Sabtu, 05 Agustus 2017

[Naskah] Supir ojekku seorang anggota polisi

Setahuku anggota polisi itu jarang yang bekerja sampingan sebagai supir ojek. Apalagi di kota ini, yang ga mengenal budaya ojek. Tapi, sejak ojek online mulai populer, mulai ada juga yang memanfaatkannya, termasuk diriku. Maklum, ga punya kendaraan sendiri.

Dan mungkin itu malam keberuntunganku, karena supir ojekku seorang anggota polisi. Yang akhirnya kugodain.

Malam itu malam Sabtu biasa. Aku yang sudah jenuh dengan kerjaan sehari-hari pun akhirnya ngemal di kawasan timur. Ya memang ga level sih, barang-barangnya bermerk dan mahal, tapi mal itu dingin dan ramainya ga kebangetan seperti mal tengah kota. Aku makan sendirian, jalan-jalan sendirian. Kasihan banget ya? Sampai akhirnya waktunya pulang, aku pun memesan ojek online favoritku, katakanlah ojek online X. Nemu sih, tapi ga biasanya jauh amat, sekitar 8 menit lagi baru nyampe. Ya sudah lah... Si supir pun juga akhirnya nelpon aku, nanyain ga pa pa kah nunggu agak lama dikit. Karena toh aku ga keburu, ya sudah kuiyakan. Kutunggu di luar lobi, karena lobi mal itu ga cocok buat motor (ga level juga kali ojek jemput di lobi). Sambil menunggu, iseng kulihat foto supir ojekku. Ganteng juga. Rambutnya potongan pendek rapi kaya tentara. Tapi ya masa sih ada tentara ngojek? Kalau ada, disenggol-senggol dikit selangkangannya gpp kali ya, hehehe... Biar dah rating jelek, tinggal bikin akun baru. Angin bertiup agak kencang, membuatku agak kedinginan. Kenapa aku tadi ga bawa jaket ya... Habis beberapa hari terakhir panas terus sih cuacanya... Semoga ga hujan aja.

Lamunanku dibuyarkan dengan suara motor yang berhenti di depanku. Sepertinya ojek pesananku sudah datang. "Mas Fajar?" sapanya. "Pesan ojek X ya?"
"Iya, Mas Husein?" Tentu saja aku tahu nama supir ojekku, kan muncul di app-nya! Ia mengiyakan. "Diantar ke mana Mas?" Aku menyebutkan sebuah daerah di kawasan barat kota. "Wah jauh bener ya?"
"Iya Mas, nanti saya bayar dobel deh." Aku sudah terbiasa membayar dobel kalau jaraknya jauh. "Nanti dilihat deh Mas jatuhnya berapa kata aplikasinya." Mas Husein memberikan helmnya padaku, dan aku pun mengenakannya sampai terdengar bunyi klik. Aku mengamati sebentar motornya. Wuih motor sport, keren nih... Dan tentu saja, joknya agak miring ke depan. Asyik ada kesempatan gesek-gesek kontol nih, hehehe... Mas Husein pun tampak punya perawakan bagus. Sepatunya... Kaya sepatu buts dinas?
"Ayo Mas berangkat," kata Mas Husein. Aku pun terbuyar dari lamunanku dan berusaha naik motornya. Tinggi juga. "Pegangan aja Mas gpp kalau ga nyampe." Sialan, tau aja dia aku ga pernah naik motor sport... "Sudah Mas?" Aku pun menganggukkan kepala tanda siap. "Kalau takut jatuh, pegangan pinggang saya aja ya Mas." Waduh, mancing nih? Oke, siapa takut!

Dan jadilah aku berpegangan pinggangnya selagi dia mengendarai motornya menuju tujuanku. Dia memilih jalur yang tidak ramai, karena walau bagaimanapun juga itu jam pulang mal, dan biasanya jam pulang mal agak padat. Tentu saja dia sudah minta izin padaku kalau ambil jalur yang agak jauh, dan aku pun tidak keberatan. Saat berhenti di lampu merah, dia sempat mengajakku ngobrol dan membetulkan posisi duduknya, tapi dia tidak pernah memintaku untuk mundur dikit. Malah dia cuek saja ketika pantatnya bersentuhan dengan kontolku yang sudah lama jablay. Sampai di perempatan yang agak sepi, akhirnya aku memberanikan diri. "Masnya ini anggota kah?"
"Loh kok tau mas? Saya jaketan padahal."
"Sepatunya kan ga jaketan, hehehe... Dan dari tadi saya ngerasain sabuk Mas Husein gede bener, biasanya anggota kan yang sabuknya gede."
"Iya Mas, saya biasanya jaga di pos perempatan Y sana." Oh polantas toh. "Kata temen-temen nyambi ngojek aja, lumayan penghasilannya. Ya ada benernya juga sih."
"Udah lama mas nyambi ngojek?"
"Baru seminggu mas." Sayangnya lampu hijau, jadi percakapan terpaksa disudahi dulu. Tapi tanpa sengaja motor Mas Husein menerjang lubang, sehingga aku agak terlonjak sedikit. Tanganku agak melorot ke bawah sehingga pas ada di atas kontolnya. "Eh maaf Mas ga kelihatan." "Ga pa pa Mas, biasa lah jalan di sini, jelek!" Malah kesempatan bagiku buat megang kontol polisi! Aku tidak berusaha membetulkan posisi tanganku untuk melihat reaksi Husein. Dia tidak bereaksi. Sampai di ruas jalan yang agak gelap, dia berkata, "Mainin aja Mas kalau suka." "Boleh nih Mas?" tanyaku pura-pura memastikan. Padahal tanpa izinnya pun pasti nanti kumainkan kontolnya! "Iya boleh, tapi jangan pas rame ya Mas." Lampu hijau bagiku!

Tanpa ragu-ragu lagi kuraba tonjolan kontol Mas Husein si polantas yang sekarang jadi supir ojekku. Gede juga. Mungkin karena antisipasi aku memainkan kontolnya sejak tadi, kontolnya sudah sedikit mengeras. Kuberikan remasan-remasan mantap pada kontolnya, sekaligus mengarahkan batang kontolnya ke atas supaya nanti dia tidak kesakitan ketika tegang penuh, apalagi celana dinasnya ketat juga. Sempat terpikir untuk membuka resletingnya nanti dan mengocok kontolnya, tapi kasihan juga sih kalau sampai ada yang lihat... mungkin nanti saja megang langsung kontolnya pas di rumah, toh rumahku ga ada orang. Saat ada cukup banyak motor di sekeliling, aku hanya memegang kontolnya dan mengelus-elus batangnya. Saat sepi... tentunya aku all out. Kujepit kepala kontolnya dengan jempol dan telunjukku, lalu kutarik-tarik sambil kutekan-tekan. Sayang aku tidak bisa mendengar erangan Mas Husein, tapi rasanya dia keenakan. Kira-kira muncrat duluan sebelum nyampai rumah ga ya, hehehe... Kadang-kadang aku menggunakan telapak tanganku untuk menggencet kontolnya dan menggesek-gesek batangnya dengan telapak tanganku sementara jari-jariku memainkan bola-bola kontolnya. Celana dinas coklatnya cukup halus dan luwes, bisa mengikuti segala macam trikku (halah) pada kontol Mas Husein si pemilik celana, memberikan sensasi yang berbeda pada permainan kontol. "Enak banget Mas," pujinya saat di lampu merah yang lumayan sepi. "Padahal cuma diremas-remas tapi aku hampir ngecrot."
"Crot aja Mas, ga usah malu-malu, kan ga ada yang lihat, hehehe..." balasku sambil kembali meremas-remas kontolnya, dan dia pun balas meremas kontolku yang dari tadi sudah keras dan menempel erat di bokongnya.
"Masih jauh kah Mas ini?"
"Udah deket sih, paling 15 menitan lagi. Cukup lah Mas buat ngecrot sekali. Kalau Mas mau, nanti di rumah saya kasih bonus."
"Bonus apa Mas?'
"Yaaa... isepan maut? Atau kalau Mas mau, entot saya."
"Mas aja yang entot saya. Kasihan itu dedeknya dari tadi nempel aja, hehehe..." Oh ternyata dia bot toh.
"Boleh deh." Lampu hijau pun menyala, namun aku tidak berhenti melancarkan aksiku di kontol polantas Husein. Entah bagaimana caranya dia bisa tetap berkonsentrasi mengendarai motornya sambil kontolnya dimainkan. Celananya sudah tidak mampu lagi menampung cairan precum yang aku yakin terus mengalir dari kontolnya. Sebenarnya aku sendiri sudah kehabisan teknik untuk mengerjai kontolnya, jadi sekarang aku berusaha sebisa mungkin untuk mengocok kontolnya dari luar celana.
"Mas, masih jauh?" tanyanya terbata-bata. Sepertinya dia menahan diri untuk tidak ngecrot! "Oh udah deket sih Mas, ntar di depan sana ada perempatan tinggal belok kiri, jalan terus dikit terus masuk kanan, ada pos satpam. Kalau udah nyampe sana ntar saya arahin lagi." Aku merasa Mas Husein agak mempercepat laju motornya. Aku pun semakin intens memainkan kontolnya. Ia tidak berusaha menghentikanku, namun terlihat ia agak gelisah. "Mau crot kah Mas?" Ia hanya mengangguk. Tangan kiriku yang dari tadi hanya memegangi pinggangnya sekarang kupakai bergerilya di balik jaketnya, menuju ke dadanya. Aksiku itu hanya bisa kulakukan sebentar, karena ternyata dia sudah berbelok ke kanan menuju pintu masuk perumahanku, yang dijaga satpam seperti arahanku tadi. Sudah malam gini, harusnya portalnya sudah ditutup. Tapi aku ingat hari ini adalah giliran jaga Mas Mustakim, satpam yang pernah kubuat crot di celana dan sejak itu dia ketagihan. Baguslah, aku tidak perlu menghentikan aksiku ke Mas Husein. Sekalian bisa kugoda Mas Mustakim, hihihi... kontolnya biasa saja, tapi dia tahan lama dan tiap ngecrot cairannya selalu kental dan muncratnya jauh. Dia tinggal jauh dari istri dan anak, jadi setiap kali butuh melepaskan hasrat itu, tangan dan mulutku beraksi. "Malam Pak Mustakim," sapaku dari luar pos.
"Malam Mas Fajar," balas Mas Mustakim. "Malam amat Mas?"
"Iya, habis jalan-jalan." Aku sengaja menarik tangan kananku dari kontol Mas Husein, namun aku tetap memainkan kontol Mas Husein menggunakan tangan kiriku. Satpam Mustakim pun membukakan portal. Awalnya dia tidak memperhatikan, namun saat kembali ke tempatnya ia pun melihat tangan kiriku sedang meremas-remas kontol Mas Husein. Ia tidak berkomentar apa-apa, tapi aku yakin habis ini libidonya naik. Sudah lama sejak Pak Mustakim minta dilayani. "Mari Mas," pamitku dan Mas Husein pun tancap gas. "Habis ini ke mana Mas?" tanya Mas Husein. Aku pun menjawabnya dengan menggerakkan kontolnya ke kiri dan ke kanan seperti joystick (katanya ini "tongkat bahagia?" Memang membuatku bahagia!), memberinya petunjuk arah. Tak lama kemudian sampailah kami di depan rumahku. Sudah tidak ada siapa-siapa di luar (tentu saja!). "Gimana Mas, mau lanjut?" tawarku sambil menarik-narik kontolnya naik.
"Bentar Mas, ini distop dulu aplikasinya." Mas Husein mengeluarkan HP-nya dari saku jaket, lalu membuka aplikasi dan menghentikan perjalanan, selagi aku tetap memainkan kontolnya. Mas Husein mulai berani mengerang. "Eh sabar Mas, nanti ada yang dengar,," bisikku. "Masuk dulu yuk!" Awalnya ia merasa enggan karena itu berarti tanganku harus lepas dari kontolnya, namun Mas Husein pun menurut. Kubukakan pagar rumahku agak lebar agar Mas Husein bisa menuntun motornya masuk, lalu kututup dan kukunci lagi pagar. "Yuk masuk! Motornya masukin aja Mas, biar lebih aman."

Setelah aku menutup pintu depan dan menyalakan lampu, kulihat Mas Husein. Ia melepaskan jaket hitamnya, dan tampaklah kini tubuhnya yang masih terbalut seragam dinas polantas. Celananya... sudah basah kuyup! "Ayo Mas..." Mas Husein meminta memelas. "Tanggung..."
"Posisi kaya tadi ya Mas," pintaku. "Anggep aja ini masih di jalan. Mas Husein belum pernah kan ngecrot sambil naik motor?"
"Belum." Tanpa berlama-lama ia pun menaiki motornya, dan kususul naik di belakangnya. Tentunya, karena motornya tidak bergerak, Mas Husein harus menggunakan kedua kakinya untuk menyeimbangkan motor, namun itu juga yang kumau. Berarti posisi kontolnya sedang agak terjepit di jok motor. "Ayo Mas..." Kupegang kontolnya; agak lemas tapi masih keras. Tentu saja, kubuat keras kembali dengan meremas-remas kontolnya. Kali ini si polantas bisa mengerang sepuasnya tanpa harus malu-malu; oh betapa jantan suara erangannya. Kubantu dengan jilatan-jilatan dan cipokan-cipokan di leher dan belakang telinganya, sambil kucium aromanya. Aroma keringat yang menggugah selera. Tangan kiriku menelusuri sabuk kecil yang melintang di badannya. Saat sampai di lencananya, kuremas tubuhnya di sekitar lencana itu, sekalipun aku tahu lencananya tidak benar-benar pas ada di dadanya. Kuraba-raba lencana itu untuk kepuasanku sendiri sekaligus membuat penasaran Mas Husein yang masih menikmati permainan tanganku di kontolnya. Puas memainkan lencananya, aku menurunkan tanganku ke kantong bajunya. Targetku jelas: puting susunya. Aku tahu dia pasti masih mengenakan kaos dalaman, tapi harusnya aku masih bisa memainkan putingnya. Cukup melenting dan Mas Husein memekik ketika kuraba-raba putingnya. "Mas... mau keluar..." rintihnya.
Maka kucubit-cubit putingnya. Mas Husein pun melenguh, kontolnya berkedut-kedut di dalam celana dinasnya, sebenarnya berontak minta dibebaskan namun aku tentu saja tidak mengizinkannya. Kugerakkan kontolnya dengan gerakan mengulir, memutar kontolnya kesana kemari dalam celana dinasnya. Mas Husein mengerang dan mendesis keenakan diperlakukan seperti itu. Kutarik-tarik kontolnya dengan gerakan memerah, dan...
"Aaaaaaahhhhh..."
Akhirnya muncrat juga.
Mas Husein menggenggam setang motornya erat-erat selagi setruman orgasme melanda sekujur tubuhnya. Kontolnya berkedut-kedut di dalam celana dinasnya, ngecrot. Crot. Crot. Crot. Kuremas-remas untuk membantu tembakannya. Tanganku pun mulai terasa basah; rasa-rasanya spermanya berhasil juga tembus ke luar! Kurasa ada delapan kali crot kuat dari kontolnya sebelum kedutannya melemah dan Mas Husein terengah-engah sambil tetap mendesah. Tetap kuremas-remas kontolnya hingga tetes terakhir (kaya iklan susu aja) dan Mas Husein berhenti orgasme. "Gimana Mas?" tanyaku sambil menciumi lehernya.
"Enak banget Mas. Kok bisa ya cuma diremes-remes aja tapi muncrat. Mas ahli bener nih mainin kontol!"
"Iya dong Mas, aku kan punya kontol, rajin main tiap hari." Aku memang rutin coli; katanya sehat lho!
"Kontolku ga ada yang mainin Mas."
"Ah masa? Mas Husein polisi gini, banyak yang cari lho!"
"Iya tapi saya takut diperas. Kan bisa gawat karir saya."
"Sama saya tapi percaya?"
"Yaa... Mas ga ada tampang jahat sih..." Ya iya lah, secara aku tampan! Masa mukaku kaya preman!
"Tenang aja Mas, aku ga segitunya kok. Ngapain juga meras polisi. Meras kontolnya polisi yang aku suka!" Kuperas kontolnya lagi, dan Mas Husein pun mengerang. "Geli Mas!"
"Nyantai Mas. Belum kuisep kan? Yuk!"

Kami berdua pun turun dari motornya. Aku meminta Mas Husein berdiri dengan kaki terbuka dan merapat ke tembok, lalu tanpa sungkan-sungkan kucium polantas itu sambil tetap kuremas-remas kontolnya. Aku tidak peduli kontolnya lagi sensitif karena habis orgasme; kalau dia kuat, biasanya kontolnya bisa tegang lagi! Mas Husein agak menggeliat-geliat sambil memegangi tanganku yang meremas-remas kontolnya; tentu ia kegelian. Tapi aku tetap gigih.
Dan akhirnya kegigihanku membuahkan hasil. Lama-kelamaan kontolnya mengeras lagi. Karena aku janji mengisap kontolnya, aku tidak terlalu lama memainkan kontolnya dari luar celana. Kubuka resleting celananya dan kucoba mengeluarkan kontolnya. Mas Husein kembali kelojotan kegelian; kau mungkin tak pernah melihat polisi berseragam lengkap kelojotan! Karena spermanya yang begitu banyak dan kontolnya belum mengeras sempurna, aku jadi cukup mudah mengeluarkan batang kontolnya. Sedikit belepotan spermanya, tapi tidak apa. Bisa kubersihkan dengan lidahku nanti. Kukeluarkan juga kedua bola kontolnya. Jembutnya agak lebat, tapi tidak mengganggu usaha ngisepku nanti. Aku pun tersenyum pada Mas Husein si polantas, kemudian berlutut di depannya. Kukagumi kontol Mas Husein yang menggantung gagah di depanku, keluar dari celana dinas seorang polisi. Ujung kepalanya mulai mengeluarkan cairan precum. Kedua bola kontolnya juga menggantung indah di bawah batang kontolnya. Waktunya memuaskan polisi ini.

Sebagai menu pembuka, kusapukan lidahku pada batang kontolnya yang basah dengan spermanya. Mas Husein mendesah sambil sedikit kelojotan, sepertinya dia agak kegelian. Bisa jadi juga dia belum pernah dihisap kontolnya. Spermanya sudah dingin, tapi masih terasa gurih dan kental. Harusnya persediannya masih banyak. Kutatap kedua bola kontolnya yang menggantung. Kelihatan ranum, jadi kumasukkan salah satu bola kontolnya ke mulutku dan kukulum. Mas Husein mendesis, berjinjit dan memegang kepalaku. "Ah Mas, ngilu..." Kuelus-elus batang kontolnya hingga desisannya berubah menjadi desahan. "Enak Mas?"
"Enak tapi ngilu Mas..."
"Belum pernah diginiin ya?"
"Belum Mas... biasanya cuma dikocok aja..."
"Nanti aku kasih yang lebih hot lagi Mas, sabar." Puas mengenyot bola kontolnya, aku mengarahkan bibirku ke pangkal batang kontolnya dan mengapitkan bibirku. Lidahku sendiri juga kusentuhkan ke kontolnya. Perlahan-lahan kuurut batang kontolnya dengan bibirku sambil lidahku menyapu kontolnya. Mas Husein mengerang dan menggelinjang selagi aku sampai di ujung kepala kontolnya yang kembali meneteskan precum dengan derasnya. Kurasa polantas Mas Husein ini sudah kembali ke kondisi primanya. Kondisi prima untuk diperah kontolnya.
Maka kumasukkan batang kontol Mas Husein ke mulutku. Dan kuhisap.

"Aaaaaahhhhh.... Teeeeettt..."

Eh? Bunyi apa itu? Masa erangan Mas Husein seperti itu? Kuhisap lagi kontol Mas Husein dan ia pun mengerang panjang kembali, tapi bunyi itu pun muncul lagi. Setelah tiga kali, aku baru sadar. Itu bunyi bel rumahku. Dan dari pola pencetannya, itu pasti Mas Mustakim. Aku memang pernah menyuruhnya memencet bel rumahku dengan pola tertentu, sebagai kode kalau dia minta jatah. Dengan enggan kukeluarkan batang kontol Mas Husein dari mulutku. "Kok berhenti Mas? Tanggung..."
"Ada tamu Mas."
"Malam-malam begini?"
"Iya. Satpam yang tadi, minta jatah Mas. Maklum jauh dari istri." Raut muka Mas Husein sejenak menjadi kecut, kecewa karena permainannya terganggu. "Mas mau main bareng Mas Mustakim? Kontolnya gede Mas. Tapi dia normal, jadi ga mau mainin kontol. Gimana?" Supaya yakin, tetap kukocok-kocok lembut kontolnya.
"Dia suka ngentot ga?"
"Belum pernah sih kalau sama saya. Tanyain aja ntar Mas. Mestinya mau. Kalau ga mau, paksa aja. Masnya kan polisi, harusnya satpam nurut sama polisi kan?"
"Iya sih tapi saya polantas Mas."
"Ah sama-sama seragam coklatnya, dia ga bakal tau bedanya! Kubukain dulu ya. Mas Husein tunggu aja di sini, ga usah diberesin celananya." Sedikit enggan, tapi karena mengantisipasi ceritaku, Mas Husein pun mengangguk. Aku pun membukakan pintu untuk satpam Mustakim. "Malam Mas Fajar," ujarnya basa-basi. "Malam Pak Mustakim," balasku sambil meremas kontolnya. "Udah penuh lagi nih Pak?"
"Iya Mas, apalagi Masnya tadi mainin punya temennya ya? Punya saya juga dong..."
"Ayo deh Pak, mari masuk!" Kutarik kontol Pak Mustakin membimbingnya masuk. "Eh tapi temennya?"
"Ga usah khawatir Pak, kita main bertiga. Dia juga pingin ngerasain kontol Pak Mustakim. Bapak udah lama ga ngentot kan? Dia mau dientot." Sejenak kulihat mata Pak Mustakim berbinar-binar, tapi mungkin perasaanku saja.

Begitu di dalam, aku nyaris tertawa. Pak Satpam Mustakim mendadak berdiri dalam posisi tegap, memberi hormat pada Mas Polisi Husein, yang rupanya agak malu sehingga ia merapikan diri. Tapi tentu saja ia tidak bisa menyembunyikan noda bekas sperma di celana dinasnya. "Lapor! Saya mau... saya mau... mau..."
"Udah Pak nyantai aja! Bapak nggak dihukum kok! Ayo kenalan dulu!" Dengan canggung mereka pun bersalaman tanpa bertukar nama--tentu saja, nama mereka ada di seragam! Untuk mencairkan suasana, supaya mereka tidak saling canggung, aku memberikan pemanasan. Pak Mustakim sudah agak terbiasa melihatku memainkan kontolnya, jadi kuminta mereka berdua berdiri bersandar pada tembok.
Kuremas-remas kontol polisi dan satpam itu.
Mungkin dua-duanya tidak terbiasa ada orang lain sehingga awal-awal mereka diam saja. Tentunya aku tidak hilang akal. Kukeluarkan jurus terbaikku pada kontol kedua pria itu, namun tetap menjaga agar Mas Polisi Husein tidak muncrat duluan karena dia sudah kupanaskan cukup lama. Selang beberapa saat, akhirnya kecanggungan itu pun mulai luntur. Mas Polisi Husein mengerang duluan. "Ayo Mas isepin lagi..." pintanya memelas. Aku pun menuruti permintaannya. Kubuka resleting celana polisi dan satpam itu bersamaan, dan kukeluarkan kontol mereka. Pak Mustakim juga sudah terangsang hebat sehingga kontolnya mengacung keras dengan gagahnya. Kontol Mas Husein belum menegang sempurna, namun aku yakin sebentar lagi ia akan menyusul. Maka kumainkan kontol polisi Husein terlebih dahulu. Kukocok-kocok sebentar, lalu kuhisap, dengan berhati-hati agar Mas Husein tidak keluar terlebih dahulu. Setahuku, kalau kau sudah keluar, akan sakit kalau dientot kemudian. Mungkin biar Pak Satpam Mustakim ini saja yang bikin Mas Polisi Husein ngecrot sendiri gara-gara dientot.

* tengah-tengah ngisep, bel rumah bunyi. Mas Husein dipegang kontolnya dan ditarik ke arah interkom. Si pak satpam Mustakim. Minta diisep. Akhirnya Mas Mustakim join, diisep gantian sama mas polisi Husein. Adu kontol buat dipijat pakai mulut dari pangkal kontol polisi ke pangkal kontol satpam. Mas polisi Husein dibikin muncrat dulu. Mas Mustakim ditawari ngentot Mas Husein.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda akan dimoderasi sebelum ditayangkan. Berkomentarlah sopan dan terjaga. Promosi akan otomatis dihapus. Tuliskan juga jika Anda tidak ingin komentar ditayangkan (misalnya jika hanya memberi informasi).