Kamis, 16 Juni 2011

Di kereta Surabaya-Jakarta (bagian 1)

Malam itu aku menuju stasiun Pasar Turi untuk naik kereta jurusan Surabaya-Jakarta. Aku ada tugas mengurus sesuatu di sana selama empat hari. Sebenarnya kantorku mengizinkan aku naik pesawat, namun aku menolaknya karena aku lebih suka naik kereta. Sesampainya di peron, aku pun menunggu di area bebas rokok dan melihat-lihat sekeliling. Tidak banyak penumpang yang terlihat. Sampai aku melihat sosok itu. Awalnya aku tidak terlalu memperhatikan, namun seiring dengan langkahnya menuju area bebas rokok mau tak mau aku pun memperhatikannya. Pria itu mengenakan jaket hitam, celana panjang coklat, dan sabuk putih yang segera kukenali sebagai sabuk polisi. Wajahnya tampan dan rapi sekali, tak ada satu helaipun kumis ataupun janggut--aku spontan mengelus kumisku yang agak jarang namun tak rapi karena belum kucukur. Badannya masih tegap berisi; kuamati perutnya belum membuncit. Kucuri pandang sedikit area bawah perutnya, cukup besar. Ideal nih, pikirku dalam hati. Apa ia bakal segerbong denganku ya... Tak dinyana ia duduk di sebelahku dan menyapa dengan ramah, "Malam Mas, ke Jakarta juga ya?"
"Malam juga Mas, iya ke Jakarta, ada urusan kerja."
"Sendiri aja Mas?"
"Iya nih nggak ada temannya. Kalau Mas sendiri?"
"Wah kebetulan saya juga mau ke Jakarta. Gerbong berapa Mas?"
"Gerbong lima."
"Lha saya juga gerbong lima, kursi berapa Mas?"
"5A. Jangan bilang Mas-nya 5B," ujarku sambil tertawa kecil, walaupun dalam hati aku sangat berharap demikian. "Kayanya memang kita ditakdirkan berdua Mas! Saya memang di 5B, hahahaha..."

Percakapan pun bergulir selagi menunggu kereta datang, karena ada sedikit delay. Polisi itu bernama Santoso, umurnya 28 tahun. Aku tidak menanyakan apa urusannya ke Jakarta, yang penting ia sejurusan denganku. Sekitar pukul 20.15 kereta pun datang, terlambat sekitar satu setengah jam dari jadwal seharusnya. Kami pun menuju gerbong nomor lima kursi 5A dan 5B. Aku memilih sisi jendela walaupun tidak ada yang bisa dilihat malam-malam begini. Setelah menaruh barang dan kereta berangkat, percakapan pun dilanjutkan. Santoso sangat ramah dan suka bercerita. Ia menceritakan padaku tentang pekerjaannya sebagai polisi, seakan-akan kami sudah kenal sejak lama. Banyak yang tidak suka karena ia selalu bertindak jujur. Justru kejujurannya itu membuatku kagum; ternyata masih ada juga orang yang teguh menempuh jalan yang lurus di tengah-tengah ketidakberesan negara ini. Yang tak kuduga adalah saat ia bercerita tentang kehidupan cintanya.

"Mas sudah punya pacar?" tanyanya duluan. "Belum Mas, belum ada yang cocok saja," jawabku diplomatis. Aku memang sedang menjomblo saat itu. "Mas sendiri? Ceweknya nggak diajak sekalian ke Jakarta, jalan-jalan?"
"Waduh kalau ketahuan bisa dihukum saya Mas," ia tertawa simpul, "lagian saya nggak punya cewek."
"Ah masa sih Mas, ganteng gagah gini kok nggak punya cewek?"
"Ya mungkin karena pekerjaan saya Mas, kadang mesti pindah kota dan nggak tahu kapan kan..."
"Ah kalau sudah cinta pasti bisa dikasih pengertian Mas," ujarku.
"Kalau benar-benar cinta Mas," desahnya. "Kenapa Mas? Kayanya trauma sama cewek?"
"Iya Mas, baru aja putus nih. Orientasinya duit pula, lha padahal gaji saya pas-pasan. Makan aja ngirit. Tapi dia ngambek kalau nggak diisiin pulsa."
"Wah susah Mas kalau orientasinya duit, mending cari yang lain aja."
"Iya, pikirnya saya banyak duit dari hasil tilang. Saya nggak pernah terima duit damai Mas. Mending hidup susah tapi nggak merasa bersalah karena uang haram." Sekali lagi aku merasa kagum padanya, tanpa sadar kupegang tangannya dan kutatap matanya. Ia balas menatap tanpa canggung sedikitpun. "Tangannya dingin amat Mas," ujarnya. "Iya lupa bawa jaket, lupa kalau kereta malam dinginnya minta ampun..."
"Pakai jaket saya aja," sahutnya lalu ia pun melepas resleting jaketnya. "Eh jangan Mas, ntar Masnya yang kedinginan." "Gapapa, saya pake pakaian dinas kok, lengannya kan panjang." Benar saja, begitu ia melepaskan jaketnya, aku bisa melihat seragam coklat kesukaanku itu. Sekarang aku bisa melihat dengan jelas badannya, dan aku tertegun. Dadanya cukup bidang... "Mas? Ini jaketnya," seruannya menyadarkanku. "Ah iya, makasih ya!" Aku segera mengenakan jaket itu; terasa begitu hangat. Sedikit tercium aroma tubuh polisi itu, harum dan begitu jantan, menggugah seleraku. "Lha dibagikan selimut tuh Mas!" ujarnya tiba-tiba. Benar saja, petugas kereta mulai membagikan selimut. Kulirik jam tanganku, ternyata sudah pukul setengah sepuluh malam. Setelah mengenakan selimut plus jaket polisi itu, badanku jadi benar-benar hangat. "Enak ya?" tanya Santoso. "Iya sudah hangat, berkat jaketnya Mas nih, hehehe..."
"Kalau pelukan pasti lebih hangat lagi ya," candanya.
"Ah memangnya Mas mau pelukan sama saya?" godaku sambil tertawa.
"Siapa takut," tantangnya memelankan suaranya. Seharusnya sudah mulai banyak yang mencoba tidur, dan kebetulan gerbong lima cukup sepi. Ia menaikkan tumpuan tangan yang membagi kursiku dan kursinya, kemudian dengan sengaja melebarkan selimutnya sehingga selimutnya bertumpuk dengan selimutku. Ia sedikit bergeser, kemudian ia memegang tanganku yang sudah tidak kedinginan itu. "Ada yang kedinginan nih Mas," bisiknya. "Nah to Mas-nya kedinginan," ujarku. "Pake jaketnya ya?"
"Nggak usah Mas, yang kedinginan sebelah sini kok." Ia menarik tanganku dan meletakkannya di atas tonjolan selangkangannya. Gerakan itu benar-benar tak kuduga, sehingga aku tertegun ketika ia menggerakkan tanganku mengelus-elus tonjolan itu. "Mumpung sepi Mas, dihangatin ya. Sudah lama nih nggak ada yang mainin," ujarnya tanpa basa-basi. Tanpa pikir panjang lagi aku mulai beraksi. Kuraba-raba tonjolan itu dan kuremas-remas. "Apa nih Mas?" godaku. "Kok gede amat? Pentungannya polisi ya?"
"Iya itu pentungannya polisi," jawabnya menggodaku. "Namanya kontol."
"Oooo ini kontolnya polisi ya," bisikku, kugunakan nada nakal saat mengatakan "kontol."
"Hu um, kamu suka ya Mas?" "Saya suka kontol, apalagi kontol polisi kaya punya Mas. Gede, kenyal, panjang, keras." Kuurut batang kontolnya yang kukira sudah menegang dari tadi. Ia membuat gerakan seolah-olah tertidur di bahuku dan membisikkan erangannya. Kuelus-elus lagi kontol polisi itu; perjalanan masih panjang namun aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Celananya yang halus dan ketat membuat seakan-akan aku menyentuh kontolnya langsung; walaupun tak bisa melihatnya, aku yakin selangkangannya sangat menonjol sekarang. Memikirkannya saja membuatku sangat terangsang, apalagi ketika polisi itu dengan nakalnya membuka resleting celanaku dan langsung mengocok kontolku. Aku mengerang tertahan; kubalas dengan menggenggam kontolnya sebisanya dan kutarik-tarik perlahan. Ia menjilat-jilat leherku dengan manja, kuberikan remasan pada kontolnya. "Kocokin dong," pintanya. "Ntar kalau muncrat gimana?"
"Kocokin di dalam aja."
"Lha celananya ketat gini, susah dong ngocoknya?"
"Ke WC yuk." Ia bangkit dan menuju WC, aku menyusul kemudian. Tidak ada satu orang pun yang masih terjaga sehingga aku dengan mudah menyusup ke dalam WC yang sudah terisi seorang polisi horny.

Begitu aku mengunci pintu, polisi itu langsung menciumku dengan penuh nafsu. Kuladeni ciumannya sambil berusaha melucuti pertahanan kontolnya. Kubuka resleting celana dinasnya yang sudah terasa sedikit basah, kemudian kucoba keluarkan batang kontolnya. Agak susah karena lubang celananya agak sempit, namun aku tidak kurang akal. Kuremas-remas dan kutarik-tarik kembali kontolnya, kali ini untuk mengarahkan batang kontolnya keluar. Setelah beberapa saat, dibantu kelojotan polisi itu yang mengira aku sedang menyervis kontolnya, akhirnya aku berhasil mengeluarkan tongkat kejantannya. Sambil tetap berciuman aku mengocok-ngocok dan memelintir perlahan batang kontol polisi itu. Dari tanganku kuperkirakan diameternya sekitar 5cm. Panjangnya belum bisa kuperkirakan karena aku masih memainkan kulupnya. Ya, ternyata polisi itu belum disunat. "Masih komplit ni Mas onderdilnya," godaku. "Iya Mas, saya nggak berani disunat."
"Wah polisi gagah begini kok nggak berani disunat, hehehe..."
"Iya Mas, kan habis disunat nggak boleh dimainin dulu. Saya orangnya nggak tahanan Mas, tiap hari pasti ngocok."
"Iya lah Mas lha wong pelinya gede-gede gitu..."
"Lagian kalau ntar ngaceng pas dipegang dokternya kan runyam Mas."
"Ya tinggal dimainin aja."
"Kocokin Mas..." Aku pun menggenggam kontol polisi itu dan mulai mengocoknya. Agak kagok sebenarnya karena aku belum pernah mengocok kontol yang belum disunat, tapi karena kulihat polisi itu menikmati kocokan awalku, aku pun memberanikan diri memperkencang kocokanku. "Pelan-pelan aja Maaaassss," pintanya manja. "Nggak pingin cepet keluaaarrr niii..."
"Lha nanti kalau ada orang gimana?"
"Biarkan aja Mas."
"Eh jangan lah Mas, apa kata orang nanti kalau melihat polisi berduaan di WC sama orang lain, cowok lagi. Gini aja deh, sekarang dikeluarin, ntar kalau balik ke tempat duduk Masnya kuservis lagi deh. Sampai subuh. Kuat nggak Mas?"
"Kuat laa, sapa dulu!"
"Siap ya."

Aku duduk di atas WC dan polisi itu berdiri dengan kontol mengacung tepat di mukaku. Awalnya aku melanjutkan kocokanku, namun di tengah-tengah dengan tiba-tiba kulahap batang kontolnya. Nyaris saja kubekap mulutnya; erangannya sangat keras seperti lembu hendak disembelih. "Jangan keras-keras Mas, ada orang gimana?" "Sssshhh isepiiinn Maasss..." Saat itu kereta sepertinya agak melambat sehingga tidak terlalu banyak goncangan, maka aku memegang pantat polisi itu dan menggerakkan pinggulnya maju mundur. Polisi itu sendiri memegang kepalaku, sesekali meremas rambutku. Baru saat itu kusadari kontolnya ternyata pendek, mungkin hanya 12cm panjangnya, sehingga aku tidak terlalu kesulitan melahap semuanya hingga pangkalnya. Kuhisap kuat-kuat kontolnya, dan...

"Maaaassss keluaaarrrhhh...," desahnya. Terlambat, aku sudah merasakan aliran spermanya mulai memenuhi mulutku. Kental, hangat, dan manis, kutelan spermanya selagi kontolnya memompakan persediaan spermanya keluar. Hanya saja, polisi itu tidak menembakkan spermanya, namun hanya meleleh keluar begitu saja. Aku pernah baca memang ada pria yang begitu. Hingga tetes terakhir kutelan semua, dan setelah tak ada lagi yang keluar aku pun menjilat-jilat ujung lubang kencingnya, membuat polisi itu kelojotan kegelian. Kubersihkan kepala kontolnya dan bagian kulupnya, kemudian kukeluarkan kontolnya dari mulutku. Kukembalikan kontolnya ke dalam celananya. "Mas nanti di Jakarta nginap sama aku mau ya? Belum puas nih ngisepnya, hehehe..."
"Boleh tuh, ntar kamu boleh ngisep kontolku sepuasnya."
"Sip deh!"
"Gantian sini kau kubikin kelojotan!"

Maka kami pun bertukar posisi. Polisi itu pun mengeluarkan kontolku dari celana jinsku. "Wah lebih panjang nih dari punyaku," pujinya. "Ah punya Mas lebih tebal," sanjungku. "Enak ngisepnya." Ia pun mengocok-ngocok kontolku sebentar, kemudian ia mulai menghisapnya. Benar saja, aku kelojotan dibuatnya. Hisapannya begitu maut, mengalahkan mantanku sebelumnya. Aku sampai tak tahan dan menembak polisi itu hanya dalam waktu singkat, mungkin hanya tiga menit. "Uooohhh gila Mas lihai bener," pujiku setelah aku memuntahkan seluruh laharku di mulut polisi itu dan merapikan diri. "Baru sekarang lho Mas aku keluarnya cepet!"
"Enak ya?"
"Woh gak enak lagi Mas. Super!!!"
"Hehehe sip lah. Kita suka isep-isepan ternyata. Jadian yuk!"
Aku tertegun mendengar perkataan Santoso; baru kali ini aku ditembak cowok. Sama polisi pula. "Aku mau Mas," jawabku, kemudian kupeluk dirinya dan terharu. Akhirnya kesampaian juga keinginanku berpacaran dengan polisi. Banyak yang bilang itu tidak enak, tapi aku tidak peduli. Kalau tahu caranya, apapun pasti bisa dinikmati. "Cium ya. Mulai sekarang kita pacaran." Kujawab dengan ciuman lembut; badanku serasa melayang ke awan. Entah berapa lama kami berciuman, sampai kusadari kereta berhenti. "Balik tempat duduk yuk Mas, kayanya lagi berhenti ni." Dengan berhati-hati kami keluar dari toilet, untungnya tidak ada yang melihat. Setelah duduk dan kereta berangkat, aku pun menepati janjiku menyervis kontol polisi itu semalam suntuk, walaupun hanya menggunakan tangan. Tanpa kami sadari ada yang memperhatikan gerak-gerik kami sedari tadi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda akan dimoderasi sebelum ditayangkan. Berkomentarlah sopan dan terjaga. Promosi akan otomatis dihapus. Tuliskan juga jika Anda tidak ingin komentar ditayangkan (misalnya jika hanya memberi informasi).