Selasa, 09 Agustus 2011

Di kereta Surabaya-Jakarta (bagian 3)

Setelah aku mengangguk tanda aku tidak akan memberontak, provost itu mengendorkan dekapannya, namun tidak melepaskanku. Kepalaku dielus-elusnya dengan penuh sayang; karena provost itu lebih tinggi besar dariku, seakan-akan provost itu bapak yang sedang memeluk anaknya. Aku pun memberanikan diri melingkarkan tanganku di pinggang provost itu. Benar-benar pinggang yang ramping namun berisi. Kontolnya sedikit di atas kontolku dan menekan keras tubuhku. "Aku tahu kamu gay sejak di kereta itu," bisiknya. "Puaskan aku." "Tapi aku tak mau menusuk dan ditusuk," bisikku balik sambil meremas kontolnya agak keras hingga provost itu mengerang pelan. "Tak apa, kocok atau hisap kontolku," pintanya. "Lalu kedua temanmu?" "Lakukan yang sama sepertiku." Dengan sedikit anggukan provost itu menyuruh kedua rekannya merapat, dan mereka berdua ikut memelukku. Aku seakan dipeluk tiga raksasa sehingga agak kepanasan dan kesulitan bernafas, namun untuk sejenak kunikmati diriku dipeluk sambil tanganku leluasa menjelajahi kontol dua provost sekaligus. Kuhirup aroma lelaki provost itu, rupanya ia menggunakan parfum maskulin. Dua provost lainnya masih menikmati permainan tanganku pada kontol mereka. Setelah aku memberikan sinyal untuk menghentikan pelukan itu dengan meremas kuat kontol kedua provost itu, permainan sebenarnya pun dimulai.

Aku duduk di sofa di ujung kamar sementara ketiga provost itu berdiri tegap di depanku. Santoso masih tidur dengan nyenyak, sepertinya ia memang kecapaian. Karena ketiga provost itu tidak ingin saling melayani, aku berusaha melayani mereka bertiga. Provost pertama bernama Jacky, kulayani terlebih dahulu. Kudekatkan mukaku dengan kontolnya yang sudah tercetak dengan sangat jelas di celana dinasnya saking ketatnya. Kubenamkan wajahku di kontolnya untuk menghirup aroma kejantanannya. Setelah puas, kusundul-sundul bola-bola kontolnya dengan hidungku dan kugigit-gigit ringan batang kontolnya, membuat Jacky mengerang pelan. Gemas dengan erangannya, kukepalkan tanganku dan kutinju pelan kontolnya. Ia berpura-pura kesakitan sambil memegangi kontolnya dan mengerang kembali. Kedua rekannya hanya tertawa melihat Jacky; sekilas kulihat kontol mereka masih tegang walaupun tidak kumainkan lagi. Kupegang tangan kekar Jacky untuk membuka pertahanan kontolnya, kemudian kupecundangi lagi provost itu dengan membuka resleting celananya. Kurogoh ke dalam, agak terkejut ketika aku langsung mendapati barang pusakanya yang hangat dan berdenyut itu. Kukeluarkan batang kontol Jacky, kemudian kubiarkan kedua rekannya mengagumi batang kejantanan itu; kuberi bonus remasan-remasan lembut pada kontol mereka berdua. Kontol Jacky sudah disunat ketat, berurat di sepanjang batangnya; saat itu kontolnya berdenyut-denyut. Kupegang kepala kontolnya dan kuelus sepanjang pinggiran kepalanya dalam gerakan memutar. Gerakan itu rupanya menimbulkan sensasi geli namun nikmat yang luar biasa; Jacky melenguh seperti lembu hendak disembelih dan kelojotan tak karuan. Precum mulai meleleh dari ujung lubang kencingnya, langsung kujilati. Agak getir dan asin, namun aku suka. Kukeluarkan buah zakarnya dan kuremas-remas beberapa saat untuk merangsang kontolnya mengeluarkan precum lagi. Setelah puas, kujilati seluruh jengkal batang kontolnya dari ujung hingga ke pangkal. Kuciumi dan kujilati pangkal kontolnya sementara kukocok-kocok kepalanya, membuat Jacky belingsatan tak karuan. Walaupun begitu, tak ada tanda-tanda ia akan orgasme. Kurasa stamina provost ini masih sangat prima. Kupandangi wajah Jacky dan ia balas memandangku. Kuberikan senyumanku, kemudian kujilati kontol itu seperti es krim. Tak terlalu lama aku melakukannya, karena aku sendiri sudah tak tahan ingin merasakan tongkat kejantanan provost itu di dalam mulutku. Maka kucaplok kontolnya dan kumasukkan perlahan-lahan. Kontol Jacky lumayan panjang walaupun tidak terlalu besar, kutaksir panjangnya sekitar 18cm dan tebalnya 3-4cm. Hingga pangkalnya masuk, aku bisa merasakan ujung kontolnya menyentuh dinding tenggorokanku. Jacky dengan nakalnya menggerak-gerakkan kontolnya, memukul-mukul dinding tenggorokanku dan membuatku mual. Ia mendorong kepalaku hingga aku terbenam dalam selangkangannya, namun masih terhalang celananya. Kubuka kaitan celananya agar aku lebih leluasa menikmati selangkangannya. Entah kenapa provost itu tidak mengenakan sabuk, padahal aku ingin sekali melucuti sabuk itu seperti tadi aku melucuti Santoso. Kuturunkan celananya sampai sebatas paha, lalu Jacky kembali membenamkan kepalaku pada selangkangannya sambil menggerak-gerakkan kontolnya. Awalnya aku tersedak dan mual, namun bau jantan selangkangan Jacky membantu melawan rasa mual itu. Jacky mulai memompa kontolnya di mulutku; kuletakkan lidahku di bawah kontolnya dan kusempitkan mulutku untuk melipatgandakan kenikmatannya, dan benar saja, Jacky mengerang habis-habisan dibuatnya. Aku memeluk pantatnya yang montok berisi itu selagi ia mengentot mulutku. Sesekali cairan precum meleleh dari kontolnya, memberikan rasa asin getir yang kusuka itu.

Sepuluh menit kemudian, mulutku mulai lelah mengenyot kontol Jacky. Satu provost rekannya sudah muncrat terlebih dahulu, walaupun hanya kuremas-remas dari luar tanpa menanggalkan sehelai benang pun dari tubuhnya sehingga noda sperma pun menghiasi celananya, membuatku semakin terangsang. Satu rekannya lagi malah melemas kontolnya, membuatku penasaran sebenarnya, namun masih ada Jacky si provost pejantan tangguh. Aku memutar akal agar Jacky bisa cepat muncrat. Saat ia menarik kontolnya, aku sengaja menarik kepalaku agak jauh sehingga kontolnya keluar dari mulutku. "Ups...," bisikku. Kulahap lagi kontolnya, namun kali ini perlahan-lahan, dan kusisakan separuh batangnya. Kugunakan teknik terakhirku yang membuat Santoso muncrat tadi; kalau ini tidak berhasil, entah apa yang bisa membuat provost yang satu ini takluk. Kuhisap-hisap sambil kukocok kepala kontolnya dengan mulutku, sementara kukocok bergantian pangkal batang kontolnya dan bola-bolanya. Benar saja, Jacky mengerang cukup dalam, nafasnya semakin memburu. Kulakukan gerakan itu sepuluh kali, dan di tiap gerakan aku bisa merasakan kontol provost itu semakin membesar. "Aaaahhh akuu mauu keluaaarrr...," desah Jacky. Akhirnya! Kukenyot kepala kontolnya kuat-kuat sambil kuremas bola-bolanya. Jacky mendesah panjang, tubuhnya bergetar hebat. Kulihat bola-bolanya mulai melesak ke dalam, bersiap untuk menembakkan muatannya. Benar saja, ketika kuremas sekali lagi, aku bisa merasakan kepala kontolnya berdenyut dan membesar, kemudian cairan hangat yang agak cair meleleh di ludahku, diikuti semburan cairan kental yang lebih hangat lagi. Kali ini rasanya manis dan gurih. Kutelan secepat yang aku bisa karena tembakan provost itu cukup cepat dan banyak, bahkan rasanya ada yang meleleh di sisi mulutku. Sekitar setengah menit kemudian tembakannya melemah dan akhirnya berhenti sama sekali. Sisa spermanya tidak kutelan. Kukeluarkan kontolnya, kemudian aku bangkit berdiri dan memegang dan mengelus perlahan kontolnya. Jacky bergetar pelan, tubuhnya masih terpengaruh orgasme yang begitu hebat. Kucium provost itu, dan ia membalas ciumanku, bahkan ia mau menjilati spermanya sendiri yang masih ada di mulutku. Setelah spermanya di mulutku habis, aku pun kembali menjilati sisa-sisa sperma dari kontolnya hingga bersih. Keluar dari mulutku, kontol itu agak tegang lagi, namun aku masukkan ke dalam sarangnya. Kurapikan provost itu, dan kucium lagi sambil tetap kurangsang kontolnya. "Enak?"
"Enak banget, makasih banyak ya. Sayang kau bukan dari sini, coba kita bisa jadian." Wah, aku sih sudah jadian dengan Santoso, pikirku dalam hati.

Ah, tapi sekarang aku harus beralih ke rekannya. Provost kedua, yang muncrat dalam celana, bernama Sutandyo, tahu aku kelelahan menghisap kontol Jacky, maka ia hanya memintaku mengocok kontolnya sekali lagi. Kali ini kupegang betulan kontolnya tanpa halangan kain celananya. Kusuruh provost itu duduk di pangkuanku, kemudian kurogoh masuk tanganku. Agak sempit sebenarnya, namun masih cukup lah untuk memainkan kontolnya. Dengan sisa-sisa sperma yang masih melekat di celananya, kukocok kontolnya. Tak butuh waktu terlalu lama supaya ia muncrat untuk kedua kalinya. Tanganku jadi agak belepotan dibuatnya, namun kubiarkan tanganku tetap di celananya hingga kontolnya melemas. Rupanya provost ini terbiasa main cepat, pikirku.

Nah, tinggal si provost terakhir, Hari namanya. "Lemes nih Bang?" ujarku saat memainkan kontolnya. "Iya nih, susah nahan biar bisa ngaceng...," akunya. "Biasanya diapain dong Bang biar bisa muncrat?" "Kalau saya yang ngocok sendiri bisa, tapi kalau dikocokkan orang lain jarang banget bisa muncrat. Susah tegang." "Tenang aja Bang, ini temennya dikocok malah dua kali keluar..." "Dia mah kontol kuda, sekali dua kali kurang!" "Hmmmm, kalau gitu, saya butuh bantuan." Jacky yang horny kembali langsung mengerti maksudnya. Ia mencium rekannya itu sementara aku memeluk Hari dari belakang dan memerah kontolnya. "Lha tegang gini lho Bang," bisikku. Hari tidak menjawab, ia sibuk berpagutan dengan Jacky. Tangannya mulai meraba-raba liar tubuh Jacky yang gempal itu, sementara aku sibuk menelanjangi Hari. Kontolnya perlahan tegang dan langsung kukocok-kocok. Jacky membantu dengan memainkan dada Hari. Hari sendiri kini sibuk memainkan kontol Jacky. Kukira aku akan membutuhkan waktu lama untuk memuaskan Hari karena ceritanya tadi, apalagi kurasakan kontolnya belum terlalu tegang. Namun... Tanpa kuduga, Hari bergetar hebat dan muncratlah spermanya. Refleks aku menarik tanganku karena tidak siap, namun detik berikutnya aku langsung menadahi sperma Hari, kalau tidak tentu saja akan belepotan ke mana-mana. Sepertinya otak Hari sudah mengatakan cukup untuk ejakulasi, namun kontol Hari tidak merespon dengan ketegangan yang tepat. Entah apa yang harus kuceritakan pada Santoso kalau ia sampai menemukan bekas sperma di karpet, padahal semalaman kami bercinta di atas ranjang... Kulirik dirinya, dan ajaibnya ia tidak terbangun sama sekali, walaupun dengan riuhnya erangan ketiga provost itu.

Setelah membersihkan dan merapikan diri, ketiga provost itu pamit. Jacky meminta nomor teleponku agar ia bisa menghubungiku selama aku di Jakarta dan ia ingin merasakan sensasi semalam tadi. Kuberikan nomor kartu perdana yang baru kubeli tadi; aku memang terbiasa membeli nomor sekali pakai untuk menjaga privasiku. Sisa malam itu kuhabiskan dengan tidur sambil memeluk Santoso polisiku kekasihku.
Demikianlah, sisa hariku di Jakarta dihabiskan bersama Santoso si polisi. Siang hari aku bekerja, malam hari aku memadu kasih dengannya. Jacky si provost sempat menelepon di hari terakhirku di Jakarta, namun kutolak dengan halus karena jadwal kereta pagi sekali dan aku tidak ingin terlambat. Untunglah ia bisa mengerti. Keesokan harinya, aku dan Santoso kembali ke Surabaya menggunakan kereta. Karena saat itu siang hari, jelas tidak mungkin kami bermesraan seperti saat berangkat. Namun memang terjadi sesuatu di kereta Jakarta-Surabaya itu. Apa itu?

Itu kisah untuk lain kali. Untuk sekarang, biarlah kami merajut kisah kasih di kota tercinta ini.

Santoso I love you...

2 komentar:

  1. Hello Xiao Long, cerita nya HOT sekaligus. Apa lagi yang episode 3 ini, makin nakal, makin liar...
    Sussex terus untuk cerita-2nya...
    Ada kontak untuk kasih ide cerita?

    BalasHapus
  2. Hello Xiao Long,
    Cerita nya benar-2 HOT, terus ada untuk episode 3 ini, makin nakal, makin liar....
    Sukses untuk cerita-2 selanjutnya...
    Ada kontak yang bisa dihubungi untuk japri ide-2 cerita?

    BalasHapus

Komentar Anda akan dimoderasi sebelum ditayangkan. Berkomentarlah sopan dan terjaga. Promosi akan otomatis dihapus. Tuliskan juga jika Anda tidak ingin komentar ditayangkan (misalnya jika hanya memberi informasi).