Senin, 23 September 2013

Kontolku Milikmu

"Mmmmmmhhh..." Sentuhan jari-jemarinya pada tonjolan selangkanganku begitu lembut dan menggoda. Tentara itu sepertinya tahu aku sudah horny sejak seharian tadi, bahkan sejak aku bertemu dengannya. "Dengar-dengar polisi ga tahan nih kalau main pelan," godanya.
"Coba saja," tantangku, dan ia menghadiahi kontolku dengan remasan pelan. "Oooughhh..."


Aku tak pernah menduga aku akan digoda oleh seorang tentara. Ya, aku memang gay, tapi biasanya banyak cowok biasa yang mau denganku, apalagi aku seorang polisi. Bukannya sombong, namun tubuhku termasuk menggairahkan. Di umurku yang masih dua puluh lima ini, tubuhku memang masih cukup langsing. Aku juga rajin memelihara otot-otot tubuhku di gym, sehingga tubuhku boleh lah dibilang kekar. Yang menarik untuk para gay tentu saja, tonjolan kontolku. Aku dulu memang sempat menggunakan ramuan-ramuan herbal saat masih remaja, dan sekarang aku menuai hasilnya. Batang kontolku panjangnya sudah 15 cm ketika lemas, tebalnya 4 cm. Ketika tegang sempurna, batang kontolku bisa mencapai panjang 21 cm, dan tebalnya hampir 6cm. Kontolku sudah disunat dengan rapi. Buah pelirku besarnya hampir sama dengan telur ayam kampung. Saking besarnya, jarang sekali penjahit yang sukses membuatkanku celana yang nyaman, dan aku biasanya tidak cocok dengan celana jadi yang dijual di mal. Dan tentu saja aku bangga memamerkan tonjolan kontolku ketika sedang bertugas di jalan raya. Kalau itu cewek yang melirikku tentu aku cuekin, namun kalau itu cowok, kebanyakan kurespon. Dan kebanyakan klenger terkena sodokan kontolku, tapi tidak sedikit juga yang ketagihan. Namaku, Adrian, seakan terkenal dengan panggilan lain. Polisi kontol jumbo.

Di kalangan kawan-kawanku sendiri, mereka juga pada iri melihat kontolku. Ada beberapa yang gay dan aku juga menikmati menyodok mereka tiap malam. Ada juga yang iri berlebihan dan sempat membuatku nyaris kehilangan kontol kebanggaanku itu, tapi itu cerita lain kali. Tidak sedikit yang menanyakan rahasianya padaku dan aku tidak sepelit itu menyimpan rahasia kontol jumbo untuk diriku sendiri, namun biasanya hasilnya tak semaksimal punyaku, karena mereka terlambat melakukannya.

Tapi baru kali ini aku digoda oleh seorang tentara.

Sore itu aku hendak mengakhiri tugas jagaku, dengan rencana untuk ngentot rekan polantasku, ketika aku melihat seorang pengendara motor yang tidak mematuhi aturan, bahkan motornya sangat tidak layak jalan karena tidak ada kaca spionnya sama sekali. Kutiup peluitku dan kusuruh pengendara motor itu menepi. Ternyata pengendara motor itu seorang tentara berbaju hijau loreng, yang sepertinya baru pulang dinas karena membawa tas loreng juga. "Selamat sore Pak," sahutku memberi hormat, dan ia pun membalas hormatku. "Mohon maaf mengganggu perjalanan Bapak, namun Bapak membahayakan keselamatan Bapak dan pengguna jalan lainnya."
"Ah maaf Pak, tapi saya buru-buru," ujar tentara itu. "Iya memang motor ini sudah butut, tapi ini satu-satunya peninggalan ayah saya."
"Mau peninggalan ayah atau bukan, Bapak tetap harus menaati peraturan lalu lintas yang berlaku," ujarku tegas. "Tolong STNK dan SIM-nya." Tentu saja itu hanya protokoler standar, tapi aku tetap harus melakukannya. Tentara itu pun menyerahkan SIM dan STNK-nya, yang segera kuperiksa. "Maaf Pak, tolong ikut saya ke pos untuk pemrosesan lebih lanjut." Anehnya tentara itu menurut saja, padahal dengar-dengar biasanya mereka main kasar. Posku kebetulan sepi, hanya tinggal aku yang bertugas di sana, dan cukup tertutup dari pandangan luar. "Mohon maaf Pak, tapi saya harus memeriksa Bapak, karena Bapak membawa senjata tajam." Aku melirik sangkur yang terdapat di ikat pinggang sebelah kanan tentara itu. "Ah ini ya?" ujarnya. "Maaf Pak, lupa nyimpan di tas, tadi agak buru-buru." Ia pun menyimpan sangkur itu di tasnya. "Monggo digeledah." Tentara itu langsung mengambil posisi siap untuk digeledah, ia membuka kaki dan tangannya lebar-lebar. "Terima kasih Pak atas kerja samanya," ujarku basa-basi, lalu aku mendekat dan mulai menggeledah tentara itu dari belakang. Tentunya dengan sengaja menyentuhkan kontolku ke bokongnya. Aku memang sudah horni sejak pagi tadi. "Buru-buru ke mana Pak?" Aku meraba-raba dadanya. Masih bidang. Kugeledah kantong bajunya, dan tentunya dengan sengaja mencari puting susunya untuk kuraba-raba.
"Mau pulang saja sih, kebelet juga..."
"Oh... di sini ada WC kalau Bapak mau pakai."
"Bukan kebelet itu Pak, kebelet yang lain, hehehe..." Ramah juga tentara ini, pikirku. Aku mulai menggeledah kantong celananya. "Dan kayanya Bapak juga kebelet tuh."
"Maksudnya?" aku pura-pura tak mengerti. Sengaja kusenggol kontolnya. Ternyata sudah agak tegang. "Oh kebelet yang ini toh Pak?" ujarku sambil memegang kontolnya. Tentara itu hanya tertawa renyah. "Sama kan?" ujarnya sambil membalikkan badan dan langsung mengelus-elus tonjolan kontolku. Aku hanya terdiam menikmati elusannya. Enak juga. "Gede banget Pak Adrian," ujar tentara itu, yang rupanya sudah membaca nama di dadaku. "Nyodok memek pasti klenger ini."
"Ah saya nggak suka memek Pak," jawabku cuek. Toh ya ga kenal. "Enakan nyodok bool."
"Oh," jawabnya pendek. "Sama dong." Tentara itu mulai mengelus-elus bola-bola kontolku yang besar itu, membuatku mendesah dan bergetar. "Mmmmmmhhh..." Sentuhan jari-jemarinya pada tonjolan selangkanganku begitu lembut dan menggoda. Tentara itu sepertinya tahu aku sudah horny sejak seharian tadi, bahkan sejak aku bertemu dengannya. "Dengar-dengar polisi ga tahan nih kalau main pelan," godanya.
"Coba saja," tantangku, dan ia menghadiahi kontolku dengan remasan pelan. "Oooughhh..." Tentara itu menghimpitku ke tembok dan mulai menciumku dengan lembut, sambil tetap mengelus-elus kontolku yang sudah mengeras, membuat gundukan yang sangat besar di celana dinasku yang lumayan ketat itu. Aku benar-benar tidak tahan lagi. Kubuka sabukku, namun tentara itu menghentikan tanganku. Tangannya pun turun dari sabukku, kembali mengenai kontolku, lalu ia remas-remas. "Aaaahhh..." Aku paling tidak tahan ketika kontolku diremas-remas. Aku bergelinjangan, terkunci dengan ciuman tentara itu dan remasan paling nikmat yang pernah kurasakan. Begitu lembut memanjakan kontolku. Baru kali ini aku menemui orang yang memainkan kontolku tidak dengan penuh nafsu. Justru aku yang dibuat terbakar nafsunya. Tentara itu kini menggunakan telapak tangannya untuk menggencet kontolku sambil menggesek-gesek batangku yang sedari tadi sudah berdenyut-denyut untuk minta segera dilepaskan dari celanaku. "Mmmmhhh..." Akhirnya aku berhasil melepaskan diri dari ciumannya. "Isepin please..."
"Tidak secepat itu anak muda," tentara itu menatapku dalam-dalam. "Kau akan menikmati permainan yang takkan pernah kaulupakan sepanjang hidupmu. Dan kontolmu akan benar-benar meledak dengan kenikmatan." Dengan itu ia menepuk-nepuk kontolku, membuatku berjingkat menahan nyeri yang melanda bola-bola kontolku, namun kemudian nyeri itu berubah menjadi kenikmatan yang membuat batang kontolku semakin mengeras. "Sudah terangsang berat ya," goda tentara itu sambil mengelus-elus bagian celana coklatku yang memang sudah basah oleh precum-ku, dan kepala kontolku pun terkena elusan itu. "Aaaaahhh..." Aku benar-benar pasrah dibuatnya, aku sudah melupakan bokong rekanku. Tentara ini lebih lihai memainkan kontolku! Ia melayangkan tinju-tinju ringan ke kontolku, namun entah mengapa aku tidak bisa marah, sekalipun bola-bolaku ngilu dibuatnya. "Kontol segini gede sesekali juga harus kenal rasa sakit, biar nanti dia bisa mengubahnya jadi kenikmatan."
"Jadi mau kauapakan kontolku?"
"Jangan khawatir anak muda. Aku takkan merusak kontolmu. Biarkan saja kontolmu yang memberikan kenikmatan malam ini."
"Malam ini? Nggak sekarang?"
"Malam masih panjang! Kecuali kau memang begitu perkasanya...?"
"Keluarin sekarang please... Keluarin..." Tentara itu hanya mengelus-elus kontolku sambil meremasnya dengan hangat, membuatku terus memohon-mohon. Tepukan-tepukan ringan tidak membuat kontolku menyerah, malah semakin berkedut-kedut di dalam celana dinasku. "Yah, kalau itu maumu..." Tentara itu mengurut batang kontolku dari pangkal ke ujung, pelan-pelan sekali. "Ooooooohhhhhh..." Aku hanya bisa mengerang panjang selama urutan itu, yang lumayan menyiksa batinku. Kenapa juga kontolku harus sepanjang itu, jadi lama deh ngurutnya, kutukku dalam hati. Tapi enak sekali... Ketika ia sampai di ujung batang kontolku, kepala kontolku dielus-elusnya dengan lembut. "Aaaaaahhh..." Aku sampai berjingkat dibuatnya. Tentara itu mengulangi urutannya sebanyak lima kali. "Kocokin batangnya, please..."
"Ah, jadi kau sudah nggak sabar lagi, anak muda?" ujar tentara itu. "Kau harus belajar bersabar! Ledakan kenikmatan yang akan kaudapatkan di akhir nanti akan jadi tiada tara." Ia mulai membuka perlahan-lahan resleting celanaku, membuatku sampai menahan nafas. "Kontolmu pasti ingin meledak sekarang, eh?" Ia menyusupkan tangannya ke dalam celana dinasku, langsung menemukan gundukan kontolku yang masih saja berdenyut-denyut. "Sabar dulu kontol!" Jari-jemarinya melingkari bola-bola kontolku lalu ia meremasnya kuat-kuat, membuatku berjingkat cukup tinggi dan mengerang panjang. "Ooooooohhhhh..." Bukan rasa sakit yang kurasakan, namun rasa nikmat tiada tara. Bahkan kontolku pun setuju denganku; kedua testisku mulai naik mendekat pangkal kontolku. "Hmmm, mau keluar sekarang kau polisi muda, hmmm?" Perlahan ia menurunkan celana dalamku, sedikit membuat batang kontolku tertekuk, namun akhirnya batang kontolku terbebas juga. Ia menggenggam batang kontolku menggunakan tangan kanannya dan mengelusnya perlahan. "Ooooohhh... please... kocokin..." Tentara itu tidak mendengarkan permintaanku, ia hanya mengelus kontolku perlahan-lahan, membuat precum semakin deras mengalir. "Please..."
"Sabar..." Ia membasahi tangannya dengan precum-ku dan terus mengelus-elus kepala kontolku. Tak lama kemudian ia mulai mengurut batang kontolku. Perlahan sekali. Aku hanya bisa mendesah dan memejamkan mata, berharap tentara itu akan mengocok kontolku.
Namun harapan itu tak pernah jadi kenyataan. Kontolku terus berkedut-kedut dan rasanya ingin meledak. Tentara itu tetap menggodaku; ketika tangannya sampai di kepala kontolku, dielus-elusnya dengan menyeluruh. Entah sudah berapa kali aku mengerang keenakan bercampur frustasi karena tidak dibuat keluar-keluar. Kedua bola kontolku digenggamnya dan sesekali ditarik-tarik atau diremas-remas, membuat rasa nikmat yang sudah terbangun hingga membuatku berada di ujung tiba-tiba terputus begitu saja karena rasa sakit, namun tak lama kemudian rasa sakit itu berubah mendorong nafsuku kembali. Entah sudah berapa kali aku merasakan hal itu.

Sampai akhirnya aku tidak tahan lagi. Entah mau ditaruh di mana lagi mukaku, toh aku sudah menyerahkan semua kemaluanku pada tentara ini, tapi akhirnya aku memelas juga. "Please... biarkan aku keluar..."
"Dan apa yang kudapat kalau aku mengizinkanmu keluar?" tanya tentara itu sambil tersenyum. Ia mengelus-elus kedua bola kontolku, membuatku melenguh panjang. Ketika ia berhenti melakukannya, aku baru bisa menarik nafas panjang. "Aku... aku... akan lakukan apapun yang kau mau. Tapi biarin aku keluar, please... aku sudah nggak tahan..."
"Hmmm? Dan apa kau tahu yang kumau?" Tentara itu mengelus-elus kepala kontolku kembali, membuatku mendesis. "Kalau kukatakan aku akan membunuhmu, apa kau mau menukar orgasmemu?" Aku tak bisa menjawab; tentara itu terus menggoda kontolku, dan bola-bolaku kembali diremasnya. Tentara itu tertawa sendiri. "Tentu aku takkan membunuhmu, sayang kontol seperkasa ini tiba-tiba harus lemas untuk selama-lamanya." Aku melirik keluar dari jendela; matahari rupanya sudah hampir terbenam. Astaga, hampir dua jam aku disiksa dengan kenikmatan ini? "Aku tidak ingin banyak darimu," ujar tentara itu sambil tersenyum. "Aku hanya ingin kontol ini menjadi milikku untuk selamanya. Apapun yang terjadi, kontol ini harus menuruti kemauanku. Jangan khawatir, aku mungkin takkan menembus keperjakaanmu..." Tentara itu beralih meraba lubang anusku dan dengan satu hentakan menasukkan salah satu jarinya, membuatku tersentak. "...walaupun mungkin... ya... menyodomimu pasti menarik. Tapi aku lebih tertarik dengan kontol ini..." Ia menggenggam kontolku dan menimang-nimangnya. "Jadi bagaimana, hmmm?"
"Kontolku milikmu," aku tak lagi berpikir panjang, nafsu benar-benar sudah menguasai otakku. "Sekarang biarkan aku keluar, please..."
"Dan apa yang membuatku harus percaya dengan jawabanmu itu?" tentara itu tersenyum lagi, kali ini ia melepaskan tangannya dari kontolku dan mengamatinya berkedut-kedut menggantung begitu saja.
"Oh please.."
"Hmmm?"
"Aku... aku... aku milikmu! Kontolku milikmu! Kau boleh melakukan apa saja pada tubuhku, pada kontolku!" Kata-kata itu tersembur keluar begitu saja dari mulutku; sebenarnya aku takut dengan konsekuensinya, namun salah satu sisi diriku mengatakan aku akan mendapatkan kenikmatan yang lebih besar lagi nantinya. Kalau ini konsekuensi yang harus aku bayar, biarlah...
"Baiklah, sepertinya kau bersungguh-sungguh." Tentara itu mendekat lagi dan tersenyum, lalu ia memelukku dari belakang dan menggenggam kembali batang kontolku. Dan akhirnya, ia mengocoknya. Perlahan-lahan, namun bisa kurasakan ritmenya lebih cepat dari tadi. kali ini ia benar-benar mengocok kontolku. "Kau boleh keluar sekarang, Sayang... ayo keluarkan," bisiknya. Kata-kata kotor yang tentara bisikkan itu membuatku semakin bernafsu. Walaupun kocokannya pelan, namun semua rangsangan yang ia berikan sudah cukup untuk membuatku mencapai titik itu.
"Aku... aku... mau... keluar... mmmhhh... ooohhh... kencengin... aaaahhh..."

Dan akhirnya aku mencapai titik itu.
CROOOOOOTTT...
Aku hampir saja berteriak sekeras-kerasnya ketika akhirnya tembakan spermaku yang pertama tidak dihalang-halangi, disusul dengan tembakan demi tembakan berikutnya. Ejakulasi kali ini terasa benar-benar berbeda, aku serasa diperah habis-habisan. Kontolku tak henti-hentinya menembakkan sari kejantananku. Entah sudah berapa kali aku muncrat; ketika akhirnya kontolku mulai berhenti muncrat, aku benar-benar merasa lemas. Kakiku hampir tak mampu menopang tubuhku, pandanganku sendiri mulai kabur. Tentara itu membisikkan sesuatu yang aku tak bisa pahami. Dan aku merasa ngantuk sekali...