Kamis, 23 Juni 2011

Di kereta Surabaya-Jakarta (bagian 2)

Tak terasa subuh pun menjelang. Entah berapa kali tadi malam aku menyervis polisi itu di bawah selimut, tapi rasanya aku dan Santoso sama-sama tertidur. Aku terbangun karena kedinginan. Saat menggeliat untuk meregangkan otot, aku baru tersadar tanganku masih menggenggam kontol polisi itu, yang agak tegang, sepertinya karena dingin. Kukocok-kocok kontolnya selama beberapa saat sebelum kurapikan kembali celananya. Tangan kananku agak basah, sepertinya bekas spermanya tadi malam belum mengering. Setelah merapikan celanaku sendiri, aku beranjak ke toilet dan buang air kecil serta mencuci tangan. Kembali ke tempat duduk, kuamati polisi itu. Ia masih tertidur, sepertinya kecapekan. Wajahnya tampan juga. Kukecup keningnya, kemudian kulanjutkan tidurku. Masih sekitar empat-lima jam lagi sebelum kereta sampai di Jakarta.

Sekitar pukul tujuh aku terbangun. Santoso rupanya juga sudah bangun, masih saja menggoda kontolku walaupun ia tidak membuka celanaku. Aku mengerang malas sambil menggeliat. "Ntar aja lanjut lagi Mas, dah pagi nih... Ntar ada yang liat kan gawat." Aku mengatakan begitu karena biasanya selimut akan dikumpulkan lagi ke petugas kereta sekitar waktu itu. Dengan ogah-ogahan ia menarik tangannya. Kugoda dirinya dengan meremas cepat kontolnya, lalu kami berdua tertawa pelan.

Sisa perjalanan kami habiskan dengan berbincang. Tak terlalu banyak yang dibicarakan sebenarnya, jadi aku lebih banyak memandang keluar jendela. Gerbong kami agak lebih ramai dibandingkan tadi malam, dan di seberang ada seorang provost sendirian. Entah sejak kapan provost itu duduk di sana. Sekali-kali tak sengaja aku melihat provost itu melirik ke arahku atau Santoso, tapi lirikannya tajam sekali. "Mas, provost di sebelah kayanya sering melirik ke arah kita," bisikku pada Santoso. "Masa sih? Tenang aja, ada aku," jawabnya. "Paling dia heran kok aku pakai seragam dinas."
"Iya Mas kok ga pakai baju biasa aja tadi malam?"
"Nanggung, malas ganti baju. Bajuku di tas semua, malas bongkar-bongkar juga, hehehe..."
Tak terlalu lama kemudian kereta sampai juga di stasiun Gambir. Aku dan Santoso turun, diikuti provost itu. Dari sini seharusnya kami berpisah: aku ke arah Taman Anggrek untuk check in di hotel dan Santoso ke arah Grogol ke kosnya, namun karena aku hanya sendirian dan kamar hotel pastinya cukup untuk dua orang, maka Santoso kuajak menginap di hotel selama di Jakarta dan ia mau-mau saja. Semula aku ikut ke kosnya dulu karena ia hendak mengambil motornya dulu. Lumayan jadi tidak keluar ongkos transpor, pikirku. Provost tadi awalnya berjalan searah dengan kami sehingga sampai kukira ia membuntuti kami, namun rupanya ada provost lain yang menjemputnya. Kami pun naik ojek menuju kos Santoso di Grogol. Sesampainya di sana ia ganti baju biasa, kemudian aku diboncengnya menuju hotel di kawasan Taman Anggrek. Sepanjang perjalanan aku dengan cueknya memeluknya dan ia pun tak keberatan, toh tak ada yang mengenali kami. Hanya saja, di tengah perjalanan aku melihat dua orang provost berboncengan motor, salah satunya kurasa provost yang tadi. Ngapain ya mereka mengikuti kami, pikirku. Ah cuek aja, toh ga ngapa-ngapain yang salah...

Sesampainya di hotel, pas sekali waktunya check in. Setelah masuk kamar, aku beristirahat sebentar sebelum rapat pukul dua siang nanti. Agak malas sebenarnya, terutama setelah seorang polisi menjadi pacarku dan menemani hari-hariku di Jakarta, tapi demi tuntutan tugas... Saat itu sekitar pukul dua belas siang. Perutku berbunyi lagi, tapi aku belum mandi... "Mas, mandi bareng yuk!" ajakku. Santoso mau-mau saja diajak mandi bareng. Dengan guyuran air hangat, kami berdua saling menggosok punggung bergantian. Ia dengan nakalnya menggosok dadaku, terutama daerah sekitar puting, membuat kontolku yang tadinya lemas mulai bangun. "Jangan sekarang Mas, mau ngantor aku," bisikku. "Bentar aja," rayunya. "Kita kan udah resmi pacaran Mas. Aku dimasukin dong..." Aku agak tersentak mendengar permintaannya. Gagah-gagah gini ternyata bot toh. Kebetulan sekali! Aku sendiri versatile cenderung bot, dan sudah lama sekali ingin mencoba menjadi top. Apalagi menusuk polisi, itu impianku sejak lama. Akhirnya terwujud juga! Duh tambah malas saja rapat... "Nanti malam ya Mas," bujukku. Ia mulai mengocok-ngocok kontolku yang semakin mengeras karena aku sedang membayangkan malamku nanti. Aku menghentikan kocokannya dan menciumnya sambil menggoda bola-bolanya. Bola-bolanya lebih besar dari punyaku, mungkin itu yang membuatnya sering terangsang karena hormonnya banyak. Ia mengerang tertahan. Kumainkan sebentar kulupnya, kemudian kulepaskan ciuman dan pelukanku. Ia seakan kecewa, namun kubujuk perlahan dengan ciuman-ciuman pendek. Kuselesaikan mandiku cepat-cepat sebelum polisi itu mulai merangsangku lagi. Aku segera mengenakan baju resmi sementara Santoso hanya mengenakan kaos santai. "Katanya ke mabes Mas?" tanyaku keheranan. "Besok aja, capek nih..."
"Nah gitu tadi ngajak main," selorohku. "Dah istirahat aja Mas, ntar malam kita main lagi deh!"

Sisa hari itu kulalu dengan membosankan. Rapat di kantor berlangsung cukup lama dan aku hanya mencatat yang kuanggap perlu kucatat. Baru besok aku akan bekerja sehari penuh di sana. Sepulang dari kantor, diantar Santoso kami makan malam, kemudian pulang ke hotel. Sepanjang jalan kontolku sudah mengeras dan menempel ke pantat Santoso. Tiap ada kesempatan aku meremas kontolnya. Tanpa sadar ada yang mengikuti kami; aku tidak sadar karena padatnya lalu lintas Jakarta. Akhirnya kami sampai hotel. Di lift yang sepi kami sempat berciuman. Di lorong kami berjalan biasa karena Santoso mengenali kamera CCTV terpasang setiap sepuluh meter. Barulah ketika masuk kamar Santoso mulai bergerilya lagi. "Sabar Mas, pakai seragamnya dulu dong! Yang komplit ya!" Ia pun menuruti perintahku dan mengenakan seragam dinasnya dengan lengkap. Aku langsung terangsang melihat polisi itu; kutuntun ia ke ranjang dan langsung kutindih badanku sambil kucium. Kami berdua seakan sama-sama terbakar nafsu malam itu sehingga permainan kami jadi agak liar. Nafasku terengah-engah meladeni ciuman Santoso; kubalas dengan menggosok-gosokkan kontolku ke kontolnya. Kami berdua masih berpakaian lengkap, namun justru itu yang membuat malam ini terasa berbeda. Ini impianku sejak lama: bercinta dengan polisi dalam pakaian lengkap. Sebentar lagi satu lagi impianku juga akan terwujud: menyodomi polisi.

Kumulai impianku dengan mulai melucuti celananya sambil tak lupa tetap memainkan kontolnya. Saat baru resleting celananya yang terbuka, aku tergoda untuk memainkan kulupnya, maka sekali lagi kugunakan teknik remasanku untuk mengatur arah batang kontolnya. Setelah beberapa remasan akhirnya kontolnya menyembul keluar juga. Kutarik-tarik kulupnya untuk memunculkan kepala kontolnya yang merah muda itu. Kujilat-jilat sebentar "helm" polisi itu, membuatnya gelinjatan di atas ranjang. Puas memainkannya, kulucuti sabuknya dan kuturunkan celana dinasnya serta celana dalamnya sampai sebatas lutut. "Siap Mas?" tanyaku nakal. Ia menjawabnya dengan membuka kedua kakinya selebar mungkin, walaupun terhalang celananya. Kuambil pelumas dari tasku dan kuoleskan pada kontolku. Kulihat pantat polisi itu, sepertinya ia belum pernah ditusuk sebelumnya. "Masih perawan nih Mas?" tanyaku. Ia hanya mengangguk. "Yakin nih mau dimasukin?" "Ayo Mas masukin aja, aku siap demi dirimu..." Kuoleskan pelumas pada jari-jariku, kemudian kupanaskan lubangnya. Kumasukkan dulu satu jariku. "Gimana Mas?" "Bisa, ayo masukin aja kontolmu langsung." "Sabar Mas..." Kumainkan jari telunjukku di dalam dengan gerakan memutar untuk melemaskan otot-otot anusnya. Sesekali kusentuh prostatnya, dan ia mengerang serta mengacungkan kontolnya saat itu. Kumasukkan jari kedua dan ketiga sekaligus dan lubangnya merespons dengan memperbesar diri. Kurasa ia sudah siap, maka kusuruh polisi itu mengocok sebentar kontolku yang agak lemas karena tidak disentuh. Setelah tegang kembali, kumain-mainkan kontolku di lubang masuk pantatnya, membuatnya makin gelisah. "Ayo Mas masukin, udah ga sabar nii..." Aku hanya tersenyum dan tetap memainkan kontolku, sebelum dengan tiba-tiba kudorong masuk kontolku. Ia langsung mengerang kesakitan. Aku tak peduli, kudorong terus kontolku sampai masuk seluruhnya. Kupandangi polisi itu, ia terengah-engah dan sedikit berkeringat. "Sakit Mas?" tanyaku lembut. "Dikit, ayo goyangin aja biar enak lagi." Kukocok kontolnya yang layu sambil kugerak-gerakkan kontolku perlahan di dalam pantatnya. Awalnya erangannya masih menunjukkan kalau ia kesakitan, namun tak terlalu lama ia mulai menikmatinya. Kutusukkan kontolku sedalam-dalamnya hingga menyentuh prostatnya dan membuatnya mengerang dalam. Suara beradu tubuhku dengan pantatnya mulai terdengar saat kupercepat genjotanku. Tak lupa aku meracau nikmat. "Oooohhh pantatmu sempit banget Massshhh, enakkkhhh... Pantat polisi emang enakkkkhhh..." "Iya Maasss entotan Mas mantaappp... Aaahhh... Terus genjot Maaasss... Mainin kontolnya Maasss..." "Suka kontolku Mas? Kuberi kontolku di pantatmu... Uoookkkhhh... Yeeessssshhh... Mmmhhh..." Kuputuskan untuk berganti gaya; dengan kontolku masih menancap pada lubang polisi itu yang tak lagi perawan, kubimbing dirinya untuk nungging dan kulanjutkan genjotanku. Kali ini kuservis kontolnya dengan mengocok-ngocok kepala kontolnya. Kugoyangkan pinggulku memutar untuk memberikan sensasi baru. "Aaahhh Maaaasss aku mau keluaaarrr...," desaunya. "Jangan dulu Mas, tungguin dikit lagi..." Kuremas kuat-kuat kontolnya, katanya itu mampu mencegah seseorang ejakulasi. Kugenjot polisi itu semakin cepat; eranganku susul-menyusul dengan erangannya. "Kutembak di dalam ya Mas...," bisikku. Ia mengangguk, maka aku langsung menggenjotnya kembali. Aliran kenikmatan menerpaku kembali, dan kali ini aku tidak tahan lagi. "Ooooohhhhhh..." Croooottt... Tembakan pertamaku menyembur dinding anus polisi itu, rupanya sedikit memberikan tekanan pada prostatnya karena ia ikut mengerang panjang. Dengan segera kuremas kuat-kuat kepala kontolnya agar spermanya tidak jatuh begitu saja. Aku ingin menikmati spermanya. Aku masih menggenjot polisi itu sampai kontolku berhenti menembakkan spermanya. "Enak Mas?" "Enak banget ternyata, pantas aja bikin ketagihan... Aaaaahhh..." Kulepas remasanku dan kubiarkan polisi itu mengeluarkan spermanya, kutadahi dengan tanganku. Setelah tetesan terakhir, kuoleskan cairan kental itu ke kontolnya, membuatnya kelojotan. "Maaasss geliii..." Tanpa sengaja kontolku tercabut dari pantatnya, padahal aku masih ingin membiarkan kontolku di dalam. Ia membalikkan tubuhnya dan aku berbaring di sebelahnya, masih mengoleskan spermanya sendiri ke kontolnya. "Maaasss..." Aku tidak peduli, kuberanjak ke bagian bawah tubuhnya dan kujilati sperma yang menempel di kontolnya, membuatnya mengerang. "Masss capeekk ahhh, ooohhh... Aaahhh jangan di situ Maaassshhh... Ummmhhh... Oooohhh..." Kuhisap kontolnya. "Ooohhh Maasss, sumpah nggak kuat Maaasss, istirahat... Aaahhh... Istirahat dulu Maaasss..." Aku tidak memedulikannya, aku yakin polisi itu masih menyimpan sperma untukku, apalagi kontolnya tetap menegang. "Maaaasss... Mau keluaaarrrhhh... Aaarrrggghhh... Uoooohhhhh..." Akhirnya! Cairan kejantannya mulai meleleh di kepala kontolnya, langsung kulahap dan kutelan. "Mmmmhhh..." Tak terlalu banyak memang, tapi cukup lah untuk membuatku puas. Kukeluarkan kontolnya dari mulutku, kemudian aku berbaring di sampingnya sambil memegang kontolnya. Ia terengah-engah, maka kupeluk sambil sesekali kucium keningnya. Ternyata ia memang kelelahan. "Maaf Mas, kayanya aku kelewatan deh..." "Gapapa Mas, enak kok..." "Kalau gitu Mas istirahat aja sekarang... Besok aja dilanjutin lagi." Kami berciuman sekali lagi dan kubiarkan ia tertidur dalam pelukanku.

Aku sepertinya juga jatuh tertidur ketika bel tamu kamar tidurku berbunyi. Siapa malam-malam begini... Kulirik jam tanganku. Pukul satu pagi. Mana ada tamu jam segini, paling salah dengar... Bel itu berbunyi lagi. Duh sapa sih ngganggu aja pagi-pagi begini... Jangan-jangan anak iseng. Aku beranjak bangun, merapikan diri dan menyelimuti Santoso karena ia masih telanjang ke bawah, lalu melangkah malas menuju pintu. Kuintip... Tiga orang berseragam. Masa ada operasi, tidak mungkin di hotel berbintang lima seperti ini... Kubuka pintu dan hendak memberikan salam, "Selamat pagi..." Ketiga orang itu menyeruak masuk dan mendekapku. Aku hendak berteriak, namun seorang lagi langsung mendekap mulutku dengan kain. "Kami tidak akan macam-macam kalau kau menuruti perintah kami," aku mendengar salah seorang berbicara, anehnya tidak ada nada ancaman. Dalam keterkejutanku, aku mengamati penyergapku, dan semakin terkejut ketika mengenali seorang di antaranya.

Provost tadi pagi...

1 komentar:

  1. aku lebih suka cerita yang berlatar di sekolah, kayak SMA ato SMP, bikin lagi dong.

    BalasHapus

Komentar Anda akan dimoderasi sebelum ditayangkan. Berkomentarlah sopan dan terjaga. Promosi akan otomatis dihapus. Tuliskan juga jika Anda tidak ingin komentar ditayangkan (misalnya jika hanya memberi informasi).