukses membuatkanku celana yang nyaman, dan aku biasanya tidak cocok dengan celana jadi yang dijual di mal. Dan tentu saja aku bangga memamerkan tonjolan kontolku ketika sedang bertugas di jalan raya. Kalau itu cewek yang melirikku tentu aku cuekin, namun kalau itu cowok, kebanyakan kurespon. Dan kebanyakan klenger terkena sodokan kontolku, tapi tidak sedikit juga yang ketagihan. Namaku, Adrian, seakan terkenal dengan panggilan lain. Polisi kontol jumbo.

Di kalangan kawan-kawanku sendiri, mereka juga pada iri melihat kontolku. Ada beberapa yang gay dan aku juga menikmati menyodok mereka tiap malam. Ada juga yang iri berlebihan dan sempat membuatku nyaris kehilangan kontol kebanggaanku itu, tapi itu cerita lain kali. Tidak sedikit yang menanyakan rahasianya padaku dan aku tidak sepelit itu menyimpan rahasia kontol jumbo untuk diriku sendiri, namun biasanya hasilnya tak semaksimal punyaku, karena mereka terlambat melakukannya.

Tapi baru kali ini aku digoda oleh seorang tentara.

Sore itu aku hendak mengakhiri tugas jagaku, dengan rencana untuk ngentot rekan polantasku, ketika aku melihat seorang pengendara motor yang tidak mematuhi aturan, bahkan motornya sangat tidak layak jalan karena tidak ada kaca spionnya sama sekali. Kutiup peluitku dan kusuruh pengendara motor itu menepi. Ternyata pengendara motor itu seorang tentara berbaju hijau loreng, yang sepertinya baru pulang dinas karena membawa tas loreng juga. "Selamat sore Pak," sahutku memberi hormat, dan ia pun membalas hormatku. "Mohon maaf mengganggu perjalanan Bapak, namun Bapak membahayakan keselamatan Bapak dan pengguna jalan lainnya."
"Ah maaf Pak, tapi saya buru-buru," ujar tentara itu. "Iya memang motor ini sudah butut, tapi ini satu-satunya peninggalan ayah saya."
"Mau peninggalan ayah atau bukan, Bapak tetap harus menaati peraturan lalu lintas yang berlaku," ujarku tegas. "Tolong STNK dan SIM-nya." Tentu saja itu hanya protokoler standar, tapi aku tetap harus melakukannya. Tentara itu pun menyerahkan SIM dan STNK-nya, yang segera kuperiksa. "Maaf Pak, tolong ikut saya ke pos untuk pemrosesan lebih lanjut." Anehnya tentara itu menurut saja, padahal dengar-dengar biasanya mereka main kasar. Posku kebetulan sepi, hanya tinggal aku yang bertugas di sana, dan cukup tertutup dari pandangan luar. "Mohon maaf Pak, tapi saya harus memeriksa Bapak, karena Bapak membawa senjata tajam." Aku melirik sangkur yang terdapat di ikat pinggang sebelah kanan tentara itu. "Ah ini ya?" ujarnya. "Maaf Pak, lupa nyimpan di tas, tadi agak buru-buru." Ia pun menyimpan sangkur itu di tasnya. "Monggo digeledah." Tentara itu langsung mengambil posisi siap untuk digeledah, ia membuka kaki dan tangannya lebar-lebar. "Terima kasih Pak atas kerja samanya," ujarku basa-basi, lalu aku mendekat dan mulai menggeledah tentara itu dari belakang. Tentunya dengan sengaja menyentuhkan kontolku ke bokongnya. Aku memang sudah horni sejak pagi tadi. "Buru-buru ke mana Pak?" Aku meraba-raba dadanya. Masih bidang. Kugeledah kantong bajunya, dan tentunya dengan sengaja mencari puting susunya untuk kuraba-raba.
"Mau pulang saja sih, kebelet juga..."
"Oh... di sini ada WC kalau Bapak mau pakai."
"Bukan kebelet itu Pak, kebelet yang lain, hehehe..." Ramah juga tentara ini, pikirku. Aku mulai menggeledah kantong celananya. "Dan kayanya Bapak juga kebelet tuh."
"Maksudnya?" aku pura-pura tak mengerti. Sengaja kusenggol kontolnya. Ternyata sudah agak tegang. "Oh kebelet yang ini toh Pak?" ujarku sambil memegang kontolnya. Tentara itu hanya tertawa renyah. "Sama kan?" ujarnya sambil membalikkan badan dan langsung mengelus-elus tonjolan kontolku. Aku hanya terdiam menikmati elusannya. Enak juga. "Gede banget Pak Adrian," ujar tentara itu, yang rupanya sudah membaca nama di dadaku. "Nyodok memek pasti klenger ini."
"Ah saya nggak suka memek Pak," jawabku cuek. Toh ya ga kenal. "Enakan nyodok bool."
"Oh," jawabnya pendek. "Sama dong." Tentara itu mulai mengelus-elus bola-bola kontolku yang besar itu, membuatku mendesah dan bergetar. "Mmmmmmhhh..." Sentuhan jari-jemarinya pada tonjolan selangkanganku begitu lembut dan menggoda. Tentara itu sepertinya tahu aku sudah horny sejak seharian tadi, bahkan sejak aku bertemu dengannya. "Dengar-dengar polisi ga tahan nih kalau main pelan," godanya.
"Coba saja," tantangku, dan ia menghadiahi kontolku dengan remasan pelan. "Oooughhh..." Tentara itu menghimpitku ke tembok dan mulai menciumku dengan lembut, sambil tetap mengelus-elus kontolku yang sudah mengeras, membuat gundukan yang sangat besar di celana dinasku yang lumayan ketat itu. Aku benar-benar tidak tahan lagi. Kubuka sabukku, namun tentara itu menghentikan tanganku. Tangannya pun turun dari sabukku, kembali mengenai kontolku, lalu ia remas-remas. "Aaaahhh..." Aku paling tidak tahan ketika kontolku diremas-remas. Aku bergelinjangan, terkunci dengan ciuman tentara itu dan remasan paling nikmat yang pernah kurasakan. Begitu lembut memanjakan kontolku. Baru kali ini aku menemui orang yang memainkan kontolku tidak dengan penuh nafsu. Justru aku yang dibuat terbakar nafsunya. Tentara itu kini menggunakan telapak tangannya untuk menggencet kontolku sambil menggesek-gesek batangku yang sedari tadi sudah berdenyut-denyut untuk minta segera dilepaskan dari celanaku. "Mmmmhhh..." Akhirnya aku berhasil melepaskan diri dari ciumannya. "Isepin please..."
"Tidak secepat itu anak muda," tentara itu menatapku dalam-dalam. "Kau akan menikmati permainan yang takkan pernah kaulupakan sepanjang hidupmu. Dan kontolmu akan benar-benar meledak dengan kenikmatan." Dengan itu ia menepuk-nepuk kontolku, membuatku berjingkat menahan nyeri yang melanda bola-bola kontolku, namun kemudian nyeri itu berubah menjadi kenikmatan yang membuat batang kontolku semakin mengeras. "Sudah terangsang berat ya," goda tentara itu sambil mengelus-elus bagian celana coklatku yang memang sudah basah oleh precum-ku, dan kepala kontolku pun terkena elusan itu. "Aaaaahhh..." Aku benar-benar pasrah dibuatnya, aku sudah melupakan bokong rekanku. Tentara ini lebih lihai memainkan kontolku! Ia melayangkan tinju-tinju ringan ke kontolku, namun entah mengapa aku tidak bisa marah, sekalipun bola-bolaku ngilu dibuatnya. "Kontol segini gede sesekali juga harus kenal rasa sakit, biar nanti dia bisa mengubahnya jadi kenikmatan."
"Jadi mau kauapakan kontolku?"
"Jangan khawatir anak muda. Aku takkan merusak kontolmu. Biarkan saja kontolmu yang memberikan kenikmatan malam ini."
"Malam ini? Nggak sekarang?"
"Malam masih panjang! Kecuali kau memang begitu perkasanya...?"
"Keluarin sekarang please... Keluarin..." Tentara itu hanya mengelus-elus kontolku sambil meremasnya dengan hangat, membuatku terus memohon-mohon. Tepukan-tepukan ringan tidak membuat kontolku menyerah, malah semakin berkedut-kedut di dalam celana dinasku. "Yah, kalau itu maumu..." Tentara itu mengurut batang kontolku dari pangkal ke ujung, pelan-pelan sekali. "Ooooooohhhhhh..." Aku hanya bisa mengerang panjang selama urutan itu, yang lumayan menyiksa batinku. Kenapa juga kontolku harus sepanjang itu, jadi lama deh ngurutnya, kutukku dalam hati. Tapi enak sekali... Ketika ia sampai di ujung batang kontolku, kepala kontolku dielus-elusnya dengan lembut. "Aaaaaahhh..." Aku sampai berjingkat dibuatnya. Tentara itu mengulangi urutannya sebanyak lima kali. "Kocokin batangnya, please..."
"Ah, jadi kau sudah nggak sabar lagi, anak muda?" ujar tentara itu. "Kau harus belajar bersabar! Ledakan kenikmatan yang akan kaudapatkan di akhir nanti akan jadi tiada tara." Ia mulai membuka perlahan-lahan resleting celanaku, membuatku sampai menahan nafas. "Kontolmu pasti ingin meledak sekarang, eh?" Ia menyusupkan tangannya ke dalam celana dinasku, langsung menemukan gundukan kontolku yang masih saja berdenyut-denyut. "Sabar dulu kontol!" Jari-jemarinya melingkari bola-bola kontolku lalu ia meremasnya kuat-kuat, membuatku berjingkat cukup tinggi dan mengerang panjang. "Ooooooohhhhh..." Bukan rasa sakit yang kurasakan, namun rasa nikmat tiada tara. Bahkan kontolku pun setuju denganku; kedua testisku mulai naik mendekat pangkal kontolku. "Hmmm, mau keluar sekarang kau polisi muda, hmmm?" Perlahan ia menurunkan celana dalamku, sedikit membuat batang kontolku tertekuk, namun akhirnya batang kontolku terbebas juga. Ia menggenggam batang kontolku menggunakan tangan kanannya dan mengelusnya perlahan. "Ooooohhh... please... kocokin..." Tentara itu tidak mendengarkan permintaanku, ia hanya mengelus kontolku perlahan-lahan, membuat precum semakin deras mengalir. "Please..."
"Sabar..." Ia membasahi tangannya dengan precum-ku dan terus mengelus-elus kepala kontolku. Tak lama kemudian ia mulai mengurut batang kontolku. Perlahan sekali. Aku hanya bisa mendesah dan memejamkan mata, berharap tentara itu akan mengocok kontolku.
Namun harapan itu tak pernah jadi kenyataan. Kontolku terus berkedut-kedut dan rasanya ingin meledak. Tentara itu tetap menggodaku; ketika tangannya sampai di kepala kontolku, dielus-elusnya dengan menyeluruh. Entah sudah berapa kali aku mengerang keenakan bercampur frustasi karena tidak dibuat keluar-keluar. Kedua bola kontolku digenggamnya dan sesekali ditarik-tarik atau diremas-remas, membuat rasa nikmat yang sudah terbangun hingga membuatku berada di ujung tiba-tiba terputus begitu saja karena rasa sakit, namun tak lama kemudian rasa sakit itu berubah mendorong nafsuku kembali. Entah sudah berapa kali aku merasakan hal itu.

Sampai akhirnya aku tidak tahan lagi. Entah mau ditaruh di mana lagi mukaku, toh aku sudah menyerahkan semua kemaluanku pada tentara ini, tapi akhirnya aku memelas juga. "Please... biarkan aku keluar..."
"Dan apa yang kudapat kalau aku mengizinkanmu keluar?" tanya tentara itu sambil tersenyum. Ia mengelus-elus kedua bola kontolku, membuatku melenguh panjang. Ketika ia berhenti melakukannya, aku baru bisa menarik nafas panjang. "Aku... aku... akan lakukan apapun yang kau mau. Tapi biarin aku keluar, please... aku sudah nggak tahan..."
"Hmmm? Dan apa kau tahu yang kumau?" Tentara itu mengelus-elus kepala kontolku kembali, membuatku mendesis. "Kalau kukatakan aku akan membunuhmu, apa kau mau menukar orgasmemu?" Aku tak bisa menjawab; tentara itu terus menggoda kontolku, dan bola-bolaku kembali diremasnya. Tentara itu tertawa sendiri. "Tentu aku takkan membunuhmu, sayang kontol seperkasa ini tiba-tiba harus lemas untuk selama-lamanya." Aku melirik keluar dari jendela; matahari rupanya sudah hampir terbenam. Astaga, hampir dua jam aku disiksa dengan kenikmatan ini? "Aku tidak ingin banyak darimu," ujar tentara itu sambil tersenyum. "Aku hanya ingin kontol ini menjadi milikku untuk selamanya. Apapun yang terjadi, kontol ini harus menuruti kemauanku. Jangan khawatir, aku mungkin takkan menembus keperjakaanmu..." Tentara itu beralih meraba lubang anusku dan dengan satu hentakan menasukkan salah satu jarinya, membuatku tersentak. "...walaupun mungkin... ya... menyodomimu pasti menarik. Tapi aku lebih tertarik dengan kontol ini..." Ia menggenggam kontolku dan menimang-nimangnya. "Jadi bagaimana, hmmm?"
"Kontolku milikmu," aku tak lagi berpikir panjang, nafsu benar-benar sudah menguasai otakku. "Sekarang biarkan aku keluar, please..."
"Dan apa yang membuatku harus percaya dengan jawabanmu itu?" tentara itu tersenyum lagi, kali ini ia melepaskan tangannya dari kontolku dan mengamatinya berkedut-kedut menggantung begitu saja.
"Oh please.."
"Hmmm?"
"Aku... aku... aku milikmu! Kontolku milikmu! Kau boleh melakukan apa saja pada tubuhku, pada kontolku!" Kata-kata itu tersembur keluar begitu saja dari mulutku; sebenarnya aku takut dengan konsekuensinya, namun salah satu sisi diriku mengatakan aku akan mendapatkan kenikmatan yang lebih besar lagi nantinya. Kalau ini konsekuensi yang harus aku bayar, biarlah...
"Baiklah, sepertinya kau bersungguh-sungguh." Tentara itu mendekat lagi dan tersenyum, lalu ia memelukku dari belakang dan menggenggam kembali batang kontolku. Dan akhirnya, ia mengocoknya. Perlahan-lahan, namun bisa kurasakan ritmenya lebih cepat dari tadi. kali ini ia benar-benar mengocok kontolku. "Kau boleh keluar sekarang, Sayang... ayo keluarkan," bisiknya. Kata-kata kotor yang tentara bisikkan itu membuatku semakin bernafsu. Walaupun kocokannya pelan, namun semua rangsangan yang ia berikan sudah cukup untuk membuatku mencapai titik itu.
"Aku... aku... mau... keluar... mmmhhh... ooohhh... kencengin... aaaahhh..."

Dan akhirnya aku mencapai titik itu.
CROOOOOOTTT...
Aku hampir saja berteriak sekeras-kerasnya ketika akhirnya tembakan spermaku yang pertama tidak dihalang-halangi, disusul dengan tembakan demi tembakan berikutnya. Ejakulasi kali ini terasa benar-benar berbeda, aku serasa diperah habis-habisan. Kontolku tak henti-hentinya menembakkan sari kejantananku. Entah sudah berapa kali aku muncrat; ketika akhirnya kontolku mulai berhenti muncrat, aku benar-benar merasa lemas. Kakiku hampir tak mampu menopang tubuhku, pandanganku sendiri mulai kabur. Tentara itu membisikkan sesuatu yang aku tak bisa pahami. Dan aku merasa ngantuk sekali...


Kamis, 22 Agustus 2013

[Catatan Fei] Entri baru

Halo semua,

Mohon maaf sebelumnya kalau selama beberapa bulan terakhir saya tidak menerbitkan entri baru maupun membalas komentar yang ditambahkan ke blog ini. Bukan berarti blog ini sudah tidak aktif lagi, namun beberapa bulan belakangan saya sedang menikmati liburan yang memang lumayan panjang, selama tiga bulan. Apalagi ditambah dengan kedatangan anggota keluarga dari jauh, liburan tersebut jadi terasa sangat lengkap, sehingga tidak ada waktu untuk menyendiri dan berfantasi untuk dituliskan ke blog ini. Sebenarnya sudah ada dua tulisan baru, namun keduanya belum selesai betul sehingga tidak saya rilis. Kebetulan juga liburan kemarin bertepatan dengan bulan puasa, jadi untuk menghormati yang sedang berpuasa, saya memutuskan untuk tidak menerbitkan tulisan apapun. Selain itu, saya juga sibuk dalam proyek lain yang ternyata menyita waktu, sehingga tidak ada cukup waktu untuk menuangkan fantasi yang baru dalam blog ini.

Jujur saja, membuat sebuah tulisan yang berbeda dengan yang sudah ada (baik yang saya tulis sendiri maupun ditulis oleh para penulis lainnya) agak sulit, apalagi kalau mood-nya tidak ada. Sudah lebih dari setahun ini saya hanya bisa melayani diri sendiri tanpa ada yang melayani (kebetulan hukum di Singapura tentang homoseksualitas sangat ketat jika dibandingkan Indonesia jadi tidak bisa ditawar), jadi saya sedikit "kehilangan" variasi dalam menulis (mungkin bisa terasa dalam tulisan-tulisan terakhir). Jadi, saya tetap menerima tulisan-tulisan dari siapapun yang berminat, tentunya bertemakan polisi, tentara, atau satpam. Silakan hubungi saya secara pribadi jika berminat.

Semoga setelah kembali ke perkuliahan ini saya bisa membuat tulisan-tulisan baru seperti biasanya. Tidak ada jaminan bahwa akan ada tulisan baru secara rutin, namun paling tidak blog ini masih belum ditinggalkan sepenuhnya. Karena itu, komentar yang berisi pertanyaan "kapan lanjutan/cerita baru rilis" mulai sekarang tidak akan saya terbitkan, karena saya sendiri juga tidak bisa memberikan jawaban pasti.

Harap maklum dan terima kasih sudah mengunjungi blog ini.

Rabu, 22 Mei 2013

Mangsa malam hari... lagi (bagian 2)

Cerita ini hanyalah rekaan semata, kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka. PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Bagian 1

Puas menggoda kontol Rizki, kuputuskan untuk mengistirahatkan Pak Kristanto di salah satu kamarku yang kosong. Berdua dengan Rizki kubopong polisi itu ke kamar; berat juga ternyata tubuhnya. Harus kuakui memang aku lebih menyukai Rizki daripada Pak Kristanto, tapi berhubung aku dapat dua ikan dalam sekali pancing, dinikmati saja dah... setelah Pak Kristanto dibaringkan di atas ranjang, kami berdua keluar dan melanjutkan permainan panas yang tertunda. Rizki pun serasa tak sabar lagi karena ia langsung menciumku begitu aku menutup pintu kamar. Sejenak aku kewalahan dengan ciumannya, namun akhirnya aku bisa mengimbangi permainan lidahnya di mulutku. Bahkan Rizki pun kini aktif memainkan kontolku yang sedari tadi menyembul keluar dari celana jinsku. "Ganas nih Pak pol?" godaku. Rizki hanya tersenyum. "Giliranku," ujarnya, lalu tiba-tiba ia membopongku. "Mau dibawa ke mana nih?" "Udah kamu tenang aja, pasti kamu suka." Ia membopongku keluar menuju mobil patroli yang diparkir di dekat pintu masuk, lalu ia merebahkan tubuhku di atas kap mobil. "Belum pernah kan bercinta di mobil patroli?" tanya Rizki. "Belum, memang ada bedanya?" "Kau akan tahu sebentar lagi." Ia mengatur tubuhku agar tidak terlalu jauh dari posisinya berdiri, lalu ia membungkuk dan kembali menciumku, kali ini sambil menggesek-gesek dan menekan-tekan selangkangannya ke kontolku. Gerakannya itu membuat mobil patroli itu jadi sedikit bergoyang, namun aku tidak khawatir suaranya akan terdengar dari luar. Benar ternyata, ada sensasi yang cukup berbeda; aku belum pernah main di atas mobil sebelumnya. Apalagi ini mobil patroli... "Ndre, tusuk aku ya," bisik Rizki. "Mau kan?" "Kalau nggak mau, memangnya aku bakal diapakan?" tanyaku agak acuh. "Ayolah Ndre, kontolmu gede gini pasti enak nyodok pantatku," pintanya manja sambil mengelus-elus batang kontolku, mengurutnya dari pangkal ke ujung. "Mau ya?" Aku tidak menjawab seolah-olah gengsi, padahal aku juga sudah tak sabar lagi untuk mengobok-obok lubang pantat polisi ini. "Ndre? Ayo dong, kok diem aja, tanggung nih... katanya mau melayaniku semalam suntuk..."

Mendadak kupegang ikat pinggangnya, dan dengan sekuat tenaga kuputar dan kuhempaskan tubuhnya ke kap mobil patroli itu, persis di sebelahku. Rizki sedikit terkejut dengan gerakan itu, terlihat dari raut wajahnya. Gini-gini aku dulu pernah ikut karate... Langsung kunaiki tubuh polisi itu dan kucium dengan ganas, membuat ia kewalahan. Selagi berciuman, kulucuti ikat pinggangnya yang besar itu. Agak susah dengan satu tangan, tapi begitu gespernya terlepas, aku langsung membuka kait celana coklatnya, dan tanpa peduli resletingnya, tanganku langsung merogoh ke dalam. Celana dalamnya masih basah dari spermanya. Dengan telapak tanganku beristirahat di atas gundukan kontolnya, kumainkan jari-jemariku di daerah bawah bola-bola kontolnya, kutekan-tekan dengan kasar. Rizki hanya bisa mengerang pasrah dengan permainanku. "Ooooh Ndreee, kasar banget kamuuu... aku sukaaa... Perkosa aku pleeeaseee..." "Mau yang lebih kasar lagi?" tanyaku sambil tersenyum sinis. "Aku pasrah kamu apakan aja..." Aku pun membalikkan badanku sehingga kini aku menghadap kontolnya dan kontolku persis ada di mukanya. "Jilat," perintahku. Polisi itu pun menuruti perintahku dan menjilat-jilat kontolku. Kuturunkan sedikit celana dinasnya di bawah lutut sehingga kini aku bisa melihat pahanya yang mulus kecoklatan, membuatku semakin bernafsu. Kutemukan sobekan kecil di celana dalamnya, di sekitar anusnya. Polisi ini memang siap untuk diperkosa! Sekuat tenaga kuperbesar sobekan itu, dan celana dalamnya pun tersobek menjadi dua bagian. Kontolnya yang tegang itu pun terbebas dari sarangnya. Setelah puas dijilati, aku pun turun dari kap mobil patroli itu. Beruntung sekali mereka membawa mobil patroli berjenis sedan, jadi aku bisa ngentot polisi ini dengan posisi berdiri. Aku pun menyeret sedikit tubuh polisi itu ke bawah untuk memposisikan kontolku pada lubang anusnya. Kuletakkan celana dalamnya yang berlumuran spermanya di hidungnya, kemudian kulepaskan ikat pinggangnya dari celana dinasnya dan kulingkarkan di sekitar perutnya, dan kuangkat kakinya di pundakku. "Kau mau ini?" ujarku sambil memain-mainkan kontolku di luar lubang anusnya. "Iya Ndre, masukin dong..." "Yakin kamu mau ini?" tanyaku lagi, kali ini kutekan sedikit kontolku tapi tidak sampai masuk. "Mau banget Ndre, ayo masukin..." "Oke kalau itu maumu..."

Blesss... Rizki terpekik ketika sesuatu memasuki lubang anusnya. "Aaaaaahhh!" Bukan kontolku yang masuk, namun jari tengahku. Aku ingin tahu serapat apa lubang anusnya. Ternyata cukup rapat juga, mungkin dia sudah lama tidak dientot. "Ndreeee.... ooooohhh...," erangnya ketika jariku menyentuh prostatnya. "Fuck me pleaseeeee... with your dick..." Aku sejenak mengobok-obok anusnya dengan jariku sebelum akhirnya aku memutuskan waktunya untuk memperkosa polisi ini. Kukocok-kocok sedikit kontolku supaya mengeras penuh, dan setelah kugoda-goda polisi itu beberapa kali, akhirnya...

"Aaaaaaagggghhhh..." Rizki mengerang kesakitan ketika kontolku berusaha menembus lubang anusnya. Aku tidak memakai pelumas sama sekali, membuat penetrasi itu sedikit alot. "Uuuuggghhh... seret bener lubangmu Riz... mmmhhh..." Dengan sedikit hentakan kulesakkan pinggulku maju sehingga kini pantat Rizki menyentuh pahaku. Rizki mengerang hebat akibat hentakan itu, nafasnya terengah-engah. "Tahan Mas, polisi masa ga tahan sakit," cemoohku. "Habis ini enak kan." "Iya Ndre, fuck me..." Kugerakkan pinggulku maju mundur, awalnya perlahan-lahan. Gesekan dinding anus Rizki dengan kontolku cukup intens, memberikan kenikmatan tersendiri. Ditambah lagi melihat Rizki si polisi hanya tergolek tak berdaya di atas mobil patrolinya, mendadak nafsuku terbakar hebat. Tanpa peringatan lagi kugenjot langsung pantat Rizki tanpa ampun. Polisi itu mengerang antara kesakitan dan kenikmatan; semakin lama sepertinya ia mulai menikmatinya. "Oooohhh... kasar betul mainmu Ndreee... tapi enakkkhhh... aku suka cowok sepertimu... Mmhhhh... Aaarrgh... Pak Kris saja ga bisa seenak ini ngentotin aku... Uoooggghhh... setan betul kau Ndreee... ngentotin polisiii..." "Kau yang minta Riizzz... mmmhhh... pantatmu seret jugaaaa... kaya masih perawan... Aaahhh... rasakan ini polisi siaaaalll... Oooohhh... kau berani menilangku, sekarang pantatmu kuobok-obok... Yeeaaahhh... fuck...." Mobil patroli itu bergoyang tak karuan seiring iramaku mengentot Rizki. Eranganku bersusul-susulan dengan erangan Rizki, kami berdua sudah tak peduli apa ada tetangga yang mendengar suara-suara itu. Sesekali kutarik kontolku sampai hampir keluar, kemudian dengan tiba-tiba kuhunjamkan kembali sedalam-dalamnya, sampai menyentuh ujung dinding anus dan menyodok prostatnya. Rizki mengerang panjang tiap kali aku melakukan itu. "Oooohhh... gila kau Ndreee... mantaaappphhh... sodok yang dalaaammm... Mmmmhhh... Aaaarrrggghhh..."

Plop... Kontolku pun terlepas dari lubang pantat si polisi Rizki. Raut terkejut dan kecewa pun tampak di wajah polisi itu. "Lho kok udahan Ndre? Tanggung nih..." "Sabar Ndan, perjalanan masih jauh ini," jawabku. Aku membantu Rizki berdiri, lalu aku kembali menciumnya. Ia balas menciumku, dan untuk beberapa saat kami hanya saling mengocok kontol. Sebelum tiba-tiba kubalik tubuhnya dan kuhempaskan kembali ke mobil patroli itu, kubekuk tangannya ke belakang; seakan ia penjahatnya dan aku polisinya, dan aku berhasil menangkap penjahat. "Buka kakimu," perintahku. Aku ingin menyodominya dari belakang. Setelah membuka kakinya lebar-lebar, kusumpal mulut Rizki dengan celana dalamnya, lalu tanpa ba bi bu kuhunjamkan kembali kontolku ke dalam lubang anusnya. Erangan Rizki kali ini tertahan celana dalamnya, namun itu membuatku semakin bergairah, seakan aku berhasil membuat seorang polisi tak berdaya untuk diperkosa. Dan sekarang kontolku kembali merojok anusnya; sesekali kutepuk-tepuk bongkahan pantat seksi polisi itu sampai panas. Belum pernah aku ngentot seagresif ini, tapi berhubung yang kuentot seorang polisi, sepertinya sisi liarku tiba-tiba dibangkitkan begitu saja. Aku sudah tak peduli lagi apakah Rizki menikmatinya atau justru kesakitan, yang penting kontolku mendapatkan kenikmatan lubang anusnya. Dan kurasa sebentar lagi aku tiba pada kenikmatan puncak itu. "Oooohhh... aku mau keluaaarrr... Rizzz..." Rizki hanya mengerang beberapa saat sebelum sumpalan celana dalamnya akhirnya lepas. "Aku juga Ndree... Oooohhh... Keluarin di dalam pantatkuuu... Oooooohhhhh..." Aku semakin intens menggenjot pantat polisi itu, mobil patrolinya bergoyang tak karuan sampai kukira akan terbalik akibat nafsuku.

Dan nyaris saat aku mencapai puncaknya, tiba-tiba aku mendapat ide lain.

Dengan satu hentakan kukeluarkan kembali kontolku dari pantatnya, dan kubalikkan tubuh polisi itu jadi terlentang. Kubiarkan kakinya tergantung di tepi mobil; dengan cepat kunaiki tubuhnya, kuarahkan kontolku ke wajahnya dan kukocok-kocok dengan cepat. "Oooooohhhhh..." Tekanan itu mendesak dengan sangat cepat dan kuat. Crooooottt... Kutembakkan pejuhku ke wajah polisi itu. Melihat wajahnya belepotan pejuhku, aku menjadi semakin bersemangat. Kuarahkan kontolku seperti selang yang harus membasahi bumi, dan demikian semprotan pejuhku membasahi wajah Rizki si polisi. Setelah tujuh semprotan, pejuhku mulai melemah dan tidak lagi memancar jauh, menetesi seragam coklatnya. Benar-benar pemandangan yang sangat langka dan menggairahkan. Rizki sendiri tak menyangka aku akan menembaki wajahnya sampai berlumuran pejuhku, namun ternyata ia menyukainya, bahkan hanya melihat kontolku memuncratkan pejuh saja bisa membuatnya ikut ngecret. Aku tak sempat melihatnya, tapi yang aku tahu beberapa detik kemudian pejuhnya mendarat di kepalaku, belakang leherku, dan sebagian lagi di punggungku. Rizki pun menjilati pejuhku di sekitar bibirnya sementara aku hanya bisa menduduki perutnya kehabisan tenaga. "Gimana Riz, puas nggak?" "Puas bener, aku mau lagi Ndre... tapi nanti tembakin di dalam yah..." "Siap Ndan, malam masih panjang!" Aku pun merebahkan diriku di atas tubuh polisi itu dan melumuri jari-jariku dengan pejuhku. "Nih jilati pejuhku," perintahku, dan ia pun menurut. Selagi ia menjilati jari-jariku, aku mencoba menjilati pejuhnya yang tercecer di sekitar perutnya. Rasanya manis dan gurih. Rizki bangkit dan duduk di tepi mobil patroli. Aku pun duduk di sebelahnya dan sejenak kami berpandangan satu sama lain. Aku menciumnya kembali, dan ia pun membalasku; rasa pejuh yang masih tersisa di mulut Rizki dan aroma pejuhku yang masih tersisa di wajahnya ikut menambah romantis ciuman itu. "Ndre aku mau diservis kaya gini tiap hari... kamu mau?" "Siapa takut?" tantangku sambil mengelus-elus kontolnya yang sudah melemas itu. "Ah geli Ndre!" Protesnya kututup dengan ciumanku, dan ia membiarkanku mengelus-elus kontolnya selagi berciuman. "Waktunya ngerjain Pak Kris?" godaku. Rizki mengangguk, dan kubiarkan ia merapikan diri sebentar. Celana dinas dan ikat pinggangnya terlempar entah ke mana, dan jelas ia tak bisa mengenakan celana dalam lagi. "Awas kejepit," peringatku saat ia menarik resletingnya. Rizki hanya tersenyum. Kupandang lagi polisi itu yang kini kembali berseragam lengkap, hanya saja tonjolan kontolnya tak seberbentuk tadi. Berdua kami masuk kembali ke rumah.

Ah malam masih panjang... dan masih ada satu lagi mangsa malam hariku yang belum dinikmati sepenuhnya... apa ya yang kira-kira akan kulakukan pada Pak Kris dan Rizki berikutnya?

(bersambung)

Selasa, 23 April 2013

Mangsa malam hari... lagi (bagian 1)

Cerita ini hanyalah rekaan semata, kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka. PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Cerita ini mungkin mirip dengan cerita berjudul "Mangsa malam hari" yang saya tulis dua tahun silam, hanya saja kali ini ceritanya saya tulis dari sudut pandang si "korban" (atau mungkin seharusnya "yang beruntung"?).

Hari sudah larut malam ketika aku baru keluar dari rumah temanku. Ia mendadak minta bantuan untuk membetulkan komputernya yang tiba-tiba rusak, padahal ia ada kerjaan yang harus diselesaikan untuk esok hari rapat di kantor. Untung bukan perangkat kerasnya yang rusak, namun membutuhkan waktu cukup lama bagiku untuk membenahi sistemnya dan mencoba mengembalikan berkasnya yang hilang. Sebenarnya aku diajak menginap di rumahnya, tapi kutolak dengan alasan sungkan dengan keluarganya. Maka aku pun pulang, mengendarai mobil sedan kesayanganku, dengan kecepatan cukup tinggi, supaya bisa lekas sampai di rumah. Entah kenapa aku kebelet pipis, padahal AC juga tidak terlalu dingin-dingin amat. Ah biar lah, mumpung jalanan sepi...

Ternyata tidak.

Ketika aku dengan cueknya belok kiri di perempatan TM-KS saat lampu masih menyala merah, aku melihat kelipan lampu biru bersinar menerangi mobilku. Waduh, malam-malam begini kok ada yang patroli... daripada runyam kejar-kejaran, akhirnya aku melambatkan laju mobilku hingga berhenti agak jauh dari perempatan itu, disusul dengan mobil patroli yang berjalan pelan dan akhirnya berhenti di belakang mobilku. Tak lama kemudian aku melihat dua orang polantas turun dari mobil tersebut. Salah satunya menghampiriku dan menyuruhku untuk membuka jendela. "Malam, SIM dan STNK," kata polantas itu pendek. Wah straight to the point nih, pikirku... kubuka laci kap mobilku untuk mengambil STNK dan kurogoh saku belakang celanaku utnuk mengeluarkan dompetku. Lho? Aku hanya merasakan pantatku saat merogoh saku belakang. Di mana dompetku? Aku mencoba mencari sekeliling, siapa tahu dompetku terjatuh di jok mobil. Tidak ada ternyata. Mungkin jatuh di bawah jok... "SIM dan STNK," ulang polantas itu agak keras. "Sebentar Pak, lagi nyari SIM, tadi saya bawa dompet kok sekarang hilang...," ujarku agak panik. Kalau hanya SIM-nya saja yang hilang atau ketinggalan sih ga masalah, tapi kalau sama dompetnya hilang... "Dari mana kok tidak bawa SIM?" tanya polantas itu. "Dari rumah teman Pak di daerah MIP, tapi tadi saya bawa dompet kok, SIM saya nggak pernah keluar dari dompet. Sebentar saya telpon teman saya dulu, mungkin ketinggalan di sana." Kuserahkan dulu STNK-ku, lalu kutelpon temanku. "Ndri, sori ganggu nih, udah tidur?" "Belum kok Ndre, kenapa?" "Eh ada dompetku di sana ga? Mungkin jatuh pas aku betulin komputermu." "Wah bentar ya Ndre..." Kutunggu beberapa saat sambil harap-harap cemas. Iseng-iseng aku melihat ke luar jendela...

Selangkangan polantas itu tepat berada di hadapanku. Aku menelan ludah melihat pemandangan itu. Tonjolannya sebenarnya tidak terlalu besar, tapi nampak proporsional dengan tubuh polantas itu. Naluri gayku mulai muncul, tapi sebagian kecil dari diriku mengingatkan kalau aku masih dalam masalah, jadi aku hanya bisa memandang tonjolan itu tanpa bisa berbuat lebih jauh. "Ada apa Riz kok lama sekali?" aku mendengar suara polantas satunya, dan sepertinya ia melangkah mendekat. "Ini SIM-nya ga ada, katanya ketinggalan di rumah temannya sama dompetnya, dia lagi telepon." "Ah alasan itu! Sudah tahan saja, kita proses di kantor!" "Jangan Pak!" sahutku. "Kalau nggak percaya, ini nanti bicara saja sama teman saya, kalau perlu saya ambil dulu ke sana." "Halo Ndre? Ini ya dompetmu, warna hitam, duitnya tiga ratus ribu, ada kondomnya?" "Ah iya itu Ndri, kuambil sekarang ya?" "Ga kemalaman kah Ndre? Besok aja kuantar ke rumahmu gimana?" "Wah aku butuh sekarang Ndri..." "Butuh kondomnya ya Ndre? Mau main kah?" "Ah dasar lu ini, serius lagi butuh dompetku nih Ndri! Ada pemeriksaan SIM sama STNK nih!" "Oalah, ya sudah kutunggu di rumah." "Oke-oke, otw ya Ndri, ciao!" Kututup teleponku, lalu aku hendak mengatakan kalau dompetku benar tertinggal di rumah Andri temanku, tapi mereka berdua sedang berbincang. Aku tidak terlalu mendengar percakapan mereka, sepertinya selagi aku telepon tadi mereka sudah berbincang, tapi setelah perasaanku cukup lega, aku bisa mendengarnya, walaupun mereka berbicara cukup pelan. "Tuh dia bawa kondom Riz di dompetnya. Aku jadi pingin nih..." "Ah kau ini, kita kan masih patroli." "Sudah sepi Riz, paling sebentar lagi lampu itu juga stand by. Kita main sebentar sama cowok ini, mumpung dia lagi ada salah." "Lha kondomnya kan di dompetnya..." "Ya kali aja dia bawa cadangan di kap mobil..." "Yakin kau dia homo?" "Ah sebodo amat!" "Emangnya kau sengaceng apa sih Kris?"

Aku diam saja melihat pemandangan yang langka di depanku ini. Polantas yang kuduga bernama Rizki mengelus-elus selangkangan polantas yang kuduga bernama Krisno atau Kristanto. Selangkangan Krisno terlihat lebih besar dan menonjol dibandingkan Rizki, sayangnya mereka sedang berhadap-hadapan dan tidak menghadapku sehingga aku hanya bisa mengira-ngira saja, tapi sepertinya dugaanku benar. Aku berpura-pura masih menelepon Andri sambil menonton aksi langka itu. Krisno dengan cueknya menikmati elusan dan remasan pelan Rizki, dan sepertinya aku mendengar ia mengerang pelan. Aku memajukan dudukku supaya bisa melihat selangkangan Krisno dengan lebih jelas, dan benar saja, ia ternyata ngaceng. Aku mulai melihat bentukan batang kejantanannya di celana dinasnya itu, walaupun samar-samar. Mereka bergumam pelan, lalu kulihat Krisno juga mulai meremas-remas selangkangan Rizki, walaupun hanya sebentar. Entah kenapa Rizki tiba-tiba meremas selangkangan Krisno dengan agak kuat, membuatnya sedikit mengumpat. "Ah sialan kau Riz, ngilu nih!"

"Bapak-Bapak, perlu bantuan?" ujarku sambil berdehem. "Daripada main berdua, bertiga lebih asyik lho." "Heh apa maksudmu?" Rizki kembali ke suaranya yang garang. "Sudahlah Pak, tidak perlu disembunyikan lagi, toh Bapak Kris ini juga sudah ngaceng..." Kujulurkan tanganku ke luar jendela dan kuelus-elus jendolan celana polantas itu. "Saya dengar kok perbincangan Bapak-Bapak tadi." "Kamu homo ya?" tanya Krisno. "Kalau nggak, nggak mungkin lah Pak saya mau pegang-pegang onderdil Bapak-Bapak ini." Kujulurkan pula tangan kiriku dan kuremas-remas perlahan selangkangan Rizki. "Nah kan Bapaknya ini juga sudah ngaceng. Dimainin saja Pak biar nggak mengganjal begini, pusing lho nanti kalau nggak dikeluarin." "Kamu ada tempat?" tanya Krisno. "Rumah saya kebetulan lagi sepi Pak, mau mampir?"

Mereka berdiskusi sebentar sebelum akhirnya Krisno berkata, "Gini saja. Kamu antar kami berdua ke rumah, puaskan kami berdua, dan kami anggap kamu nggak melanggar apa-apa. Tapi harus semalam suntuk lho ya!" "Beres Pak, siapa takut kalau onderdilnya gede-gede begini, pasti mantep nih," jawabku sambil menarik onderdil kedua polantas itu. Mereka berdua mengerang dan berjalan mendekat. "Ronde pertama di sini saja Bapak-Bapak, gimana? Saya spesialis ngocok cepat." "Yah cuma dikocok?" "Pemanasan Pak, ini Bapak-Bapaknya yakin kuat main semalaman?" tantangku. "Eh nantang kamu ya? Kuat lah! Kamu yang bakalan lemas melayani kami berdua." "Bener ya Pak, berarti habis dikocok ini bisa lanjut ya?" "Siapa takut!"

Maka kumulai aksi pertamaku. Supaya tidak terlalu lama hingga ketahuan orang lain, ronde pertama itu berlangsung cepat. Tanpa diminta kedua polantas itu membuka kaki mereka supaya aku lebih leluasa menjamah barang kejantanan mereka. Kubuka resleting celana kedua polantas itu, lalu kukeluarkan batang kejantanan mereka. Batang Rizki masih belum tegang benar, sementara batang Krisno sudah mengacung tepat di mukaku, bahkan precum sudah meleleh dari lubang kencingnya. Aku tidak bisa melihat detail batang kontol mereka berdua, tapi kurasa nanti aku bisa melihatnya dengan jelas. Kuelus-elus kepala batang kontol Rizki agar cepat menegang. Polantas itu menggigil keenakan, dan batangnya dengan segera hidup. Setelah beberapa lama hanya kuelus-elus, akhirnya kumainkan kontol kedua polantas itu. Supaya agak sedikit surprise, salah satu polantas kukocok sementara satunya kuhisap, dan tidak kuberi tahu siapa yang dihisap dan siapa yang dikocok. Dengan segera kedua polantas itu bersahut-sahutan mengerang kenikmatan. Di kalangan teman-teman gayku, aku memang terkenal ahli kocok dan hisap. Kebanyakan yang menikmatinya pertama kali tidak pernah tahan lama, paling lama seingatku hanya lima menit, dan mereka semua yang pernah menikmatinya ketagihan. Kurasa kedua polantas ini juga akan ketagihan semalam-malaman nanti. Bergantian aku menghisap dan mengocok kontol kedua polantas itu, dan akhirnya kudengar racauan mereka semakin intens. "Oooohhh Riz mau keluar akuuu... Ga tahaannn..." "Oooohhh aku dikit lagi Kris, gila enak betul kocokannya... oh oh oh oh aaahhh..." Dan akhirnya keduanya muncrat. Yang kukocok saat itu Rizki sementara Krisno kuhisap. Dengan segera kurasakan cairan kental menyembur memenuhi mulutku, segera kutelan sebisanya. Sperma Krisno benar-benar hangat, legit, dan gurih. Selagi Krisno mengeluarkan sari pati kejantanannya, Rizki akhirnya keluar juga, namun dengan sigap kutekan kepala kontolnya kuat-kuat supaya tidak tersembur. Begitu pancaran Krisno melemah, aku langsung mengeluarkan kontolnya dari mulutku, lalu ganti kumasukkan kontol Rizki. Semburannya benar-benar kuat sehingga awalnya aku tersedak, tapi akhirnya kutelan juga. Spermanya agak lebih manis dari Krisno tapi jauh lebih kental dan banyak. Sepertinya Rizki ini sudah lama tidak keluar.

"Bagaimana Bapak-Bapak ronde pertama?" godaku. "Gila kau, enak betul mainnya!" ujar Krisno. "Ga salah perkiraanku. Mainin lagi dong, belum puas nih..." Kontolnya masih menggantung di hadapanku, agak lemas namun masih menunjukkan kejantanannya. "Sabar Pak, setelah ini kita ke rumah, Bapak-Bapak bisa main sepuasnya." Kumasukkan kembali kontol kedua polantas itu ke dalam sarangnya, lalu kutepuk-tepuk perlahan. "Bapak-Bapak ikuti saya ya di belakang." Maka kugiring kedua polantas itu ke rumahku di kawasan RMS. Kebetulan rumahku saat itu sedang sepi, orang tuaku sedang keluar kota. Satpam kompleks sempat kaget ketika di belakangku ada mobil patroli hendak masuk, tapi kubilang itu teman-temanku dan ia tidak berkomentar jauh. Sampai di rumah, kumasukkan mobilku ke garasi. "Mobilnya dimasukkan saja Pak, supaya tetangga nanti pagi nggak ketakutan," kataku. Maka mobil patroli itu pun dimasukkan ke pekarangan rumahku yang memang agak luas, cukup untuk menampung tiga mobil. "Silakan masuk Bapak-Bapak, anggap saja rumah sendiri," undangku ramah. "Mau minum? Air, teh, kopi?" "Ah nggak usah repot-repot," ujar Krisno, yang setelah kulihat di dadanya ternyata bernama Kristanto, sementara Rizki memang nama polantas satunya. "Kalau begitu saya ambilkan air dulu, Bapak-Bapak pasti haus setelah ronde pertama tadi." Sebenarnya aku agak geli juga memanggil mereka Bapak, Kristanto kutaksir umurnya tak jauh beda denganku yang umur 27, sementara Rizki malah kelihatan lebih muda lagi. Kuambilkan air dingin dari kulkas karena saat itu udaranya memang cukup panas, lalu kubawa ke ruang tamu. "Silakan diminum Bapak-Bapak," tawarku. "Bisa kita lanjutkan?"

Tanpa menunggu mereka selesai minum, aku duduk di dekat Rizki yang memang lebih menarik. Wajahnya tampan sekali, kulitnya cukup putih untuk ukuran polantas, dan badannya masih tegap berisi. Tanpa basa-basi kuraba kontolnya dan kuremas perlahan. Rizki pun meletakkan gelasnya dan duduk bersandar di sofa, menikmati rangsanganku. "Kamu ahli banget ya mainin kontol," ujar Rizki sambil mendesah. "Ya kita kan sama-sama punya kontol Pak, kalau cewek belum tentu mainnya bisa seenak ini." Tak mau ketinggalan, Kristanto duduk di sampingku dan langsung saja meremas-remas kontolku. Sebenarnya aku ingin menggarap Rizki duluan, tapi Kristanto sepertinya juga minta dilayani. Akhirnya aku menggunakan kedua tanganku untuk memainkan kontol kedua polantas itu. Kali ini kukerjai mereka dari luar celana dinas, aku sama sekali tidak merogoh ke dalam. "Kocokin kaya tadi dong," bisik Rizki di telingaku sambil mendesah. "Sabar Bapak-Bapak, malam masih panjang," jawabku sambil meremas kontol kedua polantas itu agak keras, membuat mereka berdua mengerang. "Bapak-Bapak kuat kan semalam suntuk saya perah kontolnya?" Mereka berdua hanya menjawab dengan erangan dan desahan. Kugenggam kontol mereka berdua, memposisikan batangnya supaya tidak tertekuk, lalu kugosok-gosokkan tanganku maju mundur sambil sedikit menggenggam kontol kedua polantas itu. Aku sendiri sesekali menggunakan teknik itu untuk mengocok kontolku, dan sensasinya benar-benar berbeda daripada kocokan biasa. Gesekan dari celana dalam, bahkan dari celana, memberikan rangsangan tersendiri. Kedua polantas itu rupanya belum pernah digitukan dan keduanya nyaris menggelinjang tak karuan kalau tidak kupelankan gosokanku dan si Rizky memegang tanganku. "Kenapa Pak, nggak enak ya?" tanyaku berpura-pura, padahal teman-temanku juga suka kubegitukan. "Nggak kok, enak sekali, baru kali ini aku dikocok pakai celana lengkap kaya gini..." Kristanto tidak menjawab apa-apa, jadi kugoda dia dengan menggerakkan tanganku secara melingkar di atas kontolnya. "Kalau Bapak Kristanto bagaimana?" Lagi-lagi ia hanya mendesah. "Istriku kadang-kadang juga suka mainin kontolku saat aku masih berseragam, tapi nggak seenak kamu." Oh rupanya bapak polantas satu ini sudah beristri, tapi suka kontol juga toh... "Sudah lama aku nggak dilayani istriku..." Ups, pertanyaanku malah jadi ajang curhat tanpa bisa kukendalikan lagi, jadi aku hanya bisa mendengarkan sambil tetap mengelus-elus kontolnya. Rizki ikut mendengarkan curhat rekannya itu, walaupun aku bisa merasakan kontolnya agak melemas sedikit. Rupanya Bapak Kristanto ini sedang ada masalah di keluarganya, yang menyebabkan mereka sekarang pisah rumah, bahkan istrinya sudah menggugat cerai. Ia tampak sedih sekali saat bercerita, sehingga aku harus bekerja keras untuk menghibur dan mengalihkan kembali perhatiannya ke kontolnya yang perlahan-lahan melemas selagi bercerita. "Sudah Pak, tidak perlu bersedih, dijalani saja dulu. Untuk urusan kontol Bapak saya bersedia membantu kok," ujarku sambil memeluk Pak Kristanto yang agak sedikit sesenggukan. Rizki pun membantu menenangkan rekannya itu dengan membimbing tangan Pak Kristanto ke kontolnya, namun Pak Kristanto tidak terlalu bergairah memainkan kontol rekannya. "Wah Pak Kristanto perlu usaha ekstra nih," celetukku.

Aku pun merebahkan Pak Kristanto di atas sofa. "Pak Rizki bantu hibur Pak Kristanto juga ya," ujarku. "Beres Ndan!" jawabnya, lalu ia langsung mengelus-elus kepala Pak Kristanto untuk menciumnya. Aku sendiri hanya mengelus-elus kontol Pak Kristanto supaya nafsunya terbit kembali. Untungnya ciuman Rizki mampu menenangkan polantas itu, dan tak terlalu lama kemudian mereka pun terlibat ciuman penuh nafsu. Aku bisa merasakan kontol Pak Kristanto kembali ngaceng dengan cepatnya. Pak Kristanto dan Rizki bangkit sehingga kini kontol mereka berdua berada di depan wajahku. Kubiarkan mereka tetap berciuman sementara aku kembali menggosok-gosokkan tanganku untuk mengocok kontol mereka, walaupun agak susah juga di posisi berdiri seperti ini. Akhirnya aku pun bangkit dan ikut berciuman dengan mereka. Rizki lihai sekali memainkan lidahnya, dan ia juga suka memainkan kontolku. Tapi akhirnya kami berdua menggarap Pak Kristanto terlebih dahulu: aku menarik-narik kontolnya seperti memerah sapi, sementara Rizki menciumi Pak Kristanto. Tangannya menelusup masuk ke seragam dinas Pak Kristanto dan memainkan puting susunya, membuat Pak Kristanto gelinjangan. "Ahhh..." Aku bisa merasakan celana dinasnya mulai basah dengan precum, membuatku semakin bersemangat mengerjai kontolnya. Kini aku memusatkan tanganku pada batang kontol polisi itu, mengocoknya menggunakan kain celana dinasnya, sementara Rizki mulai menghisap-hisap puting susu Pak Kristanto. "Aaaahhh... kalian berdua nakaalll... Mmmhhh... Oooohhh... belum pernah aku dikerjai dua orang seperti ini..." "Enak Kris?" bisik Rizki. Kurasa polisi satu ini memang "nakal" betul. Nanti harus kukerjai supaya lebih nakal lagi, hehehe... "Enak Riz... kamu  aja udah enak, apalagi ditambah dia... Oooohhhhhh ga tahan lagiiii..." Kuurut batang kontol polisi itu dari pangkal ke ujung supaya ia muncrat, dan benar saja. Pak Kristanto berjingkat dan pinggulnya bergetar beberapa kali. Nafasnya menderu untuk beberapa saat sampai akhirnya ia bisa mengendalikan diri. Kuremas-remas bola-bolanya untuk membantu mengeluarkan sperma yang mungkin masih tersimpan. "Enak Pak?" tanyaku. "Gila! Belum pernah aku ngecret di dalam celana begini! Kau lihai betul mainin kontolku." "Kontol Bapak juga mantap, gimana dengan Pak Rizki ini?"

Kualihkan perhatianku pada Rizki yang tampaknya juga minta dipuaskan karena ia langsung menatapku. "Pak polisi yang satu ini pasti banyak cadangan spermanya?" "Hahaha, aku memang belum ngecret dua minggu." "Berarti bisa diperah habis ya Pak malam ini?" godaku sambil memerah bola kontolnya. Rizki pun mendesah. "Mau diperah kaya Pak Kristanto?" "Boleh, belum pernah ada yang mainin kontolku sampai ngecret di dalam seragam, kayanya asyik tuh sampai Pak Kristanto kecapekan, hehehe..." Memang saat itu Pak Kristanto hanya bisa duduk di sofa sambil minum air yang mulai tidak dingin, staminanya cukup terkuras juga rupanya karena aku melihat kemejanya agak basah, walaupun tak sebasah area selangkangan di celana dinasnya. "Wah ntar ga bisa balik kantor deh ini, gimana kata orang-orang kalau celana kita basah kuyup gini," gurau Pak Kristanto. "Menginap saja Pak, rumah saya kosong kok sampai besok lusa. Kalau Bapak-Bapak mau besok kita bisa main seharian penuh." "Boleh tuh," tukas Rizki. "Ayo mainin dong, ga sabar nih..."

Kusuruh Rizki berdiri di depanku dalam posisi istirahat di tempat. "Nggak boleh gerak ya Pak, kalau gerak kutusuk lho," ujarku sambil pura-pura menusuk bonggolan kontolnya dengan jariku. Rizki mengerang pendek. "Kalau mengerang boleh?" tanyanya nakal. "Boleh." Awalnya aku hanya duduk sehingga kontol Rizki berada tepat di hadapanku. Kuelus-elus kontol itu hingga tampak tercetak kembali di celana coklatnya.  "Tegang betul nih," komentarku. Setelah puas kuelus-elus, kuurut batang kontolnya mulai pangkal hingga ujung, dan saat sampai di ujung kugelitik kepala kontolnya. Rizki pun berjingkat dan mengerang. "Eh tadi kan sudah dibilang ga boleh gerak?" godaku sambil menusuk kontolnya dengan cepat. "Aaaahhh...," erangnya. "Geli..." "Tahan Pak, masih pemanasan ini." Kuurut sekali lagi batang kontolnya, dan akhirnya kugenggam bonggolan kontol itu dan kukocok perlahan. Rizki pun mengerang. "Oooohhh... kencengin dong..." Aku pun berdiri, memeluk polisi muda itu dari belakang. Kugoda dirinya dengan memainkan kontolku di tangannya, dan ia pun merespon dengan meremas-remas kontolku. Sambil mendesah di telinganya, aku pun mulai mengocok kontolnya dari luar celana dinasnya. Pak Kristanto hanya menonton kami mendesah dan mengerang bergantian selagi aku mengocok kontol polisi muda itu. Rizki sendiri entah bagaimana caranya bisa membuka celana jinsku dan mendapati kontolku terekspos yang ia remas-remas dan kocok-kocok sebisanya. Bosan dengan posisi itu, aku berpindah ke depan dan mencium Rizki sambil tetap mengocok kontolnya. Sesekali kuremas-remas kontolnya, mungkin terlalu keras karena sesekali ia mengerang dalam ciumanku, tapi aku tidak peduli. Kadang-kadang sedikit rasa sakit bisa menambah kenikmatan tersendiri, dan kurasa polisi muda ini tahan banting. Celana dinasnya sudah basah dengan precum dan dari nafasnya ketika berciuman denganku, kurasa ia sebentar lagi mau keluar. Aku pun menyudahi ciumanku dan berjongkok di depannya, lalu mengocok kontolnya secepat yang aku bisa. "Aaaaaahhhhhh..." Mendadak Rizki mengerang panjang, tubuhnya bergetar tak karuan, dan aku bisa melihat kontolnya berkedut di dalam celananya. Akhirnya keluar juga. Kugoda dia dengan menusuk-nusuk bola-bola kontolnya selagi ia orgasme, dan noda gelap pun segera menyebar di celana dinasnya. "Gilaaaa... sumpah enak gila..." "Enak mana sama dikocok barangnya langsung?" godaku sambil merogoh ke dalam celananya dari perutnya. Basah kuyup dengan spermanya, tapi itu membuat tanganku mudah menelusup ke dalam celananya, menemukan kontolnya langsung, dan mengelus-elusnya kembali. Tak siap dengan serangan itu, Rizky mengerang dan memegang tanganku. "Geli tau! Nakal..." Aku hanya tertawa kecil sambil tetap mengelus-elus kontolnya. Setelah beberapa lama kontolnya ternyata tegak kembali. "Wah nantang nih?" senyumku. Rizki hanya tersenyum balik, dan akhirnya kukerjai ia kembali. Kukocok kontolnya dalam posisi seperti itu, perlahan namun pasti. Rizki kembali mengerang sementara aku malah mendengar dengkuran Pak Kristanto yang tertidur kelelahan. Stamina polisi ini boleh juga. Dan selagi Pak Kristanto beristirahat, aku bisa bermain sepuasnya dengan Rizki...

(bersambung)

Serangan fajar polisi kamar sebelah (bagian 2)

Cerita ini hanyalah rekaan semata, kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka. PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Bagian 1

Setelah kutelan semua spermanya, kuperhatikan polisi itu. Ia masih tampak tertidur, namun dadanya nampak mengembang-kempis dengan cukup cepat, raut wajahnya tampak puas. Aku masih mengelus-elus kontolnya yang mulai melemas, dan sesuai harapanku kontolnya tidak benar-benar lemas, masih setengah tegang. Bola-bolanya kuremas-remas perlahan; bola kontol seukuran bola tenis seperti itu pasti membuat orang ini gampang horny dan produksi spermanya banyak. Apalagi cuaca dingin seperti ini, pasti bikin tambah horny. Dan bola-bolanya jadi mengerut, membuatnya tambah sensitif. Aku suka memainkan bola-bola kontol dalam keadaan seperti itu.

Tanpa kusadari elusanku bertambah jauh ke bawah. Kuelus-elus daerah perbatasan antara kontol dan anusnya, dan polisi itu pun menggeliat, antara kegelian atau kenikmatan. Sampai juga akhirnya di anusnya. Lubang hangat itu kuelus-elus, namun aku kemudian punya pikiran lain. Me-rimming polisi gimana ya sensasinya? Dengan perlahan kuturunkan sedikit lagi celananya, dan kucoba membuka sedikit kakinya lebih lebar. Tidak bisa benar-benar lebar, jadi kucoba mulai menjilati daerah sensitifnya itu, kumulai dari bola-bolanya. Polisi itu mulai mengerang kembali seiring dengan jilatan-jilatanku, kulirik kontolnya mulai bangkit kembali dan mengeras. Kugenggam batang kontol polisi itu dan kuurut perlahan sambil kuteruskan menelusuri area di bawah kontolnya, hingga aku sampai di lubang anusnya. Kujilat-jilat daerah itu sebisanya, dan polisi itu menggeliat-geliat sambil mengerang pelan. Tak lama kemudian aku menyadari celananya sudah melorot jauh. Ah kepalang tanggung! Kulepaskan celananya sehingga kini ia setengah telanjang, dan polisi itu pun melebarkan kakinya tanpa diminta. Maka kulanjutkan rimming-ku di lubang anusnya. Seru juga ternyata me-rimming polisi yang sedang tidur seperti ini! Walaupun kayanya sih ia cuma pura-pura tidur, hehehe...

Puas me-rimming anusnya, aku pun memasukkan jariku ke dalam anusnya. Agak longgar. Aku jadi yakin sekali bahwa polisi ini pecinta kontol; mana ada pria tulen yang anusnya longgar seperti dia! Kumainkan telunjukku di dalam anusnya, kutusuk cukup dalam dan kutekan-tekan prostatnya. Polisi itu mengerang agak keras dan batang kontolnya berkedut-kedut. Kumasukkan jari tengahku dan kuobok-obok anusnya, kali ini ia mengerang pendek-pendek. Kumasukkan satu jari lagi. Muat juga. Berarti polisi ini bisa disodok kontol segede apapun. Aku jadi ngaceng kembali memikirkannya, maka kukocok-kocok kontolku dengan cepat sampai mengeras. Nah sekarang, gimana caranya nyodok tanpa membangunkannya ya? Dan posisinya telentang seperti ini, gimana caranya nyodok...

Seakan bisa membaca pikiranku, polisi itu mendadak mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping. Aku mengamat-amati posisi tidurnya ini. Lubang anusnya agak tertutup, tapi kurasa aku bisa membuka kakinya... Aku memosisikan diri di dekat pantatnya, lalu kubuka kakinya perlahan-lahan. Kukocok sebentar kontolku supaya keras kembali, lalu perlahan-lahan kudorong ke lubang anusnya. Seret juga tanpa pelumas begini, tapi kepalang tanggung... Kudorong terus pinggulku tanpa peduli apakah polisi itu merasakan sakit atau tidak; ah dia pasti bisa tahan sakit! Kuhentakkan pinggulku dan akhirnya kontolku masuk semuanya di dalam anusnya. Aku tidak pernah nyodok seseorang dalam posisi seperti ini, jadi kucoba cari posisi yang nyaman. Pertama aku mencoba berbaring di belakangnya dan menyodoknya, tapi posisi itu sulit sekali. Akhirnya aku meniduri tubuhnya, dan sodokanku berbuah kenikmatan baik untukku dan untuk polisi itu. Kami berdua balas-berbalas erangan selagi aku memompakan kontolku di dalam anus polisi itu.

Dan ia benar-benar bot tulen karena ia akhirnya muncrat duluan. Tembok dan ranjangku jadi belepotan spermanya, tapi biar lah... Aku sendiri tak lama kemudian menumpahkan spermaku di dalam pantatnya. Aku pun merebahkan diri di samping polisi itu, sambil tetap membiarkan kontolku berada di dalam pantatnya, dan akhirnya tertidur juga kelelahan.

Entah aku tertidur berapa lama, tapi sepertinya hujan sudah berhenti. Udara masih terasa dingin, harusnya fajar sudah menjelang. Tapi aku merasakan sesuatu yang nikmat di antara kedua kakiku. Seingatku tadi malam aku tertidur dengan kontolku di dalam anus si polisi... Aku mencoba membuka kedua mataku walaupun terasa berat, dan aku melihat pemandangan yang cukup langka. Polisi itu ternyata sudah bangun, kemeja seragamnya sudah dikenakan kembali, dan ia sedang menduduki kontolku, bergerak naik turun mengentot anusnya menggunakan kontolku. Kadang ia hanya diam menduduki kontolku, mungkin kelelahan. Kuputuskan untuk menikmati permainannya beberapa saat dan berpura-pura masih tidur, walaupun aku tak bisa menahan eranganku. Tapi lama-lama aku ingin melihat pemandangan langka itu. Dan aku pun membuka mataku.

"Ah Mas sudah bangun?" sapanya sambil terlihat malu sekali. "Lha Masnya bangunin sih..." "Maaf Mas, saya  nggak tahan soalnya." Wah yang tadi malam masih belum cukup juga toh? "Tadi malam memang saya menikmati permainan Mas, tapi saya masih pingin lagi." "Ah ga pa pa Mas, punya peler segede itu memang repot kok, pasti susah nahan nafsu ya?" Polisi itu tertawa kecil. "Lanjutin aja Mas, saya juga pingin lihat polisi naikin kontol saya." Aku pun mengambil bantal untuk menopang kepalaku sambil aku menonton polisi itu menggenjot kontolku. Benar-benar sensasional. Kontolnya yang tegang itu terayun-ayun, suara bola-bola kontolnya beradu dengan perutku membuat suasana semakin panas. Walaupun sudah sering disodok, polisi itu pintar memainkan lubang anusnya sehingga mencengkeram kontolku dengan kuat. Sesekali peluhnya menetes di tubuhku.

"Aaahhh mau keluarrrr...," erangku. Polisi itu dengan sigap menghentikan entotannya. "Lho kok berhenti Mas? Tanggung nih..." "Saya pingin Mas nembak di mulut saya, boleh?" "Boleh aja, isep kontolku cepat!" Ia langsung nungging di sebelahku dan menghisap kontolku kuat-kuat. "Oooooohhhh... Polisi suka ngisep ya... isep tuh batang kontolku... Mmmmhhhh... Aaahhh rapetin lagi... Aaaahhh...Uuuuhhh... Mau keluaaarrr..." Aku mengangkat pinggulku dan menusukkan kontolku dalam-dalam, membuatnya agak tersedak, dan menembakkan pejuhku sebanyak-banyaknya. Aku pun terengah-engah di atas ranjang. "Enak Mas pejuhnya, gurih, anget... Pas buat sarapan." "Lah tahu gitu tadi malam ga dikeluarin semua Mas, biar kenyang minum pejuhku..." Polisi itu tertawa kecil. "Kalau gitu pejuhmu saja diminum sendiri." Aku beranjak mendekat dan menjilati kontolnya, membuatnya mengerang. "Pake celananya Mas, aku pingin ngisep polisi yang masih pake seragam lengkap." Ia pun menuruti perintahku. "Masnya duduk aja di tepi ranjang, atau sandar di tembok juga bisa." Aku pun langsung membuka resleting celananya dan mengeluarkan batang serta bola-bola kontolnya yang raksasa itu. "Kontolnya keren abis Mas," pujiku sambil mengelus-elus batangnya yang keras itu, precum sudah meleleh di ujungnya. Ia hanya tertawa. "Pasti banyak yang suka." "Ah ndak juga Mas, saya jarang kok main." "Lha ini? Lagi pingin yaaaa?" Ia tersipu malu. Aku menjilat-jilat kepala kontolnya dan ia pun mendesah pelan. Tanganku meremas-remas bola-bolanya. "Pasti pejuhnya banyak nih Mas? Polisi perkasa nih." Ia tak berkomentar, hanya mengerang menikmati servisku pada bonggolan kejantanannya. Setelah kepala kontolnya basah, kugunakan tanganku untuk mengelus-elus kepala kontolnya sambil lidahku kini menjelajahi bola-bola kontolnya. Erangannya benar-benar seksi, membuatku semakin beringas menjilati seluruh bagian kontolnya. "Mau keluar Mas?" "Belum, isepin dong..." Kupenuhi permintaannya dan kuhisap-hisap batang kontolnya, sambil tanganku yang bebas mengelus-elus dan meremas-remas bola-bola kontolnya; sesekali kuelus-elus juga dadanya. "Mmmmhhh enak Maasss... ooohhh... aduh ngiluuuu... geli... aaaahhh... kencengin dikit Mas, mau keluar nih..." Polisi itu memegangi kepalaku dan menggerakkannya naik turun mengocok kontolnya, kurapatkan bibirku dan kusapukan lidahku ke segala penjuru kontolnya sambil tetap kuremas-remas bola-bola kejantanannya. "Mmmmmmhhhaaahhhh... keluaaaarrr.... ooooohhhhh..." Aku merasakan sesuatu yang hangat mulai memancar dari ujung kontolnya, dan akhirnya kurasakan juga gurih dan hangatnya pejuhnya. Cukup banyak juga pejuhnya sampai meleleh dari sudut mulutku. Setelah pancarannya melemah, kukeluarkan kontolnya dari mulutku dan langsung kucium polisi itu; kumainkan lidahku dan kupindahkan sebagian pejuhnya ke mulutnya. Benar-benar pengalaman yang tak bisa kulupakan.

Sejak saat itu, polisi itu pindah ke kamarku, walaupun kamarku jadi sempit tak karuan. Tak lama pun kami pindah ke kamar lain yang lebih besar, dan sejak saat itu aku selalu sarapan pejuhnya. Serangan fajar polisi kamar sebelah pun tak ada lagi, karena kini aku harus menghadapi serangan fajar polisi sekamar tiap harinya. Tapi aku menyukainya.

Senin, 11 Februari 2013

Laporan Perkosaan (bagian 3)

Cerita ini hanyalah rekaan semata, kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka. PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Cerita ini adalah sambungan dari cerita Laporan Perkosaan (bagian 1 bagian 2), dengan bagian ini menceritakan salah satu keputusan Zakaria untuk langsung memperkosa polisi Cinde.

Kuperhatikan polisi Cinde yang tergeletak begitu saja di atas ranjangku. Seragamnya basah oleh keringat. Kudekati dirinya dan kuhirup dalam-dalam bau keringatnya. Sungguh aroma yang membuatku melayang. Birahiku mulai naik kembali dibuatnya, tapi kucoba kutahan. Aku ingin melihat polisiku secara intim terlebih dahulu sebelum aku memperkosanya. Wajahnya yang tampan, matanya yang terpejam menunjukkan kelelahan. Kuelus-elus wajahnya; padahal baru pertama kali kenal tapi aku merasa sayang betul dengannya. Dadanya yang bidang... Perutnya... Dan kontolnya yang tergolek lemah, belum sempat kusarungkan kembali ke celana dinasnya yang ketat itu... Kuelus perlahan-lahan kontolnya. Tidak bangun, tentu saja karena pemiliknya sedang pingsan. Kuamati lebih dekat kontol polisi Cinde yang sekarang bisa kunikmati kapan saja aku mau. Kontolnya benar-benar indah, sudah disunat ketat, sedikit ada cairan di ujungnya, mungkin bekas spermanya tadi. Kujilat cairan itu. Mmmm lezatnya... Aku ingin menikmati kembali sari pati kejantanannya. Kemudian kulihat bola-bola kontolnya, begitu besar dan menggiurkan. Kuremas-remas bola-bola itu dengan gemas. Si polisi Cinde tidak bereaksi, rupanya kesadarannya belum kembali. Kucoba merangsang kembali kontolnya, namun sekuat apapun rangsanganku, kontol itu tidak bisa menegang penuh, hanya sempat membesar sedikit namun tak sekeras tadi. Mungkin aku harus menunggu si pemiliknya sadar lebih dulu.

Aku ingin sekali menelanjanginya, namun aku punya pikiran lain. Aku ingin memperkosa si polisi Cinde saat ia masih berseragam lengkap seperti ini. Nanti saja ketika ia bangun aku bisa menikmati bagian atas tubuhnya, tapi untuk sekarang, kontolku sudah berdenyut-denyut ingin mencicipi lubang pantat si polisi Cinde. Maka kubuka kait celana dinasnya dan melonggarkan ikat pinggang putihnya yang besar itu. Celana dalamnya sudah sedikit melorot, berwarna abu-abu tua. Kupelorotkan celananya sampai sebatas lutut; baru saat itu aku sadar polisiku Cinde masih memakai sepatu butsnya. Ah biar saja deh, supaya semakin seksi...

Dan akhirnya aku melihat daerah selangkangannya.

Daerah itu ternyata putih juga, selaras dengan kulit tubuhnya yang berwarna sawo matang itu, walaupun aku baru melihat wajah dan tangannya yang tidak terselubung lengan panjang seragam dinasnya itu. Mulus pula, tak ada bulu jembut di situ. Aku jadi penasaran dengan dada dan perutnya, namun kutahan sejenak. Kuambil bantal dan kuganjalkan pada pantat si polisi Cinde. Hmmm... lubang pantatnya berwarna merah ranum kelihatan rapat sekali... Kuambil pelumas lalu kuoleskan di salah satu jariku. Dengan perlahan kumasukkan jari itu ke lubang pantatnya. Si polisi Cinde sempat mengerang sedikit, namun matanya tetap terpejam. Mungkin ia bisa merasakan jariku mulai menembus pertahanan lubang pantatnya; sesuatu yang kebanyakan polisi pertahankan agar tidak jebol. Namun kali ini si polisi Cinde harus pasrah lubang pantatnya jebol, hahaha... Sejenak kucoba kurangsang prostatnya, dan kali ini aku mendapatkan reaksi yang kuharapkan. Kontolnya mulai bangkit kembali, walaupun masih belum sekeras tadi. Aku jadi bertanya-tanya, apa si polisi Cinde ini benar-benar pingsan atau tidak. Kumasukkan jari kedua, sedikit erangan dari mulut si polisi Cinde, dan aku tidak sabar lagi. Siap atau tidak, terimalah kontolku! Kunaikkan kedua kakinya ke bahuku, lalu aku mengocok kontolku hingga keras kembali, dan...

Blessss...

Ummmhhh, sempitnya lubang pantat si polisi Cinde! Aku kesulitan menembus pertahanan lubang pantatnya, walaupun tadi dua jariku sudah masuk. Si polisi Cinde tidak bereaksi, tubuhnya pasrah kuperkosa. Karena ia tidak bisa melebarkan lubang pantatnya, aku harus ekstra keras memasukkan kontolku, walaupun kadang-kadang terasa sakit. Gesekan lubang pantatnya di kontolku benar-benar luar biasa sensasinya! Setelah beberapa menit, akhirnya kontolku semuanya masuk ke dalam pantat si polisi Cinde. Aku mencoba menggoyang-goyangkan pinggulku untuk mencoba merangsang prostatnya, tapi kontolnya hanya berayun lemah tak berdaya. Rangsangan jariku tadi tak bisa menjaga ereksi kontolnya. Ya sudah lah, nunggu nanti dia sadar. Sekarang kuperkosa dulu...

Mmmmhhh... sensasinya berbeda sekali dengan mengentot orang yang masih sadar... walaupun sebenarnya raut wajah yang dientot bisa membuatku semakin ganas, kali ini aku sudah cukup terangsang melihat wajah polisiku Cinde yang masih tergeletak tak sadarkan diri. Bagaimana badannya terguncang ke sana kemari ketika aku memompakan kontolku yang perkasa ini di dalam pantatnya, pahaku beradu dengan kulit pantatnya yang kenyal dan semok itu, kontolnya sendiri lemas dan tergoncang ke sana kemari... Aku jadi agak merasa bersalah karena kenikmatan ini hanya kurasakan sendiri, tapi kapan lagi aku bisa memperkosa polisi yang sedang pingsan? Walaupun nanti setelah ia sadar tentu aku bisa memperkosanya kembali, dan aku bisa memperkosa polisi ini kapan saja aku mau. Peluhku mulai bercucuran membasahi dadaku.

Dan akhirnya kenikmatan itu datang juga. Nafasku mulai memburu, pinggulku menegang, dan...

Crooooottt... Sebuah muncratan panjang mengawali orgasmeku di dalam tubuh si polisi Cinde. Aku terus memompakan kontolku selagi spermaku mulai memenuhi rongga pantatnya, dan setelah sembilan semprotan rasa lega itu pun menerpa. Terengah-engah aku dibuatnya. Kutunggu sampai kontolku melemas, baru kucabut kontolku dari lubang pantatnya. Kulihat cairan putih mulai meleleh dari lubang pantatnya, maka kujilat dan kuhirup sendiri spermaku. Hangat, legit, gurih. Setelah tak ada lagi yang bisa kuhirup, kuletakkan kembali kedua kakinya di atas ranjang.

Sekarang, bisakah aku membuat polisiku Cinde muncrat dalam keadaan pingsan begitu?

Tak ada salahnya dicoba. Aku membenamkan wajahku di selangkangan polisi itu. Aroma kejantanannya begitu kuat, kuhirup pelan-pelan. Normalnya saat ini aku bakal mendengar erangan rekan mainku, tapi berhubung si Cinde masih pingsan... atau dia mulai sadar ya? Aku mendengar erangannya, walaupun pelan. Aku memejamkan mataku, lalu menghirup aroma selangkangan si polisi Cinde sambil mengurut-urut kontolnya. Lama sekali sampai kontolnya cukup keras untuk bisa kukocok, itupun precum-nya tidak keluar. Baru saja mau kuhisap...

Dering telepon genggam membuyarkan suasana erotis yang sudah kubangun sejak lama. Sedikit menggerutu, kucari asal muasal telepon itu. Tidak mungkin ada yang meneleponku jam segini, jadi kayanya ini punya si Cinde. Betul saja, telepon genggamnya rupanya selip jatuh di ranjang ketika aku membuka celananya tadi. Kulihat sekilas si Cinde, ia masih belum sadar betul. Siapa sih yang telepon jam segini?

Parno. Sejenak aku bimbang apakah mengangkat telepon itu. Apa yang harus kukatakan nanti kalau dia tanya Cinde di mana? Dering sempat terhenti, dan ketika kutoleh selangkangan si Cinde, aku sebal betul karena kontolnya kembali lemah lunglai. Parno harus membayar semua ini! Tak lama telepon itu berdering lagi, dan kali ini kuangkat.

"Halo?"
"Cinde? Di mana kamu? Aku sudah selesai dinas."
"Sori, tapi Cinde lagi tidur. Telepon lagi nanti ya."
"Ini siapa? Pacarnya ya?" Lho dari mana dia tahu? Apa si Cinde sudah cerita?
"Kalau iya, kenapa?"
"Mau main bertiga denganku?" Wah nantang nih Parno...
"Boleh, tapi aku nggak mau kamu tusuk dan kamu harus mau kutusuk. Ganggu aja telepon jam segini..." Aku sengaja berlagak agak marah.
"Oke ga masalah. Aku harus ke mana?" Kuberitahukannya alamat rumahku. "Sebentar lagi aku ke sana." Telepon pun ditutup. Sebenarnya aku tidak terlalu terangsang dengan si Parno, tapi siapa tahu aku salah. Dan baru terlintas di pikiranku, bagaimana nanti ketika si Cinde sadar dan melihatku sedang memperkosa Parno rekannya? Tapi kapan lagi aku bisa threesome dengan polisi?

Aku pun kembali ke mainanku, kontol si polisi Cinde. Kuamat-amati kontolnya kembali, sebelum kumasukkan kontolnya ke dalam mulutku dan kukenyot-kenyot. Walaupun belum ngaceng, kekenyalan kontolnya cukup pas untuk dikenyot. Dan kurasa Cinde mulai agak sadar karena sedikit-sedikit ia mengerang, walaupun kontolnya belum terlalu keras. "Cinde? Cinde sayang...," panggilku. Tak ada respon. Kulanjutkan kembali mengenyot kontolnya, sambil kali ini kususupkan tanganku ke dalam seragam atasnya. Ah dia menggunakan kaos dalam coklat itu rupanya... kususupkan tanganku ke dalamnya, dan hadiahku berupa perut datar si polisi Cinde. Tidak six pack sih, tapi kurasa ia cukup rajin latihan karena di beberapa tempat otot perutnya mulai terbentuk. Kuelus-elus perut itu, berharap Cinde bisa mulai tersadar dan menikmati kembali rangsanganku. Aku mengubah posisiku sehingga aku bisa mengelus-elus dadanya sambil tetap mengisap kontolnya. Dadanya sendiri cukup mulus, aku hanya merasakan bulu-bulu halus di sana. Dan akhirnya kutemukan yang kucari: puting susunya. Kumainkan salah satu puting susunya. Beberapa rekan mainku bisa terbangun ketika kumainkan sambil tertidur, dan mungkin si polisi Cinde bisa sadar gara-gara rangsangan di puting susunya...

...setelah beberapa lama akhirnya aku mendapatkan reaksi yang kuharapkan. Cinde mulai sedikit sadar, ia menggeliat sedikit walaupun matanya masih tertutup, dan mengerang pelan. Kontolnya sendiri belum terlalu keras. "Cinde? Cinde sayang...," panggilku. Ia hanya menggumam pelan. "Sayang, kamu udah sadar?" Aku memutuskan menyudahi kenyotanku dan berbaring di sampingnya menatapnya, sambil tanganku tetap mengelus-elus kontol kesayanganku itu. "Sayaaannnggg..." Kukecup dahinya sekali-dua kali. Perlahan-lahan Cinde pun membuka matanya. "Mmmmhhh...," erangnya pelan. "Di... mana... aku...?" "Tenang Sayang, kamu ada di kamarku. Sori ya aku tadi keterlaluan mainin kontolmu, sampai kamu pingsan gini." Tak lupa kuelus-elus kontolnya, membuatnya mengerang pelan. Ia hendak bangkit, namun rupanya rasa perih menerpanya, membuatnya mendesis. "Sssshhh... kamu... kamu..." "Sori ya Sayang, tadi kamu kumasukin. Aku nggak tahan soalnya..." Cinde hanya mendesis pelan, tapi ia tidak mengatakan apa-apa lagi, membuatku bersalah. "Kamu nggak marah kan?" Kucoba merayunya dengan menciumnya, namun ia tidak merespon ciumanku.

Dan sekali lagi telepon genggam Cinde berdering. "Cinde?" aku bisa mendengar suara si Parno. "Aku sudah di depan rumah pacarmu. Bukain pintu dong..." "Eh? Ngapain kau ke sini?" "Katanya mau main bertiga?" "Siapa bilang?" "Pacarmu tadi. Cepet bukain pintu dong..." Aku tak berani menatap Cinde saat itu. "Kamu ajak dia ke sini?" tanyanya. "Tadi dia telepon waktu kamu pingsan, dia sendiri yang minta..." "Bentar lagi aku keluar No, tunggu aja." "Cepetan ya!" Tanpa kuduga Cinde meraih kontolku dan meremasnya agak keras, membuatku mengerang. "Kau sudah memerkosaku waktu aku pingsan, dan sekarang kau ajak Parno untuk memerkosaku juga? Gitu ya, baru jadian sudah memanfaatkanku!" "Habis aku harus jawab apa? Dia sendiri yang nantang! Aargh..." Cinde memperkeras remasannya. "Ngilu Sayang..." "Tapi enak kan?" Tak kuduga jawaban itu sebenarnya. Cinde pun melepaskan remasannya dan berkata, "Sudah sana, bukain Parno! Biar kuperkosa dia, setelah aku memerkosamu!" "Kamu nggak marah kan?" "Sudah kepalang tanggung, toh kau juga pasti mau memerkosaku. Enak kan merkosa polisi pingsan?" Aku hanya nyengir, lalu mengenakan sarungku dan bergegas membuka pintu, sementara Cinde hanya tiduran di atas ranjangku. Parno memakai jaket hitam, motornya lebih besar dari motor Cinde, dan setelah pintu kututup ia hanya duduk di sofa. "Cinde mana?" tanyanya. Rupanya ia sungkan juga denganku. "Dia ada di dalam, bentar kupanggilkan." Namun, tanpa harus disuruh Cinde rupanya sudah berjalan sendiri ke ruang tamu. "Kenapa kau Nde?" tanya Parno keheranan. "Jalanmu kok agak pincang gitu?" "Iya nih sialan, aku diperkosa pas pingsan sama dia!" jawabnya enteng. "Dan kau ganggu saja!" "Eh aku kan juga pingin main Nde, udah lama nih..." Ia mengelus-elus tonjolan kontolnya yang sudah mulai membesar itu. "Ya sudah, pilih mau diperkosa siapa!"

Dan malam itu benar-benar menjadi malam tak terlupakan. Aku threesome dengan dua orang polisi, dan kali ini aku yang memegang kendali. Mereka mengambil peran sebagai dua orang polisi yang bertugas menangkap penjahat, namun mereka berdua justru tertangkap. Pertama-tama koborgol tangan kedua polisi itu, dan mereka kusuruh berdiri dengan kaki terbuka di hadapanku yang duduk di sofa. Aku berpura-pura menyiksa mereka dengan meninju selangkangan mereka, dan mereka pura-pura mengerang kesakitan ketika tinjuku, yang tentu saja hanya main-main, mendarat di tonjolan selangkangan mereka. Setelah puas, aku hanya meraba-raba bola-bola kedua polisi itu hingga kontol mereka ngaceng, dan mereka memohon-mohon untuk dimainkan kontolnya. Maka kubuka resleting celana coklat mereka dan kukeluarkan batang kontol mereka. Aku punya rencana untuk memerkosa sekaligus diperkosa, maka kontol si polisi Cinde kuhisap-hisap sementara kontol si polisi Parno hanya kukocok-kocok. Aku tidak mau jiwa top Parno muncul. Beberapa saat kemudian kami pindah ke kamar, dan aku menyuruh Parno menghisap kontolku selagi aku tetap menghisap kontol si polisi Cinde. Erangan demi erangan memenuhi kamar tidurku. Setelah kurasa siap, aku pun memelorot celana si polisi Parno, sementara aku sendiri sudah telanjang bulat. Kubuka borgol si polisi Cinde, sementara si polisi Parno kusuruh tengkurap di ranjang. Kubuka borgolnya dari satu tangan, dan dengan cepat kukunci kembali borgol itu di tepi ranjangku. Kugunakan juga borgol si polisi CInde untuk mengikat tangan Parno satunya. "Eh? Aku mau diapakan?" tanyanya gugup. "Jangan berisik kalau kau mau selamat!" ancamku. "Tenang aja No, kamu pasti menikmatinya kok," ujar Cinde. Sepertinya ia tahu maksudku. Tapi mungkin ia tidak tahu rencanaku sebenarnya. "Sebentar Sayang," ujarku. "Aku yang akan menembus lubang pertahanannya." "Lalu aku?" "Kamu tembus punyaku." "Wooo, kuda-kudaan nih jadinya? Perkosa-perkosaan? Siapa takut?" Parno agak ketakutan mendengar rencanaku, "Eh eh... apa-apaan ini? Aku belum pernah dimasukin!" "Siapa suruh ke sini!" sergah Cinde. "Kau akan menikmatinya Parno..."

"Nungging!" bentakku sambil menampar pantat Parno. Ia mengerang, namun ia pun melakukannya. Kutampar pantat Parno beberapa kali sampai agak kemerahan. Lalu aku pun menaikinya, dan... Blessss... Erangan itu takkan pernah kulupakan: eranganku merasakan sempitnya pantat si Parno mencengkeram kuat kontolku, bersamaan dengan erangan kesakitan si Parno yang masih perawan. Cinde tertawa melihatnya. "Parno Parno, kaya cewek aja teriakmu!" "Sakiiiiitttt...," desis Parno sambil menahan sakit. "Ayo Yang masukin aku!" Cinde pun mengambil posisi di belakangku, mengocok-ngocok sejenak kontolnya, dan... Blessss... "Ugh..." Walaupun tadi dia sudah memasukiku, ia juga memaksakan kontolnya langsung masuk ke pantatku. "Sakit Yang?" bisiknya. "Kau balas dendam ya..." Ia hanya tertawa kecil.

Dan di sinilah aku sekarang, dijepit dua orang polisi, satu kuperkosa, satu memerkosaku. Aku belum pernah mengalaminya sebelumnya, walaupun sesekali aku pernah threesome. Aku mencoba menyelaraskan hentakan pinggulku di pantat si polisi Parno dengan hentakan pinggul si polisi Cinde. Kami berdua mengerang kenikmatan seiring dengan tiap hentakan, dan walaupun awalnya kesakitan, lama-lama si Parno menikmatinya juga. Aku hanya bisa memainkan kedua puting susu si Parno sekaligus menjaga keseimbangan karena tenaga si Cinde ternyata besar juga, membuatku selalu terhempas ketika ia menancapkan kontolnya dalam-dalam. Dan walaupun ia sudah kubuat muncrat sampai pingsan, kali ini tenaganya benar-benar luar biasa. Si Cinde sendiri sesekali mendikte hentakanku dengan menarik-dorong pinggulku, dan aku pasrah saja dibimbingnya. Sampai akhirnya tanpa bisa kutahan aku muncrat duluan, tapi untungnya itu membuat pantatku mencengkeram kuat kontol si polisi Cinde, sehingga tak lama kemudian ia muncrat juga. Kami berdua terengah-engah ambruk di atas tubuh si polisi Parno, membuatnya meronta-ronta. Justru itu membuatku dan Cinde semakin bernafsu atas tubuh si polisi Parno. Aku membuka kedua borgolnya hanya untuk membuatnya telentang, dan kini aku bekerja sama dengan Cinde mengerjai tubuhnya. Aku kebagian mengerjai kontolnya, sama seperti aku mengerjai kontol Cinde tadi, sementara Cinde sendiri mengerjai dada Parno. Seragamnya sama sekali tidak ditanggalkan, hanya dibuka begitu saja, bahkan kaosnya disobek si Cinde dengan perkasanya, membuat Parno seakan benar-benar diperkosa habis-habisan. Dan tentu saja ia memang diperkosa habis-habisan. Aku membuatnya muncrat, namun rangsanganku tidak kuhentikan sampai ia menggeliat-geliat meminta ampun, aku terus mengocok dan menjilat kontolnya. Cinde menciumnya ketika ia meronta-ronta, sehingga erangannya tertahan. Dengan nakalnya si polisi Cinde tetap mengerjai tubuh rekannya itu, dan kontol si Parno pun akhirnya tegang kembali, namun tak sampai lima menit ia pun muncrat lagi. Kembali tidak kuhentikan rangsanganku, dan si Cinde sepertinya kompak denganku.

Sampai akhirnya Parno muncrat untuk ketiga kalinya, dan ia kehabisan tenaga. Selanjutnya tak perlu kuceritakan di sini, karena si Cinde terangsang kembali untuk memerkosa rekannya yang pingsan. Sama seperti apa yang kulakukan tadi. Aku hanya tersenyum melihatnya, sepertinya para polisi ini juga doyan memerkosa.

Kurasa aku akan membuat laporan perkosaan lagi di kota baru nantinya...