Rabu, 06 Oktober 2021

Apakah ini hanya mimpi...?

Cerita ini hanyalah rekaan semata, kesamaan nama dan tempat hanyalah kebetulan belaka. PERINGATAN: Konten ini mengandung materi dewasa dan homoseksualitas. Jika Anda tidak dapat menerima materi ini, segera tinggalkan blog ini.

Cerita ini terinspirasi mimpi Fei sendiri (sudah lama sih sebenarnya, pernah Fei ceritakan sekilas di Twitter). Baru beberapa waktu yang lalu Fei mencoba membayangkan mimpi itu lagi, terutama saat lagi pingin. Ini salah satu hasilnya.


Andaikan bisa, siapa yang sebenarnya ingin berurusan dengan kepolisian, ya kan?

Namun, kadang-kadang hal itu tidak bisa dihindari. Membuat SIM, mengurus STNK, meminta SKCK.

Yang akan kuceritakan di sini adalah sebuah urusan yang... unik. Menarik, dan bagi beberapa orang, seperti impian yang jadi kenyataan.

Panggil saja aku Mario. Umurku saat ini sudah menginjak pertengahan 30-an. Sudah tua ya? Aku adalah seorang staf administrasi di salah satu institusi pendidikan di Surabaya. Gajiku mungkin tidak sebesar teman-temanku yang bekerja di perusahaan atau apalah, namun paling tidak cukup untuk membiayai hidupku sendiri. Ya, aku hidup sendiri. Tadinya aku sempat mempunyai istri, namun istriku mengkhianati aku dengan menyukai pria lain yang bahkan belum pernah ia temui di dunia nyata. Ia tiba-tiba pergi begitu saja ke Jakarta, meninggalkan aku sendirian dengan hati terluka. Itu lima tahun lalu. Sekarang aku adalah seorang duda; hidup sendiri namun bahagia karena pekerjaanku. Karena rekan-rekanku. Dan karena fantasiku.

Ya, aku juga suka berfantasi dengan pria-pria berseragam seperti kamu yang sedang membaca kisahku. Dan pemilik blog ini, tentu saja. Aku bahkan memiliki beberapa seragam yang semuanya kubeli daring secara diam-diam dan menyicil. Aku sudah punya seragam polisi, tentara, dan satpam (untungnya aku masih bisa mendapatkan seragam satpam yang lama, yang putih-biru, sebelum digantikan menjadi mirip seragam polisi).Aku sendiri mengidentifikasikan diriku sebagai seorang biseksual, walaupun aku tidak pernah bercinta dengan lawan jenisku. Bahkan dengan mantan istriku saja tidak. Aku lebih menyukai bercinta dengan sesama pria. Entah mengapa, aku lebih mendapatkan kepuasan tersendiri dengan memainkan kontol, yang tentu saja hanya bisa kaudapatkan dari seorang pria. Sayangnya, aku sendiri belum pernah bercinta dengan polisi, walaupun karya-karyaku sudah banyak beredar di Internet, bahkan disalin ke sana kemari, dan dibaca ribuan kali.

Sampai hari yang tak terduga itu pun tiba.

Seperti biasa, siang itu aku pun bekerja di meja administrasiku bersama seorang rekanku. Hari itu adalah hari yang cukup sibuk, bertepatan dengan berakhirnya semester ajar. Banyak hal yang harus diurus memang, sehingga aku tidak sempat memeriksa HP-ku. Sesekali memang ada telepon dan kuangkat, tapi hanya itu. Waktu itu hari Jumat, hampir mendekati istirahat jumatan. Permintaan layanan sudah mulai berkurang, sehingga aku bisa bernafas lega sejenak. Kuambil HP-ku dan iseng-iseng kubuka WhatsApp-ku. Cukup ramai di grup petugas administrasi, sepertinya mereka juga mulai lowong. Kubaca dan kubalas, sesekali dengan canda tawa.

Hingga akhirnya aku sampai pada sebuah pesan. Dari nomor tak dikenal, tidak ada foto profil juga. Ada dua pesan. Kubuka pesan itu.
08.15 Hari ini aku jemput kamu, siap-siap sekitar jam 11.
10.30 Otw
Eh? Kucoba membuka detail profilnya, namun tidak ada informasi apapun di sana. Aku tidak ingat ada temanku yang memakai nomor itu, dan aku juga tidak ingat pernah kontak dengan "teman-teman sepermainan". Biasanya aku akan menyimpan nomor mereka. Apa ini orang baru ya?, pikirku. Maka kubalas saja:
11.07 Maaf, siapa ya ini?
Centang dua. Belum dibaca. Tapi tak perlu lama sebelum HP-ku berbunyi lagi.
11.08 Sudah sampai.
Ha? Semakin aneh saja WA-nya. Sayangnya ada siswa yang membutuhkan layananku, jadi aku belum sempat membalas. Sampai akhirnya sekitar lima menit kemudian aku mendengar suara langkah yang agak berat, seperti langkah berderap. Awalnya kukira itu Sutrisno, satpam yang biasanya patroli di lingkungan kerjaku beberapa jam sekali. Tapi bukannya ini belum jamnya ya? Dia biasanya 4 jam sekali mulai jam 8, dan toh ini hampir waktunya jumatan... Aku tidak menyadari bahwa beberapa menit sebelumnya Sutrisno sempat WA aku:
11.12 Mar, kowe digoleki polisi nggowo surat, langsung nang nggonmu, aku ora oleh ngandani (Mar, kamu dicari polisi membawa surat, langsung ke tempatmu, aku nggak boleh ngasih tahu)
11.12 Ono masalah opo awakmu atek diparani polisi? (Ada masalah apa kamu sampai dihampiri polisi?)
Aku terlambat membacanya. Pintu pun terbuka, dan aku melihat dua orang polisi berseragam lengkap memasuki ruang kerja di departemenku. Eh? Aku pun sejenak kasak-kusuk dengan rekanku sebelum mereka menghampiri mejaku. Aku pun berdiri dan menyapa dengan ramah, "Selamat siang Bapak-Bapak, ada yang bisa saya bantu?"
"Selamat siang, dengan Bapak Mario?" salah satu polisi itu memberi hormat, membuatku kikuk. Aku pun menjawab, "Iya Pak, dengan saya sendiri, ada keperluan apa ya?"
"Kami membawa surat perintah penyidikan yang memerlukan kooperasi dari Bapak Mario." Ia menyerahkan selembar surat yang langsung kubaca dengan cepat. Hatiku berdegup kencang, aku gugup membacanya. Sepertinya saat itu semua mata sedang tertuju padaku. Sekilas aku menyimpulkan, ada sebuah kasus yang membutuhkan bantuanku. Nggak salah kah ini? Aku bisa apa? Apa kejadian yang mungkin aku terlibat di dalamnya? Di surat itu tidak dituliskan jelas, kecuali keterangan bahwa detail akan diberikan nanti di kantor polisi. "Bisa bicara sebentar dengan atasan Pak Mario?" polisi kedua bertanya.
"Se...sebentar Pak, akan saya panggilkan," jawabku gugup. Kena masalah apa aku ini? Rekanku segera menghubungi kantor atasanku lewat telepon, walaupun sebenarnya jaraknya cukup dekat. Begitu telepon ditutup, rekanku menjawab, "Silakan Bapak-Bapak, Pak Hermawan ada di kantornya." Kukembalikan surat perintah itu dan salah satu polisi beranjak ke kantor Pak Hermawan sambil membawa surat itu. Satu yang tinggal, kulirik nama di dadanya. Peter. Kucoba bertanya padanya, "Mmmm...mohon maaf Pak Peter, namun saya dipanggil dalam keperluan apa ya?"
"Maaf Pak Mario, saya tidak berhak memberitahukan di sini. Saya hanya bertugas menyampaikan surat perintah tersebut dan menjemput Pak Mario. Jika atasan Bapak mengizinkan, setelah ini kita langsung ke kantor polisi."
"Saya tidak salah apa-apa kan Pak? Saya... apa saya... melanggar hukum?"
:Saya tidak berhak memberi tahu Pak Mario," jawabnya tegas. "Semua pertanyaan silakan diajukan nanti di kantor polisi." Jawabannya membuatku semakin tegang. Aku sama sekali tidak ingat sudah melakukan sesuatu yang melanggar hukum. Kecuali... apakah mereka tahu aku penulis blog cerita dewasa? Gawat... apa aku akan dikenai UU ITE tentang pornografi? Tapi aku tidak pernah memberi gambar syur di blog, hanya tulisan saja. Apa itu termasuk pornografi? Tapi di blog itu aku sudah mengaktifkan peringatan bahwa ini blog dewasa... Pikiranku melayang ke mana-mana sampai akhirnya atasanku keluar dari kantornya menghampiriku. "Pak Mario, sepertinya Bapak dibutuhkan untuk sebuah kasus tertentu, yang detailnya saya tidak diberi tahu. Saya hanya diberi tahu bahwa Pak Mario mungkin terkait dengan sebuah tindakan tertentu, yang butuh diklarifikasi, namun saat ini Pak Mario dipastikan tidak bersalah sampai terbukti sebaliknya. Pada dasarnya kami adalah institusi yang taat hukum, jadi kami akan mematuhi surat panggilan ini. Jadi Pak Mario silakan ikut saja dulu ke kantor polisi bersama Bapak-Bapak ini, pekerjaan lainnya silakan Bu Laila yang handel ya. Kalau tidak selesai, bisa dilanjutkan Senin besok saja. Saya sudah telpon ke atas dan Pak Mario diberi dispensasi untuk presensi kerja hari ini. Kalau ada apa-apa nanti hubungi saya ya Pak."
"Baik Pak Hermawan," aku hanya bisa menjawab pendek. Segera kukemasi barang-barangku lalu mengikuti kedua polisi itu dengan hati berdegup. Semua mata tertuju padaku selagi kami melangkah keluar dari kantor, beberapa berkasak-kusuk sendiri. Memang aku ingin bertemu dengan polisi, tapi bukan dalam kondisi seperti ini... Untuk menenangkan diri, kucoba mengecek HP-ku lagi. Ada pesan baru di WA-ku, dari orang misterius itu lagi.
11.27 Jangan takut. Ikut saja.
11.27 Impianmu akan terwujud sebentar lagi
Semakin bingunglah aku membaca WA itu, tanpa menyadari bahwa salah satu polisi itu juga sedang menggunakan HP-nya. Selagi berjalan mengikuti mereka, aku menyadari ada hal yang aneh. Mereka berdua memang mengenakan PDL, tapi kopel mereka berbeda. Satu hitam, satu putih. Kenapa ada polantas yang menjemputku? Bukannya mereka hanya bertugas mengatur lalu lintas ya? Sebenarnya apa yang terjadi? Pikiranku berkecamuk ke mana-mana hingga akhirnya kami sampai di lapangan parkir. Sampailah di mobil patroli mereka...

Mobil patroli? Dari cat di mobilnya, aku bisa mengenali bahwa itu mobil patroli polantas. Kok... aku semakin bertambah bingung. Apalagi yang masuk di bangku pengemudi bukan si polantas, melainkan Pak Peter yang aku baru mengamati kopelnya hitam. Dua-duanya mengenakan kepala kopel keemasan yang kusukai memang. "Silakan Pak Mario," ujar Pak Peter sambil membukakan pintu mobil belakang. Aku pun masuk di sisi kiri. Setelah masuk dan menutup pintu, bukannya berjalan ke depan, Pak Peter malah berputar dan masuk dari sisi kanan. Lho? "Kok nggak di depan Pak?" tanyaku keceplosan.
"Tidak apa Pak, supaya Pak Mario nyaman," jawab Pak Peter. Nada suaranya sudah tidak setegas tadi ketika di kantorku. "Ini langsung balik kantor kah Man?" tanya Pak Peter.
"Patroli dulu aja Ter, Pak Fahri juga masih jumatan kan jam segini."
"Oke siap 86." Ia menyalakan mobil dan mulai mengendarai mobil patroli itu keluar dari wilayah kantorku, mulai berkendara di jalanan padat kota Surabaya. Pak Peter mendadak tersenyum padaku dan berkata, "Maaf ya Pak Mario, njemputnya kaya gini. Atau boleh saya panggil Marten86?" Deg, jantungku seakan berhenti berdetak sejenak. Marten86, itu nama aliasku di Internet sebagai penulis blog dewasa, kutulis Mar1086 karena aku lahir tanggal 10 Maret 1986.
"Jangan khawatir Marten86, kami memang tahu identitasmu. Kamu yang suka menulis blog fantasi main dengan polisi kan? Sama kaya Fei Xiao Long yang sering nulis cerita polisi di Fei's Fantasy kan?" tanya Pak Peter lagi. "Kami berdua adalah salah satu penggemar beratmu, jadi kami pikir gimana caranya menghubungi kamu untuk kita enak-enak bareng. Pak Fahri itu juga fans beratmu, dia atasannya Pak Mansyur sedang nyetir. Pak Fahri yang merancang ini semua."
"Mmm... maksudnya?" Aku masih bingung dengan perkataan Pak Peter barusan.
"Pak Fahri ingin mewujudkan impianmu bermain dengan seorang polisi. Lumayan kan, belum apa-apa kamu udah dapet banyak jajaran anggota nih hahaha... Pak Fahri itu pamen, Kompol di bagian TIK, nanti kita ke Mapolrestabes ke kantornya. Pak Mansyur ini pama, AKP. Aku sendiri sih cuma bintara, rasanya kamu tahu kan pangkatku?"
"Mmmm... empat garis... Bripka?" jawabku, terdengar agak ragu-ragu namun sebenarnya aku hafal tanda pangkat Polri.
"Mantap Mar." Aku semakin bingung sebenarnya; bagaimana mereka yang berbeda tingkat sejauh itu bisa bekerja sama untuk... menculikku? "Fansmu sebenarnya ada cukup banyak dari semua jajaran anggota, tapi kali ini sama kami bertiga dulu. Keahliannya Pak Fahri memang berguna betul hahaha, dia bisa menggali informasi tentangmu!" Sudah kuduga cepat atau lambat mereka akan menemukanku... "Tapi kamu nggak usah khawatir, rahasiamu aman bersama kami."
"Betul Mar", AKP Mansyur menimpali. "Ini idenya Pak Fahri memang, dan kami berdua ditugaskan menjemputmu. Karena Beliau sedang jumatan, jadi ya kamu diserahkan ke kami sampai kira-kira jam satu nanti. Pak Peter monggo duluan, saya biar nyetir dulu keliling-keliling kota. Selain itu, saya ya kadung janji istri saya buat ngasih jatah malam nanti, jadi saya icip-icip bentar aja ga masalah. Pak Peter monggo, katanya dari tadi pagi udah penasaran sampe ngaceng terus hahaha!"
"Siap 86!" jawab Bripka Peter tegas walaupun ia tertawa juga. Ia pun beringsut mendekatiku. "Jangan takut Mar, kami tahu kamu sudah lama mengimpikan hari ini. Sekarang, impianmu menjadi kenyataan. Jangan sungkan-sungkan Mar. Kontolku milikmu." Ah, ia menggunakan judul itu... tentunya kau pernah membacanya ya kan, bersama dengan cerita-cerita lain di Fei's Fantasy yang bisa kamu baca tanpa harus bayar? Wah, kalau kamu bayar, mending langsung minta refund saja deh, sekalian laporin cerita dan penulisnya yah. Dengan malu-malu aku meletakkan tanganku di paha Bripka Peter, sebelum ia meraih tanganku dan membimbingnya ke tonjolan kontolnya. Ah, jadi ini yang namanya kontol polisi...

Perlahan-lahan kuelus-elus tonjolan kontol Bripka Peter. Aku sendiri punya celana PDL, namun akhirnya aku bisa juga mengelus-elus kontol seorang polisi dari celana PDL-nya. Benar, aku bisa merasakan batang kontol Bripka Peter sudah agak keras. Mungkin ia menahan horny-nya sedari tadi pagi, dan jangan-jangan waktu menjemputku ia juga dalam keadaan ngaceng. Bripka Peter membetulkan posisi duduknya agar lebih nyaman dan santai, serta sengaja membuka kakinya lebih lebar supaya aku bisa dengan leluasa memainkan kontolnya. AKP Mansyur sesekali melirik dari kaca spion, namun ia lebih banyak fokus ke jalanan. Bripka Peter merangkulku untuk duduk lebih dekat. "Nggak usah malu-malu Mar, ini kaca filmnya dari luar ga tembus ke dalam kok," ujar Bripka Peter meyakinkan diriku. "Mainkan kontolku sepuasmu."
"Siap 86!" jawabku sambil meremas kontolnya, membuat Bripka Peter pun mengerang. "Aaaahhh... sudah lama sekali aku pingin mengalami langsung ceritamu Mar. Kamu ahli remes-remes kontol rupanya. Mmmmhhh..."
"Apalagi kontol polisi," bisikku. Aku tidak lagi sungkan-sungkan pada dua polisi itu; mumpung mereka sendiri yang menawarkan kontolnya, ya kunikmati saja. Akhirnya semua yang kutulis bisa jadi kenyataan juga. Bripka Peter memejamkan matanya dan mendesah ringan selagi aku mengelus-elus kontolnya, sesekali meremasnya dengan mantap. "Aaaaah ah ah geli Mar," Bripka Peter mendesah ketika kumainkan jempolku di atas kepala kontolnya yang tercetak jelas di celana PDL-nya itu.
"Ini nanti mau sampe dikeluarin Pak?" tanyaku menggoda.
"Keluarin please. Aku sudah nyimpan semuanya untuk kamu Mar. Kamu pasti pingin merasakan pejuh polisi kan?"
"Aku mau. Pasti akan kutelan habis semua pejuhmu Pak Peter." Aku pun larut dengan permainan rangsanganku di kontol Bripka Peter, walaupun aku tahu polantas itu semestinya sudah siap dengan menu utama. Batang kontolnya sudah sangat keras. Perlahan-lahan kuelus-elus bagian tubuh Bripka Peter yang lain, sekaligus mengagumi berbagai atribut kepolisian yang melekat di seragamnya itu. Favoritku tentu saja adalah lencana kewenangan yang tersemat di dada kirinya, walaupun letaknya cukup jauh di atas puting dadanya. Ternyata Bripka Peter juga menikmati atributnya dikagumi. Ketika akhirnya aku kembali memainkan kontolnya, aku bisa merasakan bagian kecil di celana PDL-nya mulai basah. "Sudah becek nih Pak Peter?" godaku sambil memainkan jariku di ujung kepala kontolnya. Bripka Peter mengerang sambil menggelinjang. "Oooohhh yeeeaahhh... mainin Mar... Kocokin... isepin... please..." Aku pun menggodanya dengan mulai memegang resleting celana PDL-nya dan menurunkannya sebagian ke bawah, sebelum kuremas-remas lagi kontolnya. "Mmmmhhhh... ssssshhhh... nakal kamu Marten... berani ya sama polisiiiiii hhhh aaaahhhh..." Kuturunkan lagi resleting celananya dan merogoh ke dalam. Celana dalamnya begitu halus untuk dielus-elus, Bripka Peter bergetar dan sedikit menggelinjang saat kuelus-elus biji-biji kontolnya. Tanpa berlama-lama lagi, kukeluarkan batang kontol Bripka Peter yang sudah keras itu. "Hmmm... belum sunat nih Pak?" godaku sambil mengelus-elus kepala kontolnya yang separuhnya masih tertutup kulup. Bripka Peter hanya tersenyum mendengar pertanyaanku itu, dan ia segera mendesah kembali ketika kukocok-kocok perlahan batang kontolnya. "Aaaaahhh... enak Maaarrr... Oooohhh... mmmhhhh..." Kulihat AKP Mansyur melirik dari kaca spion untuk melihat sekilas permainanku dengan Bripka Peter. Kugesek-gesekkan kontolnya pada kepala kopelnya. "Aaaaahhh... nakal kamu Maarrr..." Cairan precum pun terus menetes dari kontol Bripka Peter, kugunakan sebagai pelumas tanganku untuk mengocok kontolnya. Batang kontolnya cukup besar dan panjang, kira-kira panjangnya 16cm dan tebalnya mungkin 6cm. Kontolnya yang belum disunat menarik perhatianku; aku agak jarang memainkan kontol yang masih berkulup. Kukocok-kocok dengan ringan dengan gerakan memutar hingga Bripka Peter menggelinjang. "Uuuuuhhh... ssssshhhh... mmmmhhh..." Desahan dan erangannya membuatku cukup terangsang sebenarnya, kontolku pun mulai bangun di dalam celana kerjaku, dan Bripka Peter cukup baik hati untuk mulai memainkan kontolku juga. Tidak terlalu lama kukocok kontolnya, karena aku masih mau sebuah sajian utama. Kurogoh kembali ke dalam celana PDL-nya untuk mengeluarkan kedua biji kontolnya. Setelah berhasil, kuubah posisi dudukku agar lebih nyaman. Dengan senyuman, kugenggam batang kontol Bripka Peter selagi kujilati biji-biji kontolnya. "Aaaahhh..." Bripka Peter menutup matanya dan mendesah, menikmati gesekan kasar lidahku pada biji-biji kontolnya. Kukenyot salah satu bijinya dan Bripka Peter pun mendesis. "Ssssshhh... ngilu Mar..."
"Ngilu-ngilu enak Pak Peter," godaku sambil mengelus-elus ujung kepala kontolnya yang terus mengeluarkan precum. "Aaaahhh..."
"Ahli banget ya kamu Mar," ujar AKP Mansyur. "Aku jadi ngaceng sendiri mendengar Peter."
"Yakin nggak mau nih Pak Mansyur?" godaku sambil beranjak maju dan berusaha mengelus-elus tonjolan kontolnya. Sedikit keras. "Nanti mau icip-icip dikit mungkin?" godaku sambil meremas kontolnya. AKP Mansyur pun mengerang pelan. "Takut keluar duluan aku Mar kalau Peter aja kaya gitu hahaha..."
"Bentar aja Pak, nanggung kan kontolnya udah ngaceng."
"Nanti aja Mar. Kamu balik puasin Peter dulu gih! Nanti lemes lagi dia hahaha..." Aku pun kembali ke Bripka Peter yang dengan sengaja menggerak-gerakkan batang kontolnya yang nganggur itu. "Siap Komandan, 86!" Kupegang batang kontol Bripka Peter, lalu kujilat-jilat dengan lembut. "Ooooohhh... Maaarrr... isepin... pleaseee..."
"Sabar Pak, pelan-pelan aja, biar tambah enak."
"Nyantai aja Mar," sahut AKP Mansyur. "Ini masih jam dua belas lewat dikit. Kita baru ke Mapolrestabes sekitar jam satu."
"Kalau gitu, Pak Peternya mungkin kuat dua ronde?" godaku. Bripka Peter hanya tersenyum. "Siapa takut?"
"Siap, 86!" Kulekatkan bibirku di ujung kepala kontolnya, dan kudorong perlahan-lahan kepalaku agar batang kontolnya mulai masuk ke mulutku, dijepit bibirku dengan ketat. Bripka Peter pun mengerang sambil menggelinjang. "Aaaaaahhh... seret banget bibirmu Mar... oooohhh..." Setengah jalan, kumainkan lidahku pada batang kontol Bripka Peter sambil kuelus-elus biji-biji kontolnya. "Nggggghhh... Maaaarrr... aku mau keluaaarrrr... rrrggghhh..." Bripka Peter mengepalkan kedua tangannya, mencoba menahan sensasi itu. Kuhentikan semua rangsanganku pada kontolnya, menunggu Bripka Peter dapat mengendalikan dirinya agar tidak orgasme duluan. Bripka Peter bernafas tersengal-sengal, peluh mulai membanjiri dahinya padahal AC di mobil patroli itu cukup dingin. "Sabar Pak Peter," ujarku menggumam karena aku tidak mengeluarkan batang kontolnya dari mulutku. Kutepuk-tepuk biji kontolnya dan Bripka Peter pun mengerang terkejut. "Habis enak banget Mar mainmu... gila ahli banget kamu, kaya di cerita-ceritamu! Cuma gini aja aku sudah hampir ngecrot..."
"Maklum Pak, kan sama-sama punyanya, jadi tahu caranya muasin," jawabku sekenanya. Sesekali kujilat cepat ujung kepala kontolnya untuk menggoda Bripka Peter. Setelah kurasakan kekerasan batang kontolnya sedikit kendor, kumulai kembali permainanku.
Aku pun mulai menghisap kontol Bripka Peter. Selama itu Bripka Peter terus mendesah dan mengerang. Kugenggam pangkal kontolnya dengan tangan kananku dan kukocok memutar seiring dengan irama hisapanku. "Aaaahhh... Maaaarrr... mau keluaarrr..." Bripka Peter kembali meracau, tangannya memegang kepalaku dan berusaha menghentikan hisapanku.
Terlambat.
Dan Bripka Peter lupa tanganku masih mengocok kontolnya.

Croooot...

Awalnya hanya sedikit, namun berikutnya aku langsung merasakan aliran pejuh Bripka Peter yang hangat di pangkal lidahku. Pejuhnya tidak mengenai langit-langit mulutku atau langsung masuk ke tenggorokanku; rupanya Bripka Peter ini tipe pria yang pejuhnya menetes saat ejakulasi. Walaupun begitu, pejuh yang dia keluarkan banyak juga. Dengan suka ria kutelan semua pejuhnya sampai akhirnya aliran pejuhnya mulai mengecil dan berhenti sama sekali. Bripka Peter terengah-engah seiring dengan meredanya orgasmenya; batang kontolnya masih kuhisap-hisap perlahan, memastikan tidak ada lagi pejuh yang keluar dari kontolnya. Setelah tidak ada lagi pejuh menetes, kukeluarkan batang kontol Bripka Peter dari mulutku. Kulihat masih ada sedikit pejuh di ujung kepala kontolnya yang sedikit tertutup kulupnya, maka kujilati pejuhnya sampai bersih. Bripka Peter sedikit menggelinjang kegelian saat kubersihkan kontolnya. "Gimana Pak Peter layananku?"
"Enak banget Mar... aku mau diginiin tiap hari Mar..."
"Nanti istrinya marah lo Pak, nggak dikasih jatah," godaku.
"Aku belum nikah kok Mar. Pak Mansyur yang sudah nikah tuh, tapi tetap doyan kontol!" AKP Mansyur tertawa ringan. "Mau digimanakan memang masih enak mainin kontol pria Ter!" Jadi Pak Mansyur ini biseks, pikirku. "Gimana Pak Mansyur, mau dimainin juga?" Aku kembali menggoda AKP Mansyur dengan mengelus-elus pahanya dari belakang.
"Aku takut keluar Mar. Nanti istriku dapat apa dong?"
"Ya ditahan dong Pak, jangan sampai keluar." Aku mulai meraba dada AKP Mansyur dan mencari-cari putingnya. AKP Mansyur mendesah pelan. "Sini Pak, kugantikan nyetirnya! Paling nggak ngerasain bentar gitu." Bripka Peter menawarkan diri untuk menggantikan posisi AKP Mansyur. Kuteruskan menggoda puting dadanya hingga akhirnya AKP Mansyur mengarahkan mobil patroli itu ke pinggir jalan. "Eh bentar Pak Peter, kontolnya dimasukin dulu!" ujarku. Kumasukkan kembali kontol Bripka Peter ke dalam celana PDL-nya dan kuremas-remas kembali dengan nakalnya sebelum Bripka Peter turun berpindah ke kursi pengendara, bertukar posisi dengan AKP Mansyur. Kini AKP Mansyur duduk di sebelahku selagi Bripka Peter mengendarai mobil patrolinya. Kulirik jam tanganku; masih setengah satu kurang. "Setengah jam cukup kan Pak Mansyur?"
"Ini udah kusimpan agak lama untuk istriku, jadi jangan ganas-ganas ya Mar," jawab AKP Mansyur. "Apa nanti kata istriku kalau pulang-pulang tahu celanaku basah karena pejuh?"
"Ya dikeluarin di mulutku aja Pak, sama kaya Pak Peter tadi," godaku nakal sambil mulai mengelus-elus tonjolan kontolnya. AKP Mansyur mengerang pelan. Kurasakan batang kontol AKP Mansyur juga sudah mengeras di dalam celana PDH-nya. Rupanya kedua polisi ini hari ini horny berat. Gimana tadi mereka bisa menyembunyikan kontol ngaceng ya?, pikirku. Apalagi celana PDH AKP Mansyur lebih terasa halus dibandingkan celana PDL Bripka Peter tadi. Lebih terasa enak untuk memainkan kontol polisi. AKP Mansyur mengenakan kopel hitam bertuliskan POLISI dengan gesper besar kesukaanku. Atributnya lebih banyak dibandingkan Bripka Peter, sepertinya karena pangkatnya lebih tinggi dan pengalaman dinasnya lebih lama. Tentu saja kukagumi juga atribut-atribut polisi pamen itu, sebelum kuelus-elus kembali tonjolan kontolnya. Kontolnya kira-kira sama besarnya dengan kontol Bripka Peter, namun aku tidak tahu pasti sampai aku melihatnya sendiri. AKP Mansyur mendesah ringan; suaranya lebih berat dari Bripka Peter, mungkin karena ia sudah menahan nafsu sedari tadi pagi. Kuelus-elus kontol AKP Mansyur dengan perlahan, sesekali kuremas-remas dengan lembut. Sesuai permintaannya, aku tidak boleh terlalu ganas pada polisi ini, supaya dia tidak orgasme. AKP Mansyur terus mendesah dan mengerang. "Aaaahhh... enak Mar... tanganmu lebih ahli dari istriku... mmmhhh ooohhh..."
"Enak Pak Mansyur?" godaku sambil menggelitik kepala kontolnya. AKP Mansyur pun menggeliat kegelian. "Aaah geli Mar... nakal ya kamu!" Kuremas agak kuat kontolnya hingga AKP Mansyur pun mengerang agak keras, namun aku suka erangannya yang bernada rendah itu. Kugesek-gesekkan telapak tanganku pada sekujur batang kontolnya sambil sedikit kutekan-tekan. "Mmmmhhh... Mar... kocokin bentar aja dong... aku pingin ngerasain yang kamu lakuin tadi ke Peter..."
"Awas ngecrot lo Man! Sumpah enak tadi dia mainnya!" Bripka Peter memperingatkan rekannya itu.
"Bentar ajaa Mar... please..." Aku pun menuruti permintaan AKP Mansyur, namun aku tidak membuka resleting celananya. Aku mencoba menyelipkan tanganku dari atas kepala kopelnya, dan AKP Mansyur pun paham maksudku. Ia sedikit beringsut membetulkan posisi duduknya sehingga agak merosot ke depan, dan sedikit menarik nafas agar perutnya mengecil, memberikan jalan bagi tanganku. Akhirnya aku mencapai sasaranku: kontolnya. Hangat berdenyut dalam celana PDH-nya, terbalut celana dalam katun yang juga halus. Kuelus-elus kontolnya, membuat AKP Mansyur menggelinjang. "Aaaahhh..." Bripka Peter melirik dari kaca spion, dan kebetulan saat itu kami berhenti di lampu merah sehingga ia menoleh ke belakang. "Gilaaa Mar, ada aja teknikmu ya! Aku tadi kok gak digituin?"
"Sabar Pak Peter, kan masih ada kesempatan lain! Pak Peter juga belum ronde kedua kan?" ujarku nakal. "Yang penting Pak Mansyur kerasa enak duluan." Kumainkan jari-jariku di kontol AKP Mansyur, membuat dia menggelinjang kembali. "Aaaahhh... enak Mar... Ooohhh... kocokin please..."
"Sempit Pak Mansyur," kataku, namun toh akhirnya aku mencoba menggenggam batang kontolnya. Agak sulit untuk menggerakkan tanganku, jadi aku tidak bisa mengocok kontolnya terlalu banyak. Walaupun begitu, AKP Mansyur rupanya sudah sangat terangsang sehingga ia tetap mengerang dan mendesah. Tak berapa lama aku menyerah; tanganku malah sakit terhimpit di celana PDH AKP Mansyur, sehingga aku pun mengeluarkan tanganku dan langsung membuka resleting celananya dan mengeluarkan batang kontolnya. Kali ini kontol itu sudah disunat. Tanpa ragu-ragu kukocok kontolnya. "Oooohhh yeeeesss... Maaarrr... enaakkkhhhh aaaahhh..." Kuvariasi kecepatan kocokanku: mulai dari lambat-lambar untuk menggoda AKP Mansyur, sampai cepat-cepat untuk memberikan kenikmatan lebih tanpa henti. "Aaaahhh Maaarrr..." Mendadak ia memegang tanganku dan menahannya. "Stop Mar... aku mau keluar..." Aku pun menghormati keinginannya untuk tidak orgasme. Kuhentikan kocokanku, bahkan kugenggam pangkal kontolnya kuat-kuat supaya polisi itu tidak orgasme. Kubiarkan AKP Mansyur mengatur nafas dan nafsunya tanpa kurangsang sama sekali. Untungnya AKP Mansyur bisa mengendalikan diri. Aku bisa merasakan kekerasan batang kontolnya perlahan-lahan berkurang. Setelah kontolnya kembali lemas, kumasukkan kembali ke dalam celana PDH-nya, lalu kuremas-remas ringan. AKP Mansyur pun mengerang lalu tertawa ringan. "Makasih Mar, enak banget. Coba aku ga harus ngasih jatah istriku malam ini."
"Dirayu aja Man, besok gitu! Kamu nanggung banget ga sampe crot!" timpal Bripka Peter.
"Bisa dibeleh aku nanti Ter, hahaha! Kamu mau ronde kedua?"
"Kapan kita ke Mapolrestabes?"
"Ah telat-telat dikit gpp kan? Sini kugantiin nyetir!" Maka Bripka Peter pun menepikan kembali mobil patroli itu. "Bentar Bapak-Bapak sekalian," ujarku sebelum mereka berdua bertukar posisi. "Saya mau remes-remes kontol Bapak-Bapak berbarengan, sebentar aja." Aku pun memosisikan diriku agak di tengah-tengah mobil itu. Tangan kiriku menjulur ke depan meraih kontol Bripka Peter, selagi AKP Mansyur beringsut maju hingga tangan kananku dapat memegang kontolnya. Setelah siap, aku pun meremas-remas kontol kedua polisi itu. Bripka Peter dan AKP Mansyur pun mengerang berirama. Kira-kira selama lima menit kugoda kedua polisi itu hingga mereka berdua kembali ngaceng. "Ah Mar, bisa-bisa aku ga konsen kerja ini nanti!" omel AKP Mansyur sambil mendesah. "Hariku masih panjang! Dah ah, mainin punya Peter aja, aku cukup deh hari ini!" Ia membimbing tanganku menjauh dari kontolnya lalu beranjak keluar dari mobil. Bripka Peter pun keluar dari mobil, bertukar posisi dengan AKP Mansyur yang kini kembali mengendarai mobil. "Dari posisi kita, harusnya dalam dua puluh menitan kita bisa sampai ke Mapolrestabes, kalau nggak macet." Aku mengamati sekitar, dan kutaksir kami sedang ada agak di pinggir kota. Seingatku Mapolrestabes ada di utara. "Ayo Mar, godain aku lagi," pinta Bripka Peter. "Kaya Mansyur tadi dong." Aku pun meletakkan tanganku di atas selangkangan Bripka Peter. Sudah mulai keras lagi. "Minta lagi nih Pak Peter?" godaku sambil mengelus-elus tonjolan kontolnya itu. Bripka Peter mendesah pelan. "Aku ketagihan Mar," bisiknya. "Aku ga pernah diginiin, makanya aku selalu ngaceng berat kalau baca-baca ceritamu Mar!"
"Sama Pak Mansyur juga ga pernah?"
"Ah Mansyur mah jaim orangnya!" AKP Mansyur pun tersenyum menanggapi. "Mansyur juga ada istri, nggak bisa bebas! Ntar mau dimainin, 'aku kudu ngasih jatah istri.' Sama juga kan hari ini?"
"Iya Mar, aku harus selalu ngasih jatah istri. Kewajiban suami," sambung AKP Mansyur kalem. "Tapi aslinya aku juga doyan kontol sesekali."
"Di jajaran anggota yang lain?" tanyaku mendadak penasaran.
"Agak susah Mar," jawab AKP Mansyur. "Kamu tahu sendiri lah, kita negara apa. Reaksi orang kalau tahu jeruk makan jeruk juga gimana. Apalagi kami anggota. Kudu hati-hati betul. Salah sedikit, karier taruhannya."
"Lha Bapak-Bapak percaya sama saya? Saya bukan anggota pula."
"Kamu sih kami yakin nggak bakal macam-macam Mar," kata AKP Mansyur kalem. "Apalagi Pak Fahri sudah tahu semuanya tentangmu. Buktinya kami bisa jemput kamu sekarang, ya kan? Tentunya kamu juga sama pasti dengan kami, harus menjaga rahasia. Profil Twitter-mu juga bilang, bisa jaga rahasia. Apa juga untungnya buat kami mengekspos dirimu ke publik, ya kan? Malah aslinya kamu yang punya kekuatan lebih. Kamu sekarang tahu anggota polisi ini ada yang doyan kontol, mau ekspos ke publik pun gampang hotnya."
"Saya sih ndak akan melakukan itu Bapak-Bapak, tenang saja," ujarku membanggakan diri. "Saya ya tahu anggota polisi juga manusia, dan manusia ya ada yang beraneka ragam. Toh prestasi kita bukan ditentukan dari gedenya kontol atau tahan berapa lama dikenyot, ya kan? Bapak-Bapak juga sudah bekerja keras, jadi ya apa salahnya sih diberi 'pelayanan ekstra' hehehe..." Kami semua tertawa ringan. "Ya mantap lah kalau kita bisa saling jaga rahasia," kata AKP Mansyur. "Kamu bisa kenalan dengan anggota-anggota lain yang sesama doyan kontol, nambah perbendaharaan ide buat cerita-ceritamu!"
"Siap 86!" ujarku sambil meremas kontol Bripka Peter, membuatnya menggelinjang dan mengerang. Batang kontolnya kembali mengeras di dalam celana PDL-nya. Sesuai permintaannya tadi, aku pun mulai menyusupkan tanganku dari atas perutnya, merogoh ke dalam. Sama sempitnya dengan celana AKP Mansyur tadi. Bripka Peter sepertinya tanggap, karena ia langsung membuka kait kopel putihnya itu dan melonggarkan sedikit sabuk hitam yang ada di belakang kopel itu, sehingga tanganku memiliki ruang bergerak yang lebih luas. Ia juga menggeser posisi duduknya agak lebih turun. Kini aku bisa sedikit lebih leluasa memainkan kontolnya dalam celana PDL-nya itu. "Aaaahhh... enak Maaarrr..." racau Bripka Peter. "Mmmmhhh..." Kulingkarkan jari-jariku ke biji-biji kontolnya sementara jempolku memainkan kulup kontol Bripka Peter. "Nggggghhh..." Bripka Peter menggelinjang kegelian. Kugerakkan jempolku maju mundur di batang kontolnya, hingga mencapai kepala kontolnya. Lagi-lagi kumainkan kulupnya, membuka dan menutup kepala kontolnya. "Aaaaggghhh... Uuuusssshhh... Mmmmppphhh... Oooooggghhh..." Aku bisa merasakan cairan precum mulai mengalir dari kepala kontol Bripka Peter, yang tentu saja kuoleskan di sekujur kepala kontolnya. Bripka Peter menggelinjang kesetanan ketika kumainkan lubang pipisnya. "Geliiii Maaaarrr... aaaakkkhhh... sssssshhhh... mmmmhhh..."
"Pak Peter bilang-bilang lho kalau udah mau crot," godaku. "Masa nanti masuk Mapolrestabes celananya basah di selangkangan?"
"Isepin lagi Maaarrr..." Aku tadi memang tidak terlalu lama menghisap kontol Bripka Peter. Kumainkan kontolnya beberapa saat lagi dalam celananya sebelum kukeluarkan tanganku dan kuminta Bripka Peter merapikan sabuknya terlebih dahulu. Setelah itu, seperti tadi, kubuka resleting celana Bripka Peter dan kukeluarkan batang serta biji-biji kontolnya. Tanpa berlama-lama kulahap kontol Bripka Peter. "Aaaaahhh..."
"Sori nyela, tapi kita udah dekat Mapolrestabes," sahut AKP Mansyur. "Aku kelilingin dulu deh sampai Peter ngecrot. Kasihan kalau disetop gitu aja." Maka aku pun semakin gencar menghisap kontol Bripka Peter, dengan kocokan memutarku seperti tadi. Sesekali kukeluarkan batang kontol Bripka Peter dan kukocok seperti biasa, menikmati pemandangan seorang polantas berseragam lengkap yang kontol berkulupnya kukocok-kocok, lalu kuhisap-hisap lagi. "Aaaahhh... Maaarrr Maar Mar Mar aku mau keluaaarrr... nggghhhh... oooohhh... uuuuhhhh... sssshhhh..." Bripka Peter menggelinjang dan akhirnya aku pun merasakan kembali kentalnya pejuh Bripka Peter mulai mengaliri rongga mulutku kembali, yang tentu saja kunikmati dan kutelan dengan nikmatnya. Cukup banyak juga pejuhnya, padahal tadi ia tadi sudah ngecrot banyak juga. Kutunggu sampai Bripka Peter mendesah panjang dan tubuhnya berhenti menggelinjang sebelum kukeluarkan batang kontolnya dan kubersihkan dengan lidahku. Dengan nakalnya kucoba mencium Bripka Peter, dan ternyata ia pun membalas ciumanku. Kami berciuman tidak terlalu lama, dan aku pun mengembalikan kontol Bripka Peter ke tempatnya semula, di dalam celana PDL-nya. "Makasih Mar, enak banget," bisik Bripka Peter sambil merangkulku. Aku hanya membalas dengan meremas-remas kontolnya.
"Sudah siap masuk markas ya?" tanya AKP Mansyur.
"Siap 86!" ujar Bripka Peter. "Siapkan KTP-mu Mar, walaupun kamu ke sini karena surat perintah, kamu tetap dianggap tamu." AKP Mansyur pun mengendarai mobil patroli itu mendekati Mapolrestabes. Penjagaan sepertinya agak ketat sejak kejadian bom beberapa waktu lalu, tapi karena aku datang dengan pengawalan, aku hanya dimintai KTP sesuai kata Bripka Peter tadi. Tak terlalu lama pun kami akhirnya parkir di halaman Mapolrestabes yang cukup luas itu. Aku jadi tegang sendiri; baru kali ini aku memasuki Mapolrestabes--karena ya ngapain kamu harus masuk ke sana, ya kan? Apa yang akan terjadi nanti ya? Seperti apa orangnya Kompol Fahri? Bagaimana ia bisa tahu identitasku?



Aku tidak terlalu memperhatikan isi Mapolrestabes selain cukup banyak orang berlalu-lalang di sana-sini, baik yang berseragam maupun yang tidak. Namun, kurasa tamu hanya sedikit yang berkunjung, termasuk diriku. Aku sempat diperiksa lebih lanjut sebelum memasuki Mapolrestabes, namun semua barang bawaanku kutinggal di mobil patroli karena Bripka Peter berjanji akan mengantarku pulang langsung ke kos (aku memang tidak punya kendaraan sendiri). Sepertinya AKP Mansyur bekerja di sini, atau paling tidak punya rekan di sini, karena beberapa kali ia menyapa dan membalas sapaan sebelum akhirnya kami tiba di depan pintu sebuah ruangan. Aku membaca papan kayu penunjuk nama di depan ruangan itu. Hanya ada tulisan nama Kompol Fahri. Bukannya biasanya ada nama divisinya ya? Kabid TIK atau apalah gitu, pikirku. Dan kenapa letaknya agak terpencil gini ya? Memang untuk menuju ruangan itu kami tadi berjalan agak jauh dari pintu masuk, dan keadaan di sekitar juga sudah cukup sepi. AKP Mansyur mengetuk pintu beberapa kali sebelum ada jawaban, "Masuk!" Suaranya cukup tegas dan berwibawa, seperti yang kuharapkan dari seorang perwira polisi. AKP Mansyur pun membuka pintu, diikuti Bripka Peter, dan aku menyusul di belakang. Mereka berdua berdiri tegap dan memberi hormat. Aku pun menutup pintu. "Sekalian dikunci saja Pak Mario," seseorang memberitahuku, yang kuduga suara Kompol Fahri. "Supaya tidak ada yang mengganggu kita." Aku pun menuruti permintaan itu dan mengunci pintunya, walaupun aku merasa aneh. Apa komentar mereka ya nanti kalau tahu pintu atasannya dikunci? "Mereka juga sudah tahu kok, kalau pintuku dikunci artinya aku nggak bisa diganggu," Kompol Fahri seolah-olah bisa membaca pikiranku. "Selamat datang di Mapolrestabes Pak Mario, atau boleh saya panggil Mario saja? Atau Marten86?" Kompol Fahri menyambutku dengan ramah, mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Aku pun menerima jabat tangannya. Mantap juga jabat tangannya. Kutaksir Kompol Mario ini sudah berumur sekitar 40an tahun. Ia juga mengenakan seragam PDH lengkap serupa dengan AKP Mansyur, namun tanda jasanya lebih banyak lagi. Itu ga ribet lepas pasangnya ya, pikirku. AKP Mansyur dan Bripka Peter masih berdiri tegap di sampingku, dalam posisi istirahat di tempat, sementara Kompol Fahri mempersilakan aku duduk. "Apa AKP Mansyur dan Bripka Peter sudah menceritakan semuanya Mar?"
"Yang saya tahu, saya dibawa ke sini atas prakarsa Pak Fahri?"
"Betul Mar. Kapan hari aku tidak sengaja membuka blogmu, dan ternyata aku suka. Cerita-ceritamu beda dengan karangan orang-orang lain. Kadang bikin sebel sih kalau bersambung, dan lamaaa terbitnya hahaha... tapi itu karena kamu sibuk juga ya, dan nggak gampang nulis cerita sebagus punyamu."
"Ah Pak Fahri bisa saja," aku jadi malu dibuatnya. "Ini sudah lama nggak nulis sih Pak, ide-ide saya sepertinya menguap begitu saja. Kadang bingung mau diceritakan seperti gimana."
"Nah makanya kami bantu Mar. Kamu kan cerita sudah lama pingin main sama polisi. Tadi mestinya kamu sudah main sama AKP Mansyur dan Bripka Peter?"
"Kalau sama Pak Mansyur cuma sebentar Pak, katanya nanti malam harus ngasih jatah istri."
"Ah kamu selalu gitu Syur! Kalau sama Bripka Peter?"
"Dua kali."
"Dua kali? Wow Peter, kuat juga kamu hahaha." Sebenarnya aku agak canggung karena belum terlalu dekat dengan Kompol Fahri, namun Bripka Peter dan AKP Mansyur sedang dalam mode serius karena mereka tidak bergeming dari tadi maupun berbicara sepatah kata pun. "Jadi gini Mar, aku memang di bidang TIK jadi aku punya beberapa alat khusus yang akhirnya bisa melacak keberadaanmu. Maka dari itulah kamu sekarang bisa di sini. Nggak usah khawatir, saya nggak akan menjatuhkanmu dengan UU ITE, lha wong saya ya doyan kok hahaha... Bahkan saya punya jaringan anggota siapa saja yang juga senasib dengan kita, kalau kamu mau nanti bisa saya kenalkan ke beberapa, jadi fantasimu bisa berkembang terus. Sekarang sudah ada referensinya, bisa praktek langsung juga. Enak kan?"
"Iya Pak, terima kasih sebelumnya, tapi yakin ya Pak nggak apa-apa? Maksudnya, kalau nanti ketahuan, bagaimana?"
"Aman Mar. Rahasiamu ada di tangan kami, dan saya yakin kamu orangnya bisa jaga rahasia. Nanti kamu boleh-boleh saja bikin cerita berdasarkan pengalamanmu dengan kami, tinggal namanya saja diganti. Dan toh di tiap ceritamu selalu diawali 'cerita ini hanya fantasi belaka' ya kan? Tidak akan ada yang menduga cerita-ceritamu ini ada yang asli sebenarnya."
"Siap Pak, saya tidak akan cerita ke mana-mana," ujarku. "Saya sudah berusaha sampai sejauh ini dan selama ini dengan bikin cerita-cerita tentang polisi, akhirnya ya kesampaian juga main dengan polisi."
"Mantap Mar. Sekarang, mumpung saya lagi nggak ada kerjaan dan ini hari Jumat--yaa kamu tahu sendiri kan setelah Jumatan rasanya malas kerja... kamu silakan praktek ke saya Mar. Saya rela kamu apakan saja. Saya rasa AKP Mansyur jangan digoda terlalu banyak, nanti gawat kalau dia sampai keluar duluan sebelum njatahin istrinya hahaha... Kalau Bripka Peter, kuat ronde ketiga?"
"Kuat Ndan, siap Ndan 86!" jawab Bripka Peter tegas.
"Mau mulai dari siapa Mar? Dari mereka duluan boleh."

Sebenarnya aku bingung. Biasanya aku memang punya beberapa ide untuk bercinta dengan polisi di ceritaku. Namun, sekarang ada tiga polisi yang rela aku apa-apakan--dua sih, kalau mengecualikan AKP Mansyur. Walaupun AKP Mansyur tetap kugoda juga dengan sekedar mengelus-elus tonjolan selangkangannya. Kedua polisi itu terlihat berbeda dalam keadaan berdiri, apalagi kedua tangan mereka sekarang ada di belakang dan kedua kaki terbuka cukup lebar, sehingga kontol mereka sangat terbuka untuk dimainkan. Kompol Fahri mengajak kami semua masuk ke ruangan yang ada di belakang kantornya, rupanya itu ruangan campuran antara ruang kerja dan ruang santai, karena ada sofanya. Ruangan itu cukup jauh dari pintu dan tidak ada jendelanya, sehingga aku mengira suara kami tidak akan terdengar dari luar. Aku meminta Kompol Fahri ikut berdiri dalam posisi istirahat di tempat, sementara AKP Mansyur "dibebastugaskan" namun mendapatkan tugas baru sebagai fotografer untuk mengabadikan momen-monen tersebut. Kompol Fahri sudah memastikan tidak akan menggunakannya untuk mengancamku atau apalah, dan aku juga boleh memintanya nanti, asalkan tidak kusebarkan ke mana-mana. Maka sekarang berdirilah dua polisi di hadapanku: satu bintara, satu pamen. Kugunakan kedua tanganku untuk mengelus-elus dan meremas-remas kontol Kompol Fahri dan Bripka Peter. "Aaaahhh... enaknya Mar... sesuai dugaanku, kamu lihai banget."
"Nanti dikeluarin Pak Fahri?" godaku nakal. "Bapak nggak njatah istri nanti malam?"
"Saya duda Mar." Aku langsung merasa bersalah setelahnya, walaupun ia tidak keberatan. "Tenang saja Mar, kontolku milikmu." Ah, judul itu sepertinya favorit betul! Aku bisa merasakan batang kontol Bripka Peter kembali mengeras--astaga perkasa betul polisi ini!--dan Kompol Fahri pun mulai terangsang juga, walaupun lebih lama kerasnya. Mungkin faktor usia juga ya. Setelah puas memainkan kontol mereka berdua, aku pun beranjak ke belakang Kompol Fahri, memeluknya dari belakang, lalu meraba-raba dadanya dengan tangan kiriku selagi tangan kananku tetap meraba-raba tonjolan kontolnya. "Aaaahhh..." erangan Kompol Fahri terasa berbeda dari AKP Mansyur maupun Bripka Peter. Lebih berat dan berwibawa. Kompol Fahri pun tidak sungkan-sungkan meremas-remas kontolku yang dari tadi memang tidak dimainkan sama sekali, dan sejujurnya celanaku sudah basah dari tadi. Bripka Peter hanya bisa melirik iri: tidak ada yang menggodanya. AKP Mansyur masih asyik mengabadikan pelecehan seksual yang aku lakukan pada atasannya Kompol Fahri. Kontol Kompol Fahri sudah tercetak jelas di celana PDH-nya. Sebenarnya aku agak kehabisan akal untuk melayani Kompol Fahri. Yang belum kulakukan sih ngentot, tapi apa mereka mau ya? Akan berantakan juga sih baju mereka nanti, kalau ada yang lihat bagaimana? Kecuali sekarang ini di luar jam dinas sih ya... Selagi aku memainkan kontol Kompol Fahri seperti memetik gitar, aku berpikir apa lagi yang bisa kulakukan. Walaupun memang Kompol Fahri belum merasakan kocokan dan hisapanku, namun semuanya tadi sudah kupraktikkan ke kedua polisi itu. Hmmm...
Mataku tpun ertumbuk pada pinggang Briptu Peter. Bokongnya seksi juga... dan banyaknya yang ia bawa di kopelnya... apa dia bawa borgol ya? Mendadak sebuah ide muncul di benakku. "Pak Peter, bawa borgol?" tanyaku.
"Bawa Mar." Ia pun mengambil borgolnya dari sarungnya yang melekat di pinggang kanannya dan menyerahkannya padaku. "Kuncinya dibawa kan?" tanyaku memastikan. "Ya pasti bawa lah." Aku pun melihat-lihat ke sekeliling ruangan. Ada kursi yang tidak terpakai. "Pak Peter, tolong bawakan kursi itu ke sini dong." Walaupun agak keheranan dengan permintaanku, Bripka Peter pun menuruti permintaanku dan membawa kursi itu ke dekatku. "Pak Fahri duduk di kursi ini ya," pintaku. Tanpa banyak tanya Kompol Fahri pun menuruti permintaanku. "Tangannya ke belakang Pak."
"Saya mau diapakan Mar?" tanya Kompol Fahri pura-pura ketakutan, walaupun aku tahu itu hanya sandiwara saja.
"Saya mau menghukum sedikit Pak Fahri, karena tadi saya dijemput di kantor tanpa pemberitahuan, tanpa penjelasan spesifik kenapa saya dijemput polisi. Banyak yang mengira saya melakukan kejahatan apa gitu. Jadi, mumpung Pak Fahri sedang nurut, saya kasih hukuman." Aku pun memborgol tangan Kompol Fahri sehingga ia seolah sedang disandera dan diborgol di kursi. "Ampun Mar..." Aku menyeret kursi dan Kompol Fahri mendekat ke sofa supaya aku bisa duduk dengan nyaman selagi "menghukumnya", sementara Bripka Peter kusuruh berdiri di samping kiri Kompol Fahri, masih dalam posisi istirahat di tempat. Aku pun duduk di sofa dengan santainya. "Maaf Bapak-Bapak, tangan saya agak pegel habis tadi remas-remas dan kocok-kocok kontol Pak Peter dan Pak Mansyur, jadi saya istirahat sebentar ya." Kunaikkan kaki kananku di paha Kompol Fahri dan kusenggol-senggol tonjolan kontolnya dengan jari-jari kakiku. "Aaaaahhh Maaarrr...," desah Kompol Fahri. "Baru kamu yang berani foot job-in aku..." Kumainkan kakiku di kontol Kompol Fahri--aslinya aku tidak terbiasa melakukan foot job, namun kesempatan ini tentu saja tidak kusia-siakan. Bripka Peter terlihat iri dengan yang kulakukan pada Kompol Fahri, maka sesekali kunaikkan kaki kiriku untuk mengelus-elus kontol Bripka Peter. "Mmmmhhh..." Tentu saja, aku tidak terbiasa menggerakkan jari-jari kedua kakiku dalam waktu bersamaan, jadi lebih seringnya aku hanya memainkan kakiku pada kontol Kompol Fahri. Namun aku tidak kehilangan akal: kusuruh Bripka Peter berbaring di lantai dekat sofa. Setelah polantas itu berbaring di lantai, kuletakkan kaki kiriku di atas tonjolan kontolnya dan kugerakkan kakiku seperti menggilas batang kontol Bripka Peter. "Oooohhh... sssshhhh... aaaahhh..." Sementara untuk Kompol Fanri, kugesek-gesekkan telapak kakiku di sekujur batang kontolnya seperti mengocoknya. "Aaaahhh... yeeessshhh... nnnggghhh... enak Maaarrr... ooohhh... kocokin pleaseee..." Aku terus menggoda Kompol Fahri selama beberapa saat sebelum akhirnya menuruti permintaannya. Saat berangsut hendak membuka resleting celana Kompol Fahri, tanpa sengaja aku malah menginjak kontol Bripka Peter. Aku lupa kalau ia sedang berbaring di dekatku. "Hhhnnngggkk..." erang Bripka Peter ketika kakiku beradu dengan salah satu biji kontolnya, sontak ia bangkit namun segera tergeletak kembali sambil salah satu tangannya memegangi kontolnya yang ngilu itu. "Aduh maaf Pak Peter, nggak sengaja!" ujarku tergopoh-gopoh sambil berusaha mengurangi rasa ngilunya. Untung saja bukan batang kontolnya tadi yang kuinjak! Kuelus-elus kepala kontolnya, lalu perlahan-lahan kusingkirkan tangan Bripka Peter dan kuelus-elus biji kontolnya yang ngilu itu. "Hnnnngggghhh... sssshhhh... nnnggghhh... hhhhh... hhh... mmmhhh..." Bripka Peter hanya bisa mendesah dan mengerang; rasa ngilunya perlahan-lahan tergantikan rasa nikmat dari elusan tanganku. Setelah kurasa rasa ngilunya sudah hilang, aku pun beralih kembali ke Kompol Fahri. 
Aku berlutut di depannya, membuka resleting celananya dan mengeluarkan batang serta biji-biji kontolnya. Kujilat-jilat bijinya. "Aaaaahhh... shiiittt... oooohhh yeeesss... enak Maaarrr... mmmhhh..." Kompol Fahri mendesah keenakan. Bripka Peter pun bergabung denganku, sehingga aku harus bergeser sedikit ke samping. Ia memilih menjilati sisi samping batang kontol Kompol Fahri. "Uuuussshhh... oooohhh yeeeaahhh...  oooggghhh... nnnggghhh..." Sepertinya Kompol Fahri belum pernah mengalami kontolnya dijilat-jilat dua orang sekaligus, karena ia menggelinjang tak henti. AKP Mansyur sepertinya sudah berhenti mengabadikan momen-momen itu dan ikut bergabung memperkosa atasannya itu dengan meraba-raba dada Kompol Fahri dan memainkan kedua putingnya. "Aaaahhh... Syuurr... nakal ya kamu..."
"Sekali-kali dong Ndan," ujar AKP Mansyur tersenyum. "Saya bosan ngeliatin doang, kan mumpung lagi diborgol Ndan, bisa saya apa-apain dong, hahaha..." Ia mencubit kedua puting Kompol Fahri. "Aaaahhh... awas kamu ya Syur, coba ga harus ngasih jatah istri, sudah habis lobangmu... oooohhh..." Aku keburu menjilati kepala kontol Kompol Fahri. Rupanya Mansyur ini bot, bisa ngecrot kalau dientot Fahri..., pikirku. Apa mungkin ya ngentot sekarang... Kuputuskan itu jadi menu lain kali saja. Yang penting sekarang menggoda Kompol Fahri sampai nyaris ke titik puncak kenikmatannya. Bripka Peter memberiku kehormatan untuk menghisap kontol Kompol Fahri, maka kulakukan itu. "Aaaassshhhh... yeeesss... Maaarrr... sedotanmu enak bangeeettthhh... nnnggghhh... mmmhhh..." Batang kontol Kompol Fahri tidak sepanjang dan sebesar kontol kedua polisi tadi, namun masih cukup menggairahkan untuk dihisap, bahkan aku jadi bisa menghisapnya sampai ke pangkal kontolnya. "Uuuggghhh..." Kompol Fahri beringsut kegelian saat kujilat-jilat kepala kontolnya. Kulihat AKP Mansyur melepaskan dua kancing kemeja PDH Kompol Fahri, menelusupkan salah satu tangannya untuk lebih bebas memainkan puting atasannya itu. Bripka Peter sendiri memelukku dari belakang, membuka resleting celana kerjaku, dan mulai mengocok kontolku. Betapa nikmatnya dikocokin polisi selagi aku menghisap kontol polisi... Kulirik selangkangan AKP Mansyur, aslinya dia ngaceng juga. Apakah dia bisa menahan diri ya, pikirku. "Maaarrr... aku mau keluaarrr...," rintih Kompol Fahri. "Oooohhh Maaaarrr... dikit lagiii..."
Maka kuhentikan hisapanku. Aku hanya mengatupkan bibirku di kepala kontolnya, selagi AKP Mansyur tetap memainkan kedua puting Kompol Fahri. Aslinya aku mau menggoda Kompol Fahri supaya nyaris orgasme beberapa kali sebelum akhirnya kuizinkan orgasme, tapi apakah entah APK Mansyur memahami maksudku dan Kompol Fahri masih bisa bertahan dengan kedua putingnya dimainkan seperti itu. "Kok berhenti Maaarrr..." desahnya.
"Sabar Pak Fahri, nyantai aja dulu," ujarku sambil akhirnya duduk kembali di sofa. Capek juga berlutut terus! Bripka Peter menyusul duduk di sampingku lalu berbisik, "69 yuk Mar!"
"Tapi Pak Fahri belum selesai tuh Pak Peter."
"Mansyur kelihatannya haus pejuhnya Pak Fahri." Benar juga, aku melihat AKP Mansyur menggantikan posisiku dan menghisap kontol Kompol Fahri dari samping, sehingga tangannya masih bisa memainkan puting Kompol Fahri. "Aaaahhh Syuuurrr... oooggghhh..." Kompol Fahri pun mengerang dan menggelinjang tak henti. "Yuk! Kamu baringan aja Mar, biar aku yang di atas." Maka aku pun menuruti permintaan Bripka Peter. Aku pun rebahan di atas sofa. lalu Bripka Peter memosisikan dirinya di atasku. Sepertinya dia mau pamer stamina juga, pikirku karena posisi Bripka Peter seperti hendak push-up. Kuraih batang kontol Bripka Peter dan mulai kuhisap-hisap sementara Bripka Peter juga mulai menghisap-hisap batang kontolku. Kami berdua mengerang bergantian sementara Kompol Fahri masih dikerjai oleh AKP Mansyur.
Ah sayang sekali aku tidak bisa menyaksikan Kompol Fahri orgasme. Tapi mungkin habis ini? Aku sendiri merasakan aku juga mau orgasme. "Aaahhh aaahhh aaahhh Pak Peter... keluaaarrr..."
Crot. Crot. Crooottt.
Bripka Peter pun ikut orgasme tak terlalu lama setelah aku orgasme. Karena ini orgasme ketiganya dalam hari ini, pejuhnya tidak sebanyak sebelum-sebelumnya. Aku nggak protes sih, kapan lagi kamu bisa bikin seorang polisi orgasme di dalam mulutmu tiga kali dalam sehari? Aku pun terengah-engah dengan orgasmeku sendiri, dan Bripka Peter juga meminum semua pejuhku tanpa bersisa. "Aaaahhh... Syuuurrr... aku mau keluaaarrrhhh mmmmhhh oooh oooh oooh oooh oooh ooooooohhh..." mendadak aku mendengar erangan Kompol Fahri yang semakin intens. Kulirik ke arah Kompol Fahri. Walaupun aku tidak bisa melihat tembakan pejuhnya, aku tahu Kompol Fahri orgasme juga, dari kedutan-kedutan di kontolnya. AKP Mansyur pun melahap pejuh Kompol Fahri dengan rakusnya sambil tetap memainkan puting Kompol Fahri. Bripka Peter terduduk terengah-engah, sepertinya ia capek juga karena kontolnya belum dimasukkan ke dalam celananya. Kuelus-elus kontol Bripka Peter sebelum mendadak aku mendapat ide untuk mengerjai Kompol Fahri. Aku juga mau mencicipi pejuhnya. Maka, setelah AKP Mansyur puas menghisap semua pejuh Kompol Fahri dan beranjak, mendadak aku pun beringsut kembali ke depan Kompol Fahri. "Wah padahal aku pingin kamu bikin ngecrot Mar! Ini Mansyur nakal bener!"
"Kapan lagi bisa ngerasain pejuhnya Ndan!" ujar AKP Mansyur sambil nyengir. Ia beranjak keluar ruangan entah ke mana. Aku pun memegangi batang kontol Kompol Fahri yang sebenarnya masih cukup tegang sekalipun sudah orgasme. "Jangan khawatir Pak Fahri, saya juga pengen ngerasain pejuhnya Pak Fahri," godaku sambil mengurut batang kontolnya. Kompol Fahri pun mengerang dan sedikit menggelinjang; tentu batang kontolnya saat itu jadi sangat sensitif. "Pak Fahri masih kuat kan langsung ronde kedua?"
Dengan nakalnya kukocok-kocok kontol Kompol Fahri.
"Aaaahhh... aaahhh Maaarrr... geliii... mmmmhhh..." Kompol Fahri pun menggelinjang dan seperti memberontak, namun tentu saja ia tidak bisa lepas karena tangannya sudah kuborgol tadi. "Maaaarrr... jangaaannn... aaahhh... sssshhh... fuuuuccckkk..." Kuremas-remas dan kutarik-tarik biji-biji kontol Kompol Fahri, seolah-olah memerah kontolnya supaya bisa mengeluarkan pejuh lagi. "Aaaahhh... Maaarrr... sssshhhiiittt.. ngilu Maaarrr... stop pleeeaaseee... nnggghhh..." Aku tidak memedulikan racauan Kompol Fahri, kukocok-kocok kepala kontolnya sampai ia beringsut ke sana kemari dan menghentak-hentakkan kaki, kursinya sampai bergeser dan hampir jatuh, untung aku masih bisa menahannya. "Sadiiisss kamu Maaarrr... aaassshhhh... uuunnnggghhh..." Saat itu AKP Mansyur kembali dengan membawa beberapa gelas yang sudah terisi air dingin. "Minum dulu Mar?"
"Ada es batu Pak?" mendadak aku bertanya demikian. Aku menemukan sebuah ide gila untuk "menyiksa" Kompol Fahri lebih jauh. "Ada, bentar ya." AKP Mansyur kembali keluar, mungkin ada pantry sendiri di ruangan ini. Sejenak kuhentikan permainanku pada Kompol Fanri untuk menyegarkan diriku. Segelas air es itu begitu nikmat membasahi tenggorokanku. Kusisakan sedikit di mulutku, lalu cepat-cepat aku kembali ke Kompol Fahri. Tanpa panjang lebar lagi kumasukkan batang kontol Kompol Fahri ke mulutku yang masih mengandung air dingin itu, dan dengan sengaja kubasahi batang kontolnya dengan air dingin itu. "Nnnnnnggggghhh... dingiiinnn Maaarrr...," erangnya. Kuteguk air yang sudah mulai menghangat itu lalu kumulai pekerjaan mulutku pada batang kontol Kompol Fahri. "Oooohhh... ssshhhhiitttt... Maaarrr... jangan sekarang pleeaassseee... Aaarrrgghhh..." Kompol Fahri kembali menghentak-hentakkan kakinya. Sepertinya batang kontolnya masih sensitif bekas orgasmenya tadi. AKP Mansyur pun masuk kembali dengan membawa segelas penuh es batu. Kuminta ia mengantarkan es batu itu ke dekatku. "Mau dipakai apa Mar?" tanyanya keheranan. "Mau nambah minum lagi?" 
"Boleh Pak Mansyur," aku pun mengeluarkan batang kontol Kompol Fahri dari mulutku dan menjawab, memberikan sedikit waktu bagi Kompol Fahri untuk bernafas lega. Aku pun menerima gelas berisi es batu itu dari AKP Mansyur dan meletakkannya di dekatku. Kuambil salah satu bongkahan es batu itu. Dingin, tentu saja. Ruangan itu ber-AC, jadi aku tidak tahu apakah es batu ini akan cepat meleleh atau tidak. Jari-jariku jadi agak sedikit kesakitan karena dinginnya es batu itu, namun aku nekat saja.

Kusapukan es batu itu ke biji-biji kontol Kompol Fahri.

"Aaaahhh Maaarrr, dingiiinnn...," erang Kompol Fahri. Bripka Peter terheran-heran melihat aksiku itu; tanpa memedulikan erangannya, aku terus menyapukan es batu itu di biji-biji kontol Kompol Fahri. Tentu saja es batu itu jadi cepat meleleh terkena hangatnya kontol Kompol Fahri, lelehannya membasahi celana PDH-nya. "Ada aja ya idemu Mar!" ujar Bripka Peter keheranan. "Gitu kadang ceritamu lama banget keluarnya!"
"Ya begitulah Pak Peter, kadang ide itu bisa lama banget munculnya," jawabku. "Tapi kalau ada obyeknya beneran seperti sekarang, jadi lancar tuh hahaha..." Bongkahan es itu sudah habis meleleh, kini kugenggamkan jari-jari tanganku yang dingin itu ke batang kontol Kompol Fahri. "Maaaarrr... dingiiinnn...," protes Kompol Fahri.
"Tapi enak kan Pak Fahri?" godaku sambil mengocok batang kontolnya dengan gerakan mengulir. Kompol Fahri kembali mengerang sambil menggelinjang; duduknya bertambah tegak seolah-olah hendak mencegah tanganku memegang kontolnya, namun tentu saja kursi itu menghalanginya. Kuambil lagi sebongkah es batu dari gelas itu. Bongkah-bongkah es batu itu tidak terlalu besar ukurannya, sehingga jumlahnya jadi cukup banyak dalam gelas itu. Ideal untuk terus menggoda Kompol Fahri. Kali ini kugenggam batang kontol Kompol Fahri sehingga tidak bergerak ke mana-mana, lalu kusapukan es batu itu di kepala kontolnya. "Nnnnngggghhhh... Maaaarrr... nakal kamuuu... berani ya sama polisiiiii... aarrrgghhh..." Kudiamkan es batu itu di atas lubang kencingnya beberapa saat selagi Kompol Fahri kembali menghentak-hentakkan kakinya, suara sepatu butsnya beradu dengan lantai menimbulkan suara yang cukup keras sebenarnya. "Shiiittt... Maaarrr... stop pleeeaaassseee..."
"Masih banyak lho Pak Fahri es batunya, sayang kalau dibuang," jawabku nakal sambil kembali mengoleskan es batu yang sudah tinggal sedikit itu ke kepala kontol Kompol Fahri. Ia kembali mengerang dan meracau tak karuan sampai es batu itu meleleh sepenuhnya. Kukibaskan tanganku yang basah itu supaya celana PDH Kompol Fahri tidak terlalu basah kuyup; AKP Mansyur kembali keluar ruangan dan membawa handuk kecil. Aku sampai sedikit keheranan: ini kantor apa rumah ya, kok ada semua? "Gimana Pak Fahri, enak?"
"Dingin Mar...," jawabnya terengah-engah. Kuletakkan tangan kiriku yang masih hangat di biji-biji kontol Kompol Fahri. "Oooohhhh enak Mar... anget..." Biji-biji kontolnya tentu saja sudah sedikit mengerut karena kedinginan, sehingga kuhangatkan lagi dengan tanganku. Kuraba-raba biji-biji kontolnya. "Aaaaahhh Maaarrr... sssshhh... mmmhhh..." Kukocok-kocok kembali batang kontolnya. "Ooohh yeesss Maaarrr... " Kompol Fahri kembali menikmati permainanku pada kontolnya. Badannya tidak lagi menegang seperti tadi, ia mulai rileks, duduknya mulai merosot kembali, membuka kontolnya untuk kumainkan. Namun, tentu saja aku tidak membiarkan kenikmatan itu berlangsung lama. Masih ada banyak es batu yang bisa kugunakan. "Ooohhh Maaarrr aku mau keluaarrr... Maaarr..." desah Kompol Fahri. Itulah saat yang kutunggu-tunggu.
Dengan segera kuhentikan kocokanku, lalu kuambil dua bongkah es batu, masing-masing di tangan kiri dan kanan. Kemejanya masih terbuka dua kancing dari permainan AKP Mansyur tadi, jadi bisa kumanfaatkan. Aku beringsut ke samping, lalu kumasukkan tangan kananku ke dada kirinya dalam keadaan menggenggam, sampai kepalan tanganku menyenggol putingnya. "Oooh dingin Mar," keluh Kompol Fahri, mungkin karena lelehan es batu itu sudah menetes di dadanya. Langsung saja kubuka kepalan tanganku dan kuletakkan es batu itu di atas putingnya. "Aaaaah Maaarrr..." Tidak memedulikan omelannya, kuletakkan satu lagi bongkahan es batu di antara kedua biji kontolnya, dingin menusuk ke pangkal kontolnya. "Maaaaarrrrrr..." Kompol Fahri kembali meronta-ronta dan menghentak-hentakkan kaki, namun aku tidak peduli. Kutahan bongkahan es batu itu di pangkal kontol Kompol Fahri, sambil kugesek-gesekkan bongkahan batu di sekitar putingnya. Aku jadi terangsang sendiri melihat raut wajah Kompol Fahri yang merengut menahan rasa dingin yang tiba-tiba di puting dan kontolnya. Tentu saja kaos dalamnya jadi ikut basah terkena lelehan es batu, namun aku tak peduli. AKP Mansyur meletakkan handuk kecil itu di bawah kontol Kompol Fahri supaya celananya tidak semakin basah kuyup, lalu ia duduk di sofa bergabung dengan Bripka Peter menyaksikan aku menggoda atasannya sampai akhir. Akhirnya semua es batu itu pun meleleh. Kompol Fahri pun bisa bernafas lega, nafasnya tersengal-sengal menahan rasa dingin itu tadi. Kukeluarkan tanganku dari dalam kaosnya, lalu kupeluk kepala Kompol Fahri dan kucium. "Mmmmhhh... nnnggghhh..." Kuberikan kehangatan dengan ciumanku selagi tangan kiriku mengocok kontolnya kembali. Puas menciumnya, aku beranjak turun ke dadanya, menjilat-jilat putingnya yang tegang karena dingin. "Oooohhh Maaarrr... sssshhhh... " Kompol Fahri terus mendesah dan meracau. "Mau keluaaarrr Maaaarrr..."
"Sabar Pak Fahri," godaku. "Es batunya masih banyak lho. Pak Fahri mau minum?"
"Nanti aja Mar, keluarin please..." Kompol Fahri sepertinya sudah benar-benar ingin merasakan puncak kenikmatan itu lagi. Kurasa aku hanya akan menggodanya sekali lagi. Kuambil sebongkah es batu, lalu kuletakkan di bagian bawah batang kontol Kompol Fahri. "Aaaaahhh dingiiiinnn Maaarrr... pleeaasee..." Aku tidak menghiraukannya, namun kutelungkupkan kedua tanganku mengelilingi batang kontol Kompol Fahri; tangan kiriku menggenggam es batu tadi. Lalu kugerakkan kedua tanganku naik turun sepanjang batang kontol Kompol Fahri, sesekali menghunjam biji-biji kontolnya. Sensasi dingin dan hangat bersamaan dirasakan pada kontolnya. "Ooooohhh... Maaaarrr... yeeessss... sssshhhh... sshiiiittt... dingggiinnn... nggghhhh... aaaahhh... Maaarrr..." Es batu itu dengan cepat meleleh, sehingga aku mengambil yang baru dan mengulangi gerakan itu, namun kupindah posisi es batu itu di atas, sehingga bagian kontolnya yang tadi merasakan dingin sekarang merasakan hangat, demikian pula sebaliknya. Tubuh Kompol Fahri kembali mengejang bereaksi atas kenikmatan yang aneh itu. "Maaarrr..."
Setelah es batu itu mencair, aku pun memutuskan membuat Kompol Fahri orgasme. Untuk itu, kumasukkan batang kontolnya ke dalam mulutku, lalu aku pun mengenyotnya dengan rakus. "Aaaahhh yeeesss... Maaarrr... enaaakkkhhh... mmmmggghhhh..." Kuelus-elus juga biji-biji kontolnya dengan tanganku yang bebas. "Maaaarrr... dikit lagiii... ooo... aaaaaahhh... aaarrrggghhh... sssshhhh.... Maaarrr..."

Croooottt.

Cairan kejantanan Kompol Fahri pun mulai menyembur memenuhi mulutku. Banyak juga pejuhnya, hangat dan gurih. Namun, setelah muncratan ketiga dengan segera aku ambil sebongkah es batu lagi lalu kuletakkan di pangkal kontolnya. "Aaaaahhhh Maaarrr jangaaaannn..." Kompol Fahri memelas meminta selagi kontolnya masih memompakan pejuhnya keluar. Sepertinya kenikmatannya agak terganggu karena rasa dingin yang tiba-tiba itu, namun aku tidak memedulikannya. Begitu es batu itu meleleh, aku kembali mengenyot kontol Kompol Fahri. "Aaaahhh Maaarrr... geliii... stop pleaaasseee... aaaah aaah aah ah ah ah ah..." Tubuhnya mengejang tidak karuan, seolah-olah otot-ototnya tidak dapat dikendalikan lagi. "Maaarrr..."
Crot.
Aku bisa merasakan kembali pejuhnya memancar dari kontolnya, walaupun tidak sekencang dan sebanyak tadi. Aku perlambat kenyotanku hingga kontolnya berhenti memancarkan pejuh, lalu kubersihkan dengan lidahku sebelum kukeluarkan dari mulutku "Gimana Pak Fahri?" ujarku tersenyum sambil mengocok perlahan kontolnya.
"Ini permainan terliarku Mar," kata Kompol Fahri sambil berusaha mengatur nafasnya. Peluh bercucuran dari keningnya, dan kurasa kaos dalamnya juga basah oleh keringat. "Kamu bahkan memberikan sesuatu yang tidak ada di cerita-ceritamu selama ini. Luar biasa!"
"Syukurlah Bapak suka," ujarku tersenyum. Kontol Kompol Fahri pun akhirnya lemas dalam genggamanku. Kukeringkan kontolnya dengan handuk sebelum kumasukkan kembali ke celana PDH-nya. "Mantap Mar," puji AKP Mansyur. "Sesak nih celanaku! Bikin tegangan tinggi aja nonton permainanmu ke Pak Fahri!"
"Yakin nih Pak ga mau dikeluarin sekarang?" godaku sambil beranjak ke AKP Mansyur dan mengelus-elus kontolnya. Ia mengerang pelan sebelum menepis tanganku sambil tertawa renyah. "Sumpah Mar, aku harus ngasih jatah istriku nanti malam. Nyesek banget sih, tapi mau gimana lagi..."
"Kalau udah ngasih jatah, kontak saya saja Pak, nanti saya kasih servis sendiri." AKP Mansyur mengangguk, sementara Bripka Peter melepaskan borgol Kompol Fahri. Terbebas dari kursi "siksaannya", Kompol Fahri pun merebahkan diri ke sofa dan menghela nafas lega. AKP Mansyur pun tanggap dan mengambilkan air minum, maka kugoda kembali Kompol Fahri dengan mengelus-elus selangkangannya yang agak basah itu. Kompol Fahri mengerang pelan. "Udahan dulu Mar, sumpah aku capek bener. Kalau bukan karena fans beratmu aku nggak bakal rela diperkosa di depan anak buahku. Makasih ya Mar."
"Saya juga makasih Pak, hari ini tiba-tiba diundang dan bisa menikmati kontol polisi beneran," ujarku. "Bisa jadi bahan cerita baru!"



Sejak saat itu, aku memiliki kontak erat dengan Kompol Fahri, AKP Mansyur, dan Bripka Peter. Kadang-kadang aku bermain sendirian dengan mereka, kadang bertiga. Kadang di kantor kalau sepi, kadang di toilet, kadang di mobil patroli. Sesekali mereka juga membantuku kalau aku memerlukan sesuatu. Sekitar seminggu kemudian akhirnya aku bisa menikmati kontol AKP Mansyur karena istrinya sedang datang bulan, dan tenaganya memang luar biasa walaupun ia seorang bot. Bahkan ia dengan rela menyerahkan lubangnya untukku. Bripka Peter sesekali berkunjung ke tempat tinggalku untuk melepas lelah sekaligus melepaskan ketegangan kontolnya. Lambat laun aku pun juga dikenalkan pada jajaran anggota yang lain, namun favoritku sejauh ini adalah Bripka Peter yang hiperseks dan mau mencoba segala macam permainan. Kira-kira tiga bulan kemudian, Bripka Peter pun menjadi pacarku dan pindah untuk hidup bersamaku. Walaupun demikian, kami berdua masih tetap bermain bersama dengan polisi-polisi lain jika ada kesempatan, dengan berbagai karakteristik dan permainan yang mungkin kelak dapat kuceritakan di blogku.

Yang jelas, ini bukanlah lagi mimpi. Mimpi itu telah menjadi kenyataan, dan inilah hidupku sekarang. Semoga yang membaca cerita ini dan memiliki impian yang sama juga dapat segera terwujud impiannya.

Selasa, 31 Agustus 2021

[Catatan Fei] Plagiarisme

Halo pembaca setia blog ini,

Fei tahu, pasti pada komen "Yaaaah kok catatan doang, mana nih ceritanya?" Sabar ya, pasti Fei kasih tahu nanti di Twitter kalau sudah selesai. Ada satu cerita yang sedang dalam penulisan, sudah cukup jauh sih, cuma Fei mendadak banyak kerjaan jadi belum sempat melanjutkan. Semoga nanti kalau sudah mereda kerjaannya Fei bisa menyelesaikan cerita tersebut. Bocorannya ada di Twitter yah!

Kali ini Fei mau bahas sesuatu yang lain. Sama sekali tidak berhubungan dengan dunia kita maupun fantasi kita sih. Fei mau bahas sekilas tentang plagiarisme. Kalian mungkin tahu kata ini waktu kuliah dulu, lho terus apa hubungannya dengan cerita Fei?

Well, Fei sudah tahu ini dari dulu sih. Sewaktu Internet kita masih agak bebas, cerita-cerita Fei sudah disalin ke blog-blog lain tanpa menuliskan link ke cerita aslinya, jadi seolah-olah penulis blog itu yang menulis cerita fantasi terhadap polisi, tentara, maupun satpam. Kemudian muncullah Wattpad. Tentunya semakin mudah untuk menerbitkan sebuah cerita yang bisa dibaca orang banyak, tanpa harus khawatir disensor Internet positif. Tapi benarkah cerita yang ditulis di sana bikinan sendiri?

Belum tentu. Cerita Fei banyak juga yang disalin ke sana, bahkan judulnya pun tidak diganti. Misalnya, dari user ini https://www.wattpad.com/user/andyoegy, ada beberapa cerita Fei yang disalin apa adanya (beberapa sudah disadur untuk format Wattpad). Sudah banyak yang baca juga, walaupun beberapa mungkin masih lebih banyak yang baca di blog ini (yah, blog ini sudah sebelas tahun sih!). Lalu, masalahnya apa?

Aslinya, Fei tidak masalah kalau cerita-cerita Fei disebarkan ke sana-sini. Toh pada akhirnya nanti orang-orang akan menemukan juga blog ini, dan tahu kalau Fei yang menulis cerita-cerita tersebut. Nah, tapi kalau sebuah cerita, atau karya seseorang disalin begitu saja, lalu diakui sebagai karya sendiri, itu namanya plagiarisme. Sayangnya, plagiarisme ini tumbuh sangat subur di negara kita. Jadi, harus apa dong?

Fei tidak berharap banyak sih. Fei memang sengaja tidak menerbitkan cerita-cerita Fei di Wattpad (bahkan Fei tidak punya akun Wattpad). Ada satu alasan utama kenapa Fei memilih blog ini:

Fei punya kendali lebih banyak di blog dibandingkan di Wattpad.

Maksudnya gimana? Sederhana saja sih: Fei bisa merilis tulisan Fei sendiri dengan lebih mudah. Fei bisa mengatur supaya komentar tidak langsung muncul di cerita-cerita Fei, namun harus dimoderasi Fei sendiri. Ini penting, karena di luar sana banyak sekali troll berkeliaran, dan Fei tidak mau membuang tenaga banyak untuk mengatasi troll. Kalau bisa dicegah, kenapa tidak? Selain itu, Fei pernah mendengar kisah bahwa tiba-tiba ada cerita seorang penulis Wattpad yang hilang sendiri. Kemungkinan besar karena dilaporkan, karena komunitas Wattpad kan ya bukan cuma kita kaum gay. Bagaimana dengan para homofobia? Akan sulit mengendalikan mereka di platform sebesar Wattpad. Nah, dengan tetap low profile, Fei bisa menjaga blog ini tetap bersih, tidak ada caci maki atau ujaran kebencian di sana-sini, dan kita semua bisa tetap hepi-hepi membaca cerita dan berfantasi bersama.

Selain itu, Blogger memperbolehkan konten seksual. Ini kelihatannya sama saja sih di Wattpad, namun Fei melihat akun yang Fei tautkan tadi tidak menandai cerita Fei sebagai cerita dewasa, yang aslinya adalah pelanggaran di Wattpad. Di Blogger, Fei sudah eksplisit menandai bahwa blog ini mengandung konten dewasa (makanya ada peringatan di depan). Memang ini membuat blog Fei jadi semakin sulit ditemukan, terutama dengan Internet Positif sehingga dicari di Google pasti tidak ketemu (kecuali eksplisit banget nyari Twitter Fei, karena di profil Fei ada link ke sini hehehe), namun Fei lebih memilih risiko itu dibandingkan di Wattpad. Eksposur yang terlalu besar akan mengundang pihak-pihak yang tidak kita inginkan. Di Blogger, begitu ada indikasi ada yang mau mengacau, Fei bisa buat blog ini jadi privat dengan undangan saja, sampai kekacauan itu mereda. Atau, Fei ganti saja URL-nya (dulu blog ini sempat kena blokir Internet Positif, namun ketika Fei ganti URL-nya, ternyata bisa dibuka lagi sampai sekarang. Ya begitulah pemerintah kita hahaha).

Ini belum Fei lakukan sih, tapi semestinya Fei tetap harus mencadangkan cerita-cerita yang sudah terbit sejauh ini, sekalipun selama sebelas tahun blog ini berjalan semuanya aman-aman saja. Siapa tahu, tiba-tiba ada yang berhasil menjatuhkan akses ke blog ini. Mungkin Fei harus meluangkan waktu untuk menyalin semua cerita Fei ke tempat lain, misalnya Google Drive.

Nah, balik lagi ke masalah plagiarisme tadi. Fei tidak mau ambil pusing kalau cerita Fei dirilis di tempat lain dan diaku-aku sebagai ceritanya sendiri. Lambat laun semua akan tahu juga kalau itu cerita Fei. Jadi, kalau teman-teman melihat cerita Fei dirilis di tempat lain, boleh dicuekin aja. Kalau mau bantu Fei, cukup komen kalau yang menulis Fei, tapi sebaiknya jangan kasih link ke sini. Kita tentunya tidak mau membawa para troll di Wattpad sampai tahu blog ini, ya kan? Mending bilang seperti itu saja, biar nanti yang baca komen penasaran dan cari tahu sendiri. Fei tidak menginginkan eksposur yang terlalu besar dari Wattpad. Bukannya sombong sih, tapi tanpa eksposur apa-apa selain di Twitter Fei sendiri, blog ini total sudah dilihat 1,3 juta kali! Sepuluh cerita terpopuler sudah dibaca minimal 10 ribu kali, bahkan terbanyak 155 ribu kali. Itu sudah cukup menggembirakan untuk Fei, dan Fei perlu berterima kasih juga ke semua pembaca yang sudah menemukan blog Fei, entah disengaja atau tidak, entah direkomendasikan atau bagaimana caranya sehingga teman-teman bisa membaca dan menikmati cerita-cerita Fei.

Untuk para penulis cerita gay, Fei cuma nitip satu hal saja sih. Kalau memang mau post cerita Fei di tempat lain, minimal tuliskan ya kalau penulisnya adalah Fei. Mau ngasih link ke cerita aslinya silakan, tapi tanpa itu pun tidak apa-apa. Minimal kalian tidak melakukan plagiarisme dan menghargai Fei yang sudah bersusah payah menulis cerita-cerita di blog ini. Semua cerita yang Fei tulis murni imajinasi Fei sendiri, kecuali sebagian kecil yang memang eksplisit Fei tulis terinspirasi dari cerita penulis lain. Itu sebabnya satu cerita bisa lama menulisnya, karena fantasi itu tidak selalu ada.

Oke lah, cukup deh catatan Fei! Sebagai penutup, terima kasih sekali lagi sudah menjadi pembaca setia blog ini. Fei akan mencoba menyelesaikan satu cerita setelah Fei punya waktu luang dan tidak terbawa stres terlalu dalam. Oh ya, ada salah satu pembaca setia Fei yang menawarkan untuk membuat ilustrasi untuk cerita Fei! Fei cukup bersemangat menunggu hasil ilustrasinya; walaupun memang bukan menggambar sendiri (tapi tracing), paling tidak ada bantuan visual sedikit dalam cerita Fei.

Sedikit bocoran untuk cerita berikutnya: cerita ini diangkat dari mimpi Fei yang sudah lama. Dalam mimpi itu, Fei mendadak dijemput dua orang polisi di kantor, bahkan sampai diborgol juga. Waktu sudah sampai di mobil, mereka baru mengaku bahwa Fei tidak bersalah, tapi mereka adalah penggemar berat cerita Fei. Cerita ini terinspirasi dari sana: tokoh utamanya bukan Fei sendiri sih, tapi orang lain yang juga penulis cerita fantasi pria berseragam, dengan setting yang mirip, tapi ceritanya berlanjut sampai di mabes. Sejauh ini belum ada adegan ngentot (beberapa mungkin kecewa) dan tidak ada adegan diikat (mungkin ada yang kecewa lagi; susahnya memuaskan keinginan semua orang!), namun Fei bisa bilang ada perwira polisi yang diborgol dan "dilayani". Bakal "dilayani" sampai sejauh mana?

Ditunggu yah!

NB: Kalau ada yang mau sukarela membantu Fei, misalnya menggambar ilustrasi cerita, boleh banget yah! Silakan kontak Fei di Twitter. Ada polisi atau satpam domisili Surabaya yang mau membantu Fei mewujudkan fantasi Fei, mungkin untuk bahan cerita berikutnya? Fei tunggu juga ya, hehehe...